Perjalanan, Pengalaman, & Pemahaman Permainan Terindah

Penurunan Kualitas Serangan Arsenal

Arsene Wenger sangat keras kepala untuk menggantungkan hidupnya pada filosofi, apapun itu termasuk soal mazhab sepak bola yang dianutnya. Dia tidak pernah takut mengungkapkan semua yang ada di benaknya tentang kehidupan, tentang permainan. Keyakinannya adalah tiada martabat tertinggi di permainan terindah itu selain tampil menyerang, menyerang, dan menyerang.
Penurunan Kualitas Serangan Arsenal
Perhatikan kualitas yang dimiliki Arsenal pada musim ini.
Sejak itu kata Forward pun dijadikan jargon lain klub bersanding dengan Victoria Concordia Crescit. Sejarah telah menuliskan dialah penggusur gaya traktor warisan George Graham, - boring boring Arsenal - tatkala resmi memasuki pintu gerbang Highbury. Ia peletak dasar seni permainan menyerang, memodernkan klub tanpa harus menghilangkan identitas atau tradisinya.

"Tak seorang pun yang dikontrak di klub ini tanpa persetujuan saya!" inilah kalimat kedua yang diucapkan Le Professeur di hadapan para direktur dan pemilik klub yang terletak di wilayah Holloway, London Utara, pada hari Senin 30 September 1996. Ucapan ini merupakan sinyal awal dia akan membangun konsep permainan.

Titah Wenger yang pertama, ketika itu pada David Dein dan Ken Friar (wakil presiden dan direktur klub): "Sekarang saya menginginkan transfer pemain baru. Saya tidak mau buang-buang waktu berdebat soal keuangan klub dan gaji mereka. Saya akan memberi saran siapa yang kita harus pilih, pemain yang tepat untuk waktu yang tepat".

"Saya memiliki kekuatan teknis atas pemain-pemain baru tapi tidak berkecimpung dalam penyelesaian soal keuangan klub. Yang paling penting dari itu semua adalah tidak satupun pemain yang terlibat dengan Arsenal tanpa persetujuan saya. Ini hal sakral," imbuhnya tegas. Uniknya, hal ini terjadi sebelum dia dipilih resmi menjadi manajer Arsenal.

Saat mengepak koper-kopernya di Nagoya untuk siap-siap terbang ke London, Wenger telah meng-order pada Arsenal untuk segera mengamankan dan menciduk Remy Garde dan Patrick Vieira, yang ironisnya adalah dua pemain bertahan. Hanya dalam hitungan hari, Dein pun mengumumkan Arsenal telah mengontrak kedua pemain yang sama sekali tak dikenal pers Inggris itu dengan biaya 4 juta pound.

Orang bertanya-tanya, apa maksud semua ini? Bukankah Arsenal memiliki Five Companions untuk pelapis gawang David Seaman - Tony Adams, Steve Bould, Martin Keown, Lee Dixon, Nigel Winterburn - yang sangat berkilau? Betul. Walau diisi Paul Merson, Ray Parlour dan David Platt, lini tengah Arsenal kadang kala menjadi sansak di hadapan tim-kuat kuat karena tidak punya jangkar.
Penurunan Kualitas Serangan Arsenal
Tanpa pertahanan mumpuni, konsep Arsenal Way gagal melulu.
Permainan Arsenal seperti poker. Kadang hebat, tak jarang pula loyo. Duet Dennis Bergkamp dan Ian Wright keseringan tidak mendapat suplai karena lini tengah yang gampang bolong. Efek lebih seram terjadi pada Adams, Bould, atau Keown yang kerap bergantian cedera akibat menerima tekanan bertubi-tubi. Lini tengah Arsenal tidak pernah stabil untuk konsep permainan menyerang.

Itulah kenapa Vieira didatangkan Wenger, dengan Garde menjadi pelapisnya termasuk untuk cadangan tiga bek tengah. Seperti diduga, korban pun berjatuhan. Merson dan Platt tersingkir. Ini adalah proses awal transisi permainan pragmatis warisan Graham menuju ofensif murni. Setelah enam bulan menjalani musim pertamanya, 1996/97, Wenger menjalankan bab kedua misinya.

