Perjalanan, Pengalaman, & Pemahaman Permainan Terindah

  • Niac Mitra vs Arsenal 2-0: Gara-gara Udara Panas dan Lapangan Buruk?

    Niac Mitra mengukir kenangan indah di depan ribuan penggemarnya di Stadion Gelora 10 November ketika sore kemarin agak di luar dugaan menaklukkan klub kenamaan Inggris, Arsenal, dengan kemenangan mutlak 2-0.

  • Mino Raiola, Antara Mulut Besar Donald Trump dan Keberingasan Al Capone

    Dalam rimba transfer internasional dunia, ketika akan terjadi deal antara pemain, agennya, dan wakil klub, biasanya pertemuan terjadi di restoran mahal tertutup, lobi hotel mewah bahkan di kamar tertutup. Namun khusus kepada orang yang satu ini sulit terlaksana.

  • Stan Kroenke: Kapitalis Pemuja Wenger

    Sosoknya kaku, irit bicara, pelit senyum apalagi sampai tertawa terpingkal-pingkal. Tak salah kalau pers Inggris menjulukinya the silent man atau si pendiam. Sorot matanya tajam, gerak-geriknya tanpa ekspresi, pikirannya selalu fokus tanda suka berpikir sesuatu yang menarik minat. Suasana hatinya dingin, barangkali sedingin darahnya, dan kelihatannya orang ini rada susah untuk dijadikan teman atau sahabat.

  • Angela Merkel: Wanita Terkuat di Dunia

    Kiprah nyonya besar yang satu ini tak sampai begitu. Tapi pelampiasannya unik. Satu gerakan moral Angela Dorothea Merkel, Kanselir Jerman sejak 2005, yang jadi hobi dan habit sebab sering dilakukan adalah nyelonong ke kamar ganti pemain!

  • Roger Daltrey: Semangat Highbury Highs

    Malam hari penghujung April 2006, Roger Harry Daltrey tak kuasa menahan kenangan masa lalu. Memori kejayaan bersama Pete Townshend, John Entwistle dan Keith Moon saat mengusung aliran progressive rock lewat band The Who di era 1970-an, kerap kali campur aduk dengan era keemasan The Old Double.

  • Persija, Inspirasi dari Soempah Pemoeda

    Berkat sejarahnya, dominasi Persija di blantika nasional tak pernah lekang dimakan waktu. Catatan fenomenal juga ditorehkan klub berlambang Monas sebagai satu-satunya klub dengan rekor tak pernah terkena degradasi sejak debut pada 1931.

  • Asal Muasal Tiqui-Taca, Sepak Bola Bergaya Geometri

    Medio 1980-an, ketika masih masa anak-anak, kata-kata yang kini dikenal dengan tiki-taka sebenarnya sudah sering dihebuskan para komentator Indonesia dalam beberapa acara siaran langsung Piala Dunia atau Piala Toyota di TVRI. Satu yang paling rajin menurut saya adalah Eddy Sofyan. Dia suka menyebutnya dengan ‘tik-tak’ yang berkonotasi umpan-umpan pendek, permainan tek-tok layaknya karambol atau ding dong.

Tampilkan postingan dengan label Football-Leader. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Football-Leader. Tampilkan semua postingan

Paul Kagame: Obama Afrika, Gooner Sejati

Pada 1994 planet ini dihebohkan dua peristiwa besar yang sangat bertentangan. Piala Dunia di AS dan Perang Saudara di Rwanda. Meski sama-sama menyita perhatian umat manusia sejagat, namun lakon di negara Afrika yang amat tidak populer untuk bicara apa saja, termasuk membahas sepak bola itu, telah membuat merinding bulu kuduk orang.
Paul Kagame: Obama Afrika, Gooner Sejati
Ditabalkan sebagai Gooner sejati oleh Tony Adams si Mister Arsenal.
Bila kita melihat sekilas kejadiannya, katakanlah di Youtube, bisa jadi mata Anda langsung melotot plus jantung berdetak keras saking ngerinya. Inilah yang dikenang dunia dengan "The Rwandan Genocide." Pada perang antar-etnis itu, 800 ribu sampai sejuta orang suku Tutsi dibantai barisan milisi suku Hutu, hanya dalam selang waktu 100 hari. Bayangkan, sejuta orang! 

Ya, nama Rwanda - negara Afrika yang sulit dikenal - tiba-tiba membubung ke jagat raya pemberitaan. Kejadian ini adalah titik kulminasi perseteruan kedua suku yang mencuat sejak Rwanda merdeka pada 1 Juli 1962. Tragedi Rwanda dipicu oleh tewasnya Presiden Juvenal Habyarimana, seorang Hutu, akibat pesawat terbang yang ditumpanginya bersama Presiden Burundi Cyprien Ntaryamira, diroket kelompok oposisi Tutsi dan jatuh berantakan di Bandara Kigali, 6 April 1994.

Hingga milenium baru, Rwanda masih terkesan menakutkan. Peradaban mereka seolah-olah mundur seabad dengan puncaknya pembunuhan pimpinan sendiri bahkan kepala negara tetangga. Beruntung negara berpopulasi hampir 12 juta jiwa ini punya sosok signifikan yang satu ini: Paul Kagame. Siapakah orang ini? Lalu dengan apa dia bisa menyelesaikan masalah tanpa masalah?

Jawabannya sangat simpel, sama sekali bukan klise. Sepak bola! Ah, bukannya pemimpin di Afrika hampir semuanya begitu? Iya, tapi bedanya Kagame enggan berstatus oportunistis atau sekedar pragmatis untuk memanfaatkan sepak bola. Pria bersuku Tutsi itu melakoninya langsung. Seantero negeri sudah terkenal bahwa Kagame adalah penggila sepak bola, tenis, dan Arsenal!

Putra kebanggaan Deogretius dan Asteria Rutagambwa ini bukan asal cuap di belakang layar, tapi juga tampil dengan rakyat. Kapan waktu dia jadi "sosialis" saat ikutan tarkam di desa terpelosok yang kebanyakan masih nyeker main bolanya. Di saat lain dia tampil ala kapitalis di turnamen tenis dengan kostum keren. Tenis? Orang Afrika kok suka tenis?

Ya, kecintaan pada olah raga borjuis itu mekar bersemi sewaktu dia menjalani kursus komando di Fort Leavenworth, Kansas, AS, pada 1986-90. Tapi seperti kebanyakan setiap pria Afrika, di mana DNA sepak bola adalah sebuah kemutlakan, Kagame juga menggilai sokker, sebuah permainan yang secara filsafat Afrika dianggap menjadi alasan mereka memiliki kaki.

Sejak 2003, dia dipercaya memerintah negara seluas Bengkulu tapi berpopulasi mirip DKI Jakarta. Suami Jeannett Nyiramongi ini memahami kemiripan sepak bola dan politik: sama-sama punya basis massa. "Cara paling efektif menggalang kekuatan besar adalah dengan memobilisasi sentimen rakyat," katanya mengulangi ucapan Nelson Mandela.

Sumbangsih Kagame di sepak bola oke punya. Ia berjasa merajut persatuan Rwanda atau unifikasi Afrika melalui Cecafa Cup, kejuaraan resmi antar negara di tengah dan timur Afrika yang bahkan lebih tua dari Piala Afrika. Peserta tradisionalnya adalah Uganda, Kenya, Malawi, Burundi, Rwanda, Zanzibar, Zimbabwe, Ethiopia, Sudan, Eritrea dan Somalia.

Ucapan Wenger

Saat turnamen tahunan sejak 1926 itu terancam urung digelar akibat ketiadaan sponsor, sebisa mungkin dia ikut bernegosiasi untuk menyelamatkannya. Kecuali pada 2009, yang sama sekali harus 'dilepas' sebab dia mesti fokus mengantisipasinya. Apa itu? Pemilihan presiden AS. Kenapa Kagame berkepentingan? Sebab salah satu kandidat presiden itu adalah teman dekatnya.

Ketika di November 2009, Barrack Hussein Obama II resmi terpilih menjadi presiden AS ke-44 tentu dia senang. Persahabatan dengan orang nomor satu AS kian berarti, sebab Kagame mengenal Obama sejak masih menjadi senator. Lebih dari itu, bukan melulu pentas politik yang menjadikan dua tokoh muda ini akrab, akan tetapi juga olah raga, sepak bola, dan soal London.

Kagame memakai popularitas Obama untuk menaikkan pamor Rwanda. Obama mendekati Kagame untuk menaikkan pamor Afrika-nya. Mereka sesama putra Afrika yang pintar, ambisius, dan bervisi jelas. Obama berdarah Kenya, lahir di Hawaii besar di Indonesia. Kagame lahir di Rwanda, dan besar di Uganda. Keduanya punya ikatan batin sebab Kenya dan Rwanda bertetangga.

Mereka menggilai olah raga 'berjiwa' Afrika seperti sepak bola dan bola basket sekaligus membenci olah raga khas kulit putih, golf atau layar. Bicara soal London, hebohnya Obama dan Kagame punya klub yang berbeda. Jika Obama menjadi Cockney Boys, suporter baik-baik West Ham United, maka Kagame adalah Gooner bertipe die-hard, penggemar fanatik Arsenal.

Paul Kagame: Obama Afrika, Gooner SejatiSecara periodik, Kagame ada dalam barisan pesohor seperti Usamah Bin Ladin, pemimpin Kuba Fidel Castro, PM Cina Zhou Enlai, PM Swedia Olof Palme, Presiden Prancis Nicolas Sarkozy, Presiden Polandia Aleksander Kwasniewski, Ratu Inggris Elizabeth II, Raja Norwegia Olav V, Raja Tonga Taufa'ahau Tupou IV atau Gubernur Hong Kong terakhir Lord Chris Patten. Tidak seperti yang lain, kegilaan Kagame dengan Arsenal pernah dibayar tuntas oleh klub London tersebut. Tatkala merayakan HUT-nya ke-50, 23 Oktober 2007, setelah makan malam, Menteri Pemuda, Kebudayaan dan Olah Raga Rwanda Joseph Habineza tiba-tiba memberi kejutan super kepada bosnya. Kagame dapat bingkisan dan ucapan khusus dari manajer Arsenal Arsene Wenger!

"Saya yakin kabar ini akan mengejutkan tuan presiden," kata Habineza sambil membuka perlahan-lahan sebuah kado unik. Saat muncul tulisan "A Birthday present and letter from Arsenal FC Manager Arsene Wenger", wajah Kagame tampak mulai berbinar-binar. Dalam sekejap, Kagame melupakan tumpukan aneka cinderamata lainnya yang dikirim ke istana.

