Perjalanan, Pengalaman, & Pemahaman Permainan Terindah

  • Niac Mitra vs Arsenal 2-0: Gara-gara Udara Panas dan Lapangan Buruk?

    Niac Mitra mengukir kenangan indah di depan ribuan penggemarnya di Stadion Gelora 10 November ketika sore kemarin agak di luar dugaan menaklukkan klub kenamaan Inggris, Arsenal, dengan kemenangan mutlak 2-0.

  • Mino Raiola, Antara Mulut Besar Donald Trump dan Keberingasan Al Capone

    Dalam rimba transfer internasional dunia, ketika akan terjadi deal antara pemain, agennya, dan wakil klub, biasanya pertemuan terjadi di restoran mahal tertutup, lobi hotel mewah bahkan di kamar tertutup. Namun khusus kepada orang yang satu ini sulit terlaksana.

  • Stan Kroenke: Kapitalis Pemuja Wenger

    Sosoknya kaku, irit bicara, pelit senyum apalagi sampai tertawa terpingkal-pingkal. Tak salah kalau pers Inggris menjulukinya the silent man atau si pendiam. Sorot matanya tajam, gerak-geriknya tanpa ekspresi, pikirannya selalu fokus tanda suka berpikir sesuatu yang menarik minat. Suasana hatinya dingin, barangkali sedingin darahnya, dan kelihatannya orang ini rada susah untuk dijadikan teman atau sahabat.

  • Angela Merkel: Wanita Terkuat di Dunia

    Kiprah nyonya besar yang satu ini tak sampai begitu. Tapi pelampiasannya unik. Satu gerakan moral Angela Dorothea Merkel, Kanselir Jerman sejak 2005, yang jadi hobi dan habit sebab sering dilakukan adalah nyelonong ke kamar ganti pemain!

  • Roger Daltrey: Semangat Highbury Highs

    Malam hari penghujung April 2006, Roger Harry Daltrey tak kuasa menahan kenangan masa lalu. Memori kejayaan bersama Pete Townshend, John Entwistle dan Keith Moon saat mengusung aliran progressive rock lewat band The Who di era 1970-an, kerap kali campur aduk dengan era keemasan The Old Double.

  • Persija, Inspirasi dari Soempah Pemoeda

    Berkat sejarahnya, dominasi Persija di blantika nasional tak pernah lekang dimakan waktu. Catatan fenomenal juga ditorehkan klub berlambang Monas sebagai satu-satunya klub dengan rekor tak pernah terkena degradasi sejak debut pada 1931.

  • Asal Muasal Tiqui-Taca, Sepak Bola Bergaya Geometri

    Medio 1980-an, ketika masih masa anak-anak, kata-kata yang kini dikenal dengan tiki-taka sebenarnya sudah sering dihebuskan para komentator Indonesia dalam beberapa acara siaran langsung Piala Dunia atau Piala Toyota di TVRI. Satu yang paling rajin menurut saya adalah Eddy Sofyan. Dia suka menyebutnya dengan ‘tik-tak’ yang berkonotasi umpan-umpan pendek, permainan tek-tok layaknya karambol atau ding dong.

Dari Segi Apa Pun, Tetap yang Terbesar

Kalau saja Pierre de Fredi - seorang Baron dari Coubertin (Prancis) - masih hidup, mungkin ia akan merinding menyaksikan gebyar Olimpiade Atlanta nanti. Ya, apa yang dipeloporinya seabad lalu, pada tahun ini bakal mencapai puncaknya.

Dari Segi Apa Pun, Tetap yang Terbesar
Apalagi pada kesempatan kali ini, pesta olah raga multicabang terbesar di bumi giliran digarap Amerika Serikat, bangsa yang terkenal jago membuat tontonan massal dan kolosal di seluruh dunia. Walau belum jadi, para Yankee itu bahkan telah berkoar dengan menjanjikan olimpiade modern ke-26 itu sebagai peristiwa yang tak terlupakan seumur hidup. The greatest peacetime event in the history of the World, demikian slogan mereka.

Tiada hari tanpa hasil, demikian motto panitia, terus dijalani. Contohnya pada 100 hari menjelang "Hari-H", Rabu (10/4) lalu, Atlanta Committee for the Olympic Games (ACOG) membuat sensasi lagi ketika Atlanta - kota yang hancur lebur akibat Perang Saudara 1861-1865 - dibaluti karpet merah.

