Perjalanan, Pengalaman, & Pemahaman Permainan Terindah

  • Niac Mitra vs Arsenal 2-0: Gara-gara Udara Panas dan Lapangan Buruk?

    Niac Mitra mengukir kenangan indah di depan ribuan penggemarnya di Stadion Gelora 10 November ketika sore kemarin agak di luar dugaan menaklukkan klub kenamaan Inggris, Arsenal, dengan kemenangan mutlak 2-0.

  • Mino Raiola, Antara Mulut Besar Donald Trump dan Keberingasan Al Capone

    Dalam rimba transfer internasional dunia, ketika akan terjadi deal antara pemain, agennya, dan wakil klub, biasanya pertemuan terjadi di restoran mahal tertutup, lobi hotel mewah bahkan di kamar tertutup. Namun khusus kepada orang yang satu ini sulit terlaksana.

  • Stan Kroenke: Kapitalis Pemuja Wenger

    Sosoknya kaku, irit bicara, pelit senyum apalagi sampai tertawa terpingkal-pingkal. Tak salah kalau pers Inggris menjulukinya the silent man atau si pendiam. Sorot matanya tajam, gerak-geriknya tanpa ekspresi, pikirannya selalu fokus tanda suka berpikir sesuatu yang menarik minat. Suasana hatinya dingin, barangkali sedingin darahnya, dan kelihatannya orang ini rada susah untuk dijadikan teman atau sahabat.

  • Angela Merkel: Wanita Terkuat di Dunia

    Kiprah nyonya besar yang satu ini tak sampai begitu. Tapi pelampiasannya unik. Satu gerakan moral Angela Dorothea Merkel, Kanselir Jerman sejak 2005, yang jadi hobi dan habit sebab sering dilakukan adalah nyelonong ke kamar ganti pemain!

  • Roger Daltrey: Semangat Highbury Highs

    Malam hari penghujung April 2006, Roger Harry Daltrey tak kuasa menahan kenangan masa lalu. Memori kejayaan bersama Pete Townshend, John Entwistle dan Keith Moon saat mengusung aliran progressive rock lewat band The Who di era 1970-an, kerap kali campur aduk dengan era keemasan The Old Double.

  • Persija, Inspirasi dari Soempah Pemoeda

    Berkat sejarahnya, dominasi Persija di blantika nasional tak pernah lekang dimakan waktu. Catatan fenomenal juga ditorehkan klub berlambang Monas sebagai satu-satunya klub dengan rekor tak pernah terkena degradasi sejak debut pada 1931.

  • Asal Muasal Tiqui-Taca, Sepak Bola Bergaya Geometri

    Medio 1980-an, ketika masih masa anak-anak, kata-kata yang kini dikenal dengan tiki-taka sebenarnya sudah sering dihebuskan para komentator Indonesia dalam beberapa acara siaran langsung Piala Dunia atau Piala Toyota di TVRI. Satu yang paling rajin menurut saya adalah Eddy Sofyan. Dia suka menyebutnya dengan ‘tik-tak’ yang berkonotasi umpan-umpan pendek, permainan tek-tok layaknya karambol atau ding dong.

Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan

Timnas Indonesia: Dari Semarang Hingga Senayan

Semarang, Sabtu 7 Agustus 1937. Sebuah laga paling bersejarah buat sepak bola nasional terjadi sore itu. Satu klub top dari Cina bernama Nan Hwa menjadi lawan pertama kali "tim PSSI" (jululan tim nasional sebelum Indonesia merdeka). Begitulah yang dipaparkan Harian Sin Tit Po, edisi Senin 9 Agustus 1937. 
Timnas Indonesia: Dari Semarang Hingga Senayan
Laga PSSI vs Nan Hwa di Semarang, 7 Agustus 1937.
Satu hal yang perlu diingat lagi: justru dengan klub asing-lah, Nan Hwa, timnas kita melakukan debutnya, yang berkesudahan 2-2 tersebut. Asal tahu saja, Nan Hwa datang dengan kekuatan penuh antara lain bintangnya Lee Wai Tong, legenda sepak bola Cina, Hong Kong, dan Asia. Jika di era pra kemerdekaan saja sudah sering ngadu dengan orang luar, apalagi pasca kemerdekaan. Era selanjutnya makin mengagumkan.

Kedatangan klub-klub top Eropa mulai marak ketika Presiden Soekarno menginstruksikan PSSI agar menyiapkan tim nasional yang handal untuk dua proyek besar: Asian Games II di Manila pada 1954 dan Olimpiade Melbourne 1956. Selain ujicoba ke Asia dan Eropa berbulan-bulan, mengundang klub-klub asing baik dari Asia, Afrika, Eropa dan Amerika Latin jadi tujuan strategis PSSI: mengukur kekuatan permainan, karakter, dan mentalitas pemain nasional.

Di era 1950-an itu bahkan PSSI bisa mendatangkan klub top Eropa dari Prancis, Stade Reims, yang diperkuat bintang dunia saat itu, Raymond Kopa. Menurut catatan di buku Kenang-Kenangan 50 Tahun PSSI, klub-klub dari Singapura, Malaysia, Thailand, India, Jepang, Filipina, Cina, Mozambik sampai Austria, Swiss, Cekoslowakia (Slovan Bratislava), dan Yugoslavia (Savel) sampai Brasil (Cruzeiro) juga pernah beranjangsana ke Nusantara.

Yang tak kalah hebohnya, ketika Lokomotiv Moskva juga singgah di Tanah Air. Klub top Uni Soviet ini juga datang dengan tim inti termasuk bintangnya Valentin Bubukin, seorang penyerang yang punya tendangan sangat keras yang bikin seorang penjaga gawang rasanya ogah bermain di posisinya. Menurut informasi yang penulis dapatkan, dari 7 pertandingan di Tanah Air mulai dari Medan sampai Surabaya, Bubukin 'sukses' membuat pingsan lima orang kiper lawan karena cedera di kepala atau dada akibat terkena bola gebokan Bubukin!

Dari rentetan ujicoba dengan klub-klub asing itu, PSSI menuai sukses lahir batin. Paling mengagumkan adalah lolos ke babak 16 besar Olimpiade Melbourne, antara lain sempat menahan Uni Soviet 0-0. Satu prestasi puncak persepak bolaan nasional hingga kini. Di era 60-an, ketika PSSI punya dua timnas (Banteng dan Garuda), giliran Torpedo Moskva (Uni Soviet), FC Malmoe (Swedia), Petrolul Ploiesti (Rumania) dan timnas Yugoslavia yang berkunjung ke Tanah Air.

Hebatnya, timnas Garuda bisa mengalahkan Torpedo, Yugoslavia, dan Petrolul dengan skor 3-1, 5-1, dan 5-3. Sukses juga didapat tim senior Banteng dengan lawan yang sama lewat skor 0-0, 3-2, dan 4-3. Satu-satunya kekalahan Garuda diderita melawan FC Malmoe 2-5. Sedangkan tim Banteng sukses membungkam klub Swedia itu dengan 2-0. Klub asal AS, Tornado, juga pernah bertarung melawan Persija dan kalah 0-2.

Di era 1970-an, dengan semakin kondusifnya stabilitas politik dan iklim ekonomi bangsa, Indonesia semakin dibanjiri kedatangan klub-klub asing. Klub macam Dynamo Moskva (Uni Soviet), FC Brno (Cekoslowakia), Csepel SC (Hongaria), Neuchatel Xamax (Swiss), Santos (Brasil), Esbjerg (Denmark), Kristiandsand (Norwegia), Ajax Amsterdam, Stoke City, Manchester United, sampai timnas Uruguay dan Italia U-21 rela terbang jauh-jauh karena penasaran dengan iklim sepak bola Indonesia yang mereka kenal ganas dan ingin merasakan seperti apa berada di sarangnya legenda sepak bola Asia.

Laga melawan Dynamo di Senayan pada 14 Juni 1970 paling menyita perhatian publik. Penyebabnya cuma satu: mereka menyertakan kiper legendaris dunia Lev Yashin! Meski kalah 0-1 namun kiper Indonesia Judo Hadianto dielu-elukan publik. Puluhan penyelamatan gemilangnya menghindarkan Indonesia dari kebobolan yang lebih besar. Pelajaran untuk meningkatkan mentalitas bermain selalu jadi motto bagi para pemain nasional. Mereka boleh kalah pada teknik bermain, tapi soal mental jangan sampai.

Begitu juga pada 20 Juni 1972, tatkala Santos hadir di hadapan 85.000-an publik Senayan. Dua tahun silam Lev Yashin, kini giliran orang ingin melihat Pele. Dengan match fee 40 ribu dolar AS, sekitar Rp 15 juta saat itu Pele cs mendarat di Bandara Kemayoran, dua hari sebelumnya. Untuk menghadapi duel bergengsi ini, PSSI memanggil para bintangnya seperti Ronny Paslah, Anwar Udjang, Mohammad Basri, Muljadi, Abdul Kadir, Iswadi Idris, Risdianto serta Jacob Sihasale.

Jalannya laga cukup membanggakan penonton karena para pemain nasional tampil bersungguh-sungguh tidak mau kalah. Meski dua menit berlangsung, gawang Ronny dibobol oleh Jade, juga di menit 14 oleh Edu, bahkan ketika Pele mencetak gol lewat tendangan penalti di menit 30 dan membuat PSSI tertinggal 0-3, semangat anak-anak asuhan Endang Witarsa tidak pernah surut. Inilah yang membedakan dengan pemain nasional generasi sekarang. Dengan ikhtiar menyala-nyala, hasilnya pun jadi sepadan.

