Perjalanan, Pengalaman, & Pemahaman Permainan Terindah

  • Niac Mitra vs Arsenal 2-0: Gara-gara Udara Panas dan Lapangan Buruk?

    Niac Mitra mengukir kenangan indah di depan ribuan penggemarnya di Stadion Gelora 10 November ketika sore kemarin agak di luar dugaan menaklukkan klub kenamaan Inggris, Arsenal, dengan kemenangan mutlak 2-0.

  • Mino Raiola, Antara Mulut Besar Donald Trump dan Keberingasan Al Capone

    Dalam rimba transfer internasional dunia, ketika akan terjadi deal antara pemain, agennya, dan wakil klub, biasanya pertemuan terjadi di restoran mahal tertutup, lobi hotel mewah bahkan di kamar tertutup. Namun khusus kepada orang yang satu ini sulit terlaksana.

  • Stan Kroenke: Kapitalis Pemuja Wenger

    Sosoknya kaku, irit bicara, pelit senyum apalagi sampai tertawa terpingkal-pingkal. Tak salah kalau pers Inggris menjulukinya the silent man atau si pendiam. Sorot matanya tajam, gerak-geriknya tanpa ekspresi, pikirannya selalu fokus tanda suka berpikir sesuatu yang menarik minat. Suasana hatinya dingin, barangkali sedingin darahnya, dan kelihatannya orang ini rada susah untuk dijadikan teman atau sahabat.

  • Angela Merkel: Wanita Terkuat di Dunia

    Kiprah nyonya besar yang satu ini tak sampai begitu. Tapi pelampiasannya unik. Satu gerakan moral Angela Dorothea Merkel, Kanselir Jerman sejak 2005, yang jadi hobi dan habit sebab sering dilakukan adalah nyelonong ke kamar ganti pemain!

  • Roger Daltrey: Semangat Highbury Highs

    Malam hari penghujung April 2006, Roger Harry Daltrey tak kuasa menahan kenangan masa lalu. Memori kejayaan bersama Pete Townshend, John Entwistle dan Keith Moon saat mengusung aliran progressive rock lewat band The Who di era 1970-an, kerap kali campur aduk dengan era keemasan The Old Double.

  • Persija, Inspirasi dari Soempah Pemoeda

    Berkat sejarahnya, dominasi Persija di blantika nasional tak pernah lekang dimakan waktu. Catatan fenomenal juga ditorehkan klub berlambang Monas sebagai satu-satunya klub dengan rekor tak pernah terkena degradasi sejak debut pada 1931.

  • Asal Muasal Tiqui-Taca, Sepak Bola Bergaya Geometri

    Medio 1980-an, ketika masih masa anak-anak, kata-kata yang kini dikenal dengan tiki-taka sebenarnya sudah sering dihebuskan para komentator Indonesia dalam beberapa acara siaran langsung Piala Dunia atau Piala Toyota di TVRI. Satu yang paling rajin menurut saya adalah Eddy Sofyan. Dia suka menyebutnya dengan ‘tik-tak’ yang berkonotasi umpan-umpan pendek, permainan tek-tok layaknya karambol atau ding dong.

Saatnya Tango Cetak Sejarah Baru

Setelah Brasil terpeleset dari Jepang, walau masih punya peluang untuk lolos, kini giliran Argentina diharapkan mampu mengangkat Amerika Latin ke tampuk juara Olimpiade Atlanta 1996. Namun itu semua tidak gampang mereka raih, karena ranjau-ranjau bertebaran di hadapan mereka, terutama dari tim-tim Eropa dan Afrika.


Olimpiade Atlanta 1996: Saatnya Tango Cetak Sejarah Baru
Bayangkan, belum apa-apa mungkin langkah mereka Brasil di Grup D sudah mendapat pelajaran berharga dari Jepang, tim yang sama sekali tidak diperhitungkan. Lantas di Grup A, Argentina, walau sukses awal sudah diraih namun Portugal telah menghentikan keyakinan mereka yang meluap. Jika tidak waspada, bukan tak mungkin langkah mereka cuma berhenti di perempatfinal yang dimulai Sabtu besok.

Padahal oleh panitia dua tim inilah yang sebenarnya diskenariokan bertemu di final nanti untuk menarik pengunjung lebih banyak. Argentina sebagai juara Grup A akan ditantang runner-up Grup B. Ini tugas teramat berat, mengingat tim elite Eropa seperti Prancis atau juga Spanyol sudah pasti bukan lawan empuk. Bukan mustahil, kepastian lolos atau tidak pada mereka akan ditentukan melalui adu penalti.

Yang lebih melegakan justru Brasil. Di perempatfinal, kalau benar maju, dua kekuatan yang ada di Grup C seperti Meksiko atau Korea Selatan, di atas kertas masih bisa diatasi, apalagi setelah mereka mendapat 'pelajaran' dari Jepang, tidak besar kepala sekarang ini memang tengah dijadikan tema pasukan Samba.

Dalam sepak bola, gol adalah segala-galanya. "Begitulah sepak bola, tak ada yang pasti di sana. Dunia masih mengakui bahwa gol lebih berharga ketimbang permainan cantik," kata pelatih Mario Lobo Zagalo, setelah timnya dikepruk Jepang 0-1.