Ini adalah realisasi awal bentuk pengejawantahan gabungan olah raga dan hiburan di periode awal teknologi informasi, Olympic centennial with the biggest games extravaganza ever. "Olimpiade kali ini juga merupakan refleksi langsung kehebatan komersial, sponsor, dan elitenya dunia olah raga, yang kami suguhkan untuk memasuki abad ke-21," kata Bill Payne, ketua eksekutif ACOG, dengan membara.

Dagang Habis-habisan

Jika sudah masuk urusan komersial, jelas pendapatan lalu keuntungan menjadi sasaran akhir. Bisnis adalah obsesi bangsa Amerika. Oleh sebab itu, bukan mustahil proyek '2 juta turis yang akan datang' ini jumlah minimal melihat 55.000 hotel telah habis dipesan, jelas menjadi sasaran empuk penjualan ratusan jenis cendera mata berupa 22.000 buah telepon termasuk telpon mobil, 10.000 buah TV, 6.000 pagers, 7.000 laptop dan 1.000 printer.

Jelas terlihat, AS habis-habisan dalam segala hal demi suguhan fantastis Olimpiade Atlanta, terutama dari sisi teknologi dan glamor. Mereka jelas tidak mau didahului atau dengan kata lain tidak mau kalah dengan bangsa lain, bahkan dari Australia yang pada tahun 2000 akan menggelar Olimpade ke-27 di Sydney, olimpiade pertama di era milenium baru.

Sejak awal, kemenangan Amerika adalah ketika mereka menyisihkan Athena (Yunani) sebagai tuan rumah olimpiade milestones (1896-1996). Sebagai negara pencipta dan yang melahirkan Olimpiade sebenarnya lebih pantas dan bersejarah. Namun gegara lobi Amerika dan diplomasi bisnisnya yang terkenal itu, ajang impian buat ibu negeri olimpiade ikut musnah.

Seabad Lalu

"Ini akan menjadi olimpiade yang terbesar. Semua yang akan terjadi mungkin tak akan terulang lagi, baik ukuran maupun keunikan yang kami buat," koar Payne lagi. Boleh jadi ia benar. Apalagi jika mengingat Pierre de Coubertin, seratus tahun lalu, hanya bisa mengumpulkan 311 atlet dari 13 negara.

Dari Segi Apa Pun, Tetap yang TerbesarPayne dengan dukungan pemerintah AS, bakal mengundang 10.000 lebih atlet dari 197 negara. Mantan Presiden AS yang sesepuh negara bagian Georgia, Jimmy Carter, pun siap membantu. Hal itu belum termasuk 5.000 ofisial atau pelatih dan 25.000 keluarga atlet dan 15.000 wartawan peliput.

Untuk memudahkan pergerakan, ACOG antara lain membangun 16 ruas jalan raya (highway) yang menghubungkan ke segala belahan kota Atlanta. Dari hotel, pusat kegiatan, hingga ke Centennial Olympic Park. Di lokasi utama ni dibangun 8 perkampungan atlet (olympic villages).

Pada 1896 Yunani cuma butuh biaya 920 ribu Drachma atau sekitar 36,5 ribu poundsterling (kurs sekarang sekitar Rp. 128 juta). Sementara ACOG mesti mengeluarkan US$400 juta (hampir Rp. 1 triliun) untuk seluruh prasarana pertandingan termasuk bikin 31 arena baru. Salah satunya merenovasi kandang klub Atlanta Braves menjadi stadion utama Olimpiade.

Di Atlanta nanti, medali yang akan diperebutkan sebanyak 605 emas, 605 perak, dan 669 perunggu di 271 perlombaan dari 26 cabang olah raga. Bandingkan pula seabad ke belakang pada Olimpiade 1896 Athena, di mana hanya ada 44 emas, 43 perak, dan 34 perunggu.

Perbandingan lainnya adalah, Olimpiade Atlanta dua kali lebih besar dari Olimpiade Los Angeles 1984 atau enam kalinya Olimpiade Musim Dingin Lillehammer 1994. Pendek kata, pokoknya urusan bombastis dan fantastis, ya Amerika-lah biangnya.