Saat dibuka, kado itu ternyata sebuah bendera besar Arsenal berisi tandatangan Thierry Henry dkk. dan Wenger. Habineza membacakan ucapan yang sangat berarti. "Saya merasa amat bangga saat mengetahui kepala negara adalah orang yang dengan senang hati dan selalu bergairah memperhatikan Arsenal. Selamat ulang tahun, tuan presiden! Hormat saya, Arsene Wenger.”

Seluruh Rwanda tahu Kagame adalah presiden penggila bola dan pengemar fanatik Arsenal. Jangan lagi Premier League, di laga domestik saja ia sering hadir yang membuat protokolernya kelabakan dan ketakutan. Diperlukan sebuah pemahaman melihat Kagame sering bertindak demikian. Sampai kapanpun, tampaknya dia selalu membutuhkan sepak bola.

Militerisasi Sepak Bola

Paul Kagame: Obama Afrika, Gooner SejatiJulukannya adalah Obama-nya Afrika. Paul Kagame, pria Tutsi tulen kelahiran Ruhango, 23 Oktober 1957, adalah seorang militer karier. Sebagai ahli strategi ia biasa dengan bagaimana cara memenangi laga, juga memakai semua potensi dan kemampuan. Lebih dari sekedar 'dar-der-dor' atau lempar granat. Cita-citanya setinggi langit.

Ketika lahir negerinya sedang dijajah Belgia. Konflik tribal merajalela. Raja Kigeli V Ndahindurwa kehilangan wibawa karena terhasut bujukan militer kolonial yang tak suka dengan suku Hutu. Pada 1960, Kagame kecil diusir ke Uganda bersama kedua orang tuanya serta ribuan pengungsi Tutsi lainnya. Selama 30 tahun, dia menetap di negerinya Idi Amin itu.

Baru di Oktober 1990 Kagame kembali ke Rwanda. Pengalaman hidupnya mengatakan, kekerasan jangan dilawan dengan kekerasan. Dia muak dengan segala hal berbau mesiu. Sejak bocah, Kagame akrab dengan pelatuk senjata atau granat. Wawasannya kian kaya lantaran bergaul dengan peradaban Amerika. Sejalan dengan kematangan usianya, dia mengubah strateginya.

Menjelang pilpres 2003, momentum lolosnya Rwanda pertama kali ke Piala Afrika 2004 mengatrol pesona Kagame di mata rakyat. Saat itu Kagame masih berstatus presiden transisional sampai digelarnya pilpres. Posisi Kagame naik sejak 23 Maret 2000, dari wakil presiden menjadi presiden tanpa pilpres menggusur Presiden Pasteur Bizimungu yang didemosi akibat skandal.

Bizimungu, seorang Hutu, dimakzulkan saat pengadilan menemukan bukti dialah dalang pembunuhan Presiden Habyarimana! Vonis ini sekaligus mengubur fitnah kepada Kagame sebagai tersangka. Tak mau terjadi pembalasan dendam suku Tutsi pada Hutu, pria berkaca mata bundar ini punya kiat cespleng menghindarinya: menebar persatuan Rwanda dari dalam stadion!

Dengan naluri militernya yang kuat, Kagame memainkan lakon terbaik football and leader. Dia meminta seluruh penonton dan anggota tim nasional asuhan Ratomir Dujkovic mendengarkan pidatonya. Di depan puluhan ribu orang, jutaan melalui televisi dan radio, Kagame berorasi hebat dan tak terlupakan yang maknanya: dari sepak bola, oleh sepak bola, untuk bangsaku.

Warga Tutsi dan Hutu pun larut dalam histeria persatuan, perdamaian dan kemenangan. Orasi Kagame mengilhami tim nasional Rwanda di Pra Piala Afrika 2004. Gol emas Jimmy Gatete ke gawang Ghana meloloskan Rwanda ke putaran final di Tunisia. Suasana di stadion Amahahoro, 7 Juli 2003, dikenang sebagai kemenangan terbaik Kagame di lapangan hijau.

Peduli Arsenal
Paul Kagame: Obama Afrika, Gooner SejatiOnce Gooner, Die as Gooner. Cintanya pada Arsenal tak pernah lekang dimakan waktu. Bahkan semakin mendalam dan proaktif. Di sela-sela memimpin Rwanda, tak sekali pun dia melewatkan laga-laga The Reds of London sampai saat ini. Kejadian enam tahun silam di istananya merupakan puncak ikatan batinnya dengan Arsenal dan Arsene Wenger.

Namun tiada yang berubah kecuali perubahan itu sendiri. Sama seperti kebanyakan yang dirasakan kaum Gooner, di mana batas kesabaran dan kecintaan setipis kulit ari, belum lama ini suasana hati dan tensi Kagame ikut membludak apapun yang terjadi dengan Arsenal.

Ketika The Gunners mengalahkan Napoli 2-0 di matchday 2 Liga Champion, September silam, sang Presiden Rwanda ini pun langsung berkicau via smartphone-nya di akun twitter-nya, @PaulKagame. Apa yang ditulis Kagame di akun twitternya? Dia mengungkapkan perasaan suka citanya, sekaligus permintaan maafnya! "Enjoyed watching game at emirates-congratulations #AWenger & Arsenal-back to winning ways of old & beautiful game!" 

Rupanya gol indah Mesut Oezil dan Olivier Giroud telah mendongkrak kembali adrenalinnya dan teringat kebaikan Wenger. Uniknya, tweet dia kali ini berkebalikan dengan yang terakhir ditulisnya pada Januari 2012. "I very much support Arsenal - but to be honest Wenger needs to coach another team now and Arsenal needs another coach!" 

Lalu juga kicauan yang seperti ini: "I am a loyal and patient fan but I am not sure about others!!! I would not blame them at all if they were different," tulisnya setelah Arsenal dikalahkan Manchester United 2-1. Seperti mayoritas Gooner pada umunya, rupanya Kagame pun sering tertipu oleh "kesaktian" Arsene Wenger.

(foto: touchrwanda/twitter/ruhagoyacu)

Share:

Hugo Chavez: Adios, El Libertador!

Telenovela, wanita cantik, bisbol, dan minyak. Bak setali empat uang, itulah ingatan orang pada negeri yang punya lagu kebangsaan Gloria Al Bravo Pueblo (Kemuliaan bagi Rakyat yang Berani). Pada pekan ini, rakyat dan semua insan sepak bola di Venezuela tengah berbela sungkawa untuk menghormati kepergian El Libertador, sang pembebas.
Hugo Chavez: Adios, El Libertador!
Meninggal dunia di tanggal dan bulan yang sama dengan Moammar Al Qaddafy.
Pada Selasa, 5 Maret 2013, pemimpin Venezuela Hugo Chavez telah meninggal dunia akibat kanker pelvis (rongga ginjal) yang dideritanya dua tahun belakangan. Tak banyak yang tahu, selain berkorelasi dengan Moammar Al Qaddafy dan bermusuhan dengan Amerika Serikat di pentas politik, beliau juga terkait dengan sepak bola. Kenapa Chavez disebut tokoh kebangkitan sepak bola Venezuela?

Empat tahun silam sebelum membujur abadi di liang lahat, Chavez melakukan sesuatu hal yang sangat signifikan untuk mengoreksi dirinya sekaligus mengubah perilaku sepak bola di negerinya. Pemimpin paling kharismatik di Amerika Latin di awal dekade kedua milenium ini menghembuskan nafas terakhir. Bukan satu kebetulan, empat tahun setelah wafatnya sahabat dan teman seperjuangannya, Qaddafy si Che Guevarra dari Afrika, Chavez ‘menyusul’ pada tanggal dan bulan yang sama!

Kisah pertautan Chavez-Qaddafy diawali pada Kamis 5 Maret 2009. Kala itu dia mengunjungi Libya untuk menemui Qaddafy, rekanan seperjuangan anti-imprerialisme. Sang pemimpin tertinggi Venezuela dielu-elukan rakyat Libya. Di sela-sela rangkaian kunjungan politiknya, Chavez berdiplomasi khusus yang tak pernah dilupakan orang, meresmikan stadion – bangunan penting setelah masjid di Libya.

Tak heran jika hingga 2011, di Benina, kota kecil dekat Benghazi, pernah berdiri kokoh ‘Stadion Hugo Chavez’ yang setelah Qaddafy wafat diganti namanya oleh rezim baru Libya menjadi Stadion Martir Februari. Siapapun tahu tentang persahabatan dua tokoh anti-Amerika yang kini berstatus almarhum. Bukan sekali ini, Chavez – pria Leo kelahiran 28 Juli 1954 itu – diberi penghargaan oleh sang kompatriot. Pada 2004 Chavez juga ditabalkan Qaddafy lewat acara formal, sebagai pejuang sejati penghadang efek imperialisme.
Hugo Chavez: Adios, El Libertador!
Stadion Hugo Chavez di Benina, kota kecil dekat Benghazi.
Tapi kejadian di Benina yang lebih mengejutkan banyak pihak, tidak saja rakyat kedua negara namun juga Amerika Serikat, dan barangkali FIFA. Pasalnya sejak kapan sang Caudillos (orang kuat militer) itu menyukai bola? Data intelijen CIA di kolom hobi mengatakan bahwa Hugo Rafael Chavez Frias adalah penggemar fanatik bisbol. Sahabat dekat Magglio Ordonez, atlet top Venezuela yang jadi bintang di Major League Baseball (MLB) di AS.

Kenapa tiba-tiba tidak ada juntrungnya dia melirik sepak bola, dan celakanya pakai berkolaborasi dengan Qaddafy segala? Ada apa ini? AS berpikir keras. Tautan olah raga dan politik kadang menghasilkan kerancuan, keracunan, sekaligus kelucuan. Chavez memang membenci Amerika yang selalu maniak dengan emas hitam alias minyak. Muak nomor duanya kepada negeri Paman Sam tentu disebabkan karena secara politik, dia adalah seorang sosialis.

Sejak Chavez melakoni peran Del Presidente Venezolano pada 1999, sontak negeri sarang Miss Universe ini dibanjiri epik sensasi lantaran Chavez punya daya tarik tinggi. Aura pesonanya hebat, intonasi bicaranya amat memikat dan mengguncangkan. Dia dianggap penerus El Libertador Simon Bolivar (1783-1830). Di masa jayanya, ikon anti-imperialisme terbesar yang orang Venezuela ini adalah Presiden Kolombia Raya, Venezuela, Bolivia, Peru, dan musuh abadi Spanyol sang penjarah tanah orang.

