PSG menanggung beban mental yang sangat, akibatnya Candido Valdo yang diandalkan untuk mendobrak pertahanan Milan bersama Vincent Guerin justru sering blunder dalam melakukan umpan atau tidak. Ketegangan juga terjadi di sektor pertahanan PSG yang digalang Patrick Colleter, Jose Cobos, atau Raymundo Ricardo. Malah gol pertama terjadi akibat groginya Colleter atas tekanan terus menerus yang dilancarkan Savicevic dan Zvonimir Boban.
Kejelian Fabio Capello juga menjadi titik keberhasilan Milan. Melihat Mauro Tassotti tampil buruk, pelatih Rossoneri itu langsung memainkan Filippo Galli yang lebih tenang. Orang inilah yang sukses menghentikan pergerakan George Weah. Sementara di sayap kanan, Christian Panucci juga sanggup menyetop dan menutup ruang gerak David Ginola.
Akibatnya jelas. Serangan PSG macet total dan timpang serta gampang terbaca. Sedang Milan malah tampil luar biasa. Nyaris 80 persen permainan pada babak pertama dikuasai oleh sang juara bertahan Liga Champion. Baru di 45 menit kedua, khususnya di 20 menit terakhir, PSG mulai mengimbangi permainan di lini tengah melalui otak permainannya, Vincent Guerin dan Rai Oliveira.
Rai Oliveira dijepit Franco Baresi dan Alessandro Costacurta. |
Sementara sepanjang laga, para Milanisti terutama grup ultras Brigate Rossoneri, meneriakkan yel-yel semangat. Hal wajar lantaran cuma di ajang inilah mereka bisa berbangga diri di depan tifosi klub Serie A lainnya.
Ini merupakan final yang ketujuh bagi Milan sejak Liga Champion yang pertama kali dikenal dengan European Cup digelar sejak musim 1955/56. Uniknya, Ajax adalah lawan yang pernah dihadapi Rossoneri di final 28 Mei 1969 di Santiago Bernabeu, Madrid.Ketika itu Milan digarap oleh pelatih legendaris Nereo Rocco yang di timnya berisikan gelandang bertahan Giovanni Trapattoni, playmaker Gianni Rivera serta dua pemain asing, bek kiri asal Jerman Karl-Heinz Schnellinger dan sayap kanan Kurt Hamrin (Swedia). Berapa skor akhir? Jangan kaget, 4-1 untuk Milan! Meski dilatih Rinus Michels, namun trio Johan Cruyff, Sjaak Swart, dan Piet Keizer masih belum berpengalaman kuat di pentas Eropa.
Ajax Berjaya
Sementara itu pada laga lainnya yang juga disiarkan langsung oleh RCTI, Ajax masa kini yang dilatih 'Rinus Michels kecil' yaitu Louis van Gaal, dengan perkasa melindas jagoan Jerman Bayern Muenchen di De Meer, Amsterdam. Mereka melesakkan lima gol untuk menutup pertandingan dengan skor tidak diduga, 5-2. Gol-gol dari Finidi George (Nigeria), Ronald De Boer, Marc Overmars, serta dua dari kaki Jari Litmanen, bintang asal Finlandia yang dipasang sebagai striker utama bersama Nwankwo Kanu.
Jari Litmanen diantara Christian Ziege dan Thomas Helmer. |
Meski berbekal staying power khas Jerman, namun di akhirnya Muenchen tak kuasa mengimbangi tuan rumah yang bermain all-out. Tanpa diduga, lewat kemenangan telak ini seolah-olah Ajax membalas tuntas kekalahan 1-4 pada Muenchen di Madrid pada 1969! Kini Rinus Michels harus berterima kasih pada Louis van Gaal bisa mengalahkan pelatih Muenchen, Giovanni Trapattoni, yang dulu ikut mempermalukan Ajax era Michels.
Bagi Ajax, ini merupakan sukses keempat lolos ke final Liga Champion, setelah menunggu 22 tahun! Catatan manis terakhir dibuat pada 30 Mei 1973 ketika mereka mengalahkan Juventus 1-0 di Beograd, Yugoslavia, melalui gol emas Johny Rep. Artinya saat sukses terakhir kali, tiga bintang Ajax seperti Clarence Seedorf, Marc Overmars, dan Patrick Kluivert belum lahir ke dunia!Namun catatan paling keren akan ditorehkan oleh Frank Rijkaard, bekas bintang AC Milan yang sekarang menjadi palang pintu Ajax. Andai Ajax sampai juara, maka gelandang bertahan bernomor punggung 4 itu akan menyamai rekor Marcel Dessaily, Dejan Savicevic, dan Miodrag Belodedici –sebagai pemain yang pernah menjuarai Liga Champion lewat dua klub berbeda.
Skenario Ajax vs Milan di final menjadi kenyataan. Mana yang terkuat dan dapat dibanggakan di Eropa kali ini? Jawabannya akan tersaji nanti pada 24 Mei 1995 dari Stadion Ernst Happel, Wina, Austria. Terus terang dan maaf saja, saat ini Ajax lebih diunggulkan dari Milan. Alasannya adalah rekor duel mereka di penyisihan Grup D sebelumnya. Baik di Amsterdam dan Milano, Ajax dengan perkasa menang 2-0. Yakin? Tentu tidak, sebab sepak bola selalu identik dengan kejutan. Nantikan!
(foto: sport.fok/ajax.nl/soccernostalgia)