Di bursa transfer musim dingin, Wenger kembali bikin melongo para direktur klub, juga fan, ketika mendatangkan Nicolas Anelka, 18 tahun, seorang Mike Tyson di sepak bola. Apa maksud dia memungut anak jalanan yang belum lama dibina Paris Saint-Germain itu? Dengan tubuh yang kuat tinggi dan cepat, Anelka difungsikan untuk menambah pergerakan dan rotasi di lini depan.

Sebelum era Wenger, Arsenal sebenarnya punya duet striker top pada sosok Ian Wright dan John Hartson. Wright bertipe finisher yang kelihaiannya bikin gol di dalam kotak penalti. Sedangkan Hartson difungsikan menjadi catu daya bagi Wright melalui berbagai flick-nya. Jelas terlihat gaya klasik Inggris yang menjiwai seluruh aspek serangan Arsenal.

Adapun tipikal Bergkamp adalah attacking-midfielder, playmaker, atau second-striker yang kinerjanya kerap tambal sulam dengan Merson. Selama ini tidak banyak yang melihat kelebihan Bergkamp selain Wenger. Dalam konsep sepak bola menyerang yang dibangunnya di Arsenal, satu-satunya puji syukur yang harus dipanjatkan Wenger ada di Arsenal adalah dia diwarisi Bergkamp!
Penurunan Kualitas Serangan Arsenal
Duet penyerang Arsenal sebelum ada Thierry Henry.
Duet penyerang Arsenal lalu diisi oleh Anelka-Bergkamp. Lewat perubahan inkremental di tahun perdananya, Wenger mengakhiri musimnya dengan mencetak 62 gol, kemasukan 32 gol serta meraih 68 poin bersama Newcastle United dan Liverpool. Hanya kekalahan agregat gol saja yang membuat Arsenal berada di urutan 3 di bawah Manchester United (75 poin) dan Newcastle.

Emirates-Dein-Henry

Dari statistik terlihat jumlah kebobolan Arsenal paling sedikit di Premiership, hanya 32 gol. Namun level produktivitas gol mereka, 62 gol, kalah jauh dari Manchester United dan Newcastle yang melesakkan 76 dan 73 gol. Benang merah telah ditemukan, improvisasi penyerangan mutlak harus dilakukan pada musim berikutnya, terutama di lini sayap sebab kontribusinya rada minim.

Tersebutlah kisah bergabungnya Marc Overmars, Luis Boa Morte dan Christoper Wreh jadi laskar penyerangan di tapal batas permainan. Overmars di kiri, Boa Morte di kanan. Wenger juga menarik Emmanuel Petit dan Gilles Grimandi untuk memperkukuh sentrum permainan. Duet Vieira-Petit tercatat dalam sejarah sebagai pondasi awal perubahan formasi 3-5-2 menjadi 4-4-2.

Winterburn dan Dixon, yang mulai menua, kini bekerja ringan karena hanya lebih fokus di pertahanan sayap. Wenger juga mengurangi tembok pertahanan menjadi dua. Adams-Bould atau Adams-Keown atau Bould-Keown. Proses ini berjalan mulus karena akhirnya Wenger membawa Arsenal menjuarai liga dengan keseimbangan permainan yang lebih baik.

Mereka meraih 23 kemenangan, 9 kali seri dan hanya enam kali kalah. Produktivitas gol 68 dan kebobolan 33 gol. Kemapanan skuad 1997/98 ini mencapai puncaknya setelah sukses meraih titel Piala FA. Bayangkan, cukup dua musim Wenger telah merenggut gelar ganda di Inggris. Dia puas karena telah menemukan blue-print konsep permainan Arsenal di masa depan.

