Ia merupakan sesuatu di pikiran orang yang tahu sepak bola dan menggilainya; yang juga tidak tahu sepak bola bahkan membencinya; tentang bagaimana seharusnya sepak bola itu dimainkan, bagaimana pesepak bola yang seharusnya. Dia adalah perwujudan dan impian sepak bola itu sendiri, bahkan sebagai simbol, hakikat, atau tujuan permainan.
Inilah kisah tentang seorang pendekar gol, seorang raja sepak bola. Kita kehabisan kata untuk memuji, membayangkan, atau menggambarkan siapa Lionel Andres Messi Cuccittini itu, kata Gerard Pique. Pujian nan apresiatif, cenderung superlatif. Namun Anda memang akan dicerca dunia andai berani melawan arus.
Membabi buta memujanya? Ya atau tidak bukan masalah. Lagi pula mengapa tidak kalau memang harus? Ada fakta, ada barang buktinya. Pangkal segala si empunya cerita bertumpu pada manusia setengah dewa yang tingginya hanya 169 cm. Seusai mencatat tiga gol ke gawang Espanyol dalam derbi Catalunya, Leo Messi menambah koleksi 21 kali hattrick-nya di Barcelona, begitu fenomenal melihat rangkaian gol-gol kemenangan tuan rumah 5-1.
Golnya ke-400...401...402 lahir semudah membalikkan telapak tangan! Yang perlu diperhatikan, hal ini pun masih akan berlanjut dan berlanjut. Di usia yang masih 27, anak bungsu dari pasangan Jorge Horacio Messi dan Celia Maria Cuccittini itu pasti terus menambah perbendaharaan golnya entah di angka berapa, syukur-syukur bisa empat digit seperti Pele atau Romario.
Dalam dua tahun terakhir, rekor pribadi Messi semakin syur. Pada 2012 ia menguasai pentas Liga Champion, mulai dari pemegang rekor hattrick terbanyak, beruntun mencetak gol di empat laga sampai bikin lima gol sekali main. Puncaknya di tahun itu Messi menyamai rekor Jose Altafini (AC Milan) sebagai pencetak gol terbanyak Liga Champion (14 gol) yang bertahan sejak 1962/63, serta menggapai pencetak gol terbanyak sepanjang sejarah di Eropa dengan raihan 73 gol semusim dari berbagai sumber!
Masih kurang? Betul, di saat yang sama status el-pichichi dengan 50 golnya di La Liga semakin membuat orang menggaruk-garuk kepala. Tahun berikutnya, gelar demi gelar masih membasahi reputasinya. Pada Februari 2013, si kaki kidal kelahiran 24 Juni 1987 menggenapkan rekor 300 golnya di Barcelona. Selang sebulan, di 21 partai terus menerus bikin gol di La Liga menuai rekor.
Maret 2014, King Leo ditulis sejarah menjadi pemain yang paling banyak buat trigol di pentas El Clasico, laga sepak bola reguler paling wahid di dunia. Pada Oktober dia resmi melesakkan 250 gol-nya di La Liga. Sebulan kemudian, hattrick ke gawang Sevilla mendongkrak angka 253 gol yang mengundang dentuman sejarah lantaran menjadi pembuat gol paling banyak di bumi Spanyol.
Gara-gara itu Messi mengubur rekor Telmo Zarraonandia Montoya, striker Athletic Bilbao 1940-55, yang mengoleksi 251 gol. Di ujung November 2014, giliran rekor pencetak gol terbanyak sepanjang zaman di Liga Champion (74 gol) yang disabetnya. Gol, gol, dan gol identik dengan Messi. Dialah pendekar gol terbaik saat ini.
Dari sisi prestasi juga berada di atas rata-rata pesepak bola, Messi mengantar Barca enam kali juara La Liga, tiga kali Liga Champion, dua kali juara dunia klub, dua kali Piala Super Eropa, dua kali Copa Del Rey, enam kali Supercopas De Espana, Total 21 gelar bersama Blaugrana. Di tim nasional, pria Gemini ini membuat Argentina menjuarai Piala Dunia junior 2005 dan emas Olimpiade 2008 Beijing. Sejauh ini kontribusinya untuk bangsa dan negara hanya sebatas itu.
Tiga Tahun Lagi
Lainnya? Paling banter pernah jadi runner-up Copa America 2007 dan finalis Piala Dunia 2014. Ini penyebab kadar kelegandaannya masih di bawah Diego Maradona setidaknya menurut separo dunia, tapi mutlak di Argentina. Torehan prestasi Messi di klub dan negara amat timpang. Agaknya dia cuma bisa berkarya untuk Barcelona yang dibelanya sejak 13 tahun.
