Perjalanan, Pengalaman, & Pemahaman Permainan Terindah

  • Niac Mitra vs Arsenal 2-0: Gara-gara Udara Panas dan Lapangan Buruk?

    Niac Mitra mengukir kenangan indah di depan ribuan penggemarnya di Stadion Gelora 10 November ketika sore kemarin agak di luar dugaan menaklukkan klub kenamaan Inggris, Arsenal, dengan kemenangan mutlak 2-0.

  • Mino Raiola, Antara Mulut Besar Donald Trump dan Keberingasan Al Capone

    Dalam rimba transfer internasional dunia, ketika akan terjadi deal antara pemain, agennya, dan wakil klub, biasanya pertemuan terjadi di restoran mahal tertutup, lobi hotel mewah bahkan di kamar tertutup. Namun khusus kepada orang yang satu ini sulit terlaksana.

  • Stan Kroenke: Kapitalis Pemuja Wenger

    Sosoknya kaku, irit bicara, pelit senyum apalagi sampai tertawa terpingkal-pingkal. Tak salah kalau pers Inggris menjulukinya the silent man atau si pendiam. Sorot matanya tajam, gerak-geriknya tanpa ekspresi, pikirannya selalu fokus tanda suka berpikir sesuatu yang menarik minat. Suasana hatinya dingin, barangkali sedingin darahnya, dan kelihatannya orang ini rada susah untuk dijadikan teman atau sahabat.

  • Angela Merkel: Wanita Terkuat di Dunia

    Kiprah nyonya besar yang satu ini tak sampai begitu. Tapi pelampiasannya unik. Satu gerakan moral Angela Dorothea Merkel, Kanselir Jerman sejak 2005, yang jadi hobi dan habit sebab sering dilakukan adalah nyelonong ke kamar ganti pemain!

  • Roger Daltrey: Semangat Highbury Highs

    Malam hari penghujung April 2006, Roger Harry Daltrey tak kuasa menahan kenangan masa lalu. Memori kejayaan bersama Pete Townshend, John Entwistle dan Keith Moon saat mengusung aliran progressive rock lewat band The Who di era 1970-an, kerap kali campur aduk dengan era keemasan The Old Double.

  • Persija, Inspirasi dari Soempah Pemoeda

    Berkat sejarahnya, dominasi Persija di blantika nasional tak pernah lekang dimakan waktu. Catatan fenomenal juga ditorehkan klub berlambang Monas sebagai satu-satunya klub dengan rekor tak pernah terkena degradasi sejak debut pada 1931.

  • Asal Muasal Tiqui-Taca, Sepak Bola Bergaya Geometri

    Medio 1980-an, ketika masih masa anak-anak, kata-kata yang kini dikenal dengan tiki-taka sebenarnya sudah sering dihebuskan para komentator Indonesia dalam beberapa acara siaran langsung Piala Dunia atau Piala Toyota di TVRI. Satu yang paling rajin menurut saya adalah Eddy Sofyan. Dia suka menyebutnya dengan ‘tik-tak’ yang berkonotasi umpan-umpan pendek, permainan tek-tok layaknya karambol atau ding dong.

Tampilkan postingan dengan label GLOBAL. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label GLOBAL. Tampilkan semua postingan

Liga Ekstraklasa: Psikososial Warisan Sejarah

Eskalasi kerusuhan sepak bola Polandia sebangun dengan Inggris di era 1980 dan 1990-an. Malahan ketika onar di Inggris sudah mereda, bahkan kini nyaris punah di pentas Premier League, di Liga Ekstraklasa masih berlangsung terutama di laga derbi atau big-match atau wielki mecz - yang melibatkan empat klub raksasanya.
Liga Ekstraklasa: Psikososial Warisan Sejarah
Salah satu pertunjukan mencekam dari Ustawka, gerombolan ultras.
Dahulu atmosfir laga Cracovia vs Wisla Kraków sangat menakutkan warga. Inilah laga horor paling klasik di Polandia yang sudah ada sebelum Perang Dunia I. Saking sakralnya derbi sekota ini disebut swieta wojna, holy war alias perang suci. Bayangkan di tengah-tengah kontrol tentara Jerman pun, setelah Polandia dianeksasi Nazi sejak 1939, mereka cuek dan lupa dengan keadaan.

Pada 17 Oktober 1943, Krakow dilanda kerusuhan besar gara-gara perkelahiran berjam-jam kedua pendukung mulai dari dalam stadion sampai ke Ludminow di pusat kota. Kejadian ini rada mengagetkan tentara Schutzstaffel (SS) Nazi yang berpatroli. Namun kemudian mereka sengaja membiarkan saja amuk massa tersebut. “Syukur-syukur banyak yang mati,” harap mereka.