Chavez adalah orator kelas kakap. Pidatonya bikin hati pendengarnya berdegup, bergairah, terbakar, saking merasuknya. Apalagi disertai kepalan tangan atau pekikan, terutama saat mencerca Amerika. Pendek kata, dia disebut reinkarnasi-nya Simon Bolivar. Sedikitnya tidak beda jauh dengan jagoan Argentina Ernesto ‘Che’ Guevarra, atau setidaknya mengingatkan pada legenda Kuba, Fidel Castro. Saking takjubnya, media massa di AS Amerika sering menjulukinya “The Iconoclastic”.
Hugo Chavez: Adios, El Libertador!
Bersama Al-Qaddafy, rekanan seperjuangan anti-imprerialisme.
Berpendirian teguh menjadi pembenci nomor satu AS, risiko Chavez cuma dua: dimusuhi tapi sekaligus disegani. Selain Qaddafy dan Castro, banyak juga yang jadi konco loyalnya. Sebut saja Eva Morales (Bolivia), Omar Al-Bashir (Sudan), Kim Jong-il (Korea Utara), Mahmoud Ahmadinejad (Iran), hingga Diego Maradona. Nyali AS terkadang menciut melawan tridente maut lini depan ‘kesebelasan’ anti-imperialis: Ahmadinejad- Chavez-Qaddafy. Pasalnya ketiganya adalah penguasa 25% produksi minyak dunia.

Gara-gara minyak pula, Chavez dengan gampang mengangkat harkat negeri berpopulasi 27 juta jiwa ini di mata internasional. Baik politis, bisnis, sampai keuangan. Kini pendapatan per kapita Venezuela adalah 13.200 dolar AS. Bandingkan dengan Indonesia yang masih 5.000 dolar AS. Dua belas tahun berkuasa, Chavez tampak sukar diutak-atik kecuali dengan satu hal.

Politik Sepak Bola

Entah mengapa setiap mendengar politik atau kebijakan AS, tensi ayah dari tiga anak itu acap kali meninggi. Akan tetapi, saat teringat atau melihat bisbol – olahraga yang menjadi trademark AS – temperamen Chavez bisa surut. Kecintaan Chavez pada permainan kapitalis, bisbol, bukan lagi rahasia. Tokoh anti AS, sebal berat dengan kelakuan koboi Yankee, tapi memuja olah raganya.  Uniknya, AS tidak bisa memanfaatkan ‘peluang’ ini. Justru Qaddafy yang sukses menarik pria yang kawin dua kali itu ke sepak bola.

Bagaimana mungkin mau memajukan sepak bola jika dia kegilaan bisbol? Pada awalnya AS tentu saja mesem-mesem. Namun setelah Qaddafy mengenalkan sepak bola, pria penderita Bipolar Disorder itu bertekad kuat untuk mendalami passion baru: sepak bola. Itulah intisari perjalanan dirinya ke Libya, empat tahun silam. Perjalanannya itu di kemudian hari bakal memengaruhi semangat rakyatnya untuk lebih bergairah dengan sepak bola, sekaligus untuk melupakan kesusahan yang melanda negeri.
Hugo Chavez: Adios, El Libertador!
Ahmadinejad-Chavez. Plus Al-Qaddafy, ketiganya penguasa 25% minyak dunia.
Venezuela satu-satunya negara di Amerika Latin yang belum pernah lolos ke World Cup. Sejak lama Chavez menyadari. Dia juga tahu status tim Cenicienta alias Cinderella menjadi tim terlemah di Amerika Latin. Anyway, meski dilematis ia tetap berusaha keras mencobanya. Ketua Partai Uni Sosialis ini pernah memberi misi mustahil pada FVF (PSSI-nya Venezuela): menggolkan negara yang merdeka pada 5 Juli 1811 itu menjadi tuan rumah Copa America 2007.

Hebatnya, misi itu berhasil. Saking senangnya, keluguannya muncul. Dikira sepak bola seperti yang ada di pikirannya. Dua bulan sebelum kejuaraan, dalam satu pertemuan Chavez langsung jumawa di depan Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva, ”Lula, saya punya kejutan untukmu. Berhati-hatilah, kawan!” Dia ingin tim Samba bertemu Venezuela. Ketika turnamen digelar pada 26 Juni-15 Juli 2007, Venezuela tampil oke. Tim berjuluk La Vinotinto mengejutkan orang dengan menjadi juara Grup A.

Tapi sayangnya tinggal selangkah lagi bersua Brasil di semifinal, di hadapan Chavez sendiri, Venezuela dipermak Uruguay 1-4! Upaya Chavez menyenangkan rakyat pun gagal. Di seberang sana, barangkali Lula Da Silva terpingkal-pingkal mendengar kekalahan itu. Secara politis, para pengamat yakin Copa America 2007 cuma dijadikan kredit poin rezim Chavez di dalam negeri. Banyak pula rakyat yang bingung melihat cara Chavez merayakan kegembiraan usai terjadi gol. Sangat jelas sekali ia bukan “orang bola”.

Namun itu bukan halangan. Upaya Chavez yang harus disimak dan dihargai. Tak mudah mengubah kultur dan tradisi olah raga Amerika yang telah berjalan seabad. Venezuela mirip dengan Nikaragua, Dominika, atau Kuba. Meski bermusuhan dengan AS, namun soal olahraga, keempat negara sosialis ini paling lihai main bola voli, bola basket dan bisbol; tiga olah raga ciptaan Yankees.

Di Venezuela, bisbol berkembang pesat mulai awal abad 20. Bahkan di 1941, Venezuela pernah jadi juara dunia bisbol. Sejak itu negara ini banyak menyuplai pemain di MLB, Liga Bisbol AS. Perjuangan Chavez menghapus bisbol dari benaknya saja terkesan mustahil. 

Beda dengan bisbol atau sofbol, tradisi sepak bola di negeri telenovela baru dimulai pada era 1950-an. Cukup terlambat. Uniknya, kesan sebagai negara pencinta opera sabun dicitrakan juga di sepak bola. Tak heran jika tim nasional Venezuela awalnya disebut dengan Cenicienta atau Cinderella.

Sebenarnya tim nasional Venezuela pertama kali debut pada 1938, namun tak pernah ikut Piala Amerika hingga 1967. Sampai awal 1990-an, mereka cuma bisa menang dua kali di ajang kompetitif. Cerita telenovela Cinderella sungguhan terjadi, sebab Venezuela pernah dicincang habis Yugoslavia 0-10 pada sebuah turnamen di Brasil 1972. Juga dikuliti Argentina 0-11 di Copa America 1975.                    

Jasa terbesar Chavez bagi kemajuan sepak bola Venezuela sesungguhnya bukan dari sepak bolanya, tapi dari sisi patriotismenya. Ia sukses mengajak rakyat agar lebih mencintai sepak bola. Buktinya tiga tahun setelah dia berkuasa, citra Venezuela mulai berubah positif. Julukan baru untuk tim nasional pun dihembuskan, La Vinotinto atau Si Merah Hati.

Gengsi La Vinotinto terdongkrak usai Chavez berkuasa. Sampai era Presiden Rafael Caldera, Venezuela paling banter cuma bisa menang dari Ekuador pada 1998. Di Pra Piala Dunia 2002 sejarah baru tercipta: Venezuela tidak jadi juru kunci, melainkan Cili. Vinotinto bisa lima kali menang, termasuk dari Uruguay 2-0. Bahkan pernah tiga kali menang beruntun atas Cili, Peru dan Uruguay sebelum distop Brasil.
Hugo Chavez: Adios, El Libertador!
Maradona dan Chavez, duet maut pembenci George W. Bush.
Melihat banyak perubahan yang terjadi, Chavez kian semangat. Ia makin banyak terlibat di politik sepak bola. Pada 2006, kuartet Chavez -Castro-Morales-Maradona mengecam FIFA tatkala melarang Bolivia menggelar main bola di ketinggian tertentu. Pada Pra Piala Dunia 2006, timnas Venezuela ganti merek lagi, yaitu Auge Vinotinto (Si Cemerlang Merah Hati).

Momentum Kebangkitan

Walau kembali gagal lolos ke Jerman, Venezuela terhindar lagi dari juru kunci. Lima kali menang diraih atas Kolombia 1-0, Bolivia 2-1, Uruguay 3-0, Ekuador 3-1 dan Peru 4-1. Melihat ini semua, Chavez semakin getol berusaha. Hasilnya, semakin banyak sponsor, pengusaha top, atau investor yang menaruh proposalnya di sepak bola.

Bak cerita Cinderella nyata, hasil bagus di Copa America 2007 menjadi titik balik Venezuela. Klub-klub merestorasi stadion, dan tiap saat penonton terus bertambah. Indikator lain, fans club kian fanatik dengan membentuk grup ultras, semacam bonek. Baliho mereka mewarnai jalan-jalan dan stadion setiap pekan. Keriuhan tak melulu di Caracas, tapi juga di Maracaibo atau Merida. Generasi baru pria mulai meninggalkan main bisbol, sofbol dan basket!

Sejak Piala Amerika 2007 di negerinya, Presiden Chavez makin yakin banyak yang bisa didapat dari sepak bola. Nasionalisme, kehormatan, harga diri bangsa sampai uang. “Kita butuh waktu. Harapan saya, melalui sepak bola, negeri ini bisa meningkatkan tantangan ke depan sehingga kita tak melulu membanggakan diri dengan minyak kita,” pekik pensiunan Letkol Angkatan Darat saat itu.

Cukup setahun setelah pidato, pada 6 Juni 2008, momentum pun tercipta. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Venezuela mengalahkan Brasil 2-0 dalam laga persahabatan, dan yang bikin Chavez kian bersorak kegirangan lantaran pertandingan digelar di Boston, AS. Sejak itu Lula da Silva tak akan pernah meremehkan lagi Hugo Chavez dan Venezuela. Lewat tangan Chavez, prestasi Auge Vinotinto terus meroket hingga kini.
Hugo Chavez: Adios, El Libertador!
Di seluruh pelosok negeri jerit histeris menangisi kepergiannya.
Pada 2010, Venezuela kembali gagal menembus Piala Dunia meski di hasil kualifikasinya cukup membanggakan. Namun buat Chavez usahanya sudah optimal. Dia telah menebar aura kebangkitan sepak bola di negaranya. Ia mengingatkan berkali-kali, “bersabarlah”, uniknya, faktor ini memang salah satu kunci sukses sepak bola. Usai memenangi pemilu 2006, jabatan dia seharusnya tuntas di 2012. Namun pada Juni 2011, dunia terkejut oleh pernyataan Chavez terkena kanker.