Proses ketiga masuk tahun 2000-an sudah bukan transisi lagi, tapi menuju kemapanan. Di era ini tinggal Vieira, Parlour dan Bergkamp yang memanggul roh permainan. Sementara Adams, Keown, Bould, sampai David Seaman telah berakhir masanya. Skenario Wenger sesuai rencana. Arsenal kini berada di bawah kendalinya. Pikiran dia terus menerawang jauh ke masa depan.
Penurunan Kualitas Serangan Arsenal
Arsenal The Invincibles. Sulit diulangi dalam 100 tahun.
Masuknya Nkwanko Kanu, Fredrik Ljungberg, Davor Suker, Robert Pires, Sol Campbell, Lauren Etame Mayer, Sylvain Wiltord, Kolo Toure, Ashley Cole, Gilberto Silva, Jens Lehmann, dan tentu Thierry Henry, mengukuhkan Arsenal sebagai salah satu klub terkuat di Inggris yang mencapai puncaknya di musim 2003/04 dengan mencatatkan diri menjadi The Invincibles.

Konsep permainan menyerang yang diinginkan Wenger, The Arsenal Way, dilahirkan tidak sempurna lantaran di sisi lain, Wenger bukan lagi cuma mengkreasi skuad akan tetapi stadion. Kegagalan mendatangkan Cristiano Ronaldo, Zlatan Ibrahimovic, sampai Didier Drogba disebabkan oleh isu kebijakan uang ketat setelah Arsenal membangun stadion Emirates pada 2004. Duet Cesc Fabregas dan Robin van Persie menjadi harapan konsep permainan Arsenal di masa depan.

Perpindahan tuas dari Vieira ke Fabregas sangat radikal sebab Wenger kembali bereksperimen untuk mengakali sumber daya yang ada sesuai terbatasnya bujet transfer. Kenapa ia berharap banyak pada mereka? Tidak lain karena Wenger membentuk keduanya sejak awal.

Namun Wenger harus membayar mahal sebab dia mesti menunda idealismenya tentang sepak bola atraktif. Publik menilai ia hanya mencari akal agar keuangan klub tidak terganggu. Di saat proses transformasi sedang berlangsung hangat, tiba-tiba bom waktu meledak di ruangan komisaris. David Dein diusir sebagai eksekutif klub oleh para pemegang saham pada 2007.

Faktor Emirates dan Dein sangat mempengaruhi kebijakan permainan Wenger, yang mulai mengenalkan pola agresif 4-3-3 sejalan dengan merekahnya Theo Walcott, Jack Wilshere, dan Aaron Ramsey. Walcott adalah warisan terakhir Dein di Arsenal. Konsentrasi Dein dianggap mulai buyar sebab dia keblinger tidak menjaring tandem Walcott di Southampton: Gareth Bale!

Bahkan kepergian Henry dan Ljungberg di 2007 dianggap sebagai dua faktor lainnya yang ikut meruntuhkan pola permainan Arsenal. Carlos Vela, Alexander Hleb, Thomas Rosicky, Emmanuel Adebayor, Nicklas Bendtner, dan Eduardo Da Silva sempat dicoba jadi andalan baru. Keenamnya bertipe menyerang. Namun di sisi lain, Arsenal tidak membeli 'bintang' untuk lini pertahanannya.
Penurunan Kualitas Serangan Arsenal
Sanggup mengalahkan Barcelona dengan gaya menyerang.
Periode 2008-2010 merupakan era keemasan permainan ofensif sekaligus produktivitas gol The Gunners. Lewat kharismanya, Wenger masih bisa menarik Samir Nasri dan Andrey Arshavin, dari Marseille dan Zenit yang semakin menguatkan konsep The Arsenal Way. Bahkan di era inilah untuk pertama kalinya Arsenal mengalahkan Barcelona di pentas Liga Champion.

Keasyikan mengidamkan sepak bola agresif, ia mulai melupakan pentingnya pertahanan sebagai basis utama permainan menyerang. Musuh-musuh Arsenal kesenangan karena Wenger sudah tidak butuh lagi pada standar pemain seperti Vieira atau Gilberto. Walhasil di era ini, hasil menyakitkan diterima Arsenal karena berkali-kali gagal juara meski produktivitasnya luar biasa.