Kisah hooliganisme dilaporkan pertama kali secara terbuka pada 2 Juni 1935. Saat Cracovia dan Ruch Chorzów berlaga, para polisi dikabarkan kewalahan memisahi tawuran yang menjalar ke dalam lapangan. Pada 15 Juni 1936, harian Przegląd Sportowy sampai menghimbau klub Slask Swietochłowice agar bisa mengatur pendukungnya dan menjaga ketertiban umum.

Setelah dibebaskan Sekutu selepas Perang Dunia II, karut marut keributan sepak bola tak juga hilang. Pada 29 September 1947 di kota Sosnowiec, pada laga RKU Sosnowiec vs AKS Chorzów, terjadi pemandangan mengerikan ketika petugas pemadam kebakaran dan Milicja Obywatelska, polisi militer didikan Uni Soviet, menggiring 20.000-an orang keluar dari stadion.

Dengan menggunakan semprotan dan senapan, mereka coba menahan ribuan pendukung tuan rumah yang mengamuk setelah RKU hanya menang 3-2 atas AKS sehingga gagal promosi ke divisi utama. Publik Sosnowiec yang tadinya mau menghajar wasit dan para pemain AKS, malahan banting stir dengan berperang dengan polisi selama dua jam lebih.

Karena ada rivalitas abadi antar-etnis di balik kerusuhan antara Sosnowiec dan Chorzów, persoalan pun gampang tersulut. Memang cuma seorang yang tewas, tapi puluhan korban terluka parah. Secara umum amuk massa sepak bola Polandia hingga 1960-an masih bersifat spontan dari permainan, tak menerima kekalahan atau gara-gara keseringan nenggak alhokol. Itu saja.

Fenomena berubah di era 1970-an. Efek dari Perang Dingin, rezim komunis yang represif serta kondisi sosial yang serba minus meletupkan kombinasi dahsyat kekerasan tontonan. Klub-klub dijarah pejabat negara dan komunitasnya dibajak untuk kepentingan penggalangan massa. Buntutnya, suporter beberapa klub sering bentrok, biasanya di dekat stadion atau stasiun kereta.

Di masa ini masyarakat mengenal istilah szalikowcy, bahasa lokal untuk bilang “pendukung fanatik”. Seorang wartawan, Grzegorz Aleksandrowicz, lalu mengenalkan istilah “fan clubs” untuk mempopulerkan eksistensi mereka sekaligus klub-klub Polandia di Eropa. Namun sejak awal 1980-an dilarang keras oleh rezim baru penguasa militer sebab dirasa bisa memotret situasi negara.

Uniknya di balik sikap antipati antar suporter klub, muncul pula aliansi antar pendukung yang bertujuan saling dukung dan cari pengaruh. Mereka memilih satu klub yang paling sejalan. Misalnya aliansi Legia Warszawa dan Zaglebie Sosnowiec atau Polonia Warszawa dan Cracovia. Persekutuan tertua diketahui antara loyalis Slask Wroclaw dengan Lechia Gdanks pada 1977.

Ketika Ruch Chorzow bertanding melawan LKS Lodz, 3 Mei 2004, grup radikal mereka yang bernama “Psycho Fans” mendapat bantuan tenaga dari para pendukung Widzew Lodz, musuh bebuyutan LKS. Bentrokan pendukung tiga klub dan polisi di stadion Miejski itu menghasilkan ratusan korban termasuk para polisi, 55 orang diantaranya dibawa ke rumah sakit.

Kelakuan Legionisci
Liga Ekstraklasa: Psikososial Warisan Sejarah
Aksi Szalikowcy Legia, grup fanatik Legia Warszawa. Punya faksi menakutkan, Jihad Legia.
Tawuran penonton di Polandia memang tak mengenal medan. Contohnya jelang final Piala Polandia antara Legia vs Lech Poznań, 9 Mei 1980. Kota Częstochowa berantakan sebab ratusan fan baku hantam di jalanan. Sebelum ditayangkan ke dalam berita, pemerintah langsung menyita rekaman TV tersebut pasalnya siapapun tahu, Legia Warszawa adalah klub tentara.