Spekulasi berkembang tidak sedap. Wapres Nicolas Maduro berspekulasi sang pemimpin telah diracun oleh Amerika, yang langsung dibantah Departemen Pertahanan AS. Sejak lama Chavez sudah merasa menjadi target assassination seperti halnya Saddam Hussein (Desember 2006), Usamah Bin Ladin (Mei 2011), dan terakhir sahabat setianya, Qaddafy (Oktober 2011). Gara-gara sakit, Chavez urung mendukung Venezuela yang tampil hebat di Copa America 2011.

Untuk pertama kalinya Venezuela meluncur ke semifinal kejuaraan yang digelar di Argentina itu. Di penyisihan grup, sesuai janji abadi Chavez, kembali Brasil tak bisa mengalahkan Venezuela usai bermain dengan hasil kacamata. Sayang, tinggal selangkah ke final, skuad Auge Vinotinto dikalahkan Paraguay 3-5 lewat adu penalti.

Prakstis sejak mengawal langsung revolusi sepak bola Venezuela di 2007, Chavez sukses menaikkan negaranya di rangking FIFA dari tahun ke tahun. Dalam rilis resmi, Maret 2013, sekarang Venezuela berada di peringkat ke-45! Bandingkan dengan Indonesia yang sejak Piala Asia 2007, kini peringkatnya terpuruk ke barisan 160-an. Apa beda Venezuela dan Indonesia di sepak bola? Niat lurus, komitmen. Jika Anda seorang pemimpin, lakukan seperti yang dibuat Chavez!

Dalam klasemen kualifikasi Piala Dunia 2014 di Brasil, untuk sementara Venezuela berada di peringkat keempat di atas Paraguay, Peru, Bolivia, Cili, dan Uruguay! Jika kondisi ini dipertahankan dalam sembilan laga ke depan, maka untuk pertama kalinya kita akan mencium keharuman sejarah: lolos untuk pertama kalinya ke Piala Dunia! Andai ini terjadi, Lula da Silva tak akan melupakan candaan Chavez kepadanya. “Berhati-hatilah, kawan!”
Hugo Chavez: Adios, El Libertador!
Mahmoud Ahmadinejad berduka di depan istri Hugo Chavez.
Bak mengarungi kisah pilu di telenovela, impian Chavez untuk menyaksikan para prajurit Auge Vinotinto-nya berlaga di Piala Dunia tidak menjadi kenyataan. Tuhan lebih dulu memanggilnya. Di seluruh pelosok jerit histeris menangisi kepergiannya, tidak terkecuali Presiden Ahmadinejad. 

Misi Chavez di sepak bola kini memang telah kelar, namun efeknya tak akan pudar di mata rakyat. Bahkan seharusnya FIFA memberi apresiasi khusus sebab Chavez telah berjuang keras untuk mempopulerkan dan menggairahkan sepak bola, minimal di negaranya.

Kini jutaan anak-anak dan pemuda Venezuela makin banyak yang bercita-cita menjadi pemain nasional Auge Vinotinto. Karakter, pemikiran radikal, dan upaya gigih Chavez telah mengubah haluan dan cara berpikir negara bernama resmi República Bolivariana de Venezuela ini untuk membangun budaya baru sepak bolanya.

Sekarang setiap anak-anak lelaki di Venezuela tidak lagi selalu bermimpi jadi pemain bisbol. Chavez telah membebaskan kembali sepak bola Venezuela dari jeratan nestapa sekaligus membangun kepercayaan diri buat modal ke depan. Selamat jalan El Libertador dan Iconoclastic, dunia sepak bola akan selalu mengenang Anda!

(foto: ft.com/kabobfest/usefoolstooges/readingpictures/mittromneycentral/beliefnet)

Share:

Aleksander Kwaśniewski: Presiden Penggemar Fantasy Football dan Seorang Gooner

Ternyata diperlukan waktu 30 tahun bagi seorang bartender asing sampai bisa bertemu Queen of United Kingdom. Tadinya cuma sebatas mimpi, tiba-tiba jadi realita belaka. Andai saja Aleksandr Kwaśniewski bukan penggemar Arsenal, bisa jadi Ratu Elizabeth II pun ogah berlama-lama dengannya. Kalau dia tak gila sepak bola, barangkali nasibnya berkata lain.

Aleksandr Kwaśniewski adalah seorang presiden yang memimpin Polandia selama dua periode. Dimulai 23 Desember 1995 dan berakhir 23 Desember 2005. Sepuluh tahun. Cukup pendek bagi seorang leader yang punya visi dan ambisi luas dan gairah tak terbatas. Pemimpin adalah apa yang dia atur, apa yang dilakukannya untuk kemaslahatan orang banyak. Mendatangkan kebaikan, bukannya keresahan.

Di tangan Kwaśniewski, Polandia melakukan transisi pasar ekonomi dan privatisasi perusahaan negara melalui bisnis modern. Suami dari Jolanta Konty dan ayah dari Aleksandra Kwaśniewska ini juga menggusur konstitusi lama warisan Stalin. Yang lebih penting, di era kepemimpinannya, negara yang melahirkan Nicolaus Copernicus dan Fryderyk Chopin itu diterima jadi anggota Uni Eropa dan NATO.

Khusus Uni Eropa, Alek—sapaan akrabnya, melakukan kerja keras. Sejak memimpin delegasi ke Madrid pada 1997 hingga peresmian di 2004. Untuk jadi anggota NATO, konflik Kosovo pada 1999 dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Alek, dengan memberi dukungan militer hingga kesehatan. Pendek kata, satu dekade itu nyaris ia habiskan seluruhnya hanya untuk memposisikan Polandia baru di mata dunia.

Kubu Barat memandang Alek lebih khas. Sebagai biang pembaruan, tokoh Westernisasi, komunis yang murtad jadi kapitalis. Makanya Lech Walesa, ikon pembaruan peniup retorika “solidaritas” (solidarność), pun tumbang pada 1995. Walesa cuma satu periode jadi presiden. Ia kalah oleh tagline milik Alek: “Pilihlah Masa Depan” (Wybierzmy przyszłość) dan “Satu Polandia untuk Semua” (Wspólna Polska).

Begitu juga saat pilpres pada tahun 2000. Kampanye yang dia lakukan bertemakan “Sebuah Rumah untuk semuanya, Polandia” (Dom wszystkich—Polska). Alek menang lagi. Dari mana ia piawai bikin retorika yang meyakinkan banyak orang? Jawabnya adalah campuran filosofi sepak bola dan kehidupan bengal di masa muda! Di era 70-an, dia ngotot berkelana ke Inggris agar bisa cas cis cus bahasa Inggris.

Kuliahnya ditinggalkan, dan dia menetap di London sebelah utara, daerah kekuasaan The Gunners. Itulah kenapa saat itu dia langsung jadi fan Arsenal. Pub yang jadi tempat kerjanya itu, hanya selemparan batu dari Highbury, markas Arsenal pra-2006. Pulang dari Inggris, Alek langsung masuk partai persatuan pekerja Polandia (PZPR), yang berhaluan komunis. Dari sinilah karier politik Alek terus meningkat.

Kunjungannya sebagai presiden Polandia ke Inggris pada Mei 2004, menuntaskan rasa kangennya dengan London, dan so pasti, Arsenal. Apalagi saat itu Arsenal barusan meraih titel ke-13 Liga Inggris-nya via rekor hebat: unbeaten season, tak terkalahan semusim. Di partai terakhir, seri 2-2 lawan Spurs, Alek menonton dari TV di istana lalu bersorak-sorak tanpa memedulikan persiapannya ke Inggris beberapa hari lagi.

Warna Arsenal

Suatu hari, barisan protokoler Polandia dan Inggris sempat kalang kabut saat dia ada di London. Pasalnya Alek ngotot pergi ke Highbury. Pada sebuah media Inggris, dia malah bersemangat bikin statement soal Arsenal ketimbang politik! Alek merasa bangga sebab di era kepemimpinannya, Arsenal bisa meraih tiga gelar dari empat musim. Ini adalah episode ulangan saat dia berkunjung pertama kali pada 1996.

Menurut The Daily Telegraph edisi 27 Maret 1996, saat staf kementerian luar negeri Inggris bertanya adakah aktivitas extra-curricular yang akan dilakukan tuan presiden, Alek menjawab ingin menonton laga Arsenal lawan tuan rumah Newcastle United. Sadar lokasinya terlalu jauh, staf itu menawarkan Alek agar menonton laga Chelsea di London. “Sebagai fan, itu sama saja saya tak menghormati Arsenal,” jawab Alek.

Pada kunjungan kedua 5-7 Mei 2004, sebelum bertemu PM Tony Blair di Downing Street 10, London, Alek malah datang mendadak ke Highbury. Tak ada Arsene Wenger atau Thierry Henry. Ia cuma bertemu Edu, gelandang Arsenal asal Brasil, dan melakukan foto bersama dengan latar belakang Highbury. Tak heran saat pidato penyambutan, Blair sampai mencantumkan kata “Arsenal” di teksnya.

“Barangkali banyak yang tahu, dia seorang yang punya banyak pengalaman dengan negara ini, 30 tahun lalu datang sebagai mahasiswa, jadi suporter Arsenal, siapapun bisa memperkirakan pandangannya. Saya akan katakan ini pada anda, Alek, bahwa rakyat Inggris tak akan melupakan kontribusi dan keberanian rakyat Polandia yang anda pimpin menumbangkan komunisme,” begitu cuplikan pidato Blair.

Alek bertemu Ratu Elizabeth II di Istana Buckingham pada 7 Mei 2004 untuk pertama kalinya. Mereka terlibat pembicaraan akrab, jauh dari keseriusan. Banyak yang membayangkan, barangkali keduanya tengah membahas Arsenal mengingat sang Ratu adalah juga seorang penggemar berat The Gunners. Nama Arsenal juga disebutkan Walikota London, Alderman Robert Finch, saat kunjungan ke Guildhall.

“Yang mulia tuan Presiden, seperti yang ketahui, Maret lalu saya berkunjung ke Warsawa untuk membantu kota ini menjadi basis ekonomi negeri dan Uni Eropa seperti halnya London. Kami siap menularkan pembangunan infrastruktur seperti jalan, rel kereta, atau yang diingini walikota Warsawa, sebuah stadion sepak bola megah, seperti yang akan dimiliki Arsenal!” kata Lord Mayor Robert Finch saat itu.

Aroma piłka nożna atau sepak bola, sangat terasa bagi pria kelahiran 15 November 1954 ini di mana saja ia berada. Di situs resminya, www.kwasniewskialeksander.eu, Alek tak sungkan memajang foto-fotonya beratribut sepak bola. Kredibilitas dan kompetensi sepak bola yang dimilikinya tak melulu merambah di Polandia atau di Inggris, tapi juga Eropa dan Amerika.