Pepatah Cina

Poros Fabregas-Nasri-Arshavin-Rosicky-Walcott-Van Persie sangat menakutkan lawan. Plus duet Wilshere-Ramsey sebagai suksesor. Namun jangkar elegan (dua titik terpenting dalam sepak bola) yang cuma dipanggul pemain sekelas Mathieu Flamini, Alex Song, atau Denilson, membuat mimpi-mimpi Arsenal musnah dengan cepat. Kegagalan demi kegagalan membuat pemain frustrasi. Tapi Wenger seperti tak mau tahu.

Sesudah Lehmann dan Gilberto pensiun bareng pada 2008, Arsenal telah kehilangan leader sejati yang tidak pernah ada gantinya hingga sekarang. Walau bukan yang terbaik, William Gallas sempat dipaksakan jadi penerus. Sayangnya selain sentimental dan temperamental, eks bek Chelsea ini bukan produk binaan Arsenal. Gara-gara Gallas pula, Kolo Toure jadi hengkang dengan membawa sakit hati.

Usai Gallas, giliran Fabregas yang tampil jadi pimpinan di lapangan. Orang yang memahami permainan pasti mengerti fungsi kapten sebagai sumber inspirasi dan stabilitas permainan. Dari sinilah konsentrasi serangan bisa terbangun dengan sempurna seperti halnya Vieira dulu. Terbukti pula Fabregas berat menjalaninya. Rasa frustrasi semakin memuncak.

Wenger memang menjamin posisi mereka, namun tidak pada kebutuhan mereka: titel juara. Akibatnya dalam enam musim beruntun terjadi eksodus besar-besaran. Flamini dan Hleb (2008), Adebayor dan Kolo Toure (2009), Gallas, Sol Campbell, Senderos (2010), Gael Clichy, Fabregas, Nasri, Emmanuel Eboue (2011), Van Persie dan Song (2012) hingga Arshavin dan Gervinho (2013).
Penurunan Kualitas Serangan Arsenal
Lini tengah Arsenal selalu berkualitas.
Sekarang apa yang diandalkan Wenger agar panji sepak bola menyerang di Arsenal selalu berkibar? Apakah dia sudah bangga dengan kehebatan menu racikannya yang hanya hebat untuk melahirkan peluang demi peluang? Bagaimana cara dia menjaga Mesut Oezil, Alexis Sanchez, Santi Cazorla, atau Jack Wilshere jangan sampai frustrasi lagi?

Sungguh sepak bola mengontrol dan membuka peluang sebanyak mungkin sedang dijalani di Arsenal. Sayangnya kualitas penyerang tenah Arsenal tertinggi hanya di diri Olivier Giroud. Bukan Luis Suarez atau Edinson Cavani. Perhatikan pula di musim ini di mana Francis Coquelin didapuk jadi gelandang bertipe 'tukang angkut air' bahkan bertanggung-jawab juga pada bola-bola udara.

Konsep permainan Arsenal sekarang sebenarnya tak jauh dari sebelumnya. Ditujukan bukan menjadi juara, kecuali untuk meraih posisi empat besar. Penciptaan banyak peluang itu tandanya. Dari 10 peluang, 1-2 gol yang tercipta. Sementara di pertahanan justru kebalikannya. Lawan bisa mencetak 1-2 gol dari 4-5 kali upaya penyerangan. Kekalahan 2-3 dari Stoke City jadi contoh sahih.

Yang sudah kelotokan menonton bola pasti paham, ada sesuatu yang terlihat bagaimana sebuah tim atau seorang manajer bisa mencapai impian tertingginya. Lalu apa yang terjadi di sana? Kelemahan terbesar permainan ala Wenger mempertahankan keadaan saat skor ketat. Keunggulan bisa berbalik. Begitu juga sulit mengejar ketertinggalan skor permainan.

Pada umumnya, ketika sebuah tim tertinggal satu gol, apapun dilakukan untuk menebusnya. Entah itu tembakan jarak jauh, bahkan keberuntungan untuk mencari penalti dengan menerobos penuh resiko pada kerumunan bek lawan di kotak penalti. Seperti yang dilakukan Wayne Rooney saat menghadapi Swansea. Pola penyerangan Arsenal selalu merasa situasi dalam status ideal.