(foto: trustedwatch/olympic.ca)

Share:

Republik Ceko: Pernah Dikubur Hidup-Hidup

Dari delapan negara juara Eropa yang ada, Republik Ceko merupakan salah satunya. Kini di Piala Eropa 1996, berbekal para bintang mudanya, mereka siap menguak lagi kejayaan lama.

Republik Ceko: Pernah Dikubur Hidup-Hidup
Walau waktu itu masih bersatu dengan Slowakia dengan nama Cekoslowakia, namun banyak yang meyakini bahwa suku Czek atau Ceko-lah yang tetap berandil besar mengantarkan prestasi puncak itu pada 1976 dan juara ketiga pada 1960 dan 1980. Bahkan dalam taraf lebih besar, mereka juga pernah sukses menjadi finalis di dua Piala Dunia, 1934 dan 1962.

Lain dengan saudaranya, Slowakia — memisahkan diri pada Januari 1993 — yang kini sudah tidak ada apa-apanya lagi di blantika sepak bola Eropa. Terakhir, negara beribukota Bratislava ini, gagal lolos lantaran kalah bersaing dengan Rumania dan Prancis di grup 1.

Czek — yang masih bertalian darah dengan Austria — ternyata bukan saja unggul di perekonomian atau iptek, tapi juga pada sumber daya dan talenta sepak bola-nya. Itu bisa dilihat pada diri pencetak gol ulung Patrik Berger (22 tahun), Karel Poborsky (23), Vladimir Smicer (21), Vratislav Lokvenc (21), Pavel Nedved (22), Tomas Repka (22), atau Robert Vagner (22).

Tak salah jika pelatih Dusan Uhrin juga menggantungkan harapan timnya pada mereka. “Kekuatan kami merupakan gabungan pemain muda yang penuh ambisi dan pemain tua yang sarat pengalaman,” kata Uhrin terus terang.

Selain bomber veteran Tomas Skuhravy, Uhrin juga masih menyertakan pemain-pemain renta namun ulet seperti Miroslav Kadlec (32), Lubos Kubik (32), kiper Ludek Miklosko (35), sampai Radek Drulak (34). Yang terakhir ini bahkan menjadi fenomena tersendiri.

Drulak – yang mulai membotak dan hanya dari klub menengah – ternyata mampu bersaing dengan yang muda. Ia masih gesit, liar, dan haus gol. Hal inilah yang membuat Uhrin terus memakainya di lima partai akhir penyisihan, belum termasuk ketika melumat Turki 3-0 pada uji coba, 26 Maret lalu di Ostrava.

Tapi setangguh-tangguhnya Ceko, ternyata mereka pernah dipermalukan juga. Kejadiannya pada 7 Juni 1995. Czek kalah 0-1 dari tim anak bawang Luksemburg! Ini menjadi noda paling hitam persepakbolaan mereka sepanjang sejarah! “Kami seperti dikubur hidup-hidup merasakan kegetiran ini,” kata Skuhravy saat itu, sambil meneteskan air mata. Ah, mudah-mudahan jangan di Inggris nanti.


PERJALANAN CEKO

06.09.94: CEKO vs MALTA 6-1 
Tempat/Penonton: Praha (10.226)
Gol: Smejkal 6, Kubik 33, Siegl 35, 49, 81, Berger 89
Formasi: Kouba; Kubik, Suchoparek, Novotny, Latal (Vesely 86), Nemecek, Frydek [Berger 83), Smejkal, Nemec, Kuka, Siegl.

12.10.94MALTA vs CEKO 0-0 
Tempat/Penonton: Valletta (4.000) 
Formasi: Srnicek; Kubik, Suchoparek, Novotny, Latal. Nemec, Nemecek (Kadlec 46), Hlasek. Smejkal (Frydek 73), Skuhravy. Kuka, Novotny (kartu merah 57).

16.11.94: BELANDA vs CEKO 0-0
Tempat/Penonton: Rotterdam (45.000)  
Formasi: Srnicek: Latal, Suchoparek, Hapal, Kubik, Kadlec, Nemec, Bilek, Kuka (Samec 90), Siegl, Poborsky (Berger 75).

