Sejak zaman baheula pun, perkembangan olah raga selalu terkait dengan situasi politik. Popularitas Tsu Chu sempat mengalami hambatan besar dengan runtuhnya Dinasti Han (206 SM-220). Rawannya stabilitas keamanan dalam negeri membuat olah raga ini ‘diabaikan’ orang selama empat ratus tahun.
Baru di era Dinasti Tang (618-907), permainan yang jadi cikal bakal sepak bola itu mulai reborn, lahir kembali. Dari semua literatur tentang Cina kuno, kisah Tsu Chu adalah salah satu yang lenyap bak ditelan bumi. Ini bukti bahwa Tsu Chu saat itu menjadi kurang penting dalam kehidupan. Beda dengan manuskrip soal peperangan, pengetahuan, pengobatan, pertanian, perdagangan bahkan kuliner yang tak pernah putus ceritanya.
Cerita turun temurun ke anak cucu betapa signifikannya Tsu Chu pada lifestyle leluhur sontak terputus. Juga kisah patriotik. Menurut syahibul hikayat, sebagai persiapan membendung lawan, Jendral Huo Qubing pernah menyuruh pasukannya membedah hutan. Bukan untuk benteng, tapi sebuah lapangan bola! Dia beralasan untuk menaikkan moral diperlukan kebugaran tubuh. Dan katanya yang paling efektif adalah dengan main Tsu Chu.
Maka dari itu, runtuhnya Dinasti Han diikuti juga oleh hilangnya sebuah permainan rakyat dan para kaisar sejak ribuan tahun. Kisah itu bisa jadi diawali menyerahnya Kaisar Xian (181-234) di sebuah laga Battle of Red Cliffs pada tahun 208. Militer Han dikalahkan oleh pasukan aliansi yang di utara dipimpin oleh Cao-Cao, bekas panglima Dinasti Han. Sedangkan dari sebelah selatan oleh Sun Quan serta barat melalui panglima Liu Bei.
Dari aksi ketiga warlord inilah kelangsungan Dinasti Han tamat setelah berkuasa 426 tahun. Era berganti. Cina diperintah oleh Sanguo (tiga kerajaan besar) yang masing-masing punya kaisar sendiri. Namun dominasi Three Kingdoms itu pun tak lama, cuma 60 tahun. Pada tahun 280 aliansi kekaisaran ini pecah kongsi. Wilayah barat dan selatan digerogoti keturunan Cao Cao yang mendirikan sebuah klan baru: Dinasti Jin (265-420).
Jangan lagi khusus Tsu Chu, lainnya hampir tak ada yang menulis manuskrip semua olahraga di era itu, selain kisah perang atau politik. Situasi dalam negeri Cina yang destruktif masih terus berlangsung. Pada tahun 304-439, ada 16 kerajaan lagi yang bikin Dinasti Jin makin kehilangan tajinya. Bahkan pada tahun 420, Dinasti Jin terpecah menjadi kerajaan utara dan kerajaan selatan, yang berjalan hingga tahun 589.
Seperti biasanya, dengan tidak adanya kesatuan kepemimpinan, maka sulit bagi olah raga untuk berkembang. Cerita Tsu Chu hingga saat itu jadi raib, setidaknya missing-link. Peta politik di Cina masih tetap keriting sesudah lahirnya Dinasti Sui (581-618). Tidak banyak yang terungkap dari sebuah era yang cuma berkuasa 37 tahun itu. Dua hal paling menonjol pada dinasti ini adalah soal rekonstruksi Tembok Cina, pembuatan kanal terbesar di dunia dan berkembangnya agama Buddha.
Kisah soal Tsu Chu kembali terungkap dalam banyak literatur setelah lahirnya Dinasti Tang (618-907). Dinasti ini mulai berkuasa usai kaisar terakhir Dinasti Sui, Yang Sui, diracun oleh Li Yuan, sang keponakan. Dari berbagai naskah kuno disebutkan bahwa Tsu Chu hidup kembali pada era ini. Bukan itu saja, teknologi baru bola juga diperkenalkan. Kalau selama ini diisi bulu burung, maka sekarang diganti udara serta dibungkus kulit berlapis dua.
Lebih dari itu, permainan Tsu Chu mengalami improvisasi. Kini ada dua gawang. Satunya lagi ditaruh di tengah lapangan. Kegilaan rakyat sampai raja pada Tsu Chu kembali marak. Ibukota Chang’an saat itu dipenuhi lapangan bola! Mulai yang berkelas bebatuan, rerumputan, hingga hamparan permadani yang biasanya berada di istana-istana. Klub-klub bertebaran. Seluruh angkatan perang plus pasukan khusus dipastikan memiliki klub.