Saat Tepat

Kebetulan Argentina dan Brasil amat didamba oleh publik AS sendiri untuk bertemu di final. Hal ini semata untuk memuaskan mereka yang opini sepak bolanya dikuasai oleh gaya Latin. Kalaupun ada satu tim yang pantas dan diharapkan selain tim nasional mereka sendiri, tentunya Meksiko.

Sementara dari Afrika, waspada level tinggi harus diberikan pada Nigeria. Kalau dirunut dari sejarahnya, tidak ada waktu tepat bagi Argentina dan Brasil selain sekarang untuk meraih medali emas di sepak bola Olimpiade.

Ketika Argentina pertama kali ikut, mereka langsung masuk final bersama Uruguay di Olimpiade 1928 Amsterdam, sekaligus meruntuhkan dominasi kekuatan Eropa sebelumnya. Namun hal itu tak berlangsung lama, karena di masa-masa berikutnya hingga kini Eropa kembali berjaya. Di dua Olimpiade, 1984 dan 1988, Brasil sempat masuk final. 

Namun Prancis dan Uni Soviet mengubur impian tersebut. Sementara Argentina hanya sekali berprestasi lumayan, menjadi runner-up karena tumbang dalam final 1928 di tangan Uruguay, satu-satunya negara Latin yang mampu menjuarai sepak bola Olimpiade.

Namun fenomena sekarang, ada Brasil ada Argentina. Tak hanya di Piala Dunia, Piala Amerika, Piala Dunia Junior, tapi juga di Olimpiade meski mereka hanya bersentuhan di babak penyisihan. Namun itulah, persaingan dua tim sarat prestasi dari Amerika Latin ini. 

Di Olimpiade Atlanta, penari-penari Tango di lapangan hijau itu ternyata lebih macho ketimbang tim Samba. Mereka membungkam tuan rumah 3-1, yang diyakini sebagai balas dendam setimpal ketika mereka diporak-porandakan 3-0 pada Piala Amerika 1995.

Itu baru 'kemenangan pertama' dari Brasil atas persaingan kedua tim yang sebenarnya sangat diskenariokan bertemu di final. Kalau itu terjadi. kenangan Olimpiade 1928 Amsterdam tampaknya akan terulang. Dan kali ini tak boleh lepas. Dulu Uruguay yang membuyarkan impian indah.

Kalau Mario Lobo Zagalo banyak menumpuk bintang muda lokalnya, tidak demikian dengan Daniel Alberto Passarella, pelatih yang diserahi tanggung jawab oleh AFA (PSSI-nya Argentina) karena begitu ambisinya negara ini untuk merebut emas. Pelatih Gaucho Senior ini gemar memakai bintang muda yang bersinar di Liga Italia dan Spanyol, termasuk tiga pemain 'ekstranya'.

Tercatat sembilan pemain 'asing' digunakannya. Ambisi makin mengental tatkala setengah dari tim ini ternyata pasukannya yang juga turun di penyisihan Piala Dunia 1998, yang masih berlangsung hingga saat ini. Dalihnya jelas, menambah jam terbang para pemainnya lantaran Argentina rada 'gawat' di babak kualifikasi zona Amerika Selatan. Tak ada salahnya memang menjalankan tugas ganda, apalagi buat bangsa. Dan Argentina tengah mewujudkannya itu.


SKUAD TIM TANGO OLIMPIADE 1996

Kiper: 1-Carlos Bossio (01-12-73/Estudiantes)12-Pablo Cavallero (13-04-74/Velez Sarsfield)22-Javier Lavallen (13-12-73/Esgrima).
Belakang2-Roberto Ayala (14-04-73/Napoli, Italia)3-Jose Chamot (17-05-69/Lazio, Italia)4-Javier Zanetti (10-08-73/Inter, Italia)6-Roberto Sensini (12-10-66/Parma, Italia)13-Hector Pineda (13-07-75/Huracan, Meksiko)14-Pablo Paz (27-01-73/Banfield)19-Juan Sorin (05-05-76/River Plate).
Tengah5-Matias Almeyda (21-12-73/River Plate)8-Diego Simeone (28-04-70/Atletico Madrid, Spanyol)10-Ariel Ortega (04-03-74/River Plate)11-Hugo Morales (30-07-74/Lanus)18-Marcelo Gallardo (18-01-76/River Plate)15-Christian Bassedas (16-02-73/Velez Sarsfield)16-Gustavo Lopez (13-04-73/Zaragoza, Spanyol)20-Juan Veron (09-03-73/Sampdoria, Italia)21-Guillermo Schelotto (04-05-73/Esgrima).
Depan7-Claudio Lopez (17-07-74/Racing Club)9-Hernan Crespo (05-07-75/Parma, Italia)17-Marcelo Delgado (24-03-73/Racing Club).
Pelatih: Daniel Alberto Passarella
Asisten: Amerigo Gallego, Alejandro Sabella
Partisipasi: 1928 1960, 1964, 1988

(foto: worldsoccer)

Share:

Coppa Italia 1995/96: Fiorentina Setelah 17 Tahun

Memang belum seindah impian aslinya, kalau tak bisa disebut target yang meleset: menjadi juara liga. Walau begitu, dahaga publik Firenze akan kejayaan cukup terpenuhi tahun ini. Merebut juara Coppa Italia (Piala Italia) adalah kepuasan ketiga bagi semua klub di Italia, setelah menjuarai Serie A dan Piala Champion Eropa.

