Kalau saja Pierre de Fredi - seorang Baron dari Coubertin (Prancis) - masih hidup, mungkin ia akan merinding menyaksikan gebyar Olimpiade Atlanta nanti. Ya, apa yang dipeloporinya seabad lalu, pada tahun ini bakal mencapai puncaknya.
Apalagi pada kesempatan kali ini, pesta olah raga multicabang terbesar di bumi giliran digarap Amerika Serikat, bangsa yang terkenal jago membuat tontonan massal dan kolosal di seluruh dunia. Walau belum jadi, para Yankee itu bahkan telah berkoar dengan menjanjikan olimpiade modern ke-26 itu sebagai peristiwa yang tak terlupakan seumur hidup. The greatest peacetime event in the history of the World, demikian slogan mereka.
Tiada hari tanpa hasil, demikian motto panitia, terus dijalani. Contohnya pada 100 hari menjelang "Hari-H", Rabu (10/4) lalu, Atlanta Committee for the Olympic Games (ACOG) membuat sensasi lagi ketika Atlanta - kota yang hancur lebur akibat Perang Saudara 1861-1865 - dibaluti karpet merah.
Ini adalah realisasi awal bentuk pengejawantahan gabungan olah raga dan hiburan di periode awal teknologi informasi, Olympic centennial with the biggest games extravaganza ever. "Olimpiade kali ini juga merupakan refleksi langsung kehebatan komersial, sponsor, dan elitenya dunia olah raga, yang kami suguhkan untuk memasuki abad ke-21," kata Bill Payne, ketua eksekutif ACOG, dengan membara.
Dagang Habis-habisan
Jika sudah masuk urusan komersial, jelas pendapatan lalu keuntungan menjadi sasaran akhir. Bisnis adalah obsesi bangsa Amerika. Oleh sebab itu, bukan mustahil proyek '2 juta turis yang akan datang' ini jumlah minimal melihat 55.000 hotel telah habis dipesan, jelas menjadi sasaran empuk penjualan ratusan jenis cendera mata berupa 22.000 buah telepon termasuk telpon mobil, 10.000 buah TV, 6.000 pagers, 7.000 laptop dan 1.000 printer.
Jelas terlihat, AS habis-habisan dalam segala hal demi suguhan fantastis Olimpiade Atlanta, terutama dari sisi teknologi dan glamor. Mereka jelas tidak mau didahului atau dengan kata lain tidak mau kalah dengan bangsa lain, bahkan dari Australia yang pada tahun 2000 akan menggelar Olimpade ke-27 di Sydney, olimpiade pertama di era milenium baru.
Sejak awal, kemenangan Amerika adalah ketika mereka menyisihkan Athena (Yunani) sebagai tuan rumah olimpiade milestones (1896-1996). Sebagai negara pencipta dan yang melahirkan Olimpiade sebenarnya lebih pantas dan bersejarah. Namun gegara lobi Amerika dan diplomasi bisnisnya yang terkenal itu, ajang impian buat ibu negeri olimpiade ikut musnah.
Seabad Lalu
"Ini akan menjadi olimpiade yang terbesar. Semua yang akan terjadi mungkin tak akan terulang lagi, baik ukuran maupun keunikan yang kami buat," koar Payne lagi. Boleh jadi ia benar. Apalagi jika mengingat Pierre de Coubertin, seratus tahun lalu, hanya bisa mengumpulkan 311 atlet dari 13 negara.
Payne dengan dukungan pemerintah AS, bakal mengundang 10.000 lebih atlet dari 197 negara. Mantan Presiden AS yang sesepuh negara bagian Georgia, Jimmy Carter, pun siap membantu. Hal itu belum termasuk 5.000 ofisial atau pelatih dan 25.000 keluarga atlet dan 15.000 wartawan peliput.
Untuk memudahkan pergerakan, ACOG antara lain membangun 16 ruas jalan raya (highway) yang menghubungkan ke segala belahan kota Atlanta. Dari hotel, pusat kegiatan, hingga ke Centennial Olympic Park. Di lokasi utama ni dibangun 8 perkampungan atlet (olympic villages).
Pada 1896 Yunani cuma butuh biaya 920 ribu Drachma atau sekitar 36,5 ribu poundsterling (kurs sekarang sekitar Rp. 128 juta). Sementara ACOG mesti mengeluarkan US$400 juta (hampir Rp. 1 triliun) untuk seluruh prasarana pertandingan termasuk bikin 31 arena baru. Salah satunya merenovasi kandang klub Atlanta Braves menjadi stadion utama Olimpiade.
Di Atlanta nanti, medali yang akan diperebutkan sebanyak 605 emas, 605 perak, dan 669 perunggu di 271 perlombaan dari 26 cabang olah raga. Bandingkan pula seabad ke belakang pada Olimpiade 1896 Athena, di mana hanya ada 44 emas, 43 perak, dan 34 perunggu.
Perbandingan lainnya adalah, Olimpiade Atlanta dua kali lebih besar dari Olimpiade Los Angeles 1984 atau enam kalinya Olimpiade Musim Dingin Lillehammer 1994. Pendek kata, pokoknya urusan bombastis dan fantastis, ya Amerika-lah biangnya.