Menit 31, Iswadi yang menggiring bola sendirian berhasil menendang bola namun memantul mistar gawang. Bola jatuh di kaki Risdianto yang serta merta menggenjotnya lagi ke gawang. 1-3. Di menit 70, kembali Risdianto melesakkan gol setelah bekerja sama dengan Sihasale dan Yuswardi. Namun saat skor 3-2 ini keadaan memanas.

Tiba-tiba saja Leo tergeletak, Iswadi menariknya untuk segera berdiri lagi. Merasa dihina, seorang pemain Santos menendang punggung Iswadi. Nyaris muncul perkelahian massal. Demi kenyamanan permainan, Iswadi akhirnya ditarik keluar. Dengan marah-marah, pujaan penggila bola di era 70-an itu menendang gelas minuman hancur berkeping-keping yang belingnya nyaris melukai orang-orang yang ada di sekitarnya.

Beckenbauer Di Senayan

Pada Juni 1975, Manchester United dan Ajax Amsterdam menjadi tamu PSSI Tamtama dalam turnamen segitiga di Senayan. United, yang barusan promosi ke Divisi Utama setelah semusim sebelumnya didegradasi oleh Manchester City, tampil mengecewakan sebab ditahan 0-0 oleh Risdianto dkk. pada 1 Juni 1975 di hadapan 70.000 orang.

Menurut Kompas, laga Ajax vs United pada 3 Juni di Senayan melahirkan rekor baru kunjungan klub asing ke Indonesia. Laga yang berakhir 3-2 untuk Ajax itu ditonton 100.000 penonton dan menghasilkan pemasukan Rp 300 juta ke kas PSSI. Sebuah sejarah baru dalam pendapatan terbesar dari satu laga sepak bola di Indonesia.

Setelah mengarungi putaran hingga final Pra-Olimpiade yang hasilnya sangat memilukan, di Desember 1976, Iswadi dkk. yang bernaung di bawah panji PSSI Pre-World Cup 1978, kalah 1-2 dari FC Brno, sebuah tim elite Cekoslowakia yang sebelumnya merontokkan Persebaya 4-0 namun dikalahkan Persib 2-1 di Siliwangi. Dalam laga yang juga panas, Iswadi juga sempat menempeleng seorang pemain Brno yang mengasarinya.

Pada 3 Oktober 1979 Senayan juga pernah didatangi Cosmos New York. Bintang dunia macam Johan Neeskens, Wim Rijsbergen, Carlos Alberto, Giorgio Chinaglia serta Franz Beckenbauer ikutan hadir. Meski kalah 1-4, tim PSSI yang dijejali skuad runner-up SEA Games 1979, mendapat pelajaran berharga. "Cuma sekali seumur hidup, berhadapan langsung dengan Beckenbauer!" cetus (almarhum) Ronny Pattisasarani, yang kebetulan memang mengidolakannya setengah mati. Melimpahnya penonton membuat PSSI menangguk untung penghasilan kotor Rp 55 juta.

Sedang dana yang dikeluarkan untuk mendatangkan Cosmos sekitar 40 ribu dolar atau masih sekitar Rp 25 juta. Konon itulah bayaran tertinggi klub asing yang pernah main di Jakarta. Saat menjamu anggota NASL itu, materi inti skuad PSSI adalah Purwono (Niac Mitra); Simson Rumahpasal (Warna Agung), Wayan Diana, Berty Tutuarima (BBSA Tama), Rae Bawa; Rudy Keltjes, Rully Nere, Ronny Patti (Warna Agung); Dede Sulaiman (Indonesia Muda), Risdianto (Warna Agung), Iswadi Idris (Jayakarta).

Kisah dari Semarang hingga Senayan terus merambah ke era 1980-an. Kenangan yang paling saya sulit lupakan adalah ketika melihat Johan Cruijff bermain di Senayan, 21 Mei 1984. Meski sudah dimakan umur, Cruijff yang waktu itu berumur 38 tahun dan membela Feyenoord, datang ke Indonesia untuk berujicoba dengan Queens Park Rangers dan Mandala, klub asal Jayapura yang barusan menjuarai Kejuaraan Antarklub Amatir Perserikatan.

Pemain-pemain Mandala yang masih muda dan berotot seperti Leo Kapissa, Panus Korwa, Albert Pahelerang sampai Martin Kaiba pun sulit merebut bola dari kaki sang maestro sepak bola dunia. Feyenoord lantas meremukkan Mandala 5-0, dan kemudian QPR 3-1. Yang paling berkesan buat penggemar bola di Indonesia saat itu termasuk saya, di Senayan-lah Johan Cruijff mengakhir kariernya sebagai pesepak bola.

(foto: Mengarungi Milenium Baru 70 Tahun PSSI)

Share:

Sejarah Sepak Bola (3): Teknologi Bola, Berdirinya Klub, dan Kecantikan Wu Zetian

Sejak zaman baheula pun, perkembangan olah raga selalu terkait dengan situasi politik. Popularitas Tsu Chu sempat mengalami hambatan besar dengan runtuhnya Dinasti Han (206 SM-220). Rawannya stabilitas keamanan dalam negeri membuat olah raga ini ‘diabaikan’ orang selama empat ratus tahun.

Sejarah Sepak Bola: Teknologi Bola, Berdirinya Klub, dan Kecantikan Wu Zetian
Baru di era Dinasti Tang (618-907), permainan yang jadi cikal bakal sepak bola itu mulai reborn, lahir kembali. Dari semua literatur tentang Cina kuno, kisah Tsu Chu adalah salah satu yang lenyap bak ditelan bumi. Ini bukti bahwa Tsu Chu saat itu menjadi kurang penting dalam kehidupan. Beda dengan manuskrip soal peperangan, pengetahuan, pengobatan, pertanian, perdagangan bahkan kuliner yang tak pernah putus ceritanya.

Cerita turun temurun ke anak cucu betapa signifikannya Tsu Chu pada lifestyle leluhur sontak terputus. Juga kisah patriotik. Menurut syahibul hikayat, sebagai persiapan membendung lawan, Jendral Huo Qubing pernah menyuruh pasukannya membedah hutan. Bukan untuk benteng, tapi sebuah lapangan bola! Dia beralasan untuk menaikkan moral diperlukan kebugaran tubuh. Dan katanya yang paling efektif adalah dengan main Tsu Chu.

Maka dari itu, runtuhnya Dinasti Han diikuti juga oleh hilangnya sebuah permainan rakyat dan para kaisar sejak ribuan tahun. Kisah itu bisa jadi diawali menyerahnya Kaisar Xian (181-234) di sebuah laga Battle of Red Cliffs pada tahun 208. Militer Han dikalahkan oleh pasukan aliansi yang di utara dipimpin oleh Cao-Cao, bekas panglima Dinasti Han. Sedangkan dari sebelah selatan oleh Sun Quan serta barat melalui panglima Liu Bei.

Dari aksi ketiga warlord inilah kelangsungan Dinasti Han tamat setelah berkuasa 426 tahun. Era berganti. Cina diperintah oleh Sanguo (tiga kerajaan besar) yang masing-masing punya kaisar sendiri. Namun dominasi Three Kingdoms itu pun tak lama, cuma 60 tahun. Pada tahun 280 aliansi kekaisaran ini pecah kongsi. Wilayah barat dan selatan digerogoti keturunan Cao Cao yang mendirikan sebuah klan baru: Dinasti Jin (265-420).

Jangan lagi khusus Tsu Chu, lainnya hampir tak ada yang menulis manuskrip semua olahraga di era itu, selain kisah perang atau politik. Situasi dalam negeri Cina yang destruktif masih terus berlangsung. Pada tahun 304-439, ada 16 kerajaan lagi yang bikin Dinasti Jin makin kehilangan tajinya. Bahkan pada tahun 420, Dinasti Jin terpecah menjadi kerajaan utara dan kerajaan selatan, yang berjalan hingga tahun 589.

Seperti biasanya, dengan tidak adanya kesatuan kepemimpinan, maka sulit bagi olah raga untuk berkembang. Cerita Tsu Chu hingga saat itu jadi raib, setidaknya missing-link. Peta politik di Cina masih tetap keriting sesudah lahirnya Dinasti Sui (581-618). Tidak banyak yang terungkap dari sebuah era yang cuma berkuasa 37 tahun itu. Dua hal paling menonjol pada dinasti ini adalah soal rekonstruksi Tembok Cina, pembuatan kanal terbesar di dunia dan berkembangnya agama Buddha.

Kisah soal Tsu Chu kembali terungkap dalam banyak literatur setelah lahirnya Dinasti Tang (618-907). Dinasti ini mulai berkuasa usai kaisar terakhir Dinasti Sui, Yang Sui, diracun oleh Li Yuan, sang keponakan. Dari berbagai naskah kuno disebutkan bahwa Tsu Chu hidup kembali pada era ini. Bukan itu saja, teknologi baru bola juga diperkenalkan. Kalau selama ini diisi bulu burung, maka sekarang diganti udara serta dibungkus kulit berlapis dua.