Coppa Italia 1995/96: Fiorentina Setelah 17 Tahun
Fiorentina sadar, musim ini AC Milan dan Juventus memang sulit dijabanin. Jadi? Lumayanlah, berkat kepemimpinan Gabriel Omar Batistuta, La Viola bisa juga membubung ke kejuaraan Eropa dengan meraih karcis gratis dan otomatis ke Piala Winner 1996/97. Menurut kabar terakhir, mereka sudah sampai di perempatfinal. Syukurlah. Itu artinya keberkahan yang realistis benar-benar didapat. Apalagi setelah 1979, baru kali ini lagi mereka juara.

“Yang penting kami bisa go international,” sebut Vittorio Cecchi-Gori, bos dari segala bos di Fiorentina ini dengan tawa, setelah anak buahnya menghantam tuan rumah Atalanta 2-0 pada final kedua di Stadion Atleti Azzuri d’ltalia, Bergamo, 18 Mei 1996.

Berkah Juventus

Yang tak diduga, Marcello Lippi dan Juventus-nya ternyata berkepentingan juga dengan hasil Piala Italia 1996 ini. Dia segera meminang beberapa pemain, dari pihak yang tadinya bermusuhan, untuk dijadikan Juventino. Sebut saja duet Paolo Montero dan Christian Vieri (Atalanta) serta Nicola Amoruso (Fiorentina). Pantas dan sesuai ukuran.

Begitulah para pengamat di Italia menanggapi hasil yang dipetik Fiorentina. Mengapa? Meski punya salah satu lini tengah terbaik di Italia – kuartet aduhai Manuel Rui Costa, Stefan Schwarz, Francesco Baiano, dan Sandro Cois – namun secara keseluruhan Fiorentina belum bisa menandingi Milan dan Juventus.

Selain materinya lebih berbobot, karena punya pemain kelas satu, Milan dan Juve juga punya sejarah, mental, dan stabilitas permainan yang lebih baik untuk mengarungi ajang seberat kompetisi Serie A. Jadi, memang harus bersyukurlah kalian, Fiorentina!

RUTE JUARA

Babak Pertama: Menang bye
Babak Kedua: 30/08/95: Ascoli vs FIORENTINA 1-2 (Minuti 5, Serena 59, Savio 70bd]
Babak Ketiga: 25/10/95: Lecce vs FIORENTINA 0-5 (Rui Costa 3, Batitstuta 38, Baiano 54 dan 73, Robbiati S9)
Perempatfinal Pertama: 30/11/95: FIORENTINA vs Palermo 1-0 (Batistuta 69pen)
Perempatfinal Kedua: 13/12/95: Palermo vs FIORENTINA 1-2 [Baiano 32, Rui Costa 57; Scarafoni 73pen)
Semifinal Pertama: 15/02/96: FIORENTINA vs Inter 3-1 (Batistuta 14pen, Batistuta 47 dan 86; Ganz 32)
Semifinal Kedua: 28/02/96: Inter vs FIORENTINA 0-1 (Batistuta 78)
Final Pertama: 02/05/96: FIORENTINA vs Atalanta 1-0 (Batistuta 52)
Final Kedua: 18/05/96: Atalanta vs FIORENTINA 0-2 (Amoruso 48, Batistuta 61)

(foto: fantasista10)

Share:

Profil Rumania: Menguji Kemampuan

Persepakbolaan Rumania begitu melejit usai tumbangnya diktator Nicolae Ceausescu pada revolusi politik, dampak dari runtuhnya Tembok Berlin, awal 1990. Setelah rezim komunis musnah, para pesepak bola Rumania mulai mendapat kesempatan bermain di luar negeri. Mereka punya kebebasan untuk mengembangkan bakat, skill sekaligus meningkatkan kepercayaan diri.
Profil Rumania: Menguji Kemampuan
Skuad terbaik Rumania sepanjang masa (minus kiper Bogdan Stelea).
Hasilnya, begitu banyak bintang mencuat dari negara di Semenanjung Balkan ini. Mereka makin unjuk gigi dan rupanya mereka sangat teruji kemampuannya. Sebut saja nama Gheorghe Hagi, llie Dumitrescu, Florin Raducioiu, atau Gheorghe 'Gica' Popescu. Prestasi paling spektakuler tim dari Negeri Drakula ini ada di Piala Dunia 1994.

Tak ada yang mengira, mereka menerobos hingga babak perempatfinal alias 8 besar. Hanya kurangnya tradisi dan jam terbang saja yang membuat mereka tidak bisa menembus 4 besar, apalagi 2 besar alias final. Sayangnya sepanjang pengembaraan di ajang Piala Eropa, prestasi Rumania belum pernah mengkilap. Dari sembilan kali ikut serta, baru empat kali mereka menerobos putaran final.