29.03.95: CEKO vs BELARUSIA 4-2 
Tempat/PenontonOstrava (5.549)  
GolKadlec 5, Berger 16, 63, Kuka 69
Formasi: Srnicek; Kadlec, Repka, Hapal, Latal, Nemecek, Berger, Frydek (Bilke 36), Smejkal, Kuka. Siegl (Samec 89).

26.04.95: CEKO vs BELANDA 3-1 
Tempat/Penonton: Praha (17.463)  
GolSkuhravy 49, Nemecek 57, Berger 62
Formasi: Kouba; Hapal, Kadlec, Suchoparek. Repka, Nemec, Nemecek, Berger, Frydek (Latal 46), Kuka (Siegl 89), Skuhravy.

07.06-95: LUKSEMBURG vs CEKO 1-0 
Tempat/Penonton: Luksemburg (1.500)  
Formasi: Kouba; Repka (Frydek 88), Suchoparek, Kadlec, Latal, Nemec, Nemecek, Hapal, Berger, Kuka, Skuhravy (Drulak 62).

16.08.95: NORWEGIA vs CEKO 1-1 
Tempat/Penonton: Oslo (22.054)  
GolSuchoparek 84. 
Formasi: Kouba; Kadlec, Hapal, Suchoparek, Repka, Latal (Poborsky 78], Nemec, Frydek, Berger (Nedved 46), Drulak (Samec 78), Kuka.

06.09.95: CEKO vs NORWEGIA 2-0 
Tempat/Penonton: Praha (19.522)  
GolSkuhravy 6pen, Orulak 87
Formasi: Kouba: Kadlec, Repka, Suchoparek, Latal, Nemecek, Frydek (Poborsky 71), Nedved, Nemec, Kuka (Drulak 17), Skuhravy (Lovenc 79).

07.10.95: BELARUSIA vs CEKO 0-2 
Tempat/Penonton: Minsk (20.000)  
GolFrydek 25, Berger 84
Formasi: Kouba; Kadlec, Repka, Nedved (Berger 73), Hapal, Latal, Nemecek (Hornak 15), Frydek (Poborsky 67), Nemec, Drulak, Kuka.

15.11.95: CEKO vs LUKSEMBURG 3-0 
Tempat/Penonton: Praha (22.530)  
GolDrulak 35, 46, Berger 57
Formasi: Kouba: Kadlec, Latal. Suchoparek. Hapal, Nemecek (Poborsky 75), Nedved, Frydek, Berger (Smicer 82), Kuka (Lovenc 87), Drulak.


KLASEMEN AKHIR GRUP 5

Ceko
10
6
3
1
(21-6)
21
Belanda
10  
6     
2     
2    
(23-5)
20
Norwegia
10    
6      
2     
2    
(17-7)
20
Belarusia
10    
3     
2     
5     
(8-13)
11
Luksemburg 
10    
3     
1     
6    
(3-21)
10
Malta
10   
0     
2      
8    
(2-22)
2

DISTRIBUSI GOL

6 Gol: Patrik Berger
3 Gol: Horst Siegl, Radek Drulak
2 Gol: Tomas Skuhravy
1 Gol: Karel Nemecek, Jan Suchoparek, Miroslav Kadlec, Pavel Kuka, Martin Frydek, Daniel Smejkal, Lubos Kubik.

(foto: liverpoolecho)

Share:

Republik Ceko: Optimis Dengan Syarat

Agak mengejutkan negara ini bisa lolos mulus ke Inggris. Apalagi mampu mengatasi jepitan Belanda dan Norwegia di babak penyisihan. Kini setelah melangkah ke putaran final, tantangan lebih berat siap menanti.

Republik Ceko: Optimis Dengan Syarat
Jelas, ini gara-gara Republik Ceko dijebloskan ke grup ‘neraka’ bersama Jerman, Italia, dan Rusia di Grup C yang berkandang di Old Trafford dan Anfield. Banyak yang bilang, berat peluang Ceko untuk mencuri satu dari dua tiket perempatfinal. Kecuali satu syarat, skenario mereka berjalan lancar.