Sejarah Sepak Bola: Teknologi Bola, Berdirinya Klub, dan Kecantikan Wu Zetian
Lebih dari itu, permainan Tsu Chu mengalami improvisasi. Kini ada dua gawang. Satunya lagi ditaruh di tengah lapangan. Kegilaan rakyat sampai raja pada Tsu Chu kembali marak. Ibukota Chang’an saat itu dipenuhi lapangan bola! Mulai yang berkelas bebatuan, rerumputan, hingga hamparan permadani yang biasanya berada di istana-istana. Klub-klub bertebaran. Seluruh angkatan perang plus pasukan khusus dipastikan memiliki klub.

Wu Zetian

Dari satu manuskrip beserta gambarnya yang diketemukan, terlihat seorang gadis 17 tahun tengah mengalahkan sebuah tim angkatan darat Cina. Setidaknya ada dua indikasi yang tersibak. Pertama gadis ini adalah seorang pemain profesional, buah dari ketatnya kompetisi saat itu. Kedua, gambar menunjukkan betapa populer Tsu Chu. Di zaman ini, kaum intelektual mulai banyak yang bermain dan berjasa mengimprovisasi aturan-aturannya.

Mereka, seperti para mahasiswa Oxford di Inggris seribu tahun kemudian, bikin temuan baru. Selain inovasi pada bola juga ditemukannya istilah posisi per posisi di lapangan. Salah satunya penjaga gawang! Biasanya ini untuk pemain yang kurang berbakat. Yang mengagumkan, dari pelbagai jurus-jurus baru muncul pula kembangan permainan. Untuk diketahui, kala itu Tsu Chu bisa juga disebut ‘bola basket kuno’ dengan tiang gol setinggi 10 meter!

Hal paling menonjol di era Tang ialah banyaknya perempuan yang jago Tsu Chu. Ini cukup mengejutkan sebab sebelumnya tidak pernah ada manuskrip yang menulisnya. Namun dari catatan sejarah, hal itu baru bisa dipahami. Dinasti Tang (Tang Chao) yang merengkuh di Cina sejak 18 Juni 618 sampai 4 Juni 907 adalah periode kekuasaan yang didirikan Li Yuan dengan lebih dulu membunuh pamannya, kaisar terakhir Dinasti Sui, Kaisar Yang.

Li Yuan menjadi kaisar pertama dinasti ini dengan titel Kaisar Gaozu (566-635). Ketika Tang dipimpin Kaisar Taizong (599-649), anak dari Gaozu, hirarki sejarah Cina berbelok drastis. Adalah seorang perempuan cantik bernama Wu Zetian yang bikin gara-gara. Di usia 13, bocah Wu mulai hadir di istana jadi gundik kaisar. Saat Taizong wafat, Wu dimanfaatkan oleh istri kaisar yaitu permaisuri Wang untuk mendongkel selir anaknya, putra mahkota Gaozong.

Sesudah Gaozong jadi kaisar, Wu membunuh ibu kaisar dan selir kesayangan kaisar tadi, yang membuatnya jadi permaisuri. Tindakan kejinya berlanjut demi kekuasaan. Setelah Gaozong mangkat pada 693, dia membunuh anak laki tertuanya, Li Hong dan seorang putrinya. Lalu dua anak laki lainnya, Li Xian dan Zhongzong, diasingkan. Kecuali anak laki bungsunya, Ruizong, yang kemudian dijadikannya kaisar boneka dan sementara.

Tradisi Cina tak mengenal pemimpin perempuan. Namun Wu tetap nekat. Usaha panjangnya harus berhasil. Pada 690, sesuai kesepakatan sebelumnya, Kaisar Ruizong akhirnya mengoper kekuasaan kepada Wu, sang ibu yang telah berusia 65 tahun. Jadilah Wu sebagai Kaisar Perempuan Pertama dan satu-satunya dalam sejarah Cina! Dia digelari Huang Tai Hou atau ibu bangsa bagi Jepang, Korea, dan Vietnam yang saat itu digenggam Cina.

Menurut sejarawan, kenapa banyak wanita yang piawai main Tsu Chu waktu itu sangat dipengaruhi oleh kedigdayaan Wu Zetian sebagai wanita paling berkuasa di dunia saat itu, sebelum dan sesudah dia jadi Kaisar Wu Zetian (690-705). Pada masa inilah, emansipasi perempuan terangkat secara otomatis, meski terkesan dipaksakan sampai menimbulkan kontradiksi sosial. Di sisi lain, Cina tengah mengalami Golden Age kedua setelah era Dinasti Han.

Inilah era di mana Cina mengalami lompatan besar dalam mutu SDM dan telah menjadi ‘polisi’ dunia, di kala di tanah Amerika masih terjadi kanibalisme. Tenaga kerja berkualitas melimpah ruah sehingga dengan mudah mereka membuat standar sistem perkantoran yang pertama di dunia. Banyak ditemukan inovasi pada percetakan, mekanika, medis, sampai pembuatan AC (air conditioning) pertama di dunia melalui tenaga hidrolik. Intinya, saat itu Cina sudah menerapkan profesionalisme di segala bidang.

Sejarah Sepak Bola: Teknologi Bola, Berdirinya Klub, dan Kecantikan Wu Zetian
Ibukota Chang’an adalah sangat populer sedunia sebagai pusat kegiatan ekonomi, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan tiada banding. Sungai buatan terpanjang di dunia (Da Yunhe), yang dibangun pada era Dinasti Sui, disulap menjadi pusat ekonomi nasional. Sementara Jalur Sutra merupakan urat nadi bisnis internasional. Jalur akbar ini membentang mulai tanah Jawa, Cina, India, Arab, Persia hingga selatan Eropa.

Militer Cina yang terkuat sejagat dengan ratusan ribu tentara profesional. Ini belum termasuk ribuan serdadu yang bersiaga mengawasi Jalur Sutra. Kekuatan tentara Cina di rezim Tang lebih hebat dibanding era Han dan setara dengan Dinasti Yuan (1271-1368), Ming (1368-1644), atau Qing (1644-1911). Populasi Cina dari sensus di era Tang mencapai 50-an juta, meski sejarawan yakin jumlahnya malah sekitar 80-an juta.

Jika jumlah ini diasumsikan setengahnya adalah perempuan, maka bisa dibayangkan betapa populernya Tsu Chu waktu itu. Dengan level kemakmuran di atas rata-rata dan tingginya stabilitas keamanan, plus efek dari kekuasaan dan sosok Wu Zetian, sudah pasti membuat perkembangan olahraga di era Dinasti Tang juga mumpuni. Dan yang penting, sebagai akibat friksi bisnis atau militer, permainan ini gampang menyebar ke mana-mana.

Mulai kepulauan Jepang di utara hingga tanah Vietnam di selatan. Dari semenanjung Korea sampai, barangkali, pernah mampir ke pulau Jawa. Di Jepang dinamai Kemari. Di Korea dikenal dengan Chuk-guk. Sedangkan di Vietnam disebut Bong Da. Dugaan para ahli, selain jadi rute bisnis, Silk Road juga diyakini sebagai pintu menyebarnya sepak bola kuno ke Asia tengah dan benua Eropa. Cikal bakal permainan terhebat itu pun mulai dikenal bangsa-bangsa lain. Semoga demikian. Wallahu’alam.

(foto: lanzhou.china/theepochtimes/dramafever/civilization.wikia.com)

Share:

Sejarah Sepak Bola (2): Lebih Mirip Sepak Takraw

Tak perlu diragukan lagi bahwa permainan Tsu Chu atau Cuju menjadi leluhurnya sepak bola masa kini. Banyak fakta dan bukti-bukti yang mengarah ke sana. Bukan saja dari peralatan yang dipakai, seperti bola dan gawang, tetapi juga cara mainnya yang menggunakan kaki, tangan, dada, bahu dan kepala.
Aturan baku dalam Tsu Chu hingga kini masih digunakan di pentas sepak bola. Misalnya kemenangan tim dari banyaknya gol yang dibuat. Juga pengenalan pengadil di lapangan alias seorang wasit, termasuk bola elastis yang ukurannya tak beda jauh dengan bola kaki masa kini! Memang secara morfologis kata Tsu Chu itu sendiri berarti menyepak bola.

Tsu (cu) itu kata kerja; menendang dengan kaki, dan Chu (ju) adalah kata benda; sebuah bola kulit yang berisi. Jangan dianggap Tsu Chu lebih mudah dimainkan. Malah sebaliknya. Untuk mencetak gol sulitnya minta ampun, apalagi tak boleh pakai tangan. Butuh performa spesial. Bisa dikata pemain Tsu Chu itu adalah bintang atau idola publik. Nama-nama mereka juga dikenal petinggi kerajaan bahkan oleh kaisar!

Secara umum, sejak muncul di zaman Dinasti Qin 221-206 SM hingga berakhir di era Kekaisaran Qing (1644-1911), Tsu Chu terbagi tiga bentuk permainan; langsung, tidak langsung dan individual. Gaya individual (keep uppy) dilakukan seorang pemain dengan mempermainkan bola di udara, mirip juggling, agar tidak jatuh. Jumlah penguasaan bola dihitung. Yang terbanyak dia yang menang. Sepintas mirip sepak takraw.
Jenis kedua, yang langsung, kerapkali disebut gaya gladiator. 