Selang dua dekade lebih, Mei 2006, 230 fan Legia ditahan karena berandil besar melukai 50 polisi dan 30 suporter lawan. Tragedi berdarah ini muncul saat berlangsungnya laga menentukan Legia vs Wisla. Di luar, ribuan suporter tuan rumah mengacak-ngacak restoran serta kafe, dan menjarah toko-toko untuk merayakan tampilnya Legia menjadi juara liga.

Merasa di-beking aparat, Legioniscisuporter Legia - diketahui terbanyak jadi biang kerok keonaran. Satu faksi bernama “Jihad Legia” paling ditakuti. Musuh besar mereka adalah Polonia, Wisla Krakow, Lech Poznan, dan Widzew Lodz. Laga menyeramkan buat Legia tak lain derbi lawan Polonia. Meski jauh lebih hebat, Legia belum bisa mengungguli seterunya jika melihat rekor duel 29-20-29 dari 78 laga.

Pada derbi di April 2006, dengan gas CS dan peluru karet, polisi menerjunkan 1.300 personilnya untuk mengontrol 3.000 fan Legia garis keras. Tanpa diketahui, beberapa pejabat UEFA mengamati kejadian itu langsung on the spot. Namun tidak ada hukuman sebab laga tersebut berkategori liga domestik. Hingga kini Legia Warszawa menjadi klub incaran UEFA.

Belum lama ini pendukung mereka clash dengan UEFA gara-gara dicoret dari Liga Champion karena Legia ketahuan menurunkan pemain tak terdaftar saat mengalahkan Glasgow Celtic. Legia dicoret dari Liga Champion dan dilempar ke Liga Europa. September silam, fan Legia menghina UEFA lewat banner raksasa di stadion Pepsi Arena. Akibatnya klub itu didenda 80.000 euro.

Hooliganisme sepak bola di Polandia mencapai kesuburan pada 1984-89 sebab terjadi 99 kali keributan dan kebanyakan terjadi di kota-kota besar. Tapi laporan resmi pemerintah cuma bilang dua orang saja yang tewas. Masuk era 1990-an, muncul berbagai perusahaan “hooligan” hasil bekingan para politisi yang memakai spektrum klub untuk mengalahkan pesaingnya.

Aktivis grup ultras yang dikenal konservatif, religius, dan berorientasi sayap kanan seperti halnya mayoritas rakyat Polandia, bak mendapat angin. Slask Wroclaw, Lechia Gdańsk, Lech Poznań dan Legia merupakan golongan paling patriotik di mana kebanyakan anggotanya berpotongan tentara. Ciri khas mereka adalah selalu menyanyikan yel-yel nasionalis di stadion.

Di Polandia, jenis kerusuhan bola berbeda dengan di Eropa Barat. Selain menjinjing aneka pentungan sampai tongkat bisbol, botol bir, bayonet, atau bom molotov, kedua fan biasanya juga membawa-bawa panji identitas, politik, sampai agama. Biasanya kondisi akhir lebih dari sekedar babak belur. Kematian atau kehancuran kota merupakan risiko yang hampir pasti terjadi.

Ketika internet mulai lahir pada 1994, peperangan antar suporter makin variatif. Modus baru berupa provokasi, ancaman, agitasi, hinaan bertebaran di berbagai situs sebelum laga panas berlangsung. Saking maraknya, satu fanzines yang bertitel “Polish Hooligan League” diresmikan. Bukan main, di negara ini tawuran antar pendukung rupanya menjadi bagian penting sepak bola!

Kaum hooligan Polandia mengadaptasi gaya kolega-kolega mereka dari Inggris, Jerman, dan tentu saja, kaum skinhead. Sejak 1990-an, pemerintah mendirikan unit Komenda Glówna Policji yang khusus menangani kerusuhan sepak bola. Tugas mereka tidak lagi di lapangan, namun juga menyortir internet dan jaringan seluler yang dimiliki 70-80 perusahaan hooligan seantero negeri.

Korban Sejarah

Di Polandia perusuh berkategori berat ini dinamakan ustawka. Gerombolan ultras ini paling rapi modusnya sebab punya unit khusus untuk meladeni polisi atau mengatasi kelompok musuh. Mereka sudah menentukan medan “peperangan” dengan perhitungan strategis. Latihan fisik juga dilakukan jauh “lebih berat” ketika yang akan dihadapi adalah kelompok yang dianggap militan.
Liga Ekstraklasa: Psikososial Warisan Sejarah
Suasana perang pada duel mengerikan Lech Poznań vs Legia Warszawa.
Uniknya lagi perasaan nasionalisme kaum hooligan ini dikenal cukup tinggi bila laga sepak bola berpindah ke tema kebangsaan. Kesan inferior langsung berubah tatkala Biale Orly (Elang Putih) alias tim nasional Polandia berlaga. Bahkan secara global, barangkali mereka adalah “juara dunia-nya” kelompok kerusuhan di sepak bola.

