Sepanjang sejarah Liga Champion, sejak digelar pertama kali pada 1955/56, telah banyak rekor dan prestasi istimewa ditorehkan klub. Bisa jadi prestasi pribadi yang dihasilkan oleh pemainnya jarang diumbar. Satu diantaranya adalah pemain yang pernah menjuarai trofi yang menjadi ikon supremasi antarklub Eropa itu dengan klub yang berbeda.
Siapa saja mereka, salah satunya, dan masih gres, adalah Marcel Desailly. Gelandang bertahan AC Milan ini sebelumnya pernah merasakan nikmatnya juara Eropa ketika Marseille menjadi kampiun 1992/93, edisi perdana nama Piala Champion berubah menjadi Liga Champion. Lewat partai ketat di Stadion Olimpiade Muenchen, Marseille, yang memang lebih diunggulkan menang 1-0 atas Milan lewat gol tunggal Basile Boli.
Tahukah siapa yang mematikan gerak-gerik bomber Milan Marco van Basten sampai mati kutu? Tak lain adalah Desailly, pria berdarah Ghana kelahiran Accra, 7 September 1968. Saking ketatnya dikawal kemana pun melangkah, ada yang bilang cedera abadi Van Basten akibat andil Desailly.
Namun demikian, mata Fabio Capello, pelatih Milan saat itu, justru melihat berbeda dari kebanyakan orang. Don Fabio bukan terbelalak kagum atas keandalan dan kegigihan striker andalannya itu. Tapi kepada Desailly.
Tak pelak lagi, beberapa lama kemudian dia mengontak pemilik Marseille, Bernard Tapie, mengeluarkan hasratnya untuk menarik pemain yang dibesarkan oleh klub Nantes, enam tahun sebelumnya. "Pemain ini punya karakter tersendiri. Tenaga dan keberaniannya luar biasa," komentar Capello saat itu. Begitu harga cocok, Desailly resmi pindah ke markas Milanello pada November 1993.
Tampil Total
Setelah dipoles, kemudian beradaptasi dengan empat dedengkot sektor pertahanan Milan; Mauro Tassotti, Franco Baresi, Alessandro Costacurta, serta Paolo Maldini, pria Ghana yang ganti KTP menjadi warga Prancis ini kian matang. Satu tempat pun dipastikan tersedia untuknya. Tibanya Desailly memakan korban, yaitu Filippo Galli yang selama ini jadi reserve apabila Baresi atau Billy Costacurta berhalangan.
Terkadang Desailly bisa bermain bareng dengan Baresi-Costacurta. Milan main dengan tiga bek tengah? Oh, tidak. Asal tahu, kelebihan lain pria berzodiak Virgo itu adalah sanggup menjadi versatility player alias bisa bermain di posisi lain, dalam hal ini sebagai gelandang bertahan.
Kehebatannya ini dibuktikan ketika dia 'mematikan' bomber ulung Romario Faria dalam final Liga Champion 1993/94, yang berimbas pada hancur leburnya Barcelona yang dilibas 4-0. Pasukan Johan Cruyff yang menerapkan umpan-umpan pendek dan cepat itu, tak kuasa meladeni permainan Rossoneri yang tampil dengan semangat dan strategi yang tepat yakni zona marking, serangan balik, serta kekuatan fisik.
Peran Desailly kini amat vital. Dia bertugas sebagai jangkar sekaligus tembok pertama yang membuat tugas Baresi dan Costacurta lebih ringan dari biasanya. Dengan adanya lelaki tegap bertinggi badan 185 cm dan berat 85 kg berdiri di situ, jangan harap gelandang atau penyerang lawan bisa dengan mudah.
Jangan lagi memasuki, mendekati saja sulitnya minta ampun. Keistimewaan lain yang bikin Desailly patut disegani sekaligus ditakuti, tidak lain, karena sundulannya yang keras, terarah pula. Perlu juga dipikirkan sabetan kaki kannya yang dahsyat, yang kerap membuat bola berpusing melesak deras seperti torpedo terlepas dari kapal selam. Pendek kata, kiprah musim pertamanya di Milan amat memuaskan. Dia selalu tampil prima, ngotot, semangat, dan tak kenal kata lelah. Total!
Tiada setengah hati di kamus Desailly kala hadir di lapangan. Wajar jika dia meraih prestasi pribadi nan khusus, sebagai pemain pertama yang menjuarai Liga Champion beruntun dengan klub berbeda. Tampaknya penglihatan Capello tidak percuma. Kini semua menunggu, apakah Milan sanggup mempertahankan titelnya? Jika iya, maka gelar Desailly dipastikan bertambah lagi. Bravo, Marcel!