Pada forum strategis Eropa di Yalta, 29-30 Juni 2007, yang dihadiri Presiden AS (1993-2001) Bill Clinton, dan Kanselir Jerman (1998-2005) Gerhard Schroeder, pria yang pernah studi ekonomi transportasi dan perdagangan internasional di Universitas Gdańsk itu terlihat amat antusias. Sebab dalam konferensi yang mengupas ekonomi Eropa masa depan itu, bola juga dibahas.

Yang dimaksud adalah soal penyelenggaraan Piala Eropa 2012 yang akan berlangsung di Ukraina dan Polandia. Sejak lama, Kwasniewski mengidamkan negerinya bisa jadi tuan rumah turnamen sepak bola terbesar kedua setelah Piala Dunia itu. Ketika dia harus lengser jadi presiden, ambisinya ini ternyata tidak pupus. Dia ikut mempresentasikan langkah dan rencana Polandia menyambut EURO 2012.

Bermain Fantasi

Muhibahnya ke Inggris pada 2004 tadi, salah satunya bertujuan untuk memuluskan ambisi itu. Maklum, Inggris adalah tuan rumah Kongres UEFA yang menentukan siapa tuan rumah Piala Eropa 2012. Dengan kata lain, dia merayu Inggris agar memberikan suara pada negaranya saat voting. Polandia akhirnya ditunjuk jadi host EURO 2012 bersama Ukraina oleh UEFA pada 18 April 2007 di Cardiff.

Kegilaannya pada bola jangan ditanya lagi, baik yang nyata; dengan menonton atau beraksi jadi fan, maupun secara virtual dan artifisial. Dari laporan The Independent, sewaktu EURO 2004 bergulir di mana Polandia absen di Portugal, Kwasniewski tetap ikutan bermain fantasy manager EURO! Nama timnya muncul di sebuah media lokal yang menyelenggarakan smart game itu.

Dua pemain yang wajib dipilihnya adalah Pavel Nedved di sektor midfielder, dan Jan Koller di posisi attacker. Ia selalu kagum dengan permainan Republik Czek yang merefleksikan perjuangan gaya Eropa Timur. “Siapa yang akan jadi juara? Bagi saya selalu Czek. Mereka tetangga kami, yang memiliki skuad hebat. Jika para pemain seniornya tidak didera cedera, saya yakin mereka bakal juara,” tukas Kwasniewski saat itu.

Barangkali tim fantasinya masuk jajaran atas sebab terbukti Nedved dkk. melaju hingga semifinal sebelum kalah mengejutkan dari Yunani 0-1. Saat Czek mempecundangi Jerman 2-1, dia yang nonton bareng bersama khalayak ramai, ikut girang menikmati kalahnya Jerman. “Czek selalu begitu, setelah tertinggal lalu bangkit, mirip dengan Polandia di Piala Dunia 1974 dan 1982,” analisis bekas menteri olahraga ini.

Begitu juga saat berkunjung ke negeri Paman Sam. Diplomasi sepak bola tak dilupakannya. Pada Februari 2005, Kwasniewksi tiba di AS untuk kunjungan kerja dua hari. Setelah dinner party di Gedung Putih bersama George W Bush dan Zbigniew Brzeziński, politisi veteran Partai Demokrat AS kelahiran Warsawa, dia menyematkan bintang ksatria pada Piotr Nowak, pelatih klub lokal Washington DC United.

“Piotr Nowak dihormati bukan saja sebagai pemain bola yang hebat, tapi juga sebagai orang yang berjasa melayani olah raga Polandia dan AS. Saya memberikan The Cavalier Cross of the Order of Merit sebagai pengakuan, bukti dan rasa bersyukur Republik Polandia atas usaha promosi sepak bola di tanah Amerika yang dilakukannya bertahun-tahun,” begitu secuil pidato Kwasniewski di depan Bush dan Brzeziński.

Ini kebiasaan Kwasniewski sebagai duta sepak bola internasional. Pidato bermenit-menit itu banyak dihabiskan untuk menceritakan perjalanan karier Nowak! Di Gedung Putih tanpa sungkan ia menyebut kata-kata Włókniarz Pabianice, Turki, Swiss, sampai Bundesliga yang jadi tempat perjalanan karier Nowak. Bahkan termasuk juga menyebut nama eks pelatih nasional Polandia Andrzej Strejlau.

Di kemudian hari, penghargaan ini memacu dan memicu hasil yang hebat bagi persepak bolaan AS. Nowak, orang Polandia yang baru setahun melatih DC United, sejak 1998 main di MLS bersama Chicago Fire. Kini harkat eks pemain nasional Polandia di era 90-an itu semakin tinggi. Pria kelahiran 5 Juli 1964 ini adalah orang nomor dua di tim nasional AS, sebab telah menjadi asisten pelatih Bob Bradley.

Perjalanan hidup seorang Aleksandr Kwaśniewski merefleksikan bahwa selain bisa menyegarkan diplomasi dan memangkas birokrasi, sepak bola juga akan menggairahkan hubungan antar negara. Sepak bola itu multi guna. Hal ini sepatutnya banyak dilakukan para pemimpin negara di saat dunia kian sulit dikendalikan, tanpa batas, meminjam istilah Thomas L. Friedman: The World is Flat.

 

(foto: european university institute/george w.bush white house/twitter/jazrstrab post/)

Share:

Angela Merkel: Wanita Terkuat di Dunia

Sejarah mengajarkan bagaimana tirani kelas kakap dengan peran sebagai politisi sepak bola, sering terlibat langsung dan total masuk ke dalam tim nasionalnya. Idi Amin adalah manajer dan pelatih' tak resmi kesebelasan nasional Uganda, Cranes. Dia menyuruh pelepasan dua tapol untuk satu laga penting.

Angela Merkel: Wanita Terkuat di Dunia
Suasana tak terlupakan, di kamar ganti sang jawara.
Tak terkecuali Angela Merkel. Apa gerangan yang dikreasi Die Bundeskanzlerin itu? Tentu, dia tidak seperti Idi Amin, atau Benito 'Il Duce' Mussolini yang untuk menggaransi sukses propaganda fasisme-nya, dia menunjuk manajer, pelatih, dan pemain plus daftar reward and punishment-nya.

Frau Merkel juga pasti tidak mau mengikuti Sheikh Fahd Al-Ahmad Al-Jaber Al-Sabah, salah satu pangeran terkaya di bumi, dengan memerintahkan tim nasional Kuwait untuk walk out dari lapangan hijau sebagai protes setelah merasa dicurangi wasit saat bertemu Prancis pada Piala Dunia 1982.

Kiprah nyonya besar yang satu ini tak sampai begitu. Tapi pelampiasannya unik. Satu gerakan moral Angela Dorothea Merkel, Kanselir Jerman sejak 2005, yang jadi hobi dan habit sebab sering dilakukan adalah nyelonong ke kamar ganti pemain! Ini berarti, wanita kelahiran 17 Juli 1954 itu selalu sudi masuk ke kamar ganti pria. Bukan main.

Suatu hari mulut PM Jepang Junichiro Koizumi menganga mendadak sembari mengucek-ucek matanya, usai melihat sendiri Merkel, saat itu sebagai ketua Bundestag - parlemen Jerman, lagi dikelilingi belasan pria bertelanjang dan bercawat di Piala Dunia 2002.

Kiprah Merkel yang akrab dengan bola jadi gunjingan orang, sekaligus cibiran. Mulai rakyat, pers, sampai lawan-lawan politiknya dibuat garuk-garuk kepala. Apakah ia maniak beneran atau cuma politisi oportunis yang cuma memanfaatkan kebaikan hati sepak bola?

Saat pelatih Joachim Loew diusir wasit dalam laga Austria vs Jerman di Grup B EURO 2008, di boks VIP stadion orang bisa melihat gestuur Merkel yang menghibur Jogi Loew, seperti layaknya seorang ibu pada anaknya. Dari situ Merkel juga diketahui ber-SMS-ria dengan pemain pujaannya, Bastian Schweinsteiger, yang kebetulan saat itu tak dimainkan.

Merkel membuktikan kepada publik bahwa dia tak melulu kejangkitan kickerfieber, demam bola, tapi juga sungguhan mencintainya. Bahkan jadi Dewi Fortuna-nya. Piala Dunia 2006 merupakan buah tangan Gerhard Schroeder, yang sejak hari pertama jadi kanselir pada 1998 langsung bekerja agar Jerman jadi tuan rumah yang baik. Namun Schroeder tak sempat mencicipi puncak kariernya itu sebab pada Mei 2005, dia ditumbangkan Merkel!

Angela Merkel: Wanita Terkuat di Dunia
Angela Merkiel, simbol kickerfieber 2006-2008.

Itu barangkali cuma satu kebetulan, tapi tidak bagi Merkel. Lagi pula, dia membuktikannya. Sepanjang 2006-2008, tak pelak, Merkel jadi simbol 'kickerfieber' nomor satu di Jerman. Bagaimanapun yang dibutuhkan sepak bola bukan dari hal-hal lahiriah saja, namun juga batin suci seperti ketulusan, kejujuran, hasrat, atau itikad baik. Jika bisa dilalui, buahnya pun manis.

Menurut Barney Ronay dari The Guardian, mantan istri Ulrich Merkel itu meraih banyak inspirasi dari Tony Blair, PM Inggris 1997-2007, yang populer dan langgeng jadi penguasa politik lantaran bergaul intim dengan sepak bola. Pengalaman di Jepang pada 2002 jadi bukti otentik tulusnya Merkel pada sepak bola. Belum cukup? Barangkali iya. Kecuali sebuah momen pada Januari 2006 yang akan mengubah segalanya.

Iman Fussball

Dalam satu wawancara khusus, harian terbesar di Jerman Bild Am Sonntag tanpa diduga berani bertanya langsung motif keterlibatan Merkel di Nationalmannschaft. Dan gilanya lagi, trio jurnalis Ulrich Deupmann, Claus Strunz dan Peter Wenig juga mengetes langsung 'keimanan' sepak bola sang kanselir.

Apa saja? Mulai dari menanyakan siapa pimpinan klasemen Bundesliga saat itu sampai minta penjelasan dan menyuruhnya menggambar aturan offside! "Sungguhan kalian meminta itu? Asal kalian tahu, saya sudah memikirkan hal itu ketika saya sedang menggosok gigi tadi pagi," tukas Merkel sambil tertawa. Dasar politisi, saat diwawancara banyak jawaban Merkel berisi canda atau sindiran yang beraroma politis, klise, juga tendensius. "Saya bocorkan kalian sesuatu. Jika hal ini kalian tanya kepada beberapa kanselir federal, saya sangat yakin mereka tak bisa jawab!"