Ketika unggul, untuk beberapa saat biasanya kesebelasan cerdas lebih banyak mengontrol bola ketimbang bikin serangan baru. Secara psikologis ini menguntungkan sebab tim tertinggal pasti akan melakukan serangan balasan untuk menebus skor. Keputusan Wenger yang sering telat bahkan tidak memainkan Walcott atau Rosicky juga bikin orang geregetan.

Penonton bisa melihat hanya pada diri Walcott dan Rosicky terdapat self belief untuk mengubah keadaan. Pergerakan dan motivasi mereka lain dari yang ada. Keduanya pula yang suka melakukan tembakan jarak jauh bagaimanapun sulitnya. Statistik mengatakan rasio tembakan jarak jauh Arsenal untuk menjadi gol cukup mengkhawatirkan 19: 1,8 gol.
Penurunan Kualitas Serangan Arsenal
Kehadiran Alexis Sanchez mengubah gaya Arsenal Way.
Sering terlihat Alexis Sanchez atau Mesut Oezil kelamaan berputar-putar menembus barisan pertahanan lawan yang mirip bus sedang parkir. Sanchez barangkali berani melanggar perintah Wenger yang mengharamkan menendang langsung ke gawang (shot on target). Tapi Oezil atau Kieran Gibbs? Perhatikan cara Aaron Ramsey, Alexis atau Rosicky mencetak gol. Kebanyakan bukan dari gaya khas Arsenal.

Ada pepatah Cina yang mengatakan "Jangan pernah mengatasi masalah dengan mata Anda, tetapi dengan semangat Anda." Ungkapan ini mungkin patut dimaknai dalam-dalam oleh Wenger. The Arsenal Way mulai hidup ketika ada Jack Wilshere. Ini satu-satunya pemain Arsenal yang punya sentuhan magis ala Maradona. Lawan sangat sulit membaca gerakan pemain yang satu ini.

Merosotnya gol Arsenal belakangan ini juga karena absennya Wilshere dan Ramsey serta belum optimalnya kontribusi Walcott yang memang jarang diberi kesempatan main sejak awal. Untuk memainkan sepak bola menyerang, dituntut kepekaan terhadap sesama rekan. Wenger harus memahami pola pikir pemainnya kepada siapa mereka lebih klik di lapangan.

Ingat-ingat bagaimana dulu Bergkamp selalu tahu kemana dan apa maunya Henry. Pires sangat paham efek dari gerakan Henry. Ljungberg yang berani mati sehingga menjadi rebounder terbaik di Inggris. Ah, sudahlah, itu masa silam. Harus diterima memang sulit di masa sekarang mencari sesuatu yang bermutu dan bermakna seperti di masa lalu.

Produktif Tanpa Hasil

Tampaknya terlalu sulit untuk tidak mengakui Arsenal sebagai salah satu kesebelasan paling agresif di Inggris juga di Eropa. Statistik di tiga musim terakhir menjadi cerminan Arsene Wenger, sebagai juru taktik, sangat mencintai permainan menyerang. Meski bukan yang terbaik, namun di Premier League rata-rata tim Merah-Putih mencetak 71 gol atau hampir dua gol di setiap laga.

Sementara untuk total gol di seluruh kompetisi, The Gunners sanggup membuat rata-rata gol di atas 100. Musim lalu dan juga sebelumnya merupakan era terbaik agresivitas Arsenal. Di 2013-14, Arsenal mencetak total 105 gol di semua ajang resmi (Liga, Piala Liga, Piala FA dan Liga Champion). Hal sama pada 2012-13 di mana torehan gol mencapai 106.