DESAILLY TIDAK SENDIRI...
Keistimewaan pemain yang mempunyai prestasi pribadi yang setidaknya membanggakan dirinya, ternyata bukan hanya milik Marcel Desailly. Berikut tiga pemain yang punya prestasi sama, menjuarai trofi Champion dengan dua klub berbeda.
Miodrag Belodedic
Pertama kali mencium trofi saat Steaua Bucuresti, menaklukkan Barcelona di Sevilla pada final 1985/86 lewat drama adu penalti yang berakhir 2-0. Ketangguhan bek yang tadinya bernama belakang Belodedici sebagai sweeper amat dominan di klub, serta tim nasional Rumania yang dibelanya 20 kali. Prestasi personal diulangi lagi di Crvena Zvevda (Red Star) Beograd. Pada final 1990/91 di San Nicola, Bari, dia mengantarkan klub Yugoslavia mengalahkan Marseille 5-3, uniknya, juga melalui drama adu penalti!
Dejan Savicevic
Warga Yugoslavia yang berasal dari Montenegro ini merupakan rekan Belodedic di Crvena Zvevda. Setahun usai merraih Piala Champion 1990/91, dia ditransfer ke AC Milan pada 1992/93. Prestasi puncak di Milan saat mempermalukan Barcelona 4-0 di final Liga Champion 1993/94 di Athena, Yunani. Salah satu gol yang lahir adalah sumbangan kaki kirinya yang terkenal dahsyat. Sejak kepergian Ruud Gullit, gelandang serang kelahiran 16 September 1966 ini selalu menjadi pilihan utama Fabio Capello di sektor penyerangan.
CALON BERIKUTNYA...
Frank Rijkaard?
Kalau saja tahun ini Ajax berhasil menjuarai Liga Champion 1994/95, maka si pria berdarah Suriname akan menjadi pemain keempat yang mencatat sejarah baru sekaligus menyamai Desailly, Belodedic, dan Savicevic. Ketika bermain di Milan, gelandang bertahan tim nasional Belanda ini turut mengantarkan Rossoneri merebut Piala Champion 1989/90 di Wina, Austria. Ketika itu, bahkan, dialah yang mencetak gol emas kemenangan atas Benfica 1-0 di menit ke-67.
(foto: bbc/libertatea/backpageimages/almasryalyoum)
Siapa saja mereka, salah satunya, dan masih gres, adalah Marcel Desailly. Gelandang bertahan AC Milan ini sebelumnya pernah merasakan nikmatnya juara Eropa ketika Marseille menjadi kampiun 1992/93, edisi perdana nama Piala Champion berubah menjadi Liga Champion. Lewat partai ketat di Stadion Olimpiade Muenchen, Marseille, yang memang lebih diunggulkan menang 1-0 atas Milan lewat gol tunggal Basile Boli.
Tahukah siapa yang mematikan gerak-gerik bomber Milan Marco van Basten sampai mati kutu? Tak lain adalah Desailly, pria berdarah Ghana kelahiran Accra, 7 September 1968. Saking ketatnya dikawal kemana pun melangkah, ada yang bilang cedera abadi Van Basten akibat andil Desailly.
Namun demikian, mata Fabio Capello, pelatih Milan saat itu, justru melihat berbeda dari kebanyakan orang. Don Fabio bukan terbelalak kagum atas keandalan dan kegigihan striker andalannya itu. Tapi kepada Desailly.
Tak pelak lagi, beberapa lama kemudian dia mengontak pemilik Marseille, Bernard Tapie, mengeluarkan hasratnya untuk menarik pemain yang dibesarkan oleh klub Nantes, enam tahun sebelumnya. "Pemain ini punya karakter tersendiri. Tenaga dan keberaniannya luar biasa," komentar Capello saat itu. Begitu harga cocok, Desailly resmi pindah ke markas Milanello pada November 1993.
Tampil Total
Setelah dipoles, kemudian beradaptasi dengan empat dedengkot sektor pertahanan Milan; Mauro Tassotti, Franco Baresi, Alessandro Costacurta, serta Paolo Maldini, pria Ghana yang ganti KTP menjadi warga Prancis ini kian matang. Satu tempat pun dipastikan tersedia untuknya. Tibanya Desailly memakan korban, yaitu Filippo Galli yang selama ini jadi reserve apabila Baresi atau Billy Costacurta berhalangan.