Wu Zetian
Dari satu manuskrip beserta gambarnya yang diketemukan, terlihat seorang gadis 17 tahun tengah mengalahkan sebuah tim angkatan darat Cina. Setidaknya ada dua indikasi yang tersibak. Pertama gadis ini adalah seorang pemain profesional, buah dari ketatnya kompetisi saat itu. Kedua, gambar menunjukkan betapa populer Tsu Chu. Di zaman ini, kaum intelektual mulai banyak yang bermain dan berjasa mengimprovisasi aturan-aturannya.
Mereka, seperti para mahasiswa Oxford di Inggris seribu tahun kemudian, bikin temuan baru. Selain inovasi pada bola juga ditemukannya istilah posisi per posisi di lapangan. Salah satunya penjaga gawang! Biasanya ini untuk pemain yang kurang berbakat. Yang mengagumkan, dari pelbagai jurus-jurus baru muncul pula kembangan permainan. Untuk diketahui, kala itu Tsu Chu bisa juga disebut ‘bola basket kuno’ dengan tiang gol setinggi 10 meter!
Hal paling menonjol di era Tang ialah banyaknya perempuan yang jago Tsu Chu. Ini cukup mengejutkan sebab sebelumnya tidak pernah ada manuskrip yang menulisnya. Namun dari catatan sejarah, hal itu baru bisa dipahami. Dinasti Tang (Tang Chao) yang merengkuh di Cina sejak 18 Juni 618 sampai 4 Juni 907 adalah periode kekuasaan yang didirikan Li Yuan dengan lebih dulu membunuh pamannya, kaisar terakhir Dinasti Sui, Kaisar Yang.
Li Yuan menjadi kaisar pertama dinasti ini dengan titel Kaisar Gaozu (566-635). Ketika Tang dipimpin Kaisar Taizong (599-649), anak dari Gaozu, hirarki sejarah Cina berbelok drastis. Adalah seorang perempuan cantik bernama Wu Zetian yang bikin gara-gara. Di usia 13, bocah Wu mulai hadir di istana jadi gundik kaisar. Saat Taizong wafat, Wu dimanfaatkan oleh istri kaisar yaitu permaisuri Wang untuk mendongkel selir anaknya, putra mahkota Gaozong.
Sesudah Gaozong jadi kaisar, Wu membunuh ibu kaisar dan selir kesayangan kaisar tadi, yang membuatnya jadi permaisuri. Tindakan kejinya berlanjut demi kekuasaan. Setelah Gaozong mangkat pada 693, dia membunuh anak laki tertuanya, Li Hong dan seorang putrinya. Lalu dua anak laki lainnya, Li Xian dan Zhongzong, diasingkan. Kecuali anak laki bungsunya, Ruizong, yang kemudian dijadikannya kaisar boneka dan sementara.
Tradisi Cina tak mengenal pemimpin perempuan. Namun Wu tetap nekat. Usaha panjangnya harus berhasil. Pada 690, sesuai kesepakatan sebelumnya, Kaisar Ruizong akhirnya mengoper kekuasaan kepada Wu, sang ibu yang telah berusia 65 tahun. Jadilah Wu sebagai Kaisar Perempuan Pertama dan satu-satunya dalam sejarah Cina! Dia digelari Huang Tai Hou atau ibu bangsa bagi Jepang, Korea, dan Vietnam yang saat itu digenggam Cina.
Menurut sejarawan, kenapa banyak wanita yang piawai main Tsu Chu waktu itu sangat dipengaruhi oleh kedigdayaan Wu Zetian sebagai wanita paling berkuasa di dunia saat itu, sebelum dan sesudah dia jadi Kaisar Wu Zetian (690-705). Pada masa inilah, emansipasi perempuan terangkat secara otomatis, meski terkesan dipaksakan sampai menimbulkan kontradiksi sosial. Di sisi lain, Cina tengah mengalami Golden Age kedua setelah era Dinasti Han.
Inilah era di mana Cina mengalami lompatan besar dalam mutu SDM dan telah menjadi ‘polisi’ dunia, di kala di tanah Amerika masih terjadi kanibalisme. Tenaga kerja berkualitas melimpah ruah sehingga dengan mudah mereka membuat standar sistem perkantoran yang pertama di dunia. Banyak ditemukan inovasi pada percetakan, mekanika, medis, sampai pembuatan AC (air conditioning) pertama di dunia melalui tenaga hidrolik. Intinya, saat itu Cina sudah menerapkan profesionalisme di segala bidang.
