Perjalanan, Pengalaman, & Pemahaman Permainan Terindah

Problem Berlusconi: Dosa Galliani dan Ambisi Thaechaubol

Bergerak adalah awal kesuksesan bisnis. Zaman semakin maju, dan waktu terasa cepat. Ini barangkali yang sekarang semua rasakan. Bergerak cepat, lebih proaktif, dan berani ambil resiko merupakan cara-cara agar tidak ditinggal zaman dan lawan. Meski bukan yang pertama, namun rencana pembelian 48% saham pribadi Silvio Berlusconi oleh Thai Prime Company Ltd pimpinan Bee Thaechaubol, amat lazim terjadi di era globalisasi.
Problem Berlusconi: Dosa Galliani dan Ambisi Thaechaubol
Silvio Berlusconi dan Bee Thaechaubol. Melepas saham 48%.
Di dalam buku The Commandments of the 21st Century Management, Matthew Kiernan bilang bahwa di abad 21, eranya kecepatan dan responsif, perubahan peta persaingan berjalan parsial dan harus toleran pada ambiguitas. Perjalanan berbeda di abad 20 yang lebih stabil dan gampang diprediksi, karena prosesnya selalu berpatokan pada ukuran, skala, dan kepastian.

Kini kepemimpinan bisa dilakukan setiap orang sebab tuntutan agar lebih luwes lebih signifikan hasilnya. Klub-klub tradisional Italia seperti Milan punya kepemimpinan dan hirarki dalam organisasinya. Namun kini kemenangan persaingan di masa depan bukan ditentukan oleh seberapa besar penguasaan pasar, tapi seberapa besar penciptaan pasar. Yang pasti, sepak bola juga harus menyisakan harta karun terakhirnya berupa 2V, vision dan values.

Internazionale sudah melakukannya dua tahun silam saat konglomerat Indonesia Erick Thohir membeli 70% saham leluhur Keluarga Moratti. Bahkan sebelum di era Calciopoli, Juve pernah membiarkan Al-Saadi Qaddafy meraup 7,5% sahamnya. Milan dilamar Thaechaubol seharga 1,1 milyar pound atau Rp 22,73 trilyun (dengan kurs Rp 20.663,95 per 12 Juni 2015) untuk saham sebesar 60%. Jika oke, Thaechaubol siap membayar uang muka untuk 20%.

CEO Milan Barbara Berlusconi dan GM Adriano Galliani kelimpungan mendengarnya. Jika bilang 'ya' Milan akan berpindah tangan seperti Inter. Seluruh jajaran manajemen dan hak marketing yang sekarang ini berjalan akan berganti. Thaechaubol pun akan jadi pemilik Milan yang baru. Dia cuma mempertahankan posisi Barbara dan Galliani setahun sebagai transisi. Sekali lagi, jika menerima tawaran ini, dipastikan Berlusconi akan kehilangan belahan jiwanya.

Berlusconi gamang. Uang teramat banyak untuk ditolak. Berhari-hari dia memikirkan sembari cari wangsit. Suatu hari Thaechaubol diundangnya ke Arcore untuk rapat intensif. Lantas Berlusconi berkisah sejarah Milan. Thaechaubol, pendiri Private Equity Group, tekun mendengarkan dan terkesima dengan argumentasi sang capo. Thaechaubol akhirnya sadar, AC Milan adalah Berlusconi itu sendiri. Barbara lega mendengarnya, terlebih lagi Galliani.

Namun walau bagaimana Thaechaubol dalam posisi di depan dibanding Berlusconi. Jika dilepas, barangkali Berlusconi akan gigit jari dan peluang untuk mengubah nasib Milan sirna. Jangan-jangan di musim berikut Rossoneri kembali ke Dark Ages seperti 1983 akan degradasi ke Serie B. Beberapa pekan kemudian komposisi deal itu berubah. Saham yang dilepas 48% tapi nilai nominalnya turun jauh menjadi 500-an juta euro atau lebih dari Rp 7,5 trilyun.

Dengan 52% saham di tangan, Berlusconi tetap menjadi pemilik Milan dan pengambil keputusan tertinggi. Semuanya tidak berubah kecuali profit Milan kini dibagi dua. Berlusconi berkilah, pelaminan dengan orang Thai ini jauh lebih baik ketimbang tawaran sekumpulan konsorsium milyuner Tiongkok yang didukung penuh pemerintah Cina. Sebelum Thaechaubol masuk, dia mendapat proposal mengejutkan bercap bintang merah Republik Rakyat Cina.