Biasanya dimainkan oleh tentara kekaisaran. Ini sebuah permainan militer yang sulit dan levelnya paling tinggi. Bayangkan, seorang pemain diharuskan mencetak gol ke sebuah keranjang dengan cara juggling tetapi dikeroyok tiga-empat lawan. Permainan ini sengaja dikembangkan untuk melatih kecekatan dan ketangguhan para prajurit.

Jenis terakhir, yang biasanya dipertontonkan di depan orang banyak, disebut gaya tidak langsung (five a side style). Ini permainan Tsu Chu paling seru, menarik dan menyedot animo masyarakat. Di lapangan persegi terdapat pembatas dan enam keranjang di setiap sisinya yang masing-masing dijaga seorang kiper. Artinya ada 12 keranjang. Tim yang mencetak gol pertama memenangkan permainan. Inilah yang paling mirip sepak bola.

Meskipun diduga sudah ada sejak zaman Dinasti Qin antara 221-206 SM, namun di era Dinasti Han-lah Tsu Chu menggapai era keemasannya. Ketika China tengah dilanda perang suku (warring states period) antara 476-221 SM, para kaisar Dinasti Qin memakai Tsu Chu untuk melatih fisik para tentaranya. Hanya kaum militer yang jago main Tsu Chu. Mereka sering berlomba terbuka di kota Linzi.

Menurut kitab Zhan Guo Ce dan Shiji, di era Dinasti Han (206 SM-220), Tsu Chu berkembang menjadi permainan rakyat, selain masih digunakan program latihan fisik militer dan diberi nama khusus zuqui, bola seukuran bola voli yang terbuat dari kulit dan berisi bulu binatang. China pada era rezim Han mencapai puncak kekuasaan yang membentang dari Korea sampai Vietnam, Taiwan, hingga Kyrgystan.

Pendiri dinasti ini adalah Liu Bang (247 SM-195 SM) yang bergelar Kaisar Gao dan berkuasa mulai 202 SM-195 SM. Sang kaisar diketahui getol main Tsu Chu sejak muda. Dia sempat kehilangan gairah hidup, sebab sulit lagi main Tsu Chu, saat harus pindah ke istana mengikuti ayahnya. Ketika resmi jadi kaisar, dia memerintahkan semua bintang Tsu Chu di seluruh negeri supaya pindah ke istana!

Kaisar Gao menurunkan belasan kaisar di bawahnya, di mana salah satunya adalah Liu Che yang bergelar Han Wudi The Great (156 SM-29 Maret 87 SM). Beberapa manuskrip mengatakan bahwa kaisar ketujuh Dinasti Han itu juga sangat keranjingan menonton dan bermain Tsu Chu. Ia juga mengikuti bapak moyangnya, yakni mengangkut semua pemain Tsu Chu terbaik seluruh negeri ke ibukota Chang'an.

Dinasti Terhebat
Kaisar Wu hidupnya eksentrik dan penggila olah raga. Dia sering memerintahkan patihnya untuk menggelar main bola primitif itu dengan tidak lazim, yaitu di halaman istana. Walhasil, para pemain Tsu Chu tampil blingsatan. Maklum, rumput di istana adalah yang terbaik di seluruh negeri. Karena menjadi kesukaan kaisar, maka standar permainan pun mulai diatur supaya tetap memikat hatinya.

Walaupun hidupnya kontroversial, kepemimpinan Wudi pada bangsanya patut diacungi dua jempol. Di tangan pria yang punya dua istri, empat gundik dan sembilan anak itu, kekuatan militer dan ekonomi China menggapai puncak. Dia unjuk perintah agar dua putrinya dihukum mati lantaran selingkuh dengan musuh, namun Wudi juga suka menulis puisi dan menjadi pemain Tsu Chu yang lumayan lihai!

Kekuasaan dan kemakmuran berdampak tegas kepada perkembangan olah raga. Tua muda, pria wanita, anak-anak sampai dewasa lihai bermain Tsu Chu. Meski tiga putranya bunuh diri, Wudi sukses mengembangkan Tsu Chu di Korea, Vietnam, Kyrgystan, yang dicaploknya. Ia eksentrik, religius, suka klenik, paranoid, bahkan konon kabarnya biseksual, namun dialah salah satu kaisar China terbesar.

Selama 54 tahun berkuasa, Kaisar Wu melakukan banyak hal untuk China. Dia menyuruh menteri pertanian Sang Hongyang menasionalisasi industri sentral seperti garam, besi, minuman, termasuk perunggu untuk bahan mata uang. Monopoli dilakukan dengan cara membeli murah bahan baku dan menjual mahal produk. Dia juga kaisar pertama yang menginstruksikan sensus penduduk.

Wudi salah satu panglima perang terhebat. Ekspansinya luar biasa, dan menguasai puluhan raja-raja di wilayah kekuasaannya. Saat itu dia salah satu orang paling berkuasa di bumi. Kaisar Wu adalah anak kesepuluh dari Kaisar Jing, lahir dari rahim selir kesayangan Wang Zhi. Wudi otomatis jadi kaisar di usia 15 setelah ayahnya meninggal pada 141 SM. Ketika usianya telah 62 tahun, sang kaisar mendapat seorang putra dari salah satu selirnya. 

Dia adalah Liu Fuling (94-74 SM), yang pada usia 8 tahun diangkat jadi kaisar dengan gelar Kaisar Zhao setelah Kaisar Wu meninggal pada tahun 87 SM. Namun Zhao pendek umur. Dalam usia 20 tahun dia pun mangkat. Karena belum punya anak, kaisar pengganti dipilih Liu Bingyi, yang juga adalah cucunya Wudi.

Liu Bingyi (91-49 SM) bergelar Han Xuandi atau Kaisar Xuan yang memerintah pada 74-49 SM. Di tangannya China bisa mempertahankan kebesarannya. Tidak saja secara militer atau ekonomi, tapi juga segi kebudayaan dan tentu saja sisi olahraga di mana Tsu Chu kembali menggebyar, bahkan jadi simbol sukses budaya China. Untuk mencari pengakuan itu Kaisar Xuan memerintahkan sesuatu.

Sudah sejak lama kaisar mendengar desas-desus bahwa Jepang juga punya tim sepak bola kuno yang mirip Tsu Chu. Permainan itu dinamakan Kemari, dan konon telah ada sejak ribuan tahun lalu. Sikap China mendua. Di satu sisi merasa senang sebab ternyata Tsu Chu populer hingga ke luar negeri. Namun di sisi lain, rada sebal juga karena faktanya Kemari mencontek Tsu Chu bergaya keepy-uppy dan five a side style!

Dari manuskrip yang tak utuh lagi saat ditemukan, ternyata tim China dan tim Jepang pernah tarung Tsu Chu atau Kemari di sekitar tahun 50 SM. Jika penemuan akan dilengkapi lagi, maka klaim sebagai laga sepak bola kuno internasional yang pertama kali di dunia itu barangkali sah-sah saja. Dengan latar belakang keluhuran peradaban China di era Dinasti Han, hal itu menjadi alasan kuat.

Dinasti Han adalah salah satu kekaisaran terbesar China yang berkuasa selama 400 tahun, salah satu yang terlama. Saking euforianya, hingga kini masih banyak orang China yang membanggakan diri dengan sebutan 'orang Han'. Di era ini, Kekaisaran China dikendalikan oleh filosofi Confucian alias Kong-fu-tzu, sebuah sistem moralitas manusia yang berimbas pada aspek sosial, politik, dan budaya.

Di zaman Dinasti Han pertanian, perdagangan, kerajinan tangan, pengetahuan hingga olah raga mencapai masa keemasan. Kertas ditemukan, alat transportasi diciptakan, ilmu konstruksi dikembangkan, akupunktur dan feng shui diandalkan. Jadi tidaklah aneh jika sekadar sepak bola dalam bentuk awal, yang menjadi dampak life-style kombinasi kehidupan waktu itu, lahir dari sana.

Itu semua karena ilmu pengetahuan telah mengubah sumber daya alam yang tersedia. Didukung oleh sumber daya manusia yang ada. Populasi penduduk China saat itu baru sekitar 56-57 juta jiwa dengan jumlah tempat tinggal sekitar 12-an juta rumah. Di satu sisi, perkembangan Tsu Chu diduga lebih pesat dari yang telah diketahui. Salah satu alasannya adalah dibangunnya Jalur Sutra oleh Kaisar Wudi.

(foto: parterrenotedicalcio/kenaston.org/impariamolecose/nationsonline)

Share:

Sejarah Sepak Bola (1): Tsu Chu dan Homo Ludens Bangsa Cina

Pertanyaan klasik untuk mengorek tabir sejarah paling awal permainan ini adalah kapan dan di mana pada awalnya sepak bola dimainkan. Tapi untuk menemukan kepastiannya, ternyata tak semudah dibandingkan mencari siapa yang pertama-tama memainkannya.

Sejarah Sepak Bola: Tsu Chu dan Homo Ludens Bangsa Cina
Jadi bukan kapan dan di mananya, tapi justru siapanya. Ini bottom line sejarah sepak bola. Mazhab yang kini dipakai ialah ia pertama kali dimainkan di Cina sejak tahun 2.500 SM. Tepat di ulang tahunnya yang ke 100 tahun, pada 20 Mei 2004, FIFA mengesahkan teori itu agar tidak jadi kontroversi. Jadi, sebelum para arkeolog menemukan bukti-bukti baru yang lebih kuat, mau tak mau dunia pun harus menurutinya.