Ibukota Chang’an adalah sangat populer sedunia sebagai pusat kegiatan ekonomi, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan tiada banding. Sungai buatan terpanjang di dunia (Da Yunhe), yang dibangun pada era Dinasti Sui, disulap menjadi pusat ekonomi nasional. Sementara Jalur Sutra merupakan urat nadi bisnis internasional. Jalur akbar ini membentang mulai tanah Jawa, Cina, India, Arab, Persia hingga selatan Eropa.
Militer Cina yang terkuat sejagat dengan ratusan ribu tentara profesional. Ini belum termasuk ribuan serdadu yang bersiaga mengawasi Jalur Sutra. Kekuatan tentara Cina di rezim Tang lebih hebat dibanding era Han dan setara dengan Dinasti Yuan (1271-1368), Ming (1368-1644), atau Qing (1644-1911). Populasi Cina dari sensus di era Tang mencapai 50-an juta, meski sejarawan yakin jumlahnya malah sekitar 80-an juta.
Jika jumlah ini diasumsikan setengahnya adalah perempuan, maka bisa dibayangkan betapa populernya Tsu Chu waktu itu. Dengan level kemakmuran di atas rata-rata dan tingginya stabilitas keamanan, plus efek dari kekuasaan dan sosok Wu Zetian, sudah pasti membuat perkembangan olahraga di era Dinasti Tang juga mumpuni. Dan yang penting, sebagai akibat friksi bisnis atau militer, permainan ini gampang menyebar ke mana-mana.
Mulai kepulauan Jepang di utara hingga tanah Vietnam di selatan. Dari semenanjung Korea sampai, barangkali, pernah mampir ke pulau Jawa. Di Jepang dinamai Kemari. Di Korea dikenal dengan Chuk-guk. Sedangkan di Vietnam disebut Bong Da. Dugaan para ahli, selain jadi rute bisnis, Silk Road juga diyakini sebagai pintu menyebarnya sepak bola kuno ke Asia tengah dan benua Eropa. Cikal bakal permainan terhebat itu pun mulai dikenal bangsa-bangsa lain. Semoga demikian. Wallahu’alam.
(foto: lanzhou.china/theepochtimes/dramafever/civilization.wikia.com)
Baru di era Dinasti Tang (618-907), permainan yang jadi cikal bakal sepak bola itu mulai reborn, lahir kembali. Dari semua literatur tentang Cina kuno, kisah Tsu Chu adalah salah satu yang lenyap bak ditelan bumi. Ini bukti bahwa Tsu Chu saat itu menjadi kurang penting dalam kehidupan. Beda dengan manuskrip soal peperangan, pengetahuan, pengobatan, pertanian, perdagangan bahkan kuliner yang tak pernah putus ceritanya.
Cerita turun temurun ke anak cucu betapa signifikannya Tsu Chu pada lifestyle leluhur sontak terputus. Juga kisah patriotik. Menurut syahibul hikayat, sebagai persiapan membendung lawan, Jendral Huo Qubing pernah menyuruh pasukannya membedah hutan. Bukan untuk benteng, tapi sebuah lapangan bola! Dia beralasan untuk menaikkan moral diperlukan kebugaran tubuh. Dan katanya yang paling efektif adalah dengan main Tsu Chu.
Maka dari itu, runtuhnya Dinasti Han diikuti juga oleh hilangnya sebuah permainan rakyat dan para kaisar sejak ribuan tahun. Kisah itu bisa jadi diawali menyerahnya Kaisar Xian (181-234) di sebuah laga Battle of Red Cliffs pada tahun 208. Militer Han dikalahkan oleh pasukan aliansi yang di utara dipimpin oleh Cao-Cao, bekas panglima Dinasti Han. Sedangkan dari sebelah selatan oleh Sun Quan serta barat melalui panglima Liu Bei.
Dari aksi ketiga warlord inilah kelangsungan Dinasti Han tamat setelah berkuasa 426 tahun. Era berganti. Cina diperintah oleh Sanguo (tiga kerajaan besar) yang masing-masing punya kaisar sendiri. Namun dominasi Three Kingdoms itu pun tak lama, cuma 60 tahun. Pada tahun 280 aliansi kekaisaran ini pecah kongsi. Wilayah barat dan selatan digerogoti keturunan Cao Cao yang mendirikan sebuah klan baru: Dinasti Jin (265-420).