Beberapa kelompok yang sepaham membentuk faksi dadakan ketika tim nasional Polandia akan bertanding. Hasilnya, mereka bikin kerusuhan di Rotterdam 1992, Chorzow 1993, Zabrze 1994, dan Bratislava 1995. Secara khusus, musuh bebuyutan szalikowcy adalah pendukung Inggris dan Jerman. Namun pada dasarnya, mereka sangat potensial untuk bikin onar di mana saja.

Ketika Polandia kalah 0-1 dari Jerman di Dortmund pada Piala Dunia 2006, kerusuhan muncul di Frankfurt yang berjarak 178 km. Lalu di sekitar Stadion Signal Iduna Park, polisi Jerman menangkap 300-an pengacau. Ini adalah lanjutan dendam Desember 2005, saat mereka yang datang untuk melihat undian Piala Dunia berperang dengan polisi di satu hutan dekat Frankfurt.

Menurut Przemyslaw Piotrowski dari Fakultas Psikologi Universitas Jagiellonian, motif dari semua kekacauan ini tidak lain dari dehumatarian alias penyimpangan sosial masyarakat akibat tekanan bertahun-tahun bahkan berabad-abad! Zaman berganti, kehidupan juga berubah namun intensitas justru kian meruyak dan variatif tanpa ada jaminan kapan pastinya akan berakhir.

Jika persoalan ditelisik maka akan terkuak latar belakang sesungguhnya, yang tidak lain dari faktor sejarah. Lihatlah posisi geografis Polandia yang terjepit Rusia dan Jerman. Dua peradaban besar ini secara bergiliran memperkosa negeri bernama asli Rzeczpospolita Polska ini. Pertama, oleh Rusia pada Perang Dunia I, lalu berikutnya Jerman di Perang Dunia II.

Inilah alasan utama kenapa suporter Polandia selalu bermusuhan dengan apapun yang berbau Rusia dan Jerman, meski daerah-daerah seperti Szczecin dan Poznan “berbau” Jerman, sementara Warsawa dan Krakow secara geografis lebih dekat dengan Rusia. Kebencian pada Jerman dan Rusia telah mendarah daging, turun temurun dan terbawa-bawa ke sepak bola.

Terlebih lagi dengan Jerman, yang pada 18 laga sebelumnya Polandia tak pernah menang. Kaitan sejarah di Perang Dunia I dan II ikut membentuk sikap Polandia atas karakter Inggris. Sebagai bapak moyangnya hooliganisme, tentu saja Inggris dijadikan Polandia sebagai role model baik dari sisi permainan maupun persaingan yang meningkat pesat sejak era 1970-an.

Sudah ditetapkan bahwa hooliganisme di sepak bola berakar dalam kondisi psikososial. Fenomena ini dapat dijelaskan dengan menyoroti cara mengatasi keterasingan faktor internal dan individual seperti kepribadian, karakter, atau faktor biologis yang puluhan tahun berkutat di tiga lingkungan terpenting: keluarga, sekolah, dan kelompok sebaya. Inilah yang dialami Polandia.


EMPAT BESAR LIGA POLANDIA

Górnik Zabrze


Nama AsliKlub Sportowy Górnik Zabrze
JulukanTrójkolorowi (Tri-Colour), Torcida
Berdiri14 Desember 1948
StadionErnest Pohl (32.000)
PresidenZbigniew Waskiewicz
ManajerRobert Warzycha
Juara Liga [14]1957, 1959, 1961, 1963, 1964, 1965, 1966, 1967, 1971, 1972, 1985, 1986, 1987, 1988
Piala Polandia [6]1965, 1968, 1969, 1970, 1971, 1972
LegendaAndrzej Szarmach (1972-76), Robert Warzycha (1987-91)
Situs Resmiwww.gornikzabrze.pl

Wisla Kraków


Nama AsliWisla Kraków Spólka Akcyjna
JulukanBiala Gwiazda (The White Star)
Berdiri1906
StadionHenryka Reymana (33.268)
PresidenLudwik Mietta-Mikolajewicz
ManajerFranciszek Smuda
Juara Liga [14]1927, 1928, 1949, 1950, 1951, 1978, 1999, 2001, 2003, 2004, 2005, 2008, 2009, 2011
Piala Polandia [4]1926, 1967, 2002, 2003
LegendaAdam Nawalka (1972–85), Maciej Zurawski (1999–2005)
Situs Resmiwww.wisla.krakow.pl