Begini soalnya, di Inggris nanti pelatih Dusan Uhrin mencanangkan sekuat tenaga akan membendung Jerman dan Italia. Atau dengan kata lain, hasil seri pun sudah dianggap kemenangan. Lalu Rusia-lah yang mereka akan hajar. Dengan demikian, jalan mereka ke perempatfinal bisa diamankan. “Undian itu terasa berat bagi kami. Soalnya bukan dua tim di Grup C, tapi tiga kekuatan besar yang harus kami atasi,” kata Uhrin setelah mengetahui hasil undian.

“Namun ketiganya tentu punya gaya dan karakter permainan yang berlainan. Inilah salah satunya yang akan kami manfaatkan. Jerman dan Italia memang pantas difavoritkan di situ. Tapi kejutan akan muncul jika kami diperkuat oleh keberuntungan. Di sepak bola, semua bisa saja terjadi,” kata pelatih kelahiran 5 Februari 1945 itu melanjutkan.

Lagi pula di Grup C nanti, persaingan langsung ketiga raksasa itu akan membawa salah satu korban. Italia biasanya akan kesulitan mengatasi Rusia. Demikian pula Jerman di hadapan Italia. Rusia sendiri selalu keteteran jika menghadapi Der Panzer. Belum lagi buruknya prestasi mereka jika berhadapan dengan tim Eropa Timur lainnya.

Modal khusus Ceko melawan Jerman di partai awal, 9 Juni mendatang, paling tidak sudah ada. Ini lantaran lima pemain mereka yang berkiprah di Bundesliga, yakni Miroslav Kadlec, Pavel Kuka (Kaiserslautern), Patrik Berger (Borussia Dortmund), dan Radoslav Latal, serta Jiri Nemec (Schalke). Secara langsung, tentunya mereka telah terbiasa bermain dengan suasana Jerman.

Lalu bagaimana menyiasati Italia di Anfield, Liverpool, lima hari berselang, menjadi tugas berikut. Untuk ini, mau tak mau Uhrin memerlukan tenaga dan fisik bomber raksasa Tomas Skuhravy yang pernah lima tahun bermukim dan berpengalaman di kompetisi Serie A bersama klub Genoa. 

Jika hasilnya lumayan, mereka tinggal mati-matian menghadapi Rusia, yang juga telah bertanding dengan Jerman dan Italia, di partai akhir. Kalau skenario mereka di atas itu ternyata berjalan mulus, kejutan Republik Ceko pasti akan lebih banyak lagi di babak-babak berikut. Nantikan.

(foto: andes.info.ec)

Share:

Cantona-Ginola: Bikin Suasana Dilematis

Satu pertanyaan yang mudah, tapi sulit dijawab. Bahkan oleh Aime Jacquet sendiri. Sepertinya ia terus menghadapi dilema menghadapi hal ini. Di satu sisi, tanpa dua pemain top itu Prancis tetap tangguh dan produktif. Malahan Les Bleus memperpanjang rekor sebagai tim yang belum pemah kalah selama dua tahun belakangan ini. Jadi sungguh nyata dan ironis, kehadiran mereka dianggap tak berpengaruh!
Cantona-Ginola: Bikin Suasana Dilematis
David Ginola, Reynald Pedros, dan Eric Cantona.
Sebagian besar rakyat Prancis percaya, panutan itu berada pada Eric Cantona dan David Ginola, dua pemain yang bermain di dua klub top Inggris, Manchester United dan Newcastle United. Lalu apa tanggapan Jacquet sendiri?

“Tak tertutup kemudian Ginola dan Cantona ikut bergabung ke Inggris nanti. Soalnya mereka, kecuali Papin yang terus belum fit, mempunyai masalah berbeda, karakter berbeda, dan klub berbeda yang lagi bersaing. Ini malah bisa menghancurkan keutuhan tim,” kata Jacquet memberi alasan. “Soal keduanya diambil, atau salah satunya, kami masih terus memantau kiprah mereka,” lanjut pelatih berusia 55 tahun itu.

Dukungan Pers

Mungkin ada benarnya omongan Jacquet. Di belakangnya, pers pun mendukung segala tindak tanduknya itu. Dalam daflar 30 pemain dari 19 klub berbeda yang menjadi stok Jacquet selama ini, banyak para pengamat malah tidak setuju memasukkan duet Cantona-Ginola di tengah. Mereka malah mendukung Jacquet untuk memaksimalkan duet Youri Djorkaeff-Zinedine Zidane.