Jangan lagi khusus Tsu Chu, lainnya hampir tak ada yang menulis manuskrip semua olahraga di era itu, selain kisah perang atau politik. Situasi dalam negeri Cina yang destruktif masih terus berlangsung. Pada tahun 304-439, ada 16 kerajaan lagi yang bikin Dinasti Jin makin kehilangan tajinya. Bahkan pada tahun 420, Dinasti Jin terpecah menjadi kerajaan utara dan kerajaan selatan, yang berjalan hingga tahun 589.
Seperti biasanya, dengan tidak adanya kesatuan kepemimpinan, maka sulit bagi olah raga untuk berkembang. Cerita Tsu Chu hingga saat itu jadi raib, setidaknya missing-link. Peta politik di Cina masih tetap keriting sesudah lahirnya Dinasti Sui (581-618). Tidak banyak yang terungkap dari sebuah era yang cuma berkuasa 37 tahun itu. Dua hal paling menonjol pada dinasti ini adalah soal rekonstruksi Tembok Cina, pembuatan kanal terbesar di dunia dan berkembangnya agama Buddha.
Kisah soal Tsu Chu kembali terungkap dalam banyak literatur setelah lahirnya Dinasti Tang (618-907). Dinasti ini mulai berkuasa usai kaisar terakhir Dinasti Sui, Yang Sui, diracun oleh Li Yuan, sang keponakan. Dari berbagai naskah kuno disebutkan bahwa Tsu Chu hidup kembali pada era ini. Bukan itu saja, teknologi baru bola juga diperkenalkan. Kalau selama ini diisi bulu burung, maka sekarang diganti udara serta dibungkus kulit berlapis dua.
Lebih dari itu, permainan Tsu Chu mengalami improvisasi. Kini ada dua gawang. Satunya lagi ditaruh di tengah lapangan. Kegilaan rakyat sampai raja pada Tsu Chu kembali marak. Ibukota Chang’an saat itu dipenuhi lapangan bola! Mulai yang berkelas bebatuan, rerumputan, hingga hamparan permadani yang biasanya berada di istana-istana. Klub-klub bertebaran. Seluruh angkatan perang plus pasukan khusus dipastikan memiliki klub.
Wu Zetian
Dari satu manuskrip beserta gambarnya yang diketemukan, terlihat seorang gadis 17 tahun tengah mengalahkan sebuah tim angkatan darat Cina. Setidaknya ada dua indikasi yang tersibak. Pertama gadis ini adalah seorang pemain profesional, buah dari ketatnya kompetisi saat itu. Kedua, gambar menunjukkan betapa populer Tsu Chu. Di zaman ini, kaum intelektual mulai banyak yang bermain dan berjasa mengimprovisasi aturan-aturannya.
Mereka, seperti para mahasiswa Oxford di Inggris seribu tahun kemudian, bikin temuan baru. Selain inovasi pada bola juga ditemukannya istilah posisi per posisi di lapangan. Salah satunya penjaga gawang! Biasanya ini untuk pemain yang kurang berbakat. Yang mengagumkan, dari pelbagai jurus-jurus baru muncul pula kembangan permainan. Untuk diketahui, kala itu Tsu Chu bisa juga disebut ‘bola basket kuno’ dengan tiang gol setinggi 10 meter!
Hal paling menonjol di era Tang ialah banyaknya perempuan yang jago Tsu Chu. Ini cukup mengejutkan sebab sebelumnya tidak pernah ada manuskrip yang menulisnya. Namun dari catatan sejarah, hal itu baru bisa dipahami. Dinasti Tang (Tang Chao) yang merengkuh di Cina sejak 18 Juni 618 sampai 4 Juni 907 adalah periode kekuasaan yang didirikan Li Yuan dengan lebih dulu membunuh pamannya, kaisar terakhir Dinasti Sui, Kaisar Yang.
Li Yuan menjadi kaisar pertama dinasti ini dengan titel Kaisar Gaozu (566-635). Ketika Tang dipimpin Kaisar Taizong (599-649), anak dari Gaozu, hirarki sejarah Cina berbelok drastis. Adalah seorang perempuan cantik bernama Wu Zetian yang bikin gara-gara. Di usia 13, bocah Wu mulai hadir di istana jadi gundik kaisar. Saat Taizong wafat, Wu dimanfaatkan oleh istri kaisar yaitu permaisuri Wang untuk mendongkel selir anaknya, putra mahkota Gaozong.