Ruch Chorzów


Nama AsliRuch Chorzów Spólka Akcyjna
JulukanNiebiescy (The Blues), Niebieska eRka (The Blue R), HKS
Berdiri20 April 1920
StadionMiejski (10.000)
PresidenDariusz Smagorowicz
ManajerWaldemar Fornalik
Juara Liga [13]1933, 1934, 1935, 1936, 1938, 1952, 1953, 1960, 1968, 1974, 1975, 1979, 1989
Piala Polandia [3]1951, 1974, 1996
LegendaAndrzej Buncol (1979–81), Krzysztof Warzycha (1983–89)
Situs Resmiwww.ruchchorzow.com.pl

Legia Warszawa


Nama AsliLegia Warszawa Spólka Akcyjna
JulukanWojskowi ("Militarians"), Legionisci ("Legionarries")
BerdiriMaret 1916
StadionPepsi Arena (31.103)
PresidenBoguslaw Lesnodorski
ManajerHenning Berg (Norwegia)
Juara Liga [10]1955, 1956, 1969, 1970, 1994, 1995, 2002, 2006, 2013, 2014
Piala Polandia [16]1955, 1956, 1964, 1966, 1973, 1980, 1981, 1989, 1990, 1994, 1995, 1997, 2008, 2011, 2012, 2013
LegendaKazimierz Deyna (1966-78), Lucjan Antoni Brychczy (1954-72)
Situs Resmilegia.com

(foto: epa/buzzfeed/weszlo)

Share:

Polandia: Sukses Sebuah Perubahan

Setelah mengalahkan Jerman 2-0 di kualifikasi Piala Eropa 2016, 11 Oktober 2014, wajar sekali jika banyak yang langsung mengulik nama Polandia. Lebih karena lawannya itu sang juara dunia baru dan menjadi induk semang bagi sebagian skuadnya, namun inilah kejayaan pertama sepanjang sejarah Biale Orly (Elang Putih) dari 19 laga yang dimulai sejak 3 Desember 1933.
Polandia: Sukses Sebuah Perubahan
Polandia mulai mengimbangi Jerman.
Rahasia kebangkitan Polandia di lapangan hijau agaknya lebih menarik ditelusuri ketimbang menguak misteri yang menyelimuti Jerman. Soalnya kemolekan tim Elang Putih di pentas “Road to France” itu tak melulu dari hasil laga historis di Stadion Narodowy itu saja. Pelototilah papan klasemen Grup D, kejutan! Hingga sesi ketiga kualifikasi, Polska ada dua tingkat di atas Germany.

Jerman dengan Bundesliga-nya selalu menjadi panggung utama pesepak bola Polandia. Maka muncullah drama sensasional jika si buruh bisa menumbangkan sang majikan. Gara-gara tautan geografis, Polandia tak beda jauh dengan bagian kanan Jerman yang dulu bernama Jerman Timur. Kota-kota Szczecin, Lubin sampai Poznan sangat beraroma dan bercita rasa Jerman.

Polandia adalah salah satu tempat terbaik di mana Ius Soli dan Ius Sanguinis berkembang, yang bikin identitas asli terkesan jadi kabur. Pelototilah tampang Wojciech Szczesny misalnya, yang lebih Jerman daripada Polandia lantaran leluhurnya memang dari Szczecin. Atau bek kanan Lukasz Piszczek, yang berasal dari Czechowice-Dziedzice yang letaknya selemparan batu dari Ceko.

Bahkan salah satu bek nasional Bialo-czerwoni yang membela Bayer Leverkusen, Sebastian Boenisch, berleluhur Jerman tapi ber-KTP Polandia lantaran diberojolkan ibunya di Gliwice, kota dekat Ceko. Aslinya Sebastian bermarga Pniowski, sehingga dia menguasai tiga bahasa sekaligus, Jerman, Polandia dan Silesian, bahasa Ceko yang berdialek Polandia.

Lantas kontribusi darah Polandia yang ada di kubu Jerman jangan ditanya lagi. Siapa tidak kenal Miroslav Josef Klose? Legenda dunia yang membela panji Die Nationalmannschaft itu cuma beda kampung dengan Sebastian Boenisch. Lalu ada Lukas Josef Podolski, yang asli sekampung dengan Boenisch, striker Jerman yang masih jadi andalan pelatih Joachim Loew.