Cantona terakhir kali memperkuat Prancis ketika mengalahkan Belanda 1-0, Januari 1995, atau beberapa saat menjelang kasus Tendangan Kung-fu terhadap seorang pendukung Crystal Palace. Sedang Ginola merumput paling belakang dengan kostum Les Bleus pada September 1995 saat Prancis membantai Azerbaijan 10-0. Belakangan sinar Cantona-Ginola terencam redup.

Meroketnya kehebatan duet Djorkaeff-Zidane jadi penyebabnya. Apalagi di klub masing-masing, kedua pemain ini juga amat menonjol dengan mengangkat PSG dan Bordeaux berjaya di Eropa. Tampaknya keputusan Jacquet dalam menentukan pengganti ketiga pemain bintang itu makin transparan. Bisa jadi, itulah yang diandalkan nanti di Inggris, bukan Cantona-Ginola-Papin, tetapi Djorkaeff-Zidane-Papin.

“Saya tak bisa membayangkan, saat Prancis main di Newcastle saya cuma jadi penonton,” kata Ginola. Memang, Prancis yang bergabung di Grup B akan menempati St James Park sebagai kandangnya di babak penyisihan saat meladeni Rumania (10/6) dan Bulgaria (18/6). Satu partai lagi akan dilakoni di Leeds dengan bertemu Spanyol (15/6). Mudah-mudahan masih ada harapan bagi keduanya.

Namun pada sisi lainnya, mereka harus berperang habis-habisan, kalau perlu dengan skuad terbaiknya di ajang penentuan untuk merengkuh gelar juara Eropa. Ini pesta sepak bola paling panas di Eropa, yang persiapannya bukan saja memerlukan kematangan tim, tapi juga soal mental bertanding dan pengalaman. Tak pelak, kehadiran pemain yang berkemampuan komplit amat perlu dihadirkan.

(foto: sofoot)

Share:

Les Bleus: Cuma Butuh Mental Juara

Oui! Inilah tahun kebangkitan persepakbolaan Prancis. Fakta dan faktor pendukung tersaji lengkap dan nyata. Jadi, yakinlah tidak terdengar aneh kalau mereka, misalnya menjuarai Piala Eropa 1996. Apa modal mereka?

Les Bleus: Cuma Butuh Mental Juara
Apalagi bakal bangkitnya Prancis di Piala Eropa 1996 sudah ditandai oleh beberapa sukses lainnya. Tiga klubnya — Nantes, Paris Saint-Germain, dan Bordeaux — lolos ke semifinal kejuaraan antarklub Eropa. Lalu tim nasional junior, yang ditangani Raymond Domenech, meraih tiket ke Olimpiade Atlanta 1996. 

Betul, hal tersebut lebih merupakan faktor sugesti saja. Namun, modal mereka untuk berbuat banyak di Inggris nanti tampaknya juga beralasan. Tim nasional Prancis — yang dijuluki Les Bleus itu berisi kumpulan pemain bintang yang amat berkibar di klub.

Sebut saja antara lain: Bernard Lama, kiper yang kini dijadikan kapten. Christian “Si Anjing Gila” Karembeu, lalu Didier Deschamps, Youri Djorkaeff, Zinedine Zidane, Vincent Guerin, Patrice Loko, Reynald Pedros, Christophe Dugarry sampai, ini mudah-mudahan dipanggil — David Ginola, Eric Cantona, dan Jean-Pierre Papin!

Tak Terkalahkan

“Dengan kekuatan seperti ini,” kata Platini, “Prancis sebenarnya pantas menjuarai Piala Eropa. Tapi sejarah mencatat, kami selalu kurang beruntung jika memasuki saat-saat penentuan. Maka, yang kini harus digenjot pasukan Jacquet cuma bagaimana mengatasi tekanan mental,” tambah pemain yang membawa satu-satunya gelar internasional kepada negaranya pada 1984, menyarankan. Itu maksudnya jelas, mental juara!

“Mudahan-mudahan, kali ini kami sukses. Suasana sudah berubah di dalam tim, meski di luar masih kacau,” harap Djorkaeff. Memang, tidak di mana-mana, tim nasional selalu kisruh. Prancis pun begitu. Mulai soal pemain, pelatih —bahkan — hingga stadion mana jika tim nasional akan main, jadi masalah. Tapi Jacquet jalan terus. Yang terakhir, ia bersikeras belum mau memakai Ginola dan Cantona, serta malah mencoba debutan macam Pierre Laigle, Sabri Lamouchi, atau Lilian Thuram.