Berbekal siapanya itu, plus melihat usia literaturnya itulah Cina berhak mengklaim sebagai bangsa penemu awal sepak bola. Tetap ada argumentasi lain yang mengklaim sebagai penemu sepak bola. Tapi melihat literaturnya kalah tua, dengan sendirinya langsung gugur. Kumpulan manuskrip dari Cina itu misalnya, otomatis menghapus klaim bangsa Mesir yang konon telah memainkan bola di tahun 1.800 SM.

Memutuskan berapa sebenarnya usia permainan bola itu jauh lebih sukar dari menentukan umur Tyrannosaurus atau Triceratops. Kalau dinosaurus itu ada temuannya berupa fosil, tidak begitu dengan bola. Benda ini, sejak dari dulu pun, jelas tak punya struktur kuat seperti kekuatan tulang yang tidak lekang dimakan waktu. Makanya daripada ribut-ribut terus, ikuti sajalah dulu sementara keputusan FIFA itu.

Lagi pula, siapa berani gugat kehebatan peradaban Cina ribuan tahun silam? Tempat lahirnya kebudayaan, agama, filsafat, sumber ilmu dari percetakan sampai kompas, kuliner hingga mesiu, bisnis sampai perang, kertas hingga roket. Oleh sebabnya ada sebuah hadits yang hingga sekarang masih diperdebatkan kesahihannya, yang menganjurkan manusia, demi ilmu, belajarlah pada Cina. "Tuntutlah ilmu walaupun sampai ke negeri Cina," sabda Rasulullah SAW dalam sebuah hadits dhaif.

Nyaris pasti, menemukan permainan dengan bola, atau sekedar membuat bola zaman primitif, jadi perkara enteng bagi Cina. Ribuan tahun silam mereka telah menemukan yang 'berat-berat' seperti di atas tadi. Jadi tak heran jika ada literatur yang bilang sejak 7.000 tahun silam, bangsa Cina telah memainkan Tsu Chu, sebuah permainan yang jadi buyut moyangnya sepak bola masa kini.

Jadi ada kemungkinan lahirnya Tsu Chu di Cina menyamai kebudayaan manusia modern. Yang perlu diingat lagi, Cina pada saat itu masih mencakup wilayah yang kini dihuni Korea, Jepang, dan Vietnam. Menurut Wikipedia, peradaban manusia yang tertua di dunia ada di empat wilayah: Mesopotamia, Cina, Mesir, dan Meso-America yang mencakup mulai Meksiko, Honduras, dan Nikaragua.

Di Mesopotamia, yang kini berdiri negara Iraq, manusia modern sudah hidup pada masa 5.300 SM atau 7.000-an tahun silam. Mereka bermasyarakat, berkomunikasi, bertani, berburu, bisa menggambar tapi belum bisa menulis. Di Mesir, di sepanjang sungai Nil pada 3.200 SM telah ada kerajaan yang dipimpin oleh Raja Narmer yang bergelar Firaun 0. Di Amerika Tengah, kebudayaan Archaic dimulai pada 1.800 SM.

Secara biologis, klasifikasi manusia adalah Homo Sapiens, sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi untuk berpikir dan berpikir. Sebagai Homo Sapiens, manusia punya dua turunan yang menjadi ciri khas hidupnya yakni Homo Faber, mahluk yang bekerja, dan Homo Ludens, mahluk yang bermain. Dua hal yang juga dimiliki oleh hewan.

Konsep permainan di sini harus dipahami sebagai sebuah fenomena budaya, bukan sebagai fungsi biologis. Maka secara kognitif setiap tindakan manusia sebenarnya didasari oleh permainan. Bisa jadi terminologi bermain sudah dikenal sejak 30 ribu tahun silam, di mana manusia mulai bisa menyimbolkan sesuatu. Bahkan 200 ribu tahun lalu, saat komunikasi antar manusia pertama kali terjadi!

Penguak Tabir

Dari literatur Profesor Johan Huizinga (1938), sepak bola itu amat dekat dengan peradaban manusia. Dalam pengantar buku Homo Ludens, Cultuur van Oorsprong in het Spel disebutkan "Het spel is ouder dan cultuur, want, zo veel als het begrip cultuur werd onder begrensd door, over, in ieder geval veronderstelt de menselijke samenleving, en dieren zijn niet gewacht voor mensen om gewoon leren hoe te spelen zijn."
Permainan lebih tua dari budaya, sebagaimana halnya dalam batasan konsep budaya, atau setidaknya pada keharusan manusia dalam bermasyarakat. Dan binatang tak menunggu orang untuk mengajarkan bagaimana mesti bermain. Dan hewan bermain-main sebaik orang, sehingga bisa disebutkan bahwa semua karakteristik permainan manusia ada pada permainan yang dilakukan hewan.

Contohnya bergulat, berkelit, menendang, menangkap, melempar, berlari yang menjadi personifikasi sepak bola. Semua aksi ini juga dilakukan anak-anak anjing yang tengah bermain! Bahkan pada bentuk tribalisme dan reaksi primitif, semua itu seringkali juga dilakukan manusia saat berperang. Baik bermain atau berperang, motif manusia itu sama, demi mencari kepuasan dan kesenangan.

Jika terus merujuk dari buku ini, di mana hal bermain kesannya tak melulu ada di awal peradaban manusia modern, tapi bisa mundur jauh lebih primitif lagi. Makanya harus ada pembatasan. Menurut ilmuwan dan sains, evolusi manusia sebelum ke Homo Sapiens berturut-turut adalah manusia Cro-Magnon, Neanderthal, Manusia Rhodesia, Manusia Solo, Homo Sapiens Awal, dan berujung pada Homo Erectus.

Kesimpulan dari sejarawan dan teoriawan budaya dari Belanda itu sebenarnya sepele, yakni untuk memahami permainan sebagai faktor budaya kehidupan. 'Let my playing be my learning, and my learning be my playing.' Konteksnya jelas, kebudayaan manusia modern. Bicara kebudayaan berarti harus merujuk pada Cina, bangsa pertama yang punya kebudayaan paling maju dalam sejarah umat manusia.

Yang pasti, paparan di atas telah memberikan nuansa dan literatur pembanding sebelum membahas apa itu Tsu Chu, bentuknya, atau bagaimana pertama kali ia dimainkan. Ini tampaknya lebih penting ketimbang membuka tabir sejarah bola. Ya, bola. Sebuah bentuk yang secara instingtif menggoda tangan atau kaki untuk melempar atau menyepaknya.

Buku yang pertama kali menguak tabir sejarah sepak bola kuno adalah Zhan Guo Ce, sebuah literatur tentang strategi dalam keadaan berperang (strategies of the warring states). Manuskrip ini diyakini dikemas sekitar abad ketiga hingga pertama masehi. Isi dari Zhan Guo Ce melulu cerita soal era penuh peperangan di Cina mulai 476 SM sampai muncul unifikasi di zaman Dinasti Qin (221 SM).

Siapa penulis Zhan Guo Ce hingga kini masih jadi perdebatan. Satu-satunya argumen dibuat Zhang Xingcheng (587-10 Oktober 653), kanselir yang lahir pada zaman Kaisar Wen of Sui (541-604). Dia mengatakan yang menulis Zhan Guo Ce adalah seorang diplomat bernama Su Qin (wafat 284 SM). Dalam kitab Zhan Guo Ce, kata Tsu Chu atau juga cuju terdapat dalam bab berjudul Qi (negara).

Literatur kedua yang menyebutkan kata 'menendang bola' datang dari buku berjudul Shiji atau The Records of Grand Historian. Ini sebuah magnum opus dari Sima Qian (135 SM-86 SM), seorang sastrawan hebat berjuluk bapak sejarah Cina. Qian hidup di era Dinasti Han (202 SM-220) dan menulis Shiji selama 18 tahun (109 SM-91 SM). Dalam Shiji, soal Tsu Chu ditulisnya dalam bab mengenai biografi Su Qin.

Dinasti Han inilah yang dianggap sebagai pemilik sejati Tsu Chu, bapak moyangnya sepak bola modern. Di zaman ini Tsu Chu dimainkan oleh dua tim yang masing-masing terdiri dari enam orang. Alat yang dipakai yaitu sebuah bola kulit yang berisi kumpulan bulu burung dan rambut. Diameter bola ini sekitar 30-40 cm.

Membayangkan cara mainnya amat beda dibandingkan oleh sepak bola masa kini. Cara main Tsu Chu di era ini lebih mirip sepak takraw karena memakai kaki, dada, bahu dan kepala. Namun tetap ada gawangnya berupa jaring berlubang yang disangkutkan di tiang bambu, mirip keranjang bola basket. Tingginya 10-11 meter ditancapkan di tengah-tengah lahan seluas lapangan bola voli. Tim pemenang ditentukan oleh siapa yang paling banyak memasukan bola ke dalam keranjang.

(foto: mchcityzen, kyleenington.weebly)

Share:

Tatkala Sepak Bola Melahirkan Argentina

Don't cry for me, Argentina. Begitu suara memelas Madonna, yang memerankan Eva Peron dalam film Evita, saat melihat negeri yang ia cintai terus digenangi konflik dan fanatisme berlebihan. Ya, seperti itulah stereotip bangsa Argentina dalam pergaulan global. Dan, dari lakon seperti itu pula negara dilahirkan lewat futbol.

