Satu pertanyaan yang mudah, tapi sulit dijawab. Bahkan oleh Aime Jacquet sendiri. Sepertinya ia terus menghadapi dilema menghadapi hal ini. Di satu sisi, tanpa dua pemain top itu Prancis tetap tangguh dan produktif. Malahan Les Bleus memperpanjang rekor sebagai tim yang belum pemah kalah selama dua tahun belakangan ini. Jadi sungguh nyata dan ironis, kehadiran mereka dianggap tak berpengaruh!
Sebagian besar rakyat Prancis percaya, panutan itu berada pada Eric Cantona dan David Ginola, dua pemain yang bermain di dua klub top Inggris, Manchester United dan Newcastle United. Lalu apa tanggapan Jacquet sendiri?
“Tak tertutup kemudian Ginola dan Cantona ikut bergabung ke Inggris nanti. Soalnya mereka, kecuali Papin yang terus belum fit, mempunyai masalah berbeda, karakter berbeda, dan klub berbeda yang lagi bersaing. Ini malah bisa menghancurkan keutuhan tim,” kata Jacquet memberi alasan. “Soal keduanya diambil, atau salah satunya, kami masih terus memantau kiprah mereka,” lanjut pelatih berusia 55 tahun itu.
Dukungan Pers
Mungkin ada benarnya omongan Jacquet. Di belakangnya, pers pun mendukung segala tindak tanduknya itu. Dalam daflar 30 pemain dari 19 klub berbeda yang menjadi stok Jacquet selama ini, banyak para pengamat malah tidak setuju memasukkan duet Cantona-Ginola di tengah. Mereka malah mendukung Jacquet untuk memaksimalkan duet Youri Djorkaeff-Zinedine Zidane.
Cantona terakhir kali memperkuat Prancis ketika mengalahkan Belanda 1-0, Januari 1995, atau beberapa saat menjelang kasus Tendangan Kung-fu terhadap seorang pendukung Crystal Palace. Sedang Ginola merumput paling belakang dengan kostum Les Bleus pada September 1995 saat Prancis membantai Azerbaijan 10-0. Belakangan sinar Cantona-Ginola terencam redup.
Meroketnya kehebatan duet Djorkaeff-Zidane jadi penyebabnya. Apalagi di klub masing-masing, kedua pemain ini juga amat menonjol dengan mengangkat PSG dan Bordeaux berjaya di Eropa. Tampaknya keputusan Jacquet dalam menentukan pengganti ketiga pemain bintang itu makin transparan. Bisa jadi, itulah yang diandalkan nanti di Inggris, bukan Cantona-Ginola-Papin, tetapi Djorkaeff-Zidane-Papin.
“Saya tak bisa membayangkan, saat Prancis main di Newcastle saya cuma jadi penonton,” kata Ginola. Memang, Prancis yang bergabung di Grup B akan menempati St James Park sebagai kandangnya di babak penyisihan saat meladeni Rumania (10/6) dan Bulgaria (18/6). Satu partai lagi akan dilakoni di Leeds dengan bertemu Spanyol (15/6). Mudah-mudahan masih ada harapan bagi keduanya.
Namun pada sisi lainnya, mereka harus berperang habis-habisan, kalau perlu dengan skuad terbaiknya di ajang penentuan untuk merengkuh gelar juara Eropa. Ini pesta sepak bola paling panas di Eropa, yang persiapannya bukan saja memerlukan kematangan tim, tapi juga soal mental bertanding dan pengalaman. Tak pelak, kehadiran pemain yang berkemampuan komplit amat perlu dihadirkan.
(foto: sofoot)
David Ginola, Reynald Pedros, dan Eric Cantona. |
“Tak tertutup kemudian Ginola dan Cantona ikut bergabung ke Inggris nanti. Soalnya mereka, kecuali Papin yang terus belum fit, mempunyai masalah berbeda, karakter berbeda, dan klub berbeda yang lagi bersaing. Ini malah bisa menghancurkan keutuhan tim,” kata Jacquet memberi alasan. “Soal keduanya diambil, atau salah satunya, kami masih terus memantau kiprah mereka,” lanjut pelatih berusia 55 tahun itu.
Dukungan Pers
Mungkin ada benarnya omongan Jacquet. Di belakangnya, pers pun mendukung segala tindak tanduknya itu. Dalam daflar 30 pemain dari 19 klub berbeda yang menjadi stok Jacquet selama ini, banyak para pengamat malah tidak setuju memasukkan duet Cantona-Ginola di tengah. Mereka malah mendukung Jacquet untuk memaksimalkan duet Youri Djorkaeff-Zinedine Zidane.
Cantona terakhir kali memperkuat Prancis ketika mengalahkan Belanda 1-0, Januari 1995, atau beberapa saat menjelang kasus Tendangan Kung-fu terhadap seorang pendukung Crystal Palace. Sedang Ginola merumput paling belakang dengan kostum Les Bleus pada September 1995 saat Prancis membantai Azerbaijan 10-0. Belakangan sinar Cantona-Ginola terencam redup.
Meroketnya kehebatan duet Djorkaeff-Zidane jadi penyebabnya. Apalagi di klub masing-masing, kedua pemain ini juga amat menonjol dengan mengangkat PSG dan Bordeaux berjaya di Eropa. Tampaknya keputusan Jacquet dalam menentukan pengganti ketiga pemain bintang itu makin transparan. Bisa jadi, itulah yang diandalkan nanti di Inggris, bukan Cantona-Ginola-Papin, tetapi Djorkaeff-Zidane-Papin.
“Saya tak bisa membayangkan, saat Prancis main di Newcastle saya cuma jadi penonton,” kata Ginola. Memang, Prancis yang bergabung di Grup B akan menempati St James Park sebagai kandangnya di babak penyisihan saat meladeni Rumania (10/6) dan Bulgaria (18/6). Satu partai lagi akan dilakoni di Leeds dengan bertemu Spanyol (15/6). Mudah-mudahan masih ada harapan bagi keduanya.
Namun pada sisi lainnya, mereka harus berperang habis-habisan, kalau perlu dengan skuad terbaiknya di ajang penentuan untuk merengkuh gelar juara Eropa. Ini pesta sepak bola paling panas di Eropa, yang persiapannya bukan saja memerlukan kematangan tim, tapi juga soal mental bertanding dan pengalaman. Tak pelak, kehadiran pemain yang berkemampuan komplit amat perlu dihadirkan.
(foto: sofoot)