Terkadang Desailly bisa bermain bareng dengan Baresi-Costacurta. Milan main dengan tiga bek tengah? Oh, tidak. Asal tahu, kelebihan lain pria berzodiak Virgo itu adalah sanggup menjadi versatility player alias bisa bermain di posisi lain, dalam hal ini sebagai gelandang bertahan.
Kehebatannya ini dibuktikan ketika dia 'mematikan' bomber ulung Romario Faria dalam final Liga Champion 1993/94, yang berimbas pada hancur leburnya Barcelona yang dilibas 4-0. Pasukan Johan Cruyff yang menerapkan umpan-umpan pendek dan cepat itu, tak kuasa meladeni permainan Rossoneri yang tampil dengan semangat dan strategi yang tepat yakni zona marking, serangan balik, serta kekuatan fisik.
Peran Desailly kini amat vital. Dia bertugas sebagai jangkar sekaligus tembok pertama yang membuat tugas Baresi dan Costacurta lebih ringan dari biasanya. Dengan adanya lelaki tegap bertinggi badan 185 cm dan berat 85 kg berdiri di situ, jangan harap gelandang atau penyerang lawan bisa dengan mudah.
Jangan lagi memasuki, mendekati saja sulitnya minta ampun. Keistimewaan lain yang bikin Desailly patut disegani sekaligus ditakuti, tidak lain, karena sundulannya yang keras, terarah pula. Perlu juga dipikirkan sabetan kaki kannya yang dahsyat, yang kerap membuat bola berpusing melesak deras seperti torpedo terlepas dari kapal selam. Pendek kata, kiprah musim pertamanya di Milan amat memuaskan. Dia selalu tampil prima, ngotot, semangat, dan tak kenal kata lelah. Total!
Tiada setengah hati di kamus Desailly kala hadir di lapangan. Wajar jika dia meraih prestasi pribadi nan khusus, sebagai pemain pertama yang menjuarai Liga Champion beruntun dengan klub berbeda. Tampaknya penglihatan Capello tidak percuma. Kini semua menunggu, apakah Milan sanggup mempertahankan titelnya? Jika iya, maka gelar Desailly dipastikan bertambah lagi. Bravo, Marcel!
DESAILLY TIDAK SENDIRI...
Keistimewaan pemain yang mempunyai prestasi pribadi yang setidaknya membanggakan dirinya, ternyata bukan hanya milik Marcel Desailly. Berikut tiga pemain yang punya prestasi sama, menjuarai trofi Champion dengan dua klub berbeda.
Miodrag Belodedic
Pertama kali mencium trofi saat Steaua Bucuresti, menaklukkan Barcelona di Sevilla pada final 1985/86 lewat drama adu penalti yang berakhir 2-0. Ketangguhan bek yang tadinya bernama belakang Belodedici sebagai sweeper amat dominan di klub, serta tim nasional Rumania yang dibelanya 20 kali. Prestasi personal diulangi lagi di Crvena Zvevda (Red Star) Beograd. Pada final 1990/91 di San Nicola, Bari, dia mengantarkan klub Yugoslavia mengalahkan Marseille 5-3, uniknya, juga melalui drama adu penalti!
Dejan Savicevic
Warga Yugoslavia yang berasal dari Montenegro ini merupakan rekan Belodedic di Crvena Zvevda. Setahun usai merraih Piala Champion 1990/91, dia ditransfer ke AC Milan pada 1992/93. Prestasi puncak di Milan saat mempermalukan Barcelona 4-0 di final Liga Champion 1993/94 di Athena, Yunani. Salah satu gol yang lahir adalah sumbangan kaki kirinya yang terkenal dahsyat. Sejak kepergian Ruud Gullit, gelandang serang kelahiran 16 September 1966 ini selalu menjadi pilihan utama Fabio Capello di sektor penyerangan.
CALON BERIKUTNYA...
Frank Rijkaard?
Kalau saja tahun ini Ajax berhasil menjuarai Liga Champion 1994/95, maka si pria berdarah Suriname akan menjadi pemain keempat yang mencatat sejarah baru sekaligus menyamai Desailly, Belodedic, dan Savicevic. Ketika bermain di Milan, gelandang bertahan tim nasional Belanda ini turut mengantarkan Rossoneri merebut Piala Champion 1989/90 di Wina, Austria. Ketika itu, bahkan, dialah yang mencetak gol emas kemenangan atas Benfica 1-0 di menit ke-67.