Barbara Berlusconi
Problem Berlusconi: Dosa Galliani dan Ambisi Thaechaubol
Barbara Berlusconi, Sinisa Mihajlovic, Silvio Berlusconi, dan Adriano Galliani.
Konsorsium yang namanya dirahasiakan itu punya tujuan yang penting yakni mempromosikan Serie A dan memberi peluang bagi Milan membuat akademi yang jadi pilot project untuk 200 juta anak-anak di Cina berusia di bawah 8 tahun. Awalnya Berlusconi melalui Fininvest, menyodorkan 75% sahamnya yang logikanya akan berbanding lurus dengan 1,5 milyar populasi manusia.

Menurut laporan La Gazzetta dello Sport, kelompok ini siap mengakuisisi 60% saham Milan yang ditukar dana segar 365 juta pound atau sekitar Rp Rp 7,5 trilyun, sama dengan tawaran Thaechaubol. Namun kubu Tiongkok meminta khusus agar Paolo Maldini dijadikan direktur teknik dan konsultan finansial top Italia, Victor Dana, menjadi CEO-nya. Orderan ini tentu saja berat bagi Berlusconi lantaran hubungan dirinya dengan Maldini rada dingin.

Di luar kontak eksternal, persoalan Milan sesungguhnya ada di dalam. Manajemen yang centang perenang. Don Silvio tidak menutup mata. Keputusan memutasi sahabatnya, Galliani, dari CEO menjadi GM lumayan mengejutkan. Galliani (71), kini di bawah kendali Barbara (30), yang diangkat sebagai CEO baru. Dosa Galliani terbesar adalah gagal mencari manajer baru seusai Max Allegri resign mendadak. Tassotti? Seedorf? Pippo, untuk Milan? Ayolah.

Namun problem terbesar justru dengan hengkangnya Ariedo Braida, direktur transfer terkenal di Italia, tepat di malam tahun baru 31 Desember 2013. Bagaimana kelihaian Braida di bursa transfer bisa melihat Sampdoria, yang memakai jasanya per 1 Juli 2014. Sampdoria kini berada tiga tingkat di atas Milan di klasemen akhir 2014/15 setelah menyediakan pemain yang tepat buat pelatih Sinisa Mihajlovic.

Tak heran Braida lalu digaet Barcelona untuk jabatan yang sama sejak 12 Februari 2015. Galliani seorang die-hard, namun saat mengambil keputusan, kapasitasnya tidak ada separonya bos besar. Dia amat akrab dengan tim, rajin menonton di stadion atau saat latihan. Berlusconi tahu betul tangan kanannya ini sangat setia, seorang negosiator ulung berjuluk seekor burung kondor yang akan menjamin pasokan pemain tepat untuk manajer baru Milan, Sinisa Mihajlovic!

Konon, Zlatan Ibrahimovic dan Jackson Martinez jadi buruan Galliani paling kakap. Tapi ini dinilai untuk menyelamatkan reputasinya. Beberapa grup Milanisti di Italia bermimpi Berlusconi segera mencampakkan Galliani. Mustahil. Gara-gara Galliani juga, seorang legenda macam Baresi tak berkembang di level manajemen. Bahkan Maldini jelas-jelas enggan masuk ke dalam lingkaran. Seedorf yang ogah jadi yes man akhirnya bentrok juga dengan Galliani.

Milanisti juga berharap agar skuad Milan dicuci gudang, terutama untuk pemain senior macam Michael Agazzi, Michaelangelo Albertazzi, Cristian Zaccardo, Michael Essien, Nigel De Jong dan Pablo Armero. Satu-satunya yang patut dipertahankan adalah Ignazio Abate. Menurut mereka kunci kehancuran Milan adalah lenyapnya fighting spirit yang jadi karakteristik abadi. Galliani dituding jadi biang keroknya. Oh sialnya dia. Itulah resiko jika jadi bemper big boss.

(foto: bangkokpost/straitstimes)

Share:

Artikel Populer

Maurizio Sarri: Tantangan Baru Si Mantan Bankir

Buat tifosi Napoli yang militan dan fanatik, begitu melihat jagoannya cuma meraup dua poin dari tiga laga jelas bikin dongkol selain gundah...

Arsip

Intermeso

Wawancara

Arsip

Artikel Terkini