Grafik Rumania juga dianggap labil, dan kali ini malahan sedang menurun. Salah satu tolok ukurnya barangkali kekalahan telak mereka 0-3 dari Prancis, menjelang akhir pertandingan penyisihan Piala Eropa Grup 1. Padahal sebelum itu Rumania tak pernah kalah.

Fatalnya, kekalahan Rumania itu terjadi di kandang sendiri, Bukarest. Tapi apa kata Iordanescu? "Adalah hal biasa jika grafik permainan menurun setelah mengalami kompetisi hebat," ujarnya singkat. Kita tunggu kejutannya.

Sekilas Rumania

Nama Resmi: Republica Socialista Romania
Luas: 237.503 km2
Populasi: 23.146.928 (1991)
Federasi: Federatia Romana of Fotbal (FRF)
Berdiri: 1930
Jumlah Klub:  4.956
Jumlah Pemain: 207.526
Kostum: Kuning-Kuning-Kuning
Prestasi: Perempatfinal Piala Eropa 1960, 1972; Perempatfinal Piala Dunia 1994
Pelatih: Anghel lordanescu, sejak 1993

Anghel Iordanescu

Profil Rumania: Menguji KemampuanDia dilahirkan pada 4 Mei 1950. Sebagai pemain, Iordanescu pernah 64 kali memperkuat tim nasional dengan sumbangan 26 gol. Dia juga pernah empat kali membawa Steaua Bucuresti sebagai juara Liga Rumania. 
Ketika Steaua mengalahkan Barcelona di final Piala Champion 1986 melalui adu penalti, dia turut andil sebagai pemain. Sebagai pelatih nasional, Iordanescu menggeser Cornel Dinu pada pertengahan 1993. Prestasi terbaiknya membawa Rumania ke perempatfinal Piala Dunia 1994 di AS.

Skuad
Kiper: Florin Prunea (Dinamo Bucuresti/26 tahun/30 kali membela tim nasional), Bogdan Stelea (Steaua Bucuresti/29/32), Florin Alexandru Tene (Rapid Bucuresti/22/4).
Belakang: Dan Petrescu (Chelsea/29/50); Gheorghe Mihali (Guingamp/31/30), Gheorghe 'Gica' Popescu (Barcelona/29/61), Daniel Prodan (Steaua Bucuresti/27/30), Tibor Selymes (Cercle Brugge/26/27), Anton Dobos (Steaua Bucuresti/31/6), Corneliu Papura (Universitatea Craiova/23/9).
Tengah: loan Sabau (Brescia/28/47), Radu Niculescu (National Bucuresti/21/8), Nica Panduru (Benfica/26/21), lulian Filipescu (Steaua Bucuresti/21/2), Dorinel Munteanu (FC Koeln/28/44), Dorin Mateut (Dinamo Bucuresti/30/56), loan Angelo Lupescu (Bayer Leverkusen/28/46).
Depan: llie Dumitrescu (West Ham United/27/54), Constantin Gilca (Steaua Bucuresti/26/16), Gheorghe Hagi (Barcelona/31/96), Florin Raducioiu (Espanyol/26/37), Ion Vladoiu (Steaua Bucuresti/28/17), Marius Lacatus (Steaua Bucuresti/32/76), Adrian llie (Steaua Bucuresti/22/1), Dinu Moldovan (Neuchatel Xamax/23/6), Gheorghe Craioveanu (Real Sociedad/28/7).

(foto: xtratime.org/photoshelter)

Share:

Profil Prancis: Memulihkan Kredibilitas

Manajer Prancis, Aime Jacquet, dan pasukannya memikul tugas teramat berat di Inggris nanti. Ambisi meraih kembali gelar idaman di turnamen ini bukan cuma milik tim, tetapi bangsa Prancis pun menuntutnya. Beberapa tahun terakhir, Prancis hanya dikenal namanya sebagai tim tangguh. Memulihkan kredibilitas Prancis sebagai tim kelas atas Eropa, memang tugas utama pasukan Les Bleus masa kini.

Profil Prancis: Memulihkan Kredibilitas
Bintang-bintang Prancis yang harum di pelataran klub macam Christian Karembeu, Marcel Desailly, Didier Deschamp, atau Youri Djorkaeff bertugas menghapus noda buruk prestasi Prancis. Mereka diharapkan bisa mengembalikan kenangan indah, ketika tim berlogo Ayam Jantan berjaya di era Raymond Kopa dan Just Fontaine.

Atau setidaknya seperti di pertengahan 1980-an ketika Les Bleus digembongi oleh kuartet paling aduhai pada sosok Michel Platini, Jean Tigana, Alain Giresse, dan Luis Fernandez. Empat sekawan tiada tara kala itu bersematkan titel yahud: Les Carrés Magiques alias France's Magic Square.

Belum lagi niatan untuk menghapus stigma buruk akibat kasus suap yang mendera klub elite Olympique Marseille. Klub ini dipaksa kehilangan gelar juara Piala Champion, dan diturunkan derajatnya secara tidak hormat ke Divisi II Liga Prancis. Semua itu diharapkan dapat segera dihapuskan oleh pasukan inti Jacquet.

Di Inggris nanti, kali ini Prancis mengandalkan bintang-bintang asal klub Paris Saint-Germain, yang baru saja merenggut gelar Piala Winner. Selain Djorkaeff ada Bernard Lama, Alain Roche, atau Vincent Guerin sampai Jean Pierre-Papin.