Namun kehebatan Jacquet meloloskan negaranya ke Piala Eropa untuk ketiga kalinya telah menepis semua keraguan. Selain itu di tangannya, Prancis tak pernah kalah selama 2 tahun lebih (20 partai), termasuk 10 partai di penyisihan. Ini sekaligus memecahkan rekor Platini pada 1989-1991 ketika menjadi pelatih.

Pada ujicoba terakhir, 27 Maret lalu, Prancis mengalahkan tuan rumah Belgia 2-0 di Brussels. Sementara itu, dua bulan sebelumnya, Yunani dan Portugal juga tak mampu menahan laju Les Bleus karena dikandaskan 1-3 dan 2-3. Paling tidak, masih ada tiga partai lagi yang akan dilakoni mereka sebelum menyeberang ke Inggris, Juni nanti. Yakni melawan Finlandia di Strasbourg (29/5), Jerman di Stuttgart (1/6), dan Armenia di Paris (5/6).

Memang, pelatih Aime Jacquet tidak pernah sesumbar begitu. Tapi, tentunya ia ingin. Ingin sekali. Sebab tiada kesempatan sebagus seperti sekarang untuk mengulangi kejayaan Michel Platini dkk. pada 1984 tatkala mengangkut trofi Henri Delaunay ke bumi persada. “Kami harus sukses di Piala Dunia, di negeri sendiri. Yang menjadi soal, bagaimana masyarakat mau percaya dan menghargai kami jika kami tak berprestasi baik sejak sekarang,” ucap Jacquet dengan diplomatis.

(foto: dna.fr)

Share:

Kejurnas Angkat Besi-Angkat Berat 1996: Seret Rekor Tapi Berpeluang ke Atlanta

Kejurnas angkat besi, angkat berat, dan binaraga 1996 di Hall B Senayan Jakarta, 6-15 Januari lalu boleh dikata sukses. Tetapi, rasa tak puas tampaknya masih menyelimuti PB PABBSI. Maklum, justru di angkat besi tidak terdapat torehan prestasi yang mencuat seperti halnya di angkat berat yang mampu memunculkan prestasi fenomenal: pecahnya enam rekor dunia! Padahal hanya angkat besi yang akan dipertandingkan di Olimpiade Atlanta, 19 Juli - 4 Agustus mendatang.

Kejurnas Angkat Besi-Angkat Berat 1996: Seret Rekor Tapi Berpeluang ke Atlanta
Sodikin, lifter nasional kelas 64 kg.
Kejurnas ini sendiri dijuarai oleh Provinsi Lampung yang memang menjadi ladangnya 'Hercules' di negeri ini. "Terlalu dekatnya jarak kejurnas dengan SEA Games juga menjadi salah satu penyebab seretnya rekor-rekor baru," jelas Wakil Ketua Bidang Angkat Besi PABBSI, Hary Wibowo, memberi alasan. Namun ada benarnya juga ucapan mantan lifter nasional itu.

Kegagalan Hari Setiawan, peraih emas di SEA Games Chiang Mai untuk kelas 54 kg misalnya, tak lain karena belum pulihnya tenaga sang lifter asal Jawa Barat. Tetapi, tampaknya hal itu tak bisa dijadikan sebagai alasan utama lagi mengingat lifter asal Lampung, Taufik, justru mencapai prestasi puncak.

Tampil di kelas 59 kg, Taufik justru mampu membuat prestasi puncak dengan menumbangkan rekornas 117,5 kg, dan rekor SEA Games 115 kg atas nama Erwin Abdullah (Sulsel). Hal yang sama juga dilakukan oleh peraih emas kelas 76 kg Lukman (Lampung) dan Sunaryo di kelas 99 kg.

"Melihat begini, pecahnya rekornas saja sudah untung," tambah Hary dengan nada skeptis. Padahal pada 4-9 April mendatang, para lifter sudah harus mempersiapkan diri lagi menuju kejuaraan angkat besi Asia 1996 di Jepang, arena yang menjadi penentu lolos tidaknya para lifter kita ke Olimpiade Atlanta.