Polandia ikut menopang sejarah dan kedigdayaan Jerman di kancah dunia. Bahkan kalau dikumpulkan, maka terbentuk satu tim idaman nan komplit dari berbagai posisi. Mulai Heinz Kwiatkowski, Hans Tilkowski, Erich Juskowiak, Günter Sawitzki, Willi Koslowski, Dieter Burdenski, Pierre Littbarski, Juergen Grabowski, Tim Borowski, Piotr Trochowski, serta Klose dan Podolski.

Apakah Jerman selalu jadi laboratorium untuk menempa pemain terbaik Polandia? Bisa jadi tak lagi. Ketergantungan agaknya telah berakhir. Warna pun berubah. Dari semua 14 pemain yang diturunkan pelatih Adam Nawalka saat meladeni Jerman, catatlah, cuma dua saja yang bernafas Bundesliga: Grzegorz Krychowiak, Lukasz Piszczek, dan Robert Lewandowski.

Nawalka justru menyeimbangan skuad yang berasal dari Liga Polandia sendiri, Ekstraklasa, selain segelintiran dari Liga Primer Rusia, Belgia, Prancis, Rumania, Italia, dan Inggris. Komposisi merata Bundesliga-Ekstraklasa terlihat tatkala duo Legia Warszawa, Tomasz Jodlowiec dan Jakub Wawrzyniak, dan seorang striker Slask Wroclaw – Sebastian Mila – jadi pondasi baru Biale Orly.

Hal itu tentu saja mengagetkan para pengamat, mengingat kelas Ekstraklasa jauh di bawah Bundesliga. Namun tim nasional soal lain. Kesuksesannya lebih ditentukan hati dan bukan otak. Oleh karenanya, hasil di Narodowy amat bermakna dan membuat Polandia menjadi bermartabat. Lihatlah, dengan formasi 4-4-2 cara main Polandia tak terlihat modern, sangat konvensional.

Akan tetapi bila diteropong lebih dalam, yang muncul adalah semangat patriotik dan bara semangat yang tiada hentinya. Siapapun paham dengan gaya Jerman. Mencegah dibobol Jerman di 45 menit pertama saja sudah prestasi spesial. Inilah yang ditunjukkan anak-anak Biale Orly. Usai masa rehat titik balik ditemukan. Kelemahan Jerman terungkap, dan Polandia menuai hasilnya.

Kelahiran Ekstraklasa

Itulah kenapa kemenangan di Narodowy lebih dari bersejarah. Boleh jadi, di masa depan mereka tidak harus lagi memaksakan internasionalisasi gaya permainan kecuali menasionalisasi spirit dan mentalitas. Bagaimana pun tim nasional mesti punya karakter tersendiri, ciri khas yang mendasari pola permainan, dan tentu saja yang terdekat berasal dari liga domestik sendiri.
Polandia: Sukses Sebuah Perubahan
Salah satu laga big-match di Liga Polandia.
Sebab tim nasional selalu menjadi hasil dari pembinaan dan sukses kompetisi. Selama ini para ayah di Polandia segera mengirim anaknya ke Jerman atau Belanda begitu bakatnya makin menggelegar. Maklum, fenomena di Liga Polandia, Ekstraklasa, seperti tak menjamin masa depan. Liga ini hanya berisi 16 klub utama, namun yang muncul adalah drama lebih kental dari fakta.

Buat orang luar, mengeja nama-nama anggota Ekstraklasa saja rentan bikin lidah keseleo. Bahkan Anda bisa naik pitam ketika nekat berusaha membaca cepat berkali-kali. Penonton Ekstraklasa kebanyakan brengsek, sebab punya hobi menonton bola sambil mencekik botol alias nenggak alkohol yang ujung-ujungnya sangat bisa dipastikan: teler!

Meminum "kencing setan" itu memang budaya usang kakek buyut mereka yang terus diwariskan kepada generasi ketiga dan keempat. Jarang ada klubyang tegas melarang alkohol dibawa masuk jika kursi-kursi stadion tak ingin sunyi, atau bakal nombok akibat tiket tak terjual. Liga ini sangat rentan dengan kerusuhan, onar, amuk massa dan berisiknya minta ampun.

Ulah dan aksi suporter klub-klub Ekstraklasa terkadang menutupi konten pertandingan sebab fenomenanya jauh lebih merangsang disaksikan. Selain medan dan realitanya memang menakutkan, sejumlah teror dan intimidasi bisa datang kapan saja ketika Anda berhadapan dengan para fans klub terutama di luar stadion. Kadang kita seperti nonton tinju ketimbang bola.