Mereka bakal bersatu dengan pemain andalan yang tersebar di klub Eropa lainnya, macam Karembeu (Sampdoria), Desailly (AC Milan), termasuk Eric Cantona (Manchester United). Mampukah Cantona melakukan hattrick titel pribadinya, setelah ia membawa United ke tampuk juara Liga Inggris dan Piala FA?

Tentu tak mudah. Di Grup B, Les Bleus sekandang bersama negara tetangga Spanyol, serta dua wakil tangguh Eropa Timur, Bulgaria dan Rumania. Perlu diingat, Bulgaria dengan Hristo Stoichkov dan Emil Kostadinov-nya masih menjadi momok mengerikan yang pernah membuat trauma bangsa Prancis karena, di menit-menit akhir pertandingan sanggup merampas tiket mereka ke Piala Dunia 1994! Jadi, jelas, beban yang dipanggul Prancis cukup berat.

Sekilas Prancis

Nama Asli: La Republique Francaise
Luas: 557.670 km2
Populasi: 55.045.998
Federasi: Federation Francaise of Football (FFF)
Berdiri: 1919
Jumlah Klub: 21.186
Jumlah Pemain: 1.915,836
Kostum: Biru-Putih-Merah
Prestasi: Juara Eropa 1984, Peringkat Ketiga Piala Dunia 1958, 1986
Pelatih: Aime Jacquet (27.11.1941), sejak 1994.

Aime Jacquet
Profil Prancis: Memulihkan KredibilitasLahir 27 November 1941. Dia pernah dua kali membela tim nasional. Jacquet adalah pemain tengah dengan kadar lumayan. Kariernya melambung di klub Saint Etienne dan Lyon. Usai gantung sepatu di Lyon, dia langsung berkarier jadi pelatih. Jacquet sempat mengembara di Lyon, Bordeaux, Montpellier, dan Nancy, sebelum akhirnya jadi asistennya Gerard Houllier di tim nasionalJacquet punya adalah karakter yang keras. Walau potongannya lembut, namun dia penganut disiplin militer. Ia seorang organisator yang baik dan terpercaya. Pria berkaca mata ini resmi menjadi pelatih nasional pada Desember 1993 menggeser Houllier, setelah gagal membawa Prancis ke putaran final Piala Dunia 1994.

Skuad
Kiper: Bernard Lama (Paris SG/33 tahun/26 kali tim nasional), Fabien Barthez (Monaco/24/2), Bruno Martini (Montpellier/34/30).
Belakang: Jocelyn Angloma (Torino/30/32), Marcel Desailly (AC Milan/27/20), Alain Roche (Paris SG/28/22), Eric Di Meco (Monaco/32/20), Bixente Lizarazu (Bordeaux/26/17), Franck Le Bouef (Strasbourg/28/7), Lilian Thuram (Monaco/24/8), Laurent Blanc (Auxerre/30/47).
Tengah: Didier Deschamps (Juventus/27/48), Christian Karembeu (Sampdoria/25/14), Vincent Guerin (Paris SG/30/10), Zinedine Zidane (Bordeaux/23/10), Sabri Lamouchi (Auxerre/24/3), Corentin Martins (Auxerre/26/11).
Depan: Youri Djorkaeff (Paris SG/28/15), Patrice Loko (Paris SG/26/11), Reynald Pedros (Nantes/27/17), Christophe Dugarry (Bordeaux/24/9), Cyril Pouget (Metz/23/3), Eric Cantona (Manchester United/29/45).

(foto: francefootball/bbc)

Share:

Inggris vs Swiss: Langkah Awal Meraih Mimpi

Benar, bagi Inggris, tak ada kata lain kecuali jadi juara. Soalnya mereka sudah habis-habisan mengeluarkan modal demi menjadi tuan rumah Piala Eropa 1996. So, kompensasi yang paling setimpal memang tunggal: juara Eropa untuk pertamakalinya.

Inggris vs Swiss: Langkah Awal Meraih MimpiFootball Comes Home, demikian mereka memberi tema kejuaraan akbar antarbangsa se-Eropa ini. Sekaligus menunjukkan kebesaran mereka atas sepak bola. Berkat jejak sejarah sebagai pencetus sistem permainan, bangsa Inggris meyakini sebagai pemilik sah sepak bola. Namun hal ini juga akan jadi beban spesial sekaligus pertanyaan kongkrit: bisakah mereka merebut juara? Jika ditanyakan pada pelatihnya, Terry Venables, akan didapat jawaban klise, diplomatis, atau malah menjurus skeptis. “Lihat lawannya dulu,” katanya. Ocehan ini tentunya bermuatan teknis. Rasa takut rupanya telah menyelimuti pasukan St. George Cross

Maklum, undian malah merugikan tuan rumah. Inggris bergabung dengan Belanda dan Skotlandia, dua musuh yang secara historis sulit dikalahkan. Oke, lawan Swiss mereka bisa saja menang, seperti yang pernah dilakukan 15 November lalu ketika menang 3-1.