Masih Kabur

Inilah yang membuat para pengurus sedikit kecewa. Melihat sisa waktu yang ada, tiada jalan lain, PB PABBSI akan menggiring kembali para lifter untuk segera menghuni pelatnas di Wisma Gajah Sena, Cipayung, Jawa Barat. "Setelah kejuaraan Asia itu, mereka juga akan kembali ke pelatnas yang terakhir kalinya sebelum ke Atlanta," katanya lagi.

Sebelum kejurnas, PB PABBSI telah menominasikan delapan lifter. Mereka adalah Hari Setiawan, M.Rusli, dan Supendi untuk kelas 54 kg. Lalu, Taufik (59 kg), Sodikin, Yudhi Suhartono (64 kg) dan Lukman (76 kg). Belum diketahui apakah lifter asal Jambi Sunaryo, yang menjadi lifter terbaik kejurnas 1996, juga dimasukkan dalam daftar nominasi berikut.

"Kalau memang tampil bagus, kita masih bisa tambah," sebut Sekjen PB PABBSI Djoko Pramono. Ini berarti akan terjadi persaingan sengit, mengingat setelah usai kejuaraan dunia di Guangzhou, Cina, sesuai aturan Indonesia mendapat empat jatah. Masing-masing atas nama empat lifter yang masuk 25 besar meski tidak menjadi juara: Supendi dan Rusli (54 kg), Zulkarnaen (59 kg), dan Catur Meistudy (70 kg).

Sialnya, kepastian empat jatah ini pun masih kabur karena belum ada keputusan resmi dari IWF (International Weightlifting Federation). "Tapi kita tetap terus mengupayakannya. Yang lebih mudah, ukurannya ya di Jepang itu. Kalau kita masuk lima besar Asia, peluang ke Atlanta sangat besar. Itu saja," kata Hary. Semoga sanggup deh.

(foto: tjandra m. amin)

Share:

David Ginola: Tipikal Romantis Pria Prancis

Ternyata, bukan saja Newcastle United vang merasa beruntung memiliki si ganteng macam David Ginola. Dalam tim The Magpies itu, andil pria Aquarius kelahiran 25 Januari 1967 bukan saja tenaganya, tapi juga sikapnya. Baik di dalam maupun di luar lapangan, ia dikenal mudah akrab dengan siapa saja.

Saat dijegal pemain Wimbledon hingga jatuh menghunjam ke tribun penonton di sisi gawang, Ginola langsung minta maaf pada seorang wanita yang ditabraknya. Bahkan ia mencium pipi serta mengusap kepala suporternya. Tipikal romantis ala pria Prancis.

David Ginola: Tipikal Romantis Pria PrancisGinola bersama istrinya, Coralie, juga merasa senang tinggal di tempatnya yang baru. "Sungguh, tak ada masalah tinggal di sini. Saya senang. Coralie pun demikian," kata pemain yang ditransfer begitu 'murah' sebesar 2,5 juta pound atau hampir Rp 9 miliar dari Paris Saint Germain itu.

Tetapi, bukan Coralie saja yang jadi inspiratornya di lapangan. Setiap ayahnya datang mengunjunginya, Ginola selalu mencetak gol. Itu telah ditunjukkannya ketika Newcatsle United menghempaskan Arsenal dan Tottenham Hotspur.

"Ayah selalu mengunjungi kami untuk melihat cucunya. Selama di sini dia selalu menonton saya bermain. Itu yang membuat saya berubah pikiran," tandas pria berukuran 186 cm/84 kg ini. Apa maksudnya? "Tidak lain, saya harus membelikan dia sebuah apartemen di Newcastle," katanya lagi seperti yang dikutip dari AFP. "Agar saya bisa cetak gol demi gol dan memudahkan Newcastle merebut gelar juara."

(foto: onzemondial)

Share:

Artikel Populer

Maurizio Sarri: Tantangan Baru Si Mantan Bankir

Buat tifosi Napoli yang militan dan fanatik, begitu melihat jagoannya cuma meraup dua poin dari tiga laga jelas bikin dongkol selain gundah...

Arsip

Intermeso

Wawancara

Arsip

Artikel Terkini