Suasana bisa memukau, bisa pula horor. Tak heran bila banyak tim Eropa yang berdoa agar jangan satu grup dengan tim Polandia manapun. Klub-klub Ekstraklasa terkenal jarang punya kostum yang elegan, bahasa halus untuk bilang norak. Sebelum direformasi pada musim lalu, Liga Polandia selalu akrab menjadi sarangnya penyuap, koruptor, dan spekulator.

Klub-klub macam Arka Gdynia, Górnik Leczna, Górnik Polkowice, Jagiellonia Bialystok, KSZO Ostrowiec Swietokrzyski, Zaglebie Sosnowiec, Korona Kielce, Zaglebie Lubin jadi langganan "KPK" Polandia. Malahan ada satu kejadian saat Zaglebie Lubin, yang setelah meraih titel liga 2006/07, besoknya langsung dicopot dijebloskan dan diseret paksa ke divisi dua karena didakwa curang.

Saking banyak masalah di kerusuhan penonton, dan korupsi di PZPN (PSSI-nya Polandia), membuat  prestasi negara ini berjalan seperti keong di pelataran Liga Champion apalagi sampai di putaran elite. Melihat atau mendengar klub Polandia main di Liga Champion barangkali hitungannya mirip kita ketemu tahun kabisat, alias empat musim sekali baru sekali muncul.

Tak satu pun klub Polandia sanggup menjuarai ajang Eropa. Prestasi tertinggi mereka diraih pada “zaman baheula” yaitu Legia Warszawa menembus semifinal Liga Champion 1969/70 atau perempatfinal 1995/96. Satu lagi dibuat oleh seterus mereka, Widzew Lodz, yang melaju di semifinal 1982/83 dan tampil di putaran grup 1996/97, juga di Liga Champion.

Pengelolaan kompetisi negeri yang punya tiga legenda pada sosok Grzegorz Lato, Kazimiers Deyna dan Zbigniew Boniek itu masih di bawah Ukraina dan Rusia misalnya. Di tengah badai kerusuhan antar-fan, musim lalu Polandia memaksa bikin “breakthrough” dengan mengganti Liga Pilki Noznej yang sejak 1927 itu, dengan Ekstraklasa, sebagai bagian dari reformasi sepak bolanya.

Selalu ada harga sepadan yang didapat dari perubahan dan mengatasi risiko. Bertahun-tahun menjadi biang kerok, Liga Polandia langsung memberikan sesuatu untuk bangsa. Baru semusim Ekstraklasa berjalan, sebuah rekor yang bertahan 81 tahun pun pecah. Untuk pertama kalinya, Polandia mengalahkan “induk semang sepak bola” mereka, Jerman. Lumayanlah.

KLASEMEN ABADI EKSTRAKLASA (1927-2014)