Publik rada geger, sebab di Bundestag jumlah kanselir federal itu bisa dihitung dengan jari! Begitu cara Merkel menyentil lawan-lawan politiknya. Barangkali, selama ini mereka itu paling nyinyir saat Merkel mengakrabi Jogi Loew, komandan Nationalmannschaft, atau ada komentar sumbang saat dia ber-SMS ria dengan Schweinsteiger, pemain idolanya.

Padahal SMS Merkel pada Schweini berisi spirit dan dukungan, juga nasehat khusus. "Dia bilang agar saya jangan mengulangi kebodohan lagi. Jika seorang Frau Bundeskanzler yang mengatakan itu sudah sepatutnya anda mengikutinya," jelas Schweini, yang terkena kartu merah saat Jerman ditekuk Kroasia 1-2 dalam laga Grup B EURO 2008 di Klagenfurt. Lepas dari pro-kontra, faktanya lewat pagelaran Piala Eropa di Austria-Swiss itulah nama Merkel membubung sebagai pimpinan spiritual Der National.

Rakyat Jerman jadi saksi. Buktinya, dari yang tadinya tertatih-tatih, Der Panzer akhirnya mencapai babak final. Satu duel penuh drama dilakoni Nationalmannschaft kala bersua Turki di semifinal. Ketika ratusan ribu rakyat Jerman turun ke jalan usai gol Phillip Lahm di masa injury-time, predikat pahlawan nasional tak diraih Lahm saja tapi juga oleh Merkel!

Angela Merkel: Wanita Terkuat di Dunia
Mesut Ozil kebagian pelukan dari sang pemimpin.
Kehadiran sang kanselir di Stadion Saint-Jakob, Basel, seolah jadi magnet tim diesel untuk berjuang hingga titik keringat penghabisan. Jerman menang 3-2. "Harus diakui bahwa berkali-kali jantung saya seolah berhenti melihat laga ini. Turki bermain sangat baik, tapi saya lebih puas dan senang karena Jerman yang menang," celoteh Merkel saat itu di hadapan pers.

Di EURO 2008 itu, Frau Merkel hanya sekali absen menyaksikan Jerman. Itupun karena tak ada pilihan. Dia harus menghadiri pertemuan rutin pemimpin G-8 di Brussels. Namun kepedulian Merkel tetap bocor ke media massa. Bayangkan, di tengah rapat dengan Nicolas Sarkozy (Prancis), Silvio Berlusconi (Italia), Dmitri Medvedev (Rusia) atau Gordon Brown (Inggris), dia tetap rutin mengirim SMS ke Jogi Loew dan para pemain untuk memberi semangat.

Rumor sempat beredar bahwa gara-gara ulah Merkel pertemuan G8 diduga tidak serius yang diperkirakan. Apalagi diketahui empat nama pemimpin di atas juga dikenal biang bola. Masihkah kita meragukan Merkel? Kembali ke wawancara dengan Bild Am Sonntag. Tiba-tiba Merkel mengambil kertas dari mejanya. Dia menggambar aturan offside dengan dua warna, hijau dan hitam. Hasilnya? Wow, rombongan wartawan tadi langsung terkesima dan menyatakan bahwa Merkel ternyata memahami sepak bola! Lulus.

Di mata mereka, Merkel termasuk golongan sangat interes dengan fussball, sepak bola. Tidak menggilai, tapi berhasrat. Dalam skala 1-10, maka Bild Am Sonntag mematok skala 7 untuk Merkel. Namun yang unik, usai wawancara Merkel meminta gambar hasil corat-coretnya agar dimuat di koran itu untuk edisi besok. Lagi-lagi, ini langkah politis!

"Sebenarnya saya nggak mau membesar-besarkan pengetahuan saya tentang sepak bola. Tapi, baiklah. Saya memang bukan seorang yang ahli, tapi saya terus update tentang Bundesliga lho. Saya juga mengikuti terus perkembangan Piala Dunia atau Piala Eropa. Saya paling senang nonton bareng di pub daripada nonton sendiri di rumah, dan itu saya sudah lakukan sejak masih menjadi menteri lingkungan hidup."

"Sepanjang EURO 96 saya selalu nonton di pub," kata wanita yang tak punya anak dari perkawinan pertamanya, dan kini jadi istri Joachim Sauer, seorang profesor kimia kuantum, sejak 1998 itu. "Artinya suami Anda tak tertarik dengan bola, sampai-sampai anda malas nonton bola sendirian begitu?" tanya Bild Am Sonntag lagi."Dia tidak seperti saya. Hahaha. Sejujurnya, kami tak menggunakan televisi saat berlibur."

"Sewaktu Piala Dunia 2002 berlangsung, banyak warga di sekitar vila seringkali menanyakan pada saya apakah saya menontonnya. Tapi jika Jerman main di Piala Dunia dan Piala Eropa, suami saya pasti nonton kok. Baik ke stadion langsung maupun lewat TV di rumah," lanjut ibu tiri dari dua anak Sauer yang menjadikan final 2002 Jerman vs Brasil sebagai pertandingan sepak bola paling mengesankan dalam hidupnya.

Drama Gol Lampard

Karena lama berkecimpung di dunia politik, Merkel sering ganti sparring-partner juga di dunia bola. Dulu dengan Vladimir Putin, kini dengan Medvedev. Sebelumnya dengan Brown, sekarang dengan David Cameron. Sempat juga dengan Romano Prodi sebelum ada Berlusconi. Mana di antara mereka yang paling tangguh, paling dia sukai?

Satu kisah pada akhir Juni 2010 menjawab itu: Cameron! Siapapun maklum, laga Jerman vs Inggris selalu panas, diboncengi bentrok budaya dan penuh muatan politik. PM Inggris itu menyadari. Merkel pun memahami. Namun luar biasanya, mereka sepakat nonton bareng!

Angela Merkel: Wanita Terkuat di Dunia
Aktivitas Merkel yang sama pentingnya dengan lobi politik.
Kejadian itu diliput beberapa media Inggris dan Jerman dengan undangan terbatas. Lucunya bukan oleh para wartawan olah raga atau sepak bola, tapi wartawan politik dan ekonomi! Asal tahu saja, peristiwa itu terjadi di Toronto, Kanada, kala digelar konferensi negara-negara G20 yang waktunya memang bersamaan dengan Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan.

Yang jadi heboh; sudah duelnya full gengsi, eh muncul pula momen langka plus kontroversial. Sebuah gol Frank Lampard yang tak diakui wasit! Merkel, yang bersanding dengan Cameron, jadi salah tingkah. Cameron pun begitu. Mau marah tapi malu. Pasalnya Cameron sempat melonjak kegirangan.

Dari kalangan internal diketahui bahwa Angela Merkel pun mengakui bahwa gol kedua Inggris itu seharusnya disahkan dan dia sontak bilang ke Cameron 'I am so sorry'. Skor tetap 2-1 buat Jerman. Gol Miroslav Klose dan Lukas Podolski dibalas segera oleh sundulan Matthew Upson.

Tapi gol Lampard tetap invalid. Suasana tegang karena wajah Cameron tampak kusut dan kecewa. Babak pertama usai dengan kesan sama-sama tidak enak. Tapi lihat bedanya. Saat jeda, dari Kanada itu Merkel banyak menelpon dan meng-SMS dukungan pada skuad Der Panzer di Afrika. Pas babak kedua, anehnya formasi nobar diubah, entah ada hubungannya dengan kejadian kontroversial tadi atau tidak, faktanya demikian. Jangan lagi wartawan ingin melihat, para pejabat teras dua negara juga tidak bisa.

Di babak kedua, Merkel dan Cameron tiba-tiba memisahkan diri ke ruangan sebelah dan cuma ingin ditemani kanselir David Osborne dari Inggris serta menteri keuangan Jerman Wolfgang Schaeuble beserta ajudan masing-masing. Ketika emosi Cameron mereda, apalagi Jerman membabi-buta di babak kedua lalu menang 4-1, PM Inggris itu akhirnya memberi selamat pada Merkel lewat jabat tangan.

Sukses kali ini amat berarti, karena dia juga mampu 'mengatasi' bangsa Inggris (di diri Cameron) dari sisi psikologis. Bayangkan, Merkel harus bijaksana dan koperatif di kala Cameron tengah spaning dan gondok akibat gol Lampard yang tak diakui tadi. Media asing memujinya. ABC News membuat judul 'German Football's Biggest Fan'. Merkel tersenyum. Dia ingat ucapannya sendiri.
Angela Merkel: Wanita Terkuat di Dunia
Nobar politik bersama David Cameron dan Barrack Obama.
"Ada dua persamaan antara politik dan sepak bola. Pertama, anda harus fit di saat yang tepat. Kedua, tak ada yang mustahil." Gara-gara dampaknya yang signifikan buat moralitas tim, Merkel kerap didaulat jadi nara sumber acara sepak bola. Gagalnya Jerman jadi juara dunia 2006 di rumah sendiri, akibat Juergen Klinsmann itu pendukung berat Gerhard Schroeder! Bukan rahasia lagi sebab di era Klinsmann, Merkel tak mau masuk ke skuad Der Panzer.

"Mereka datang dari aneka klub yang wajib saling mengenal dalam dan luar lapangan. Itu seperti koalisi Kristen Demokrat dengan Sosial Demokrat di Bundestag dan pemerintahan. Harus ada yang bertugas jadi sweeper, penekel, playmaker bahkan cadangan. Pokoknya tak ada yang di sayap kiri! Hingga kini kabinet banyak diisi oleh orang-orang berbakat," begitu analogi Merkel tentang 'kesebelasan' kabinetnya.

Kelincahan Merkel bicara politik dan sepak bola memang mengagumkan. "Politik juga begitu, seperti bola, sering hasilnya terjadi di menit-menit akhir. Pesepak bola perlu fisik dan stamina yang prima. Begitu juga politisi. Ada politisi oportunis seperti halnya pemain oportunis di lapangan. Tugasnya mencari peluang.

"Kemenangan di politik persis di sepak bola, sebuah tim yang paling komplit karena terdiri dari individu yang berbeda. Mereka yang terlalu mengandalkan teknik tinggi sering dikalahkan oleh mereka yang bermain lebih efektif," pesan Die Bundeskanzlerin Jerman ini pada dunia.

Sehari usai wawancara, Bild Am Sonntag menurunkan judul di halaman pertamanya: '100 Besar Wanita Terkuat di Dunia: #1 Angela Merkel'. Tak syak lagi, di mata Merkel, politik dan di sepak bola itu kongruen. Siapa yang main lebih efektif, maka dialah yang lebih sukses meraih kemenangan dan lebih cepat mencapai tujuannya.