Kapten 1986, Diego Maradona dari Boca Juniors.
Argentina adalah negeri para partisan, futbolista tiada duanya. Konflik eksternal, perang melawan Spanyol, si penjajah negara seluas 2,7 juta km persegi, sudah berakhir sejak 9 Juli 1816. Perang Malvinas melawan musuh klasiknya, yakni Inggris, pun telah usai pada 1982. Namun obsesi di lapangan hijau percayalah, tidak pernah tuntas sampai kiamat.

Apalagi soal konflik internal nan abadi bernama sepak bola. Ini masih terjadi dan terus menghinggapi aktivitas kehidupan sampai kini. Kericuhan politik antara konservatif versus liberal, antara sipil kontra militer termasuk faksi-faksinya, atau antara proletar ala Boca Juniors dengan borjuis khas River Plate.

Gontok-gontokan merasuk sampai ke tulang sumsum generasi ke generasinya. Apa pun dibikin fanatik. Bahkan saking lazimnya hal itu menjadi rutinitas kehidupan. Bicara futbolista, seorang anak akan dikutuk ayah-ibunya atau keluarganya bila membelot dari tradisi leluhur. Jika si ayah pendukung fanatik River Plate, maka haram hukumnya bagi si anak menjagoi Boca Juniors. Pun sebaliknya.

Tatkala Sepak Bola Melahirkan Argentina
Pendukung Boca Juniors saat Superclasico.
Di Buenos Aires khususnya dan di pelosok negeri pada umumnya, anda boleh saja mengganti pekerjaan, mobil, rumah, partai politik, atau malahan istri kalau berani, jika sudah bosan lantaran cinta yang meluntur misalnya. Tapi, Anda tak akan pernah bisa, bahkan sekadar memikirkan, untuk menukar klub sepak bola! Ini adalah dalil pertama bagi kebanyakan orang Argentina.

Sepak bola adalah segala dari segala sumber hukum, inspirasi, dan apapun seterusnya sampai mereka sendiri yang bilang tidak atau bukan kepada Anda. Ideologi nasional dibangun dari sepak bola. Dari loyalitas berlebihan di sepak bola inilah warna kebangsaan Argentina dibentuk. Argentina didirikan dari hikayat Futbol Argentino. Apapun bentuk dan lahan kehidupan akan diterjemahkan ke dalam terminologi futbolista.

Banyak nama klub yang terdengar ajaib sebab dipaksa menjadi simbol sesuatu yang mereka lakoni, pikirkan, atau impikan. Bahkan - ini bukan bombastis kecuali fakta - hampir semua klub di Argentina, jauh lebih tua dari usia negara Republik Indonesia, Soempah Pemoeda atau Boedi Oetomo sekalipun! Ada klub yang lahir hanya empat tahun setelah Krakatau meleduk. Ada pula klub yang didirikan 23 tahun sebelum Titanic tenggelam.

Praktis hanya ada dua klub resmi yang baru nongol setelah semua peristiwa bersejarah itu di atas. Arsenal De Sarandi (1957) dan satu lagi, jangan kaget karena panjang sekali namanya, Comision de Actividades Infantiles Comodoro Rivadavia (1984). Tak syak lagi, futbol telah menjadi way of life mutlak di negeri yang namanya berasal dari bahasa Latin, Argentum atau perak, itu. Pendek kata, futbol adalah bapak moyangnya Argentina, yang melahirkan negara.

Anti-Negritos?
Tatkala Sepak Bola Melahirkan Argentina
Kapten 1978, Daniel Passarella dari River Plate.
Kecintaan pada futbol merupakan bentuk nyata dari Lingua Franca-nya peradaban bangsa Eropa yang mendirikan sebuah negeri baru di bumi Amerika Latin. Spanyol, Inggris, Italia, Jerman, dan Prancis merupakan bapak kandung Argentina. Keturunan mereka disebut Criollos, atau Oriundi khusus keturunan Italia, yang merupakan golongan mayoritas. Di bawah itu ada Mestizos (Indo Eropa-Indian) dan Gauchos, campuran dari keduanya yang nenek moyangnya hidup nomaden, serta Guaranties, minoritas pegunungan.

Hingga kini kelima bahasa itu tetap dipakai turun-temurun, meski yang resmi adalah bahasa Spanyol. Banyak orang Argentina fasih salah satu bahasa Italia, Prancis, atau Inggris. Bisa beberapa bahkan kesemuanya. Ini menunjukkan bahwa Argentina mirip seperti Amerika Serikat kecil, yang tak punya kultur asli kecuali bangsa Indian. Bedanya, bahkan dengan tetangganya, Brasil, di Argentina tak ada tempat bagi keturunan Afrika atau Negritos untuk berkembang. Tak aneh jika sampai sekarang sulit dijumpai pemain nasional Argentina yang kulitnya legam.

Sudah dari sananya, kehidupan di negara seluas 2,766 juta km persegi ini total Europe-minded. Apa pun. Politik berwarna Spanyol atau Italia. Ekonomi bermazhab Jerman, dengan patron Communist Manifesto dari duet maut Karl Marx-Frederick Engels. Glamor-nya ala Prancis, dan cita rasa-nya khas Italia termasuk paham fasis yang menyirami kehidupan elitis negara temuan pelaut Spanyol Juan Diaz de Solis ini.

Inggris? Bangsa ini mempengaruhi Argentina dari sektor edukasi, industri, dan kapitalisme. Gongnya adalah lewat era Revolusi Industri, yakni ketika Inggris membangun jaringan kereta api dan telekomunikasi. Para konstruktor dan pekerja Inggris itu yang menyebarkan Homo Ludens baru, yaitu futbol

Tatkala Sepak Bola Melahirkan Argentina
Begini suporter River Plate saat ada clasico.
Selain mengenalkan, Englishmen juga mengorganisasi peraturan, klub-klub, stadion, dan asosiasi permainan yang amat diminati kaum middle class itu. "Sampai 1910, para pemain nasional banyak bernama Inggris, dan mayoritas dari kelas menengah. Kini mereka anti. Kata mereka inilah sepak bola khas Argentina," papar pakar sejarah mereka, Prof. Eduardo Archetti.

Berbau Inggris

Dari studi guru besar antropologi Universitas Oslo ini diketahui juga bahwa mereka mendapatkan salinan pertama segala tata cara dan peraturan teknis yang dikeluarkan FA (Federasi Sepak Bola Inggris) yang dikirimkan anggotanya kepada seorang editor koran harian berbahasa Inggris di Buenos Aires pada 1867, atau cuma selang empat tahun setelah berdirinya FA!

Hal ini mengartikan Argentina bahwa menjadi negara pertama di luar Britania Raya yang memakai peraturan baku yang orisinal (fresh from oven). Argentina sudah mengenal sepak bola modern sebelum ada goal-kick (1869), waktu pertandingan yang 90 menit (1877), peluit (1878), gawang memakai jala (1890), tendangan penalti serta penggunaan satu wasit plus dua hakim garis (1891).

Klub sepak bola pertama di Argentina adalah Buenos Aires FC, yang berdiri pada 1865, yang juga berarti lebih tua dari Arsenal, Chelsea, atau Manchester United sekalipun! Dan hampir pasti, setelah Britania induk semang sepak bolanya, Argentina adalah negara pertama di dunia yang memiliki kompetisi liga pada 1892!

Tatkala Sepak Bola Melahirkan Argentina
Suasana di kampung Xeneize punya River Plate.
Italia baru menerima sepak bola pada 1893. Swedia 1875, Rusia 1887, Denmark 1889. Dua tetangga Argentina, yakni Uruguay dan Brasil, malah lebih telat lagi. Di Uruguay, futbol dikenalkan oleh seorang profesor Inggris yang menjadi guru besar di Universitas Montevideo pada 1882. Sementara itu, Charles Miller baru membawa sepak bola ke Brasil pada 1890.

"Inggris dengan kekuatan kulturnya mengenalkan permainan ini kepada kami dan kami mendirikan negara ini dengan sepak bola," cetus Archetti. Sepak bola Argentina sangat berbau Inggris. Mereka memilih nama Boca Juniors atau River Plate ketimbang Rio de la Plata misalnya. Sebut juga Racing Club, Banfield, Newell's Old Boys, bahkan Arsenal (Futbol Club de Sarandi)!

Klub terakhir yang berdiri 1957 ini memang sengaja dibikin sama dengan aslinya yang di Inggris lantaran salah satu pendirinya mengagumi The Gunners yang tengah berjaya di Liga Inggris era 1950-an. Mau tahu siapa pencetusnya? Julio Grondona, yang kini adalah Presiden AFA (Federasi Sepak Bola Argentina)!

Aneksasi Azzurri

Oriundi dan Criollos adalah kunci lahirnya sebuah negara yang bernama Argentina dan kebanggaannya, Futbol Argentino. Membludaknya imigran dari selatan Eropa pada awal abad 20 makin memperkukuh dua pilar itu. Bahkan bangsa-bangsa Eropa merasakan nikmatnya mendapat feedback.

Tatkala Sepak Bola Melahirkan Argentina
Satu sudut di kampung Republik Boca.
Sebelum paparan Archetti, pada era 1920 hingga 1930-an para wartawan Argentina telah menguraikan daya magis lewat ideological construct of a national style of playing football usai melihat kesuksesan Italia menjadi juara dunia pertama kali pada 1934. Bukan dari tekanan diktator Benito Il Duce Mussolini yang membuat skuad asuhan Vittorio Pozzo menjadi kampiun, tapi lewat jasa para Oriundi yang bermain di Serie A.