Tapi, bagaimana dengan Tim Oranye dan Pasukan Tartan? Puas dengan seri? Berat, mengingat jadi juara grup amat penting. Itu kalau mereka terus ingin tampil di lapangan keramat, Wembley. Bobby Charlton, Geoff Hurst, Alan Ball, dan Gordon Banks telah memberi kejayaan di Wembley. Bagaimana dengan David Platt, Alan Shearer, Gazza, dan David Seaman? Berharap baik-baiklah dengan mereka, semoga everything is allright.

Bagaimana dengan sang lawan? Tahun ini bisa dikatakan sebagai tahun kebangkitan lagi bagi Swiss. Bagaimana tidak, sudah 32 tahun tim merah putih itu tidak menikmati kerasnya perseteruan di putaran final Piala Eropa. Jika ada orang yang patut menerima ucapan terima kasih atas keberhasilan Swiss tahun ini justru orang Inggris.

Dialah Roy Hodgson. Pelatih asal Inggris inilah yang mengangkatnya. Berkat Hodgson, Swiss bisa tampil di Piala Dunia 1994. Kemudian, pelatih ini pulalah yang meloloskan Alain Sutter dkk, ke putaran final Inggris. Mulai tahun ini, tongkat kepelatihan beralih dari tangan Hodgson ke tangan Artur Jorge, pelatih berkebangsaan Portugal. Penyebabnya Hodgson menerima pinangan klub top Italia, FC Internazionale Milano.

Sebuah tugas yang tidak ringan bagi Jorge. Tapi ia berharap, para pemainnya yang tersebar di berbagai klub Eropa bisa menolong timnya. “Jika semua pemain yang kami inginkan bisa tampil, maka kami akan menjadi tim yang kuat,” ujar Jorge.

Ironisnya, masyarakat Swiss sendiri tidak berharap terlalu banyak pada tim kebanggaannya ini. Apalagi mereka harus menghadapi tuan rumah Inggris pada pertandingan pembuka di Wembley. Enam hari kemudian, merekapun harus melawan favorit juara Belanda di Birmingham. Rasanya memang sulit bagi pasukan Jorge untuk lolos ke babak kedua.

DATA-FAKTA

INGGRIS
Nama Asli: ENGLAND
Luas: 130.439 km2
Populasi: 47.254.000
Federasi: THE FOOTBALL ASSOCIATION (FA)
Berdiri: 1863
Jumlah Klub: 41.750
Jumlah Pemain: 3.258.000
Kostum: Putih-Biru-Putih
Prestasi: Juara Dunia 1966, peringkat tiga Piala Eropa 1968
Pelatih: Terry Venables (53 tahun), kontrak Juli 1994 -Juli 1996

TERRY VENABLES
Lahir 6 Januari 1943, Terry El Tel' Venables hanya sekali memperkuat tim nasional Inggris ketika dia bermain untuk Chelsea. Semasa jayanya, dia adalah jenderal lapangan tengah yang terus dipegangnya hingga memperkuat Tottenham Hotspur, Queens Park Rangers, dan Crystal Palace. Karier kepelatihannya dimulai di klub terakhir Palace. Tak lama kemudian Venables menggarap klub besar: Barcelona sekaligus juga memboyong pesepak bola kesukaannya sekaligus pemain tersopan di dunia, Gary Lineker, dari Tottenham. Di usianya yang ke-51, El Tel dinobatkan FA menjadi pelatih tim nasional menggantikan Graham Taylor yang gagal. Namun kisahnya juga tak lama. Akibat masalah pribadi, ia akan mengundurkan diri 30 Juni nanti. Lalu posisinya diisi oleh pejuang asal Chelsea lainnya, Glenn Hoddle.

SKUAD LENGKAP
Kiper: David Seaman (Arsenal/usia 32 tahun/ 23 kali main), Tim Flowers (Blackburn Rovers/29/7), Ian Walker (Tottenham Hotspur/24/0).
Belakang: Tony Adams (Arsenal/29/39), Gary Pallister (Manchester United/30/20), Stuart Pearce (Nottingham Forest/34/64), Gary Neville (Manchester United/21/8), Philip Neville (Manchester United/19/0), Gareth Southgate (Aston Villa/25/2), Rob Jones (Liverpool/24/8), Mark Wright (Liverpool-/32/44).
Tengah: Paul Gascoigne (Glasgow Rangers/28/37), Paul Ince (Internazionale/28/18), Steve McManaman (Liverpool/24/9), David Platt (Arsenal/29/57), Darren Anderton (Tottenham Hotspur/24/9), Dennis Wise (Chelsea/29/11), Robert Lee (Newcastle United/29/5).
Depan: Steve Stone (Nottingham Forest/24/5), Alan Shearer (Blackburn Rovers/25/22), Les Ferdinand (Newcastle United/29/9), Teddy Sheringham (Tottenham Hotspur/30/14), Robbie Fowler (Liverpool/21/2).