Sesudah Gaozong jadi kaisar, Wu membunuh ibu kaisar dan selir kesayangan kaisar tadi, yang membuatnya jadi permaisuri. Tindakan kejinya berlanjut demi kekuasaan. Setelah Gaozong mangkat pada 693, dia membunuh anak laki tertuanya, Li Hong dan seorang putrinya. Lalu dua anak laki lainnya, Li Xian dan Zhongzong, diasingkan. Kecuali anak laki bungsunya, Ruizong, yang kemudian dijadikannya kaisar boneka dan sementara.
Tradisi Cina tak mengenal pemimpin perempuan. Namun Wu tetap nekat. Usaha panjangnya harus berhasil. Pada 690, sesuai kesepakatan sebelumnya, Kaisar Ruizong akhirnya mengoper kekuasaan kepada Wu, sang ibu yang telah berusia 65 tahun. Jadilah Wu sebagai Kaisar Perempuan Pertama dan satu-satunya dalam sejarah Cina! Dia digelari Huang Tai Hou atau ibu bangsa bagi Jepang, Korea, dan Vietnam yang saat itu digenggam Cina.
Menurut sejarawan, kenapa banyak wanita yang piawai main Tsu Chu waktu itu sangat dipengaruhi oleh kedigdayaan Wu Zetian sebagai wanita paling berkuasa di dunia saat itu, sebelum dan sesudah dia jadi Kaisar Wu Zetian (690-705). Pada masa inilah, emansipasi perempuan terangkat secara otomatis, meski terkesan dipaksakan sampai menimbulkan kontradiksi sosial. Di sisi lain, Cina tengah mengalami Golden Age kedua setelah era Dinasti Han.
Inilah era di mana Cina mengalami lompatan besar dalam mutu SDM dan telah menjadi ‘polisi’ dunia, di kala di tanah Amerika masih terjadi kanibalisme. Tenaga kerja berkualitas melimpah ruah sehingga dengan mudah mereka membuat standar sistem perkantoran yang pertama di dunia. Banyak ditemukan inovasi pada percetakan, mekanika, medis, sampai pembuatan AC (air conditioning) pertama di dunia melalui tenaga hidrolik. Intinya, saat itu Cina sudah menerapkan profesionalisme di segala bidang.
Ibukota Chang’an adalah sangat populer sedunia sebagai pusat kegiatan ekonomi, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan tiada banding. Sungai buatan terpanjang di dunia (Da Yunhe), yang dibangun pada era Dinasti Sui, disulap menjadi pusat ekonomi nasional. Sementara Jalur Sutra merupakan urat nadi bisnis internasional. Jalur akbar ini membentang mulai tanah Jawa, Cina, India, Arab, Persia hingga selatan Eropa.
Militer Cina yang terkuat sejagat dengan ratusan ribu tentara profesional. Ini belum termasuk ribuan serdadu yang bersiaga mengawasi Jalur Sutra. Kekuatan tentara Cina di rezim Tang lebih hebat dibanding era Han dan setara dengan Dinasti Yuan (1271-1368), Ming (1368-1644), atau Qing (1644-1911). Populasi Cina dari sensus di era Tang mencapai 50-an juta, meski sejarawan yakin jumlahnya malah sekitar 80-an juta.
Jika jumlah ini diasumsikan setengahnya adalah perempuan, maka bisa dibayangkan betapa populernya Tsu Chu waktu itu. Dengan level kemakmuran di atas rata-rata dan tingginya stabilitas keamanan, plus efek dari kekuasaan dan sosok Wu Zetian, sudah pasti membuat perkembangan olahraga di era Dinasti Tang juga mumpuni. Dan yang penting, sebagai akibat friksi bisnis atau militer, permainan ini gampang menyebar ke mana-mana.
Mulai kepulauan Jepang di utara hingga tanah Vietnam di selatan. Dari semenanjung Korea sampai, barangkali, pernah mampir ke pulau Jawa. Di Jepang dinamai Kemari. Di Korea dikenal dengan Chuk-guk. Sedangkan di Vietnam disebut Bong Da. Dugaan para ahli, selain jadi rute bisnis, Silk Road juga diyakini sebagai pintu menyebarnya sepak bola kuno ke Asia tengah dan benua Eropa. Cikal bakal permainan terhebat itu pun mulai dikenal bangsa-bangsa lain. Semoga demikian. Wallahu’alam.
(foto: lanzhou.china/theepochtimes/dramafever/civilization.wikia.com)