Gli Azzurri menjadi juara dunia setelah menganeksasi empat pemain kelahiran Argentina, yakni Raimundo Orsi Bibiani (Juventus), Enrique 'Enrico' Guaita (AS Roma), Luis 'Luisito' Fernando Monti (Juventus), dan Attilio De Maria (Internazionale), yang juga adalah pahlawan Albiceleste dan Argentina di Olimpiade 1928 dan Piala Dunia 1930! 

Sepak bola adalah arwah kehidupan rakyat. As you live, so you play adalah dogma. Prestasi jadi kebanggaan pribadi, keluarga, kelompok atau komunitas. Sebuah kenikmatan ragawi tak ternilai. Ini adalah sebuah realitas yang sulit dihindari sampai kapan pun.

Di Argentina, sulit bagi pemain bola untuk tidak dicintai dan dibenci sekaligus. Tidak ada pahlawan sejati di lapangan hijau yang diakui bangsa. Tak terkecuali pada Daniel Passarella (River Plate) dan Diego Maradona (Boca Juniors), dua pemimpin paling terkenal yang seharusnya jadi simbol pemersatu setelah Albiceleste berjaya pada 1978 dan 1986.

Tatkala Sepak Bola Melahirkan Argentina
Gelegar suporter ultra arahan Barra Bravas.
Bencana lebih besar akan lahir begitu kegagalan tiba. Ia akan merusak jasmani dan rohani, mengganggu denyut nadi kehidupan dan integritas nasional. Organisasi suporter paling radikal di dunia, paling ditakuti dari polisi sampai FBI, yakni Barra Bravas, juga dilahirkan Argentina. Pantaslah bila pada 1978 sastrawan kondang Jorge Luis Borges pernah bilang, "Di Argentina sepak bola adalah sebuah malapetaka".

Liga Gladiator

Berkat sejarahnya yang terbilang tua, tak syak lagi, Futbol Argentino merupakan salah satu yang paling bermutu di dunia. Karena itu, wajar jika Liga Argentina disebut-sebut yang terbaik di luar Eropa. Buktinya, orang Amerika mau membayar untuk menonton siaran langsungnya.

Atmosfer yang terpancar di Liga Primera Division sungguh luar biasa. Bak sebuah energi kinetik, yang kian lama kian membesar, menggelegak bak magma. Sumber dari segala sumbernya adalah fanatisme, loyalitas dan sentimen yang sah menemani sepak bola, melengkapi instrumen ritual yang selalu terjadi dan terjadi.

Tatkala Sepak Bola Melahirkan Argentina
Barra Bravas juga ada di kubu Boca.
Lalu semua itu bercampur dengan mutu tinggi dan atraksi permainan serta aksi-aksi brutal sekelompok pendukung ultra yang dikreasi Barra Bravas, yang selalu menjadikan sepak bola sebagai sebuah tontonan gladiator. Rivalitas adalah kata kuncinya. Celakanya yang paling berdarah-darah kebanyakan ada di Buenos Aires.

Di ibu kota negara yang sekaligus adalah sebuah daerah otonomi khusus itu sedikitnya ada empat klub bertetangga yang saling berseteru tujuh turunan alias derby. Mereka menjuluki sebuah Big Match dengan sebutan Clasico. Malah kadang lebih hebat lagi: Superclasico. Pemilik lakon Superclasico terbesar tiada lain dan tidak bukan adalah bentrokan antara klub elite di Buenos Aires City, Boca Juniors, melawan River Plate.

Entah setan apa yang membuat kedua klub ini selalu berseteru selama tujuh turunan. Selain dampak dari zaman resesi ekonomi dunia yang menyapu Argentina di 1930-an, kelakuan yang diperlihatkan Italia saat mencomot tiga pemain Albiceleste ke dalam Gli Azzurri menjelang Piala Dunia 1934 - atas perintah - sang paduka Benito Mussolini adalah faktornya.
Tatkala Sepak Bola Melahirkan Argentina
Simbol utama kekuasaan Boca Juniors.
La Boca's Calle Caminito, salah satu blok kumuh di Buenos Aires yang menjadi tempat lahirnya tarian tango dan sarang komunitas Gallinas sering dilanda ketegangan. Kaum keturunan Italia Selatan asal Napoli mencerca cara Azzurri. Sikap para Gallinas ini berbeda dengan kubu Los Millonarios alias River Plate yang pro Il Duce. Gallinas adalah sebutan pendukung River kepada pendukung Boca Juniors yang secara harfiah berarti chicken alias pengecut!

Sementara itu, kubu Xeneize, bahasa cibiran orang-orang dari Genova, Italia Utara, yang merupakan asal muasal tradisi River Plate, malah memanggil suporter Boca dengan Bosta atau Bosteros, yang maknanya, maaf, tahi! Ini karena kampung Boca berada di pinggiran sungai Plata yang biasanya bau. "River-lah juara sejati," kata Javier Bartoli, konsultan ahli yang mendukung River. "Saya hanya punya beberapa teman dari klub lain tapi bukan dari Boca. Kita telah sepakat, mereka adalah monyet-monyet yang fanatik! Mereka tidak mengerti sepak bola".

Tatkala Sepak Bola Melahirkan Argentina
Bentrok suporter Boca antar faksi.
Anehnya, perseteruan kedua kelompok ini hanya dibatasi beberapa blok. Markas besar Boca, yang bernama Estadio La Bombonera, berjarak tidak sampai 3 kilometer dari stadion River, Estadio El Monumental. Jika sudah terjadi clash, konon polisi yang menangani kerusuhan juga sering kikuk lantaran dari mereka juga ada yang pro atau anti terhadap kedua klub itu.

"Kami tak pernah ambil pusing dengan panggilan itu. Kami bangga dengan tradisi kami yang jelas, tak seperti mereka," ucap Ariel Nasarela, seorang pengacara dan pencinta mati (die-hard) Boca Juniors. Selain Boca dan River, superclasico terpanas kedua adalah antara Independiente versus Racing Club, dua klub yang berada di Buenos Aires. Lalu satu kelas di bawahnya lagi adalah clasico antara dua klub asal kota Rosario, Rosario Central dan Newells Old Boys.
Tatkala Sepak Bola Melahirkan Argentina
Kelakuan pendukung River Plate saat kalah.
Bolehlah Jorge Borges mengkritik kelakuan bangsanya jika sudah menyangkut sepak bola. Boleh jadi itu tak lengkap, karena pada faktanya dari biasa menghadapi bencana, mereka jadi bisa mengelola bencana itu hingga melahirkan negara lewat sepak bola dan Albiceleste yang membanggakan bangsa!

Namun sayangnya hingga kini, akibat kebanyakan melakoni drama dan telenovela di dalam negerinya, Futbol Argentino baru sukses meraih dua kali titel juara dunia (1978 dan 1986), 14 kali juara Amerika Selatan, enam kali juara Amerika, dan sekali juara Olimpiade (2004). Lumayan sih jika dibanding Inggris gurunya, namun seharusnya bisa jauh lebih hebat lagi.


KLUB-KLUB TERNAMA ARGENTINA


Tatkala Sepak Bola Melahirkan Argentina
ALMAGRO
Nama Resmi: Club Almagro
Berdiri: 1911
Lokasi: Buenos Aires, D.F.
Stadion: Jose Ingenieros (12.000)

ARGENTINOS JUNIORS
Nama Resmi: Asociacion Atletica Argentinos Juniors
Berdiri: 1904
Lokasi: Buenos Aires, D.F.
Stadion: Ricardo Etcheverry (24.858)
Titel: Copa Libertadores 1985; Liga Argentina 1986

ARSENAL DE SARANDI 
Nama Resmi: Arsenal Futbol Club
Berdiri: 1957
Lokasi: Sarandi, Buenos Aires
Stadion: Viaducto (10.000)

BANFIELD 
Nama Resmi: Club Atletico Banfield
Berdiri: 1896
Lokasi: Banfield, Buenos Aires
Stadion: Florencio Sola (30.000)

BOCA JUNIORS 

Tatkala Sepak Bola Melahirkan ArgentinaNama Resmi: Club Atletico Boca Juniors
Berdiri: 1905
Lokasi: Buenos Aires, D.F.
Stadion: La Bombonera (60.245)
Titel: Intercontinental Cup (3x): 1977, 2000, 2003; Copa Libertadores (5x): 1977, 1978, 2000, 2001, 2003; Copa Sudamericana (1x): 2004; Supercopa Libertadores 1989; Recopa 1989; Liga Argentina (24x): 1919, 1920, 1923, 1924, 1926, 1930, 1931, 1934, 1935, 1940, 1943, 1944, 1954, 1962, 1964, 1965, 1969, 1970, 1976, 1993, 1999, 1999, 2001, 2004

COLON 
Nama Resmi: Club Atletico Colon
Berdiri: 1905
Lokasi: Santa Fe, Santa Fe
Stadion: Brigadier Lopez (32.000)

ESTUDIANTES 
Nama Resmi: Club Estudiantes de La Plata
Berdiri: 1905
Lokasi: La Plata, Buenos Aires
Stadion: Jorge Luis Hirschi (28.000)
Titel: Intercontinental Cup 1968; Copa Libertadores (3x): 1968, 1969, 1970; Liga Argentina 1983