SWISS
Nama Asli: HELVETICA
Luas: 41.293 km2
Populasi: 6.955.000
Federasi: SCHWEIZERISCHER FUSSBALLVERBAND (SPV)
Berdiri: 1895
Jumlah Klub: 473
Jumlah Pemain: 182.369
Kostum: Merah-Putih-Merah
Prestasi: Perempatfinalis Piala Dunia 1954
Pelatih: Artur Jorge (50 tahun), Per 1 Januari 1996

ARTUR JORGE
Sebagai pemain, pria berkumis berkebangsaan Portugal yang dilahirkan ibunya pada 13 Februari 1946 ini pernah membela klub elite FC Porto, Academica Coimbra, Benfica, dan Belenenses, Akan tetapi, ia terpaksa gantung sepatu mendadak di usia produktif karena mengalaml patah kaki. Sebagai pelatih, ia pernah sukses membawa FC Porto menggondol Piala Champion 1987, dan Paris SG menjuarai Liga Prancis dua tahun silam. la pun pernah menangani tim nasional Portugal 1989-91, serta Benfica 1994-95. Jorge mulai memegang kendali tim Swiss 1 Januari 1996. la menggantikan posisi pelatih Inggris, Roy Hodgson, yang kini menangani raksasa Serie A, Internazionale Milano.

SKUAD LENGKAP
Kiper: Marco Pascolo (Servette/usia 29 tahun/35 kali main), Stephane Lehmann (Sion/32/8), Pascal Zuberbuehler (Grasshopper/25/3).
Belakang: Alain Geiger (Grasshopper/35/110), Stephane Henchoz (Hamburg/21/15), Marc Hottiger (Everton/28/59), Dominique Herr (Sion/30/51), Yvan Quentin (Sion/26/25), Roman Vega (Grasshoper/25/7).
Tengah: Ciriaco Sforza (Bayem Muenchen/26/39), Johann Vogel (Grasshopper/19/3), Thomas Bickel (Vissel Kobe/32/52), Christophe Bonvin (Sion/31/41), Alain Sutter (Freiburg/29/61), Marcel Koller (Grasshopper/35/51), Christophe Ohrel (St. Etienne/28/46), Murat Yakin (Grasshopper/21/2), Sebastien Fournier (Sion/24/11).
Penyerang: Stephane Chapuisat (Borussia Dortmund/26/45), Kubilay Turkyilmaz (Grasshopper/29/47), Adriarn Knup (Karlsruhe/27/45), Marco Grassi (Rennes/27/22).

(foto: soccernostalgia.blogspot)
Share:

Opening EURO'96: 400 Juta Penonton

Satu setengah jam sebelum pertandingan pertama Piala Eropa tanggal 8 Juni 1996, penonton akan disuguhkan sebuah acara pembukaan yang dijamin spektakuler. Asosiasi Sepak Bola Inggris (FA) telah menyiapkan acara itu sejak satu tahun yang lalu. Alec McGivan, yang sehari-hari menjabat sebagai manajer humas FA, kali ini bertugas mengatur urutannya.
Opening EURO'96: 400 Juta Penonton
"Tugas ini sangat menggetarkan. Merancang sebuah acara yang akan disaksikan langsung oleh 400 juta manusia di seluruh dunia. Acara itu tidak hanya tampil bagus disaksikan melalui pesawat televisi tapi juga harus mempesona publik yang hadir secara langsung di Stadion Wembley," kata McGivan.

Selain itu. FA ingin agar isi upacara pembukaan intinya juga merefleksikan kisah sepak bola Inggris dan akan selalu diingat oleh yang menyaksikannya. Beberapa minggu setelum Hari-H, akan dilaksanakan beberapa kali gladi resik. Selain diperlukan 40.000 balon, personel yang dilibatkan dalam acara tersebut lebih dari 1.000 orang.

"Ada penari, anak-anak sekitar Wembley, kuda, pemain sepak bola muda berbakat, mantan bintang sepak bola Inggris, pesawat jet, band militer, dan tidak tertinggal grup musik Inggris, Simply Red," kata McGivan. Segalanya sudah tersedia. tinggal satu faktor kecil saja. Cuaca yang bagus!


URUTAN ACARA PEMBUKAAN

Merrie England – tarian massal spektakuler.
Medieval Knights with St. George and The Dragon – menampilkan adegan-adegan heroik Gerard Naprous dan The Devil's Horsemen.
Football Througth The Ages – menyajikan ilustrasi pertandingan internasional pertama. Skotlandia vs Inggris tahun 1872
England Greats – parade sejumlah pemain internasional Inggris yang dipimpin Sir Stanley Matthews, manajer legendaris tim nasional Inggris.
The Trophy Revealed – bentuk lain trofi Piala Eropa yang hanya dijumpai di acara ini.
The Red Devils – 16 bendera negara peserta hadir di stadion, dibawa oleh para peterjun payung.
Welcome to England – ucapan selamat datang dari anak-anak Brent, mewakili 16 negara peserta.
We're in This Together – Mick Hucknall dan grupnya, Simply Red, akan menyanyikan lagu resmi Piala Eropa 1996.
Salute from The Skies – penghormatan dari grup akrobat udara Red Arrows milik Royal Air Force Inggris.
Official Opening – The Duke of Kent, Presiden FA, secara resmi membuka Piala Eropa.
Up Up and Away – 40.000 balon akan dilepas ke udara menandai dimulainya Piala Eropa 1996.
(foto: dreamteamfc)

Share:

EURO 1996: Pesta Untuk Ratu

Kabar mutakhir yang dari panitia penyelenggara Piala Eropa 1996 lewat buletin Countdown Euro 96 terbitan bulan Mei menyebutkan Ratu Elizabeth II akan menyaksikan final pada 30 Juni di Stadion Wembley, London. Bahkan Ratu pun akan menyerahkan piala kepada sang pemenang. Lantas, siapa pemenangnya ya?