Semua itulah yang melatar-belakangi kepuasan dia dalam mengkreasi, dan merasa sangat berkepentingan dengan Die Frauen-Fussball-Weltmeisterschaft 2011 yang di Jerman, 26 Juni-17 Juli mendatang. Wilkommen, Piala Dunia Wanita 2011

(foto: dreamwidth/tagespiegel/gazzetta/irishmirror/eleconomista/telegraph)

Share:

Muammar Al-Qaddafi: Simon Bolivar Arab dan Raja Afrika

Tampaknya sudah menjadi suratan takdir Muammar Al-Qaddafi dilahirkan jadi pemimpin. Sebab kalau tidak, mustahil dia bisa bertahan selama 42 tahun, terhitung sejak 1 September 1969. Masa kekuasaannya dicatat sebagai era terpanjang dalam sejarah politik modern.
Muammar Al-Qaddafi: Simon Bolivar Arab dan Raja Afrika
Bagaimana sikap Muammar Al-Qaddafi di depan Silvio Berlusconi.
Lantaran gemar menghadang kapitalisme bin imperialisme di seluruh garis depan perlawanannya, Libya sering diserang dan dijadikan target musuh. Seperti halnya Bung Karno, dia tahu politik dan olah raga saling terkait. Kini dia satu-satunya garda terdepan yang coba meladeni kekuatan Barat di banyak sisi.
Diktator kharismatik, nyentrik, plus kontroversial ini selalu menyuarakan ketidak-adilan, termasuk di sepak bola. 

Menapaki kisah kehidupannya, peran Qaddafi secara klasik bisa terlihat sebagai sosok penyeimbang kutub ketimpangan pelbagai ideologi di dunia. Politik, sosial, budaya, ekonomi, keyakinan, sampai ke sepak bola. Kontribusinya lebih konkrit, lebih serentak, malahan lebih kompleks dibanding perbuatan Soekarno, salah satu inspiratornya, di era 1960-an.

Terhadap apa yang diyakininya, pria bernama komplit Muammar Muhammad Abu Minyar Al-Qaddafi selalu mengerahkan sumber daya di sekelilingnya. Kekuasaan. Harta. Bahkan nyawa. Dunia mesti melihat Qaddafi di banyak sisi dan persepsi, keinginan dan perbuatan, impian dan kenyataan supaya tidak dijebak dalam polarisasi pemikiran.

Saat Aljazair dan Mesir nyaris berperang gara-gara kualifikasi World Cup, November 2009, deretan moralis di Eropa dan Amerika cuma melongo tanpa daya. Tak satupun jua penguasa dunia yang 'jemput bola' di kala FIFA dibekap kebingungan. Lalu Qaddafi-lah yang berinisiatif dengan memediasi persoalan untuk menemukan jalan tengah. Pembelajaran sepak bola mulai didapatkan.

Kemunculan Kolonel Qaddafi di pentas politik laksana Pele di pentas sepak bola. Awalnya tak diperhitungkan, tapi akhirnya melegenda. Lihai bin pandai memanfaatkan peluang adalah keunggulannya. Ini tempaan masa kecilnya hidup di Gurun Syrt, dalam budaya suku Qaddadfa di Sabha, di tengah-tengah Libya. Qaddadfa adalah salah satu etnis suku Badui yang oleh Qaddafi diabadikan jadi namanya.

Qaddafi mirip penyerang ulung yang banyak akal, sangat percaya diri. Dia amat piawai memerotoli kepercayaan diri bek musuh atau kekuatan lawan, seperti yang dilakoninya pada alam gurun yang keras dan membakar. Barat selalu membenci Qaddafi karena perlawanan sosialnya, solidaritas luar biasa untuk kehidupan yang alamiah.

Muammar Al-Qaddafi: Simon Bolivar Arab dan Raja Afrika
Muammar Al Qaddafi dan Hugo Chavez.
Dalam berbagai sisi, pers Barat selalu salah menulis tentang Qaddafi. Padahal itu justru menjauhkan diri dari cara yang sebenarnya mereka ingin dapatkan. Barat dengan mudah menyetir opini, menetapkan dogma, dan membuat persepsi. Demokrasi semata-mata digunakan untuk menjustifikasi tujuan mereka. Padahal sesungguhnya yang diincar adalah sumur-sumur minyak di gurun-gurun Libya.

Minyak dan gas alam membuat Qaddafi kuat dan berkuasa. Dengan kekayaan tak berbatas, dia mengatur dan menyeimbangkan politik dunia, dan menerobos ke sela-sela yang sulit diduga. Qaddafi mengibarkan nama di Italia dengan membeli 7,5% saham di Juventus melalui FIAT, perusahaan mobil nomor sembilan di dunia yang selama ini menjadi mesin uang Agnelli.

Hingga awal 2000-an saham Qaddafi di FIAT masih 10,6% melalui label LAFICO (Libyan Foreign Investment Company). Desas-desus berkembang lantaran Al-Saadi, putra tertua Qaddafi, diketahui banyak orang sangat menggilai sepak bola dan mulai berlatih dengan beberapa klub Serie A. Saat yang sama, pada Juni 2001, Silvio Berlusconi memenangi lagi pemilu. Ia kembali menjadi PM Italia.

Pemimpin gila bola ini amat teliti soal investasi asing, apalagi yang berhubungan dengan calcio. Berlusconi sontak menggagalkan impian LAFICO yang berambisi menambah sahamnya ke angka 20%. Walau dibayangi risiko dan friksi tajam melawan keluarga Agnelli, namun bermodalkan otorisasi politik, Don Silvio memenangi obyektivitas ketika berdebat di parlemen.

Pasalnya dengan 20% saham, berarti Qaddafi semakin punya pengaruh di FIAT. Berlusconi sadar betul, otomotif dan calcio adalah dua industri papan atas di Italia selain kuliner, pariwisata, dan fesyen. "Dan FIAT adalah Juventus," begitu kira-kira pikiran Berlusconi. Pasar global FIAT mencengkram kuat Afrika, India, Cina, Eropa, Amerika Latin termasuk AS.

Namun yang dikuatirkan Berlusconi bukan itu, tetapi bagaimana menjaga policy dan mengontrol agar investor asing tidak macam-macam. Dia takut sepak terjang Qaddafi, dengan duit yang tak terbatas, akan memengaruhi atau memecah belah panggung parlemen. Di atas kertas saja, bukankah dengan saham di FIAT berarti juga Qaddafi punya andil dan akses ke Juventus?

Banyak Berbuat

Bagaimana jika Qaddafi mengguyurkan uangnya untuk menguatkan Juventus dengan membeli para bintang terbaik di dunia? Juga 'membuatkan' Bianconeri sebuah stadion yang luks. Tidak ada satu pun klub hebat di Italia yang memiliki mesin uang berupa stadion sendiri. Terus terang, kepedulian Don Silvio terhadap negara berbanding lurus dengan kepentingan pada klubnya.

Sepak terjang Qaddafi mengacak-acak ekonomi Italia, salah satu negara G-8 dan Uni Eropa, belum usai. Qaddafi juga menunjuk Khaled Faruq Zentuti sebagai bos LAFICO. Zentuti langsung jajaran board di FIAT dan Juve. Di lain kesempatan, Qaddafi diketahui membeli saham Unicredit, bank AS yang menyoponsori AS Roma. Unicredit dimiliki pengusaha AS berdarah Italia, Thomas Di Benedetto.

Muammar Al-Qaddafi: Simon Bolivar Arab dan Raja Afrika
Kedekatan Al Saadi dengan sepak bola Italia.
Modal juga ditanam Qaddafi di Eni SpA, korporasi minyak dan gas Italia, yang 30% sahamnya dikuasai pemerintah. Begitu juga di Finmeccanica, perusahaan negara di industri mesin, teknologi, pesawat serta militer. Khusus di Unicredit, Eni, dan Finameccanica, holding-nya adalah LIA (Libyan Investment Authority) yang dikontrol penuh oleh tiga dari tujuh anak lelaki Qaddafi: Saif Al-Islam, Mu'tassim-Billah, dan Hannibal Qaddafi.

Orang bertanya-tanya, kenapa Italia yang dijadikan sasaran Qaddafi? Alasan simpelnya cuma dua, latar belakang historis dan sepak bola. Sejak kecil Qaddafi memahami kultur Italia, negara yang menjajah Libya sejak 1911 hingga 1947. Dia mengidolakan Omar Mukhtar, pejuang legendaris melawan kolonialisme Italia. Antara 1912-1927, Libya masuk dalam peta negara Italia dengan nama khusus Africa Settentrionale Italiana.

Inspirator lain Qaddafi adalah Idris Al-Mahdi As-Sanussi, orang yang berandil membunuh jutaan etnis Badui setelah diangkat Italia jadi Raja Idris I. Raja Idris II, keturunannya itulah, yang ditumbangkannya lewat kudeta militer bentukan Italia. Jadi bukan kebetulan jika kini sejarah itu berulang tapi dengan lakon dan skenario berbeda. Apakah Qaddafi kini membalas dengan kudeta ekonomi?

Pada sebuah artikelnya, Roberto Alvarez-Galloso, seorang martir demokrasi, pernah mempertanyakan kongkalikong para penguasa dan penguasa Italia dengan rezim Qaddafi. Di Inggris, London School of Economics disinyalir telah menerima donasi dari Libya. Sementara di Swiss, beberapa bank dikabarkan berbisnis dengan keluarga Qaddafi. Tak perlu memaknai dalam-dalam lagu Money di album The Darks Side of The Moon-nya Pink Floyd untuk memahami kekuatan uang dalam mencapai tujuan. 

Agaknya Qaddafi tahu betul dengan apa ia harus meladeni Barat. Propaganda saja tidak cukup. Jika Saddam Hussain kebanyakan mengancam, lantas Hosni Mubarrak malah keseringan nurut, maka Qaddafi melakukan dengan perbuatan. Tidak semua publik dunia benci Qaddafi. Di Amerika Latin, pemimpin Libya yang lahir pada 7 Juni 1942 ini punya sekutu penting sama-sama dari negeri kaya minyak. Presiden Hugo Chavez paling gigih membelanya. Ini bak kisah balas budi.

Saat dihujat Barat, dan Venezuela nyaris diinvasi AS pada 2004, Qaddafi malah memberi nobel perdamaian sendiri bertitel The Qaddafi Human Rights Prize. "Beliau prajurit revolusi yang berani melawan superlatif Barat. Ia pemimpin Libya, Afrika, dan di Amerika Latin sekaligus. Dia seperti Simon Bolivar buat kami," kata presiden Venezuela saat memberi replika pedang Simon Boli­var, pejuang legendaris Bolivia-Venezuela. 