GIMNASIA LA PLATA 
Nama Resmi: Club de Gimnasia y Esgrima La Plata
Berdiri: 1887
Lokasi: La Plata, Buenos Aires
Stadion: Juan Carlos Zerillo (20.461)
Titel: Liga Argentina 1929

HURACAN
Nama Resmi: Club Atletico Huracan Tres Arroyos
Berdiri: 1923
Lokasi: Tres Arroyos, Buenos Aires
Stadion: Roberto Lorenzo Bottino Argentina (7.000)

INDEPENDIENTE 
Nama Resmi: Club Atletico Independiente
Berdiri: 1905
Lokasi: Avellaneda, Buenos Aires
Stadion: Doble Visera de Cemento (57.901)
Titel: Intercontinental Cup (2x): 1973, 1984; Copa Libertadores (7x): 1964, 1965, 1972, 1973, 1974, 1975, 1984; Supercopa Libertadores (2x): 1994, 1995; Recopa (1x): 1994; Liga Argentina (11x): 1938, 1939, 1948, 1960, 1963, 1967, 1977, 1978, 1989, 1994, 2003

INSTITUTO CORDOBA 
Nama Resmi: Instituto Atletico Central Cordoba
Berdiri: 1918
Lokasi: Cordoba, Cordoba
Stadion: Juan Domingo Peron (26.535)

LANUS 
Nama Resmi: Club Atletico Lanus
Berdiri: 1915
Lokasi: Lanus, Buenos Aires
Stadion: La Fortaleza (44.000)
Titel: Copa Conmebol 1996

NEWELL'S OLD BOYS 
Nama Resmi: Club Atletico Newell's Old Boys
Berdiri: 1903
Lokasi: Rosario, Santa Fe
Stadion: Parque Independencia (42.000)
Titel: Liga Argentina (3x): 1988, 1991, 1992

OLIMPO 
Nama Resmi: Club Olimpo
Berdiri: 1910
Lokasi: Bahia Blanca, Buenos Aires
Stadion: Roberto Natalio Carminatti (15.000)

QUILMES 
Nama Resmi: Quilmes Atletico Club
Berdiri: 1887
Lokasi: Quilmes, Buenos Aires
Stadion: Centenario (33.000)
Titel: Liga Argentina 1912

RACING CLUB 
Nama Resmi: Racing Club
Berdiri: 1903
Lokasi: Avellaneda, Buenos Aires
Stadion: Presidente Peron (55.000)
Titel: Intercontinental Cup 1967; Copa Libertadores 1967; Supercopa Libertadores 1988; Liga Argentina (13x): 1913, 1914, 1915, 1916, 1917, 1918, 1949, 1950, 1951, 1958, 1961, 1966, 2002

RIVER PLATE 

Tatkala Sepak Bola Melahirkan ArgentinaNama Resmi: Club Atletico River Plate
Berdiri: 1901
Lokasi: Buenos Aires, D.F.
Stadion: El Monumental (76.687)
Titel: Intercontinental Cup 1986; Copa Libertadores (2x): 1986, 1996; Supercopa Libertadores 1997; Liga Argentina (28x): 1932, 1936, 1937, 1941, 1942, 1945, 1947, 1952, 1953, 1955, 1956, 1957, 1975, 1979, 1981, 1986, 1990, 1992, 1994, 1995, 1997, 1997, 1998, 2000, 2000, 2002, 2003, 2004

ROSARIO CENTRAL 
Nama Resmi: Club Atletico Rosario Central
Berdiri: 1889
Lokasi: Rosario, Santa Fe
Stadion: El Gigante de Arroyito (41.654)
Titel: Copa Conmebol 1995; Liga Argentina (4x): 1971, 1973, 1980, 1987

SAN LORENZO 
Nama Resmi: Club Atletico San Lorenzo de Almagro
Berdiri: 1908
Lokasi: Buenos Aires, D.F.
Stadion: Pedro Bidegain (42.000)
Titel: Copa Sudamericana 2002; Copa Mercosur 2001; Liga Argentina (8x): 1927, 1933, 1946, 1959, 1972, 1974, 1995, 2001

VELEZ SARSFIELD 
Nama Resmi: Club Atletico Velez Sarsfield
Berdiri: 1910
Lokasi: Buenos Aires, D.F.
Stadion: Jose Amalfitani (49.747)
Titel: Intercontinental Cup 1994; Copa Libertadores 1994; Supercopa Libertadores 1996; Recopa 1996; Liga Argentina (5x): 1968, 1993, 1996, 1996, 1998

ATLETICO RAFAELA 
Nama Resmi: Asociacion Mutual Social y Deportivo Atletico de Rafaela
Berdiri: 1907
Lokasi: Rafaela, Santa Fe
Stadion: Monumental (11.000)

BELGRANO 
Nama Resmi: Club Atletico Belgrano
Berdiri: 1905
Lokasi: Cordoba, Cordoba
Stadion: Gigante de Alberdi (28.000)

CAI COMODORO RIVADAVIA
Nama Resmi: Comision de Actividades Infantiles
Berdiri: 1984
Lokasi: Comodoro Rivadavia, Chubut
Stadion: Municipal Comodoro Rivadavia (10.000)

CHACARITA JUNIORS
Nama Resmi: Club Atletico Chacarita Juniors
Berdiri: 1906
Lokasi: Buenos Aires, D.F.
Stadion: Chacarita Juniors (24.300)

DEFENSA Y JUSTICIA
Nama Resmi: Defensa y Justicia
Berdiri: 1935
Lokasi: Florencio Varela, Buenos Aires
Stadion: Norberto Tito Tomaghello (8.000)

DEFENSORES DE BELGRANO
Nama Resmi: Club Atletico Defensores de Belgrano
Berdiri: 1906
Lokasi: Buenos Aires, D.F.
Stadion: Defensores de Belgrano (8.300)

EL PORVENIR
Nama Resmi: Club El Porvenir
Berdiri: 1915
Lokasi: Gerli, Buenos Aires
Stadion: Enrique de Roberts (14.000)

FERRO CARRIL OESTE
Nama Resmi: Club Ferro Carril Oeste
Berdiri: 1904
Lokasi: Buenos Aires, D.F.
Stadion: Ricardo Etcheverry (24.858)
Titel: Liga Argentina (2x): 1982, 1984

GIMNASIA JUJUY
Nama Resmi: Club Atletico Gimnasia y Esgrima de Jujuy
Berdiri: 1931
Lokasi: San Salvador de Jujuy, Jujuy
Stadion: 23 de Agosto (23.000)

GODOY CRUZ
Nama Resmi: Club Deportivo Godoy Cruz Antonio Tomba
Berdiri: 1921
Lokasi: Godoy Cruz, Mendoza
Stadion: Feliciano Gambarte (14.000)

ATLETICO HURACAN
Nama Resmi: Club Atletico Huracan
Berdiri: 1908
Lokasi: Buenos Aires, D.F.
Stadion: Tomas Adolfo Duco (48.314)
Titel: Liga Argentina (4x): 1921, 1922, 1925, 1928

JUVENTUD ANTONIANA
Nama Resmi: Club Juventud Antoniana
Berdiri: 1915
Lokasi: Salta, Salta
Stadion: Fray Honorato Pistoia (8.000)

NUEVA CHICAGO
Nama Resmi: Club Atletico Nueva Chicago
Berdiri: 1911
Lokasi: Buenos Aires, D.F.
Stadion: Nueva Chicago (28.500)

RACING CORDOBA
Nama Resmi: Club Atletico Racing de Cordoba
Berdiri: 1924
Lokasi: Cordoba, Cordoba
Stadion: Miguel Sancho (20.966)

SAN MARTIN DE MENDOZA
Nama Resmi: Club Atletico San Martin de Mendoza
Berdiri: 1927
Lokasi: Mendoza, Mendoza
Stadion: General San Martin (9.000)

SAN MARTIN DE SAN JUAN
Nama Resmi: Club Atletico San Martin de San Juan
Berdiri: 1907
Lokasi: San Juan, San Juan
Stadion: 27 de Septiembre (13.000)

SARMIENTO
Nama Resmi: Club Atletico Sarmiento de Junin
Berdiri: 1911
Lokasi: Junin, Buenos Aires
Stadion: Eva Peron (16.000)

TALLERES
Nama Resmi: Club Atletico Talleres
Berdiri: 1913
Lokasi: Cordoba, Cordoba
Stadion: Negro Alvarez (25.000)
Titel: Copa Conmebol 1999

TITO FEDERAL
Nama Resmi: Club Atletico Tiro Federal Argentino
Berdiri: 1905
Lokasi: Rosario, Santa Fe
Stadion: Tiro Federal Argentino (18.000)

UNION DE SANTA FE
Nama Resmi: Club Atletico Union
Berdiri: 1907
Lokasi: Santa Fe, Santa Fe
Stadion: 15 de Abril (22.852)

(foto: futbolargentino/emaze/triviaslocas/experienceproject/buenosairesherald/piuraciudad)

Share:

Artikel Populer

Maurizio Sarri: Tantangan Baru Si Mantan Bankir

Buat tifosi Napoli yang militan dan fanatik, begitu melihat jagoannya cuma meraup dua poin dari tiga laga jelas bikin dongkol selain gundah...

Arsip

Intermeso

Wawancara

Arsip

Artikel Terkini