EURO 1996: Pesta Untuk Ratu
Nanti dulu. Di saat masih delapan minggu kejuaraan akan bergulir lebih asyik membicarakan bagaimana Inggris selaku tuan rumah membuat kejuaraan ini bagai pesta akbar yang tiada banding. Wajar saja kalau hal ini dituntut karena Inggris sudah mengukuhkan diri sebagai rumahnya sepak bola. Simak saja jargon kejuaraannya: “Football Comes Home.”

Hadirnya ratu dalam suatu pesta sepak bola sangat jarang. Ini merupakan pengulangan final Piala Dunia 1966 yang berlangsung di tempat yang sama. Ratu Elizabeth II ketika itu menyaksikan secara langsung final Inggris melawan Jerman. Yang mulia juga yang menyerahkan trofi juara kepada kapten Inggris,

Robert ‘Bobby’ Moore, yang ketika itu sukses memimpin timnya menjadi juara dunia. Terlihat wajah Ratu, tamu-tamu VIP, serta puluhan ribu penonton yang hadir ketika itu begitu cerah. Kenangan inilah yang hendak diwujudkan kembali oleh direktur turnamen, Glen Kirton.

“Kehadiran Ratu nanti menjadi suatu kehormatan tersendiri. Alangkah gembiranya kami kalau yang menerima piala kemenangan adalah tim kami juga," ujar Kirton yang bersama staf-nya sudah hampir enam tahun mempersiapkan hajatan ini.

Sebagai tuan rumah, Inggris sudah menyatakan siap menggelar pesta olah raga ketiga terbesar dunia itu (setelah Piala Dunia dan Olimpiade) Sebagai peserta, Inggris dianggap paling siap, karena tanpa harus ikut babak penyisihan sebagaimana 15 tim lainnya. Tapi, buruknya kekompakan dalam diri mereka menjadi berkurang.

Sampai minggu ini semua tim sudah memasukkan 22 pemain sebagai nominator, sampai akhirnya nanti diperas menjadi 18 pemain. Memang sudah ada tim yang mengumumkan 18 pemain, seperti Italia, Prancis, Spanyol, dan Belanda.

Rano dan Kurniawan

Yang pasti bukan hanya Inggris yang sudah siap, tapi seluruh peserta sudah mencanangkan ambisi bermain sebaik mungkin di Piala Eropa nanti. Bahkan kita di Indonesia. Anda pun seharusnya sudah siap dan mulai mengelus jago.

Piala Eropa datang, prediksi para pakar pun patut didengar. Seperti pada waktu-waktu sebelumnya, Bola menyiapkan tim untuk menyambut sekaligus memberikan liputan terbaik Piala Eropa yang akan berlangsung 8-30 Juni. Para bintang yang sudah menyatakan siap terlibat dalam liputan itu adalah Rano "Si Doel” Karno dan Kurniawan Dwi Yulianto.

Rano yang selain aktor dan artis, juga dikenal masyarakat fasih dalam menganalisis laga sepak bola, akan memberikan berbagai prediksinya di sela-sela syuting sinetron Si Doel Anak Sekolahan. Sedangkan Kurniawan yang pada akhir Mei nanti pulang ke Tanah Air, direncanakan akan memberikan prediksinya dari tempat tinggalnya, Kalinegoro, Magelang. Tapi, untuk nomor ini penilaiannya dikirim langsung dari Luzern, Swiss.

Rano sendiri untuk edisi ini sudah memberikan prediksinya. Siapa pakar yang lain? Tentu semua orang ternama seperti mantan kiper nasional Edy Harto, mantan wasit Joppie de Fretes, dan mantan pelatih Persib, Indra Thohir.

Di jajaran redaksi sendiri, tim peliput dibagi dua. Yang terbang ke tempat kejuaraan adalah Lilianto Apriadi, Rayana Djakasuria, dan Stefan Sihombing. Tim di Jakarta dikapteni Arief Natakusumah, dan diperkuat oleh Donny Winardi, Roosyudhi Priyanto. Broto Happy serta dua calon wartawan, Rahayu Widiarti dan Dian Savitri.

Semua koordinasi di bawah pengawasan Redaktur Pelaksana Ian Situmorang dan Pemimpin Redaksi Sumohadi Marsis. Kerja tim ini sebagian bisa dilihat dari liputan Piala Eropa pada nomor ini yang khusus menampilkan profil, perjalanan, persiapan, dan juga anggota tim, serta makna Piala Eropa itu sendiri. Selamat menikmati.

(foto: eveningtimes)
Share:

Artikel Populer

Maurizio Sarri: Tantangan Baru Si Mantan Bankir

Buat tifosi Napoli yang militan dan fanatik, begitu melihat jagoannya cuma meraup dua poin dari tiga laga jelas bikin dongkol selain gundah...

Arsip

Intermeso

Wawancara

Arsip

Artikel Terkini