Kabarnya Chavez telah menyiapkan istana rahasia buat keluarga Qaddafi jika suatu saat pemimpin Libya itu digusur Barat. Saat Chavez berkunjung resmi ke Libya di 2009, Qaddafi memberi hadiah kejutan buat tamunya: menabalkan stadion di Benghazi dengan nama Hugo Chavez StadiumPada 2010 Fidel Castro meramalkan AS dan sekutunya, cepat atau lambat, akan menginvasi Libya untuk menguasai sumber daya alamnya. "Mereka mengincar negara kaya Libya. Kita butuh waktu menunggu kebohongan fakta-fakta mereka," tulis pemimpin legendaris Kuba di harian Granma.

Muammar Al-Qaddafi: Simon Bolivar Arab dan Raja Afrika
Adriano Galliani, Luciano Moggi, dan Al Saadi Qaddafi.
Namun tiada tempat terbaik untuk memuja Qaddafi selain di Afrika. Tak pelak dialah pemimpin spiritual numero uno se-benua hitam, sejak 200 ketua suku dan semua raja se-Afrika menabalkannya sebagai 'Raja Diraja Afrika', 29 Agustus 2008. Qaddafi memang pemimpin yang peduli dengan kemiskinan dan keadilan. Tiada persoalan tipikal Afrika yang luput dari upaya pemecahannya.

Mulai dari AIDS, kelaparan, menyeimbangkan kekuatan, sampai sepak bola, karena secara formal pantas. Qaddafi adalah ketua presidium Pan-Afrika. Impian 'sang kolonel abadi', yang tanggal kelahirannya misterius itu, amat menakutkan negara-negara Barat. Tak pernah ada pemimpin Afrika, dulu atau sekarang, yang punya cita-cita mendirikan The United States of Africa kecuali ya Qaddafi.

Negara non-Barat lain boleh tidak suka, tapi sulit membenci habis Qaddafi sebab dihadapkan pada fakta: amal kebaikan Qaddafi lebih banyak dari kemungkaran, atau melihat harga minyak yang dijual murah hanya kepada mereka. Orang ini pemimpin yang egaliter, ringan tangan, hobi mendonasi hartanya untuk proyek sosial dan kemanusiaan mulai dari rumah sakit, tempat ibadah, hingga stadion.

Sikap kontroversial dan temperamentalnya langsung menyeruak ke permukaan bila melihat ketidak-adilan atau kecurangan. Jangan lagi di ajang politik, soal sepak bola pun dia menjadi garda terdepan membela kecurangan. Secara pribadi, Qaddafi punya pengalaman buruk pada sepak bola modern yang sekarang sarat teknologi dan sains, intrik bisnis, serta kepentingan politik.

Misteri Calciopoli

Tentu saja ini tak jauh-jauh dari kisah Al-Saadi, anak ketiganya. Al-Saadi tercatat menjadi pemain Serie A 2003-2006 di Perugia, Udinese, Sampdoria, dan suatu saat ngotot mau ke Juve. Banyak klub Serie A berlomba-lomba meminangnya sebab tahu siapa bapaknya Al-Saadi. Qaddafi mendukung bakat putranya yang kebetulan memang pesepak bola. Dia mengucurkan uang ke klub-klub itu dengan harapan Al-Saadi dapat kesempatan. Sayang harapannya jauh panggang dari api.

Muammar Al-Qaddafi: Simon Bolivar Arab dan Raja Afrika
Al Saadi ketika bermain di Perugia.
Anaknya terseret dalam sebuah konspirasi. Pada musim perdananya di Perugia, Al-Saadi dijebak menelan Nandrolone! Walhasil ia dihukum FIGC tiga bulan. Selama semusim, anak ketiga Qaddafi itu cuma tampil 15 menit. Walhasil, bukan saja Qaddafi yang terkejut, tapi juga Berlusconi. Jauh-jauh hari, PM Italia sudah minta Serse Cosmi agar ia memainkan Al-Saadi. Hah, benarkah begitu?

Inilah menariknya budaya polemik dan konspirasi di Italia. Benarkah jika di politik sang PM takut dengan Qaddafi tapi di sepak bola membutuhkannya? "Serse, tahukah kau, adanya Al-Saadi di sini akan membantu eratnya hubungan kita dengan Libya. Dia memang jelek mainnya, tapi berharaplah dia main bagus. Tapi sekarang apa mau dikata?" aku allenatore Perugia soal ucapan PM Italia.

Bangkai mulai tercium. Boleh jadi Berlusconi memang punya agenda spesial. Dalam buku Winning at All Costs: A Scandalous History of Italian Soccer karya John Foot, profesor sejarah Italia pada Universitas College di London, akhirnya terungkap kepentingan rezim Partai Forza Italia dengan Qaddafi. Inikah awal kehancuran Serie A? Intinya, Serie A menerima duit Libya atas anjuran PM-nya.

Standar Italia untuk sepak bola sangat ketat. Pemain adalah seperti susu khusus untuk membuat keju Parmesan atau kulit untuk bahan dasar jok, door trim, dan dashboard Ferrari. Al-Saadi bukan golongan ini. Namun dia tetap diterima, dimainkan, dan akhirnya dienyahkan dengan cara tidak etis, konspiratif. Qaddafi merasa ditohok. Knowledge-nya pada sepak bola benar-benar tak seujung kukunya orang Italia.

Yang ada Qaddafi pun murka. "Jangan bermain bola lagi! Kamu lebih besar dari itu. Pulanglah Nak! Lebih baik aku jadikan kamu duta besar di AS, atau posisi apapun yang layak yang kamu inginkan," ucap Qaddafi seperti dituturkan Al-Saadi pada satu wawancara. Darah bola Al-Saadi ternyata paten. Eks gelandang Al-Ahly Tripoli dan Birkirkara FC (Malta) itu masih ngotot bertahan di Italia.

Selama tiga tahun di Serie A, Al-Saadi yang punya kaki kiri lumayan itu cuma tampil dua kali. Statistiknya: 8 kali passing, sekali shot, dan dua kali winning-tackles. Akhirnya usaha Qaddafi untuk menarik pulang anaknya kesampaian juga. "Berhenti jadi pesepak bola profesional adalah keputusan terbesar hidupku. Aku gila bola. Aku selalu ingin main. Itu dorongan hati," kenang Al-Saadi, 38 tahun, yang pernah latihan di Lazio bersama Paul Gascoigne di 1990-an.

Muammar Al-Qaddafi: Simon Bolivar Arab dan Raja Afrika
Melawan juara dunia Argentina sebagai kapten nasional.
Kini Al-Saadi masih jadi kapten tim nasional Libya sekaligus Presiden LFF (PSSI-nya Libya). Kisah Al-Saadi berlalu, tapi konspirasi tetap berkembang makin liar. Di akhir 2005/06, bobrok dan borok besar Serie A akhirnya terkuak saat skandal Calciopoli jadi buah bibir sedunia. Salah satu analisis tidak resmi tapi menarik adalah terkaitnya nama Qaddafi yang terbukti mengguyurkan uang di Serie A.

Biang kerok yang diciduk carabinieri adalah Luciano Moggi, CEO Juventus sehingga kasus itu kerap disebut Moggiopoli atau Calciocaos. Di satu sisi, Moggi pula yang sukses melobi sehingga final Piala Super Italia 2002 antara Juve vs Parma digelar di Tripoli, ibukota Libya. Citra Bianconeri tercoreng bukan saja dari Calciopoli, tapi juga dari sosok Qaddafi, yang sesuai fakta, mulai masuk masuk ke Italia dan berkiprah di Serie A melalui Juventus.

Eksesnya ke mana-mana. Bisa ditebak, Roma dan klub satelitnya, Perugia, juga terlibat. Begitu juga Milan, Lazio, Fiorentina, dan Reggina. Titel scudetto yang disandang Juventus di musim itu langsung dicabut, diberikan kepada Inter yang bak orang sedang menganga lalu kejatuhan sekarung emas. Drama berguliran. Karena malunya, tertekan sudah sampai ubun-ubun, manajer Juve Gianluca Pessotto lalu memutuskan harakiri. Dia loncat dari kantornya, eh 'sayangnya' tidak mati!

Meski Calciopoli sudah berlalu, hingga kini banyak pihak tak puas. Kenapa Roma serta Perugia lolos dari hukuman? Siapa yang dilindungi Moggi yang rela pasang badan? Bisa-bisanya Silvio Berlusconi, minimal Adriano Galliani, tidak tersentuh sama sekali? Di sisi lain skandal ini membuktikan Qaddafi, dengan kenaifan calcio-nya, sanggup juga mengacak-acak salah satu industri besar di Eropa.

Barangkali Qaddafi mesem-mesem membaca kisah Calciopoli lewat kaca mata politik. Barangkali dia merasa telah membalas kezaliman Italia sewaktu menjajah Libya. Suatu saat Qaddafi mulai mengakui juga kurotul qodam merupakan medan pertempuran modern. Buktinya kala Afrika kebagian jatah jadi penyelenggara World Cup 2010, Qaddafi ngotot berusaha memenangi Libya, tapi gagal. Ini pelajaran mahal lagi baginya, dan menyadarkan seperti apa dunia itu.

Proposal Libya dan Tunisia, yang ingin menjadi tuan rumah bersama, langsung ditolak FIFA dibanding Mesir, Maroko, dan Afrika Selatan. Lalu Qaddafi sadar ternyata menjadi tuan rumah Piala Dunia "diarahkan" seperti pengemis yang minta diborgol. Dia bersyukur tidak harus mengorbankan reputasi atau kehormatan ideologi, juga menggadaikan kedaulatan untuk sesuatu yang mustahil dimenangkan.

Buat negara yang telah menjadikannya industri, terkadang fungsi sepak bola berubah menjadi investasi politik. Ada lobi, ada prestasi, dan ada tradisi. Libya belum memiliki itu semua. Apalagi dalam konteks ini FIFA adalah sebuah mega-korporasi politik terbesar, yang lebih kuat dari PBB. Dia tak kecewa Libya tidak terpilih kecuali setelah tahu seperti apa FIFA itu. Oleh karenanya di situs resmi Qaddafi, algathafi.org, tertulislah judul: The FIFA: Reform or Abolition?

(foto: thetimes/ limmattalerzeitung/numer10.bloxy)

Share:

Artikel Populer

Maurizio Sarri: Tantangan Baru Si Mantan Bankir

Buat tifosi Napoli yang militan dan fanatik, begitu melihat jagoannya cuma meraup dua poin dari tiga laga jelas bikin dongkol selain gundah...

Arsip

Intermeso

Wawancara

Arsip

Artikel Terkini