(foto: trustedwatch/olympic.ca)
Apalagi pada kesempatan kali ini, pesta olah raga multicabang terbesar di bumi giliran digarap Amerika Serikat, bangsa yang terkenal jago membuat tontonan massal dan kolosal di seluruh dunia. Walau belum jadi, para Yankee itu bahkan telah berkoar dengan menjanjikan olimpiade modern ke-26 itu sebagai peristiwa yang tak terlupakan seumur hidup. The greatest peacetime event in the history of the World, demikian slogan mereka.
Tiada hari tanpa hasil, demikian motto panitia, terus dijalani. Contohnya pada 100 hari menjelang "Hari-H", Rabu (10/4) lalu, Atlanta Committee for the Olympic Games (ACOG) membuat sensasi lagi ketika Atlanta - kota yang hancur lebur akibat Perang Saudara 1861-1865 - dibaluti karpet merah.
Ini adalah realisasi awal bentuk pengejawantahan gabungan olah raga dan hiburan di periode awal teknologi informasi, Olympic centennial with the biggest games extravaganza ever. "Olimpiade kali ini juga merupakan refleksi langsung kehebatan komersial, sponsor, dan elitenya dunia olah raga, yang kami suguhkan untuk memasuki abad ke-21," kata Bill Payne, ketua eksekutif ACOG, dengan membara.
Dagang Habis-habisan
Jika sudah masuk urusan komersial, jelas pendapatan lalu keuntungan menjadi sasaran akhir. Bisnis adalah obsesi bangsa Amerika. Oleh sebab itu, bukan mustahil proyek '2 juta turis yang akan datang' ini jumlah minimal melihat 55.000 hotel telah habis dipesan, jelas menjadi sasaran empuk penjualan ratusan jenis cendera mata berupa 22.000 buah telepon termasuk telpon mobil, 10.000 buah TV, 6.000 pagers, 7.000 laptop dan 1.000 printer.
Jelas terlihat, AS habis-habisan dalam segala hal demi suguhan fantastis Olimpiade Atlanta, terutama dari sisi teknologi dan glamor. Mereka jelas tidak mau didahului atau dengan kata lain tidak mau kalah dengan bangsa lain, bahkan dari Australia yang pada tahun 2000 akan menggelar Olimpade ke-27 di Sydney, olimpiade pertama di era milenium baru.
Sejak awal, kemenangan Amerika adalah ketika mereka menyisihkan Athena (Yunani) sebagai tuan rumah olimpiade milestones (1896-1996). Sebagai negara pencipta dan yang melahirkan Olimpiade sebenarnya lebih pantas dan bersejarah. Namun gegara lobi Amerika dan diplomasi bisnisnya yang terkenal itu, ajang impian buat ibu negeri olimpiade ikut musnah.
Seabad Lalu
"Ini akan menjadi olimpiade yang terbesar. Semua yang akan terjadi mungkin tak akan terulang lagi, baik ukuran maupun keunikan yang kami buat," koar Payne lagi. Boleh jadi ia benar. Apalagi jika mengingat Pierre de Coubertin, seratus tahun lalu, hanya bisa mengumpulkan 311 atlet dari 13 negara.
Payne dengan dukungan pemerintah AS, bakal mengundang 10.000 lebih atlet dari 197 negara. Mantan Presiden AS yang sesepuh negara bagian Georgia, Jimmy Carter, pun siap membantu. Hal itu belum termasuk 5.000 ofisial atau pelatih dan 25.000 keluarga atlet dan 15.000 wartawan peliput.
Untuk memudahkan pergerakan, ACOG antara lain membangun 16 ruas jalan raya (highway) yang menghubungkan ke segala belahan kota Atlanta. Dari hotel, pusat kegiatan, hingga ke Centennial Olympic Park. Di lokasi utama ni dibangun 8 perkampungan atlet (olympic villages).
Pada 1896 Yunani cuma butuh biaya 920 ribu Drachma atau sekitar 36,5 ribu poundsterling (kurs sekarang sekitar Rp. 128 juta). Sementara ACOG mesti mengeluarkan US$400 juta (hampir Rp. 1 triliun) untuk seluruh prasarana pertandingan termasuk bikin 31 arena baru. Salah satunya merenovasi kandang klub Atlanta Braves menjadi stadion utama Olimpiade.
Di Atlanta nanti, medali yang akan diperebutkan sebanyak 605 emas, 605 perak, dan 669 perunggu di 271 perlombaan dari 26 cabang olah raga. Bandingkan pula seabad ke belakang pada Olimpiade 1896 Athena, di mana hanya ada 44 emas, 43 perak, dan 34 perunggu.
Perbandingan lainnya adalah, Olimpiade Atlanta dua kali lebih besar dari Olimpiade Los Angeles 1984 atau enam kalinya Olimpiade Musim Dingin Lillehammer 1994. Pendek kata, pokoknya urusan bombastis dan fantastis, ya Amerika-lah biangnya.
(foto: trustedwatch/olympic.ca)