No. Klub
Musim
Level
Main
Poin
Produksi Gol
Titel
01. Legia Warszawa
76
1
2044
2802
[3389-2176]
10
02. Wisła Kraków
73
1
1909
2514
[3125-2232]
14
03. Ruch Chorzów
73
1
1922
2249
[2936-2446]
13
04. Górnik Zabrze
56
1
1594
2028
[2414-1712]
14
05. Lech Poznań
52
1
1462
1673
[1973-1730]
6
06. ŁKS Łódź
65
4
1720
1761
[2230-2361]
2
07. Widzew Łódź
34
2
1038
1329
[1365-1187]
4
08. Pogoń Szczecin
40
1
1158
1158
[1324-1579]
0
09. Śląsk Wrocław
34
1
1014
1124
[1167-1211]
2
10. GKS Katowice
30
2
894
1030
[1023-977]
0
11. Zagłębie Lubin
25
2
774
977
[957-903]
2
12. Polonia Warszawa
31
4
800
966
[1165-1251]
1
13. Zagłębie Sosnowiec
35
3
950
889
[1131-1250]
0
14. Polonia Bytom
35
4
892
881
[1099-1141]
2
15. Cracovia
34
1
804
852
[1174-1184]
4
16. Stal Mielec
25
3
738
726
[834-844] 
2
17. Szombierki Bytom
25
4
702
645
[875-999] 
1
18. Gwardia Warszawa
23
7
572
539
[682-764] 
0
19. Odra Wodzisław Śląski
14
5
418
529
[487-570] 
0
20. Odra Opole
22
4
564
523
[645-740] 
21. Lechia Gdańsk
21
1
526
501
[526-710] 
0
22. Amica Wronki
11
332
498
[452-370] 
0
23. GKS Bełchatów
11
1
338
450
[387-403] 
24. Dyskobolia Grodzisk
10
7
293
441
[420-357] 
25. Warta Poznań
18
4
410
423
[841-733]
1
26. Arka Gdynia
12
2
360
346
[344-451] 
27. Garbarnia Kraków
15
4
315
306
[561-561] 
1
28. Wisła Płock
9
2
270
306
[290-400] 
0
29. Pogoń Lwów
13
273
304
[537-439]
0
30. Korona Kielce
7
1
210
303
[260-254] 
31. Jagiellonia Białystok
10
1
304
299
[281-428] 
32. Stomil Olsztyn
8
2
254
296
[255-339] 
0
33. Zawisza Bydgoszcz
12
1
356
292
[368-540] 
34. Olimpia Gdańsk
9
290
265
[313-380] 
35. Stal Rzeszów
11
4
290
255
[297-377] 
0
36. Hutnik Kraków
7
4
234
254
[299-284] 
37. KS Warszawianka
13
271
227
[427-612] 
38. Motor Lublin
9
4
274
220
[259-372] 
0
39. AKS Chorzów
10
192
196
[336-307] 
40. Bałtyk Gdynia
7
4
210
186
[184-247] 
41. ROW Rybnik
7
3
198
165
[165-233] 
42. Górnik Wałbrzych
6
3
182
157
[194-246] 
0
43. Górnik Radlin
9
6
188
155
[238-344] 
0
44. Zagłębie Wałbrzych
6
8
160
142
[131-166]
45. Czarni Lwów
7
164
141
[265-326] 
46. Raków Częstochowa
4
3
136
136
[120-186] 
47. Sokół Tychy
4
5
136
130
[128-190] 
48. Polonia Bydgoszcz
7
5
156
129
[186-296] 
49. Górnik Łęczna
4
1
112
128
[105-169] 
50. Ruch Radzionków
3
4
90
109
[105-135] 
51. Piast Gliwice
3
1
90
106
[88-117]
0
52. Stal Stalowa Wola
4
3
132
103
[113-173] 
0
53. 1. FC Katowice
3
7
78
88
[164-143] 
54. GKS Tychy
3
2
90
86
[105-113] 
0
55. Union Touring Łódź
4
90
76
[149-212] 
0
56. KSZO Świętokrzyski
3
4
92
71
[73-147]
0
57. Podbeskidzie
2
1
60
67
[65- 82]
0
58. Siarka Tarnobrzeg
3
3
102
65
[88-169]
0
59. Arkonia Szczeci
4
5
88
64
[100-166] 
60. Śląsk Świętochłowice
3
6
66
45
[84-166]
0
61. Unia Racibórz
2
5
52
38
[77-126]
0
62. Hasmonea Lwów
2
54
38
[98-149]
0
63. Wawel Kraków
2
7
32
37
[50-36] 
0
64. Igloopol Dębica
2
6
64
37
[43-121]
0
65. Strzelec 22 Siedlce
3
64
36
[84-169]
0
66. Szczakowianka Jaworzno
1
5
30
32
[40-54]
0
67. RKS Radomsko
1
28
31
[23-34]
0
68. TKS Toruń
2
54
30
[84-185]
0
69. Podgórze Kraków
2
6
42
27
[56-103]
0
70. Radomiak Radom
1
4
30
25
[29-32]
0
71. Górnik Polkowice
1
Φ
26
23
[17-37]
0
72. Tarnovia Tarnów
1
6
26
22
[42-48]
0
73. Świt Dwór Mazowiecki
1
4
26
22
[21-42]
0
74. GKS Jastrzębie
1
4
30
19
[24-43]
0
75  Dąb Katowice
2
36
14
[29-97]
0
76. ŁTS-G Łódź
1
22
12
[25-67]
0
77. Śmigły Wilno
1
18
11
[29-50]
0
78. Jutrzenka Kraków
1
26
11
[41-82]
0
79. Lechia Lwów
1
22
11
[23-66]
0
                                                        
sumber: 90minut.pl 
Φ = mundur, = pindah ke Ukraina,  = bubar                   

(foto: deccanchronicle.com/epa)

Share:

Artikel Populer

Maurizio Sarri: Tantangan Baru Si Mantan Bankir

Buat tifosi Napoli yang militan dan fanatik, begitu melihat jagoannya cuma meraup dua poin dari tiga laga jelas bikin dongkol selain gundah...

Arsip

Intermeso

Wawancara

Arsip

Artikel Terkini