Contoh terbaik tipikal kepahlawanan kaum pemberontak. |
Buat segelintir kaum pesepak bola ini, status mereka adalah pengumpul sentimen dan harapan dengan simbolnya: momentum kemenangan. Sepak bola selalu diintip takdir. Bahkan buat orang-orang berkulit hitam, buat mereka yang tidak menginginkannya atau tidak sadar, tidak tahu; selalu ada sosok-sosok istimewa yang selalu kejatuhan nilai-nilai simbolis. Mereka seolah-olah tak terkalahkan, dilindungi sinar nasib baik meskipun martabatnya terinjak-injak.
Tawlon Manneh Oppong Weah, misalnya, menjadi contoh terdekat bagaimana dia didamba dan diharapkan begitu banyak orang serta dikuntit sinar nasib baik. Nilai perbuatan atau usahanya begitu fenomenal, inspirasional, menjangkau satu Afrika. Bahkan kemauannya menginspirasi dunia. Jadi bukan saja buat rakyat Liberia, atau masyarakat yang hidup di rawa-rawa sekitar pelabuhan Monrovia, di mana dia dibesarkan.
Lelaki sukses yang kemudian dikenal dunia dengan nama George Weah, merupakan Pesepak bola Terbaik Dunia pada 1995 yang sedetik begitu diberojolkan ibunya langsung berstatus sebagai gelandangan sesuai nasib kedua orang tuanya. Pria tegap yang kemudian hari memaksa dirinya kuliah di Universitas De Vrys, di Downers Grove, Illinois, Amerika Serikat, dilahirkan di sebuah gubuk yang terbuat dari potongan kardus dan kaleng di dekat pembuangan sampah dan rawa yang dipenuhi nyamuk, lalat, kepinding, tikus, sampai ular.
George Weah menginspirasi Liberia dan seluruh Afrika. |
Robinson dan Guadamuch
Namun cerita antiteori model Weah tidak selalu terjadi di sepak bola. Tokoh aktivis hak sipil di AS yang bernama Jackie Robinson bahkan dianggap sebagai nabi oleh sekelompok masyarakat fanatik yang keblinger, yang separo sinting. Apa yang diperbuat Jackie? Di akhir tahun 1940-an, Tuan Robinson dipilih takdir sebagai pemain bintang kulit hitam pertama di olah raga masyarakat kulit putih: bisbol.
Pada saat itu dari hari ke hari, tidak akan pernah terjadi orang kulit hitam bisa diterima orang kulit putih. Atau juga sebaliknya, orang kulit putih tidak bisa berbaur , bersebelahan dan berbagi dengan kaum negro. Di bioskop, di kedai kopi, deretan kursi di stasiun atau di dalam kereta, bertetangga, bahkan di kuburan.
Lewat tontonan olah raga, di dalam permainan, Jackie Robinson mengubah segalanya. Kemampuan luar biasanya, tubuhnya yang atletis - seperti ciri khas orang kulit hitam jika mendapat gizi yang baik - tidak pernah dikalahkan oleh hinaan, makian, atau lemparan kacang ke arahnya baik di dalam maupun di luar stadion. Di jalanan, masyarakat kulit putih sering meludah di depannya begitu berpapasan dengan sang inspirator. Dan, Robinson pun acap kali secara teratur mendapat ancaman kematian. Sekali lagi, keahlian serta kemampuan fisik bisa mengubah segalanya.
Dihina oleh bule tapi Jackie Robinson dianggap 'nabi' oleh negro fanatik. |
Orang ini bernama asli Quiche, yakni Doroteo Guadamuch, yang kemudian rasisme mewajibkan dia mengganti namanya menjadi Mateo Flores. Namun di kemudian hari, dari perbuatan heroiknya memaksa bangsa Guatemala menabalkan nama itu untuk stadion nasional sepak bola mereka di kota Gueate, nama alias ibukota mereka, Guatemala City.
Doroteo Guadamuch, Indian asli yang dikekang oleh pemerintah Guatemala. |
Antiteori Maradona
Harus diakui, ketika melongok bisnis dan gairah sepak bola serta sisi takdirnya, amat sulit menghempas nama Diego Armando Maradona, manusia dengan beberapa kata, beberapa pernyataan, dan banyak pertanyaan. Apakah seorang pahlawan sepak bola populer yang mengilhami banyak orang, menyeret jutaan orang lagi mengidolainya; selalu mempunyai takdir, salah satunya, sebagai manusia kesepian?
Apakah seorang Maradona mempengaruhi masyarakat, atau masyarakat yang mempengaruhi dia? Apakah dia lari dari kenyataan, menghindari kejaran anjing-anjing popularitas yang coba merobek-robek nafas kehidupannya? Maradona merasa seperti dikejar-kejar ketenaran yang melingkari dirinya, atas perbuatan hebat di masa lalunya. Bisakah dia bertahan? Bisakah dia hidup tanpa ketenaran? Sifat dari ketenaran adalah senang membalaskan dendam pada kemiskinan, cemoohan, penistaan.
Dalam karya apik Mitos dan Realitas, Eduardo Galeano pernah berhipotesa bahwa Maradona berdiri di dua sisi ketenarannya, kokain dan sukses. Tampaknya tidak satu pun klinik di dunia yang dapat menyembuhkan ketagihannya itu. Menurut sastrawan Argentina tersebut, Maradona menolak pensiun dari ketenarannya karena dia menyerah untuk mati. Dia sering menolak nonton laga premium sepak bola lantaran adrenalinnya sulit dicegah. Sifat dan sikap masa lalu selalu membelitnya, perasaan untuk bermain dan menang.
Diego Maradona, simbol ketenaran dan kepahlawanan kaum bawah. |
Dapatkah dia menerima kenyataan pahit untuk akhir kariernya yang manis? Kakinya lebih indah daripada mulutnya. Maradona tidak pandai berargumen atau berkomunikasi normal kecuali dengan permainannya yang abnormal di lapangan hijau. Sanggupkah ia menepiskan simbol dewa begitu masuk ke dalam stadion untuk menonton laga sepak bola?
Ketika di Argentina muncul sekelompok partisan bin militan bin fanatik yang mendirikan agama Maradona, atau pemberhalaan dirinya berwujud Il Nostro Dio di Napoli, mesin waktu langsung bekerja membalikkan dunia ke zaman Aztec atau Maya. Bangsa ini selalu mengorbankan pahlawan terbaiknya untuk sang dewa, atau pilihan lain yang sulit diterima akal sehat: membagi-bagi potongan tubuhnya untuk disantap rakyat.
Kadang kala kita lebih berutang budi pada sepak bola daripada membutuhkannya. Rasa terima kasih bergulir begitu saja pada pemain-pemain pemberontak yang berani melawan stigma dan anggapan nista. Mereka berjuang keras demi kehormatan sambil memberi banyak keindahan dalam hidup kepada kita. Dunia olah raga banyak memberikan inspirasi hidup kepada kita.
(foto: dotnews/thegatewaypundit/notevenpast/pinterest)