Catatan kurang menggembirakan, yang menguak kelemahan terbesar Arsenal, tak pelak lagi ada di pertahanan yang bertanggung-jawab atas rata-rata 42 gol di setiap musim Premier League (2011/12, 2012/13, 2013/14). Di ajang cups, sektor ini juga menerima rata-rata 63 gol lawan untuk semua kompetisi di tiga musim  (2011-2014).
Penurunan Kualitas Serangan Arsenal
Starting XI Arsenal The Invincibles 2003-04.
Sebagai bandingan, ketika menjuarai Premier League terakhir kali di 2003/04, total gol memasukkan Arsenal mencapai 124 gol di empat ajang. Namun uniknya, total gol memasukkan di pentas liga hanya 73 gol alias masih kalah sebiji gol dari pencapaian di 2011/12. Jumlah gol kemasukan bisa mencerminkan berapa banyak kekalahan.

Jika pada 2011-2014 rasio kebobolan Arsenal rata-rata 42 gol di liga, maka di musim 2003/04 mereka hanya kebobolan 26 gol! Mengapa bisa terjadi? Jawabannya, mereka tidak terkalahkan sama sekali! Namun impian publik Gooner untuk mengulangi kejayaan Invincibles 2004, mahakarya Arsenal dan Arsene Wenger, praktis sirna sejak mereka pindah markas, dari Highbury ke Emirates pada 2006.

Pasca era ini, untuk membayar hutang stadion megahnya sebesar 260 juta pound (total pembangunan 390 juta pound, dana sendiri 130 juta pound), Wenger menerapkan kebijakan baru penggunaan pemain muda yang dididik sejak di akademi sebagai improvisasi sekaligus transformasi karakter permainan Arsenal untuk masa depan. Ia lihai membongkar skuad setiap musim demi membidik produktivitas gol, namun sudah 11 musim titel liga bagi Arsenal selalu jauh dari realita. Pertanyaan sepele, apa penyebabnya? Nah jawabannya yang panjang kali lebar.


FENOMENA GOL ARSENAL DI EMPAT MUSIM


2011-12           Gol 
👉Premier League 74-49
👉Liga Champion 10-10
👉Piala FA                 4-4
👉Piala Liga         5-3
🔺Total         93-66

catatan menarikDihantam Manchester United 2-8. Menang atas Blackburn 7-1. Mengalahkan Chelsea 5-3 di Stamford Bridge. Menang 5-2 atas Spurs.

2012-13        Gol
👉Premier League 72-37
👉Liga Champion 13-11
👉Piala FA                 6-5
👉Piala Liga         14-7
🔺Total         105-60

catatan menarikMenghantam Southampton 6-1. Menang atas Spurs 5-2. Mengalahkan Newcastle 7-3. Mengalahkan West Ham 5-1. Mengalahkan Reading 5-2 di liga dan 7-5 di Piala Liga. Menang atas Coventry 6-1 di Piala Liga.

2013-14        Gol
👉Premier League 68-41
👉Liga Champion 14-8
👉Piala FA                 20-7
👉Piala Liga         4-7
🔺Total         106-63

catatan menarikSelama 20 pekan peringkat 1 (4-16) dan (18-24), peringkat 2 (25-27), peringkat 3 (28-29), peringkat 4 (30-38). Kalah dari Manchester City 3-6. Kalah dari Liverpool 1-5. Dihantam Chelsea 0-6. Kalah dari Everton 0-3.

2014-15           Gol
👉Premier League 51-29*
👉Liga Champion 17-11*
👉Piala FA                 7-2*
👉Piala Liga         1-2
🔺Total         76-42*

*hingga 1 Maret 2015

catatan menarikMenang 5-0 atas Aston Villa, Kalah 1-3 dari Monaco di Liga Champion pada babak 16 besar di Emirates. Sanggup melakukan 'ugly-win' (Crystal Palace 2-1 dan Everton 2-0).

(foto: skysports/fourfourtwo/grandoldteam)

Share:

Artikel Populer

Maurizio Sarri: Tantangan Baru Si Mantan Bankir

Buat tifosi Napoli yang militan dan fanatik, begitu melihat jagoannya cuma meraup dua poin dari tiga laga jelas bikin dongkol selain gundah...

Arsip

Intermeso

Wawancara

Arsip

Artikel Terkini