Tidak apa-apa, bukankah Pele juga begitu, seumur hidupnya hanya main di Santos lalu ke Cosmos New York saat uzur? Tapi, sekali lagi, Pele memberi tiga kali Piala Dunia untuk Brasil. Hmm, sudah jelas di mana terletak 'aib' Messi. Mesti diingat di dunia ini banyak superbintang bahkan legenda yang akrab dikenal di gendang telinga kita tapi kurang sejati, terasa kurang berjiwa karena trophyless di Piala Dunia.
Eric Cantona, Ryan Giggs, Andriy Shevchenko, bahkan Johan Cruijff atau David Beckham. Kalau ditarik ulur ke belakang ada Alfredo Di Stefano, Ferenc Puskas, Just Fontaine, Raymond Kopa, dan seterusnya. Abadikah nama-nama mereka? Ya tetap abadi. Namun Pele, Franz Beckenbauer, Maradona, Zinedine Zidane, Ronaldo Nazario, Sir Geoff Hurst sampai Fabio Cannavaro jelas berada di planet berbeda.
Terus terang folder Messi seharusnya ada di sini, bersama mereka. Bahkan satu tempat masih 'kosong' disediakan hanya untuk Messi, sebab dialah yang paling pantas. Kenyataannya lain. Sejarah akan membuktikan, apakah kelak Messi hanya berstatus sebagai hero bukan legend. Jika sekarang tahun 1950-1960-an, maka dari Eropa kita akan mengenal Alfredo Di Stefano, Eusebio Ferreira, Raymond Kopa, Stanley Matthews, Bobby Moore, Bobby Charlton dan masih banyak lagi sebagai bintang dunia.
Sementara di Amerika Latin muncul Pele, Didi, Garrincha sampai Vava. Namun begitu dipilah jadi legenda sejati, maka seorang juara dunia akan lebih harum. Bobby Moore, Pele, Didi, Vava, Garrincha. Prestasi puncak pesepak bola adalah juara dunia, titel World champion di World Cup! Jika Anda kapten tim yang memenangi World Cup, pasti titel Pemain Terbaik Dunia di tangan Anda. "Kala Anda menjadi juara dunia, otomatis Anda jadi legenda. Di depan orang-orang di seluruh dunia, Anda berbeda. Wow, kami telah berbuat sesuatu: menjadi juara dunia. Kami diarak dua juta orang saat menuju Colloseum. Kami seperti di kisah Maximus Decimus. Sesudahnya saya merasa tak seperti pemian biasa," kata Fabio Cannavaro - kapten Italia di Piala Dunia 2006.
"Lalu ketika saya memenangkan titel Pemain Terbaik Dunia, tak satupun orang yang protes," lanjut si anak Napoli berjulukan Muro di Berlino (Tembok Berlin). Inilah pencapaian Cannavaro, yang sayangnya belum bisa dirasakan Messi. Dibanding kemampuan dan kelihaian Messi, maaf, siapalah Cannavaro? Tapi, itulah, fakta adalah fakta. Barangkali sekarang ini status Messi seperti seorang raja yang belum boleh duduk di singgasana kebesaran, atau tidak boleh memakai mahkota. Jika kesempatan selalu jadi harapan, maka satu-satunya jalan meraihnya ada pada Piala Dunia 2018 di Rusia. Saat itu Lionel Messi tepat 31 tahun, usia yang belum renta-renta amat buat ukuran megabintang.
Messi adalah satu-satunya pesepakbola sejagat yang meraih FIFA/Ballon d'Or sebanyak empat kali. Wajar. Tiada yang bantah jika dia megabintang sekarang ini. Lionel Messi adalah kapten tim nasional, seperti Bobby Moore, Franz Beckenbauer, Maradona, atau Cannavaro. Bahkan Messi berpotensi lebih besar dari Pele yang tak pernah jadi kapten nasional.
Sayangnya, bak sayur tanpa garam, pencapaian Messi masih status quo. Keajaiban Messi hanya berdampak bagi Barcelona atau kawasan Eropa. Bukan kepada Argentina atau lingkup dunia. Ingat, prestasi tertinggi pesepak bola adalah juara dunia. Meski makin sempit, masih ada waktu buat Messi untuk melengkapi statusnya sebagai legenda sejati sepak bola. Tunggu tiga tahun lagi... di Rusia, tidak bisa tidak.
(foto: pinterest/mirror/time/walesonline)
Dalam lingkup sepak bola, dijuluki manusia setengah dewa. |
Membabi buta memujanya? Ya atau tidak bukan masalah. Lagi pula mengapa tidak kalau memang harus? Ada fakta, ada barang buktinya. Pangkal segala si empunya cerita bertumpu pada manusia setengah dewa yang tingginya hanya 169 cm. Seusai mencatat tiga gol ke gawang Espanyol dalam derbi Catalunya, Leo Messi menambah koleksi 21 kali hattrick-nya di Barcelona, begitu fenomenal melihat rangkaian gol-gol kemenangan tuan rumah 5-1.
Golnya ke-400...401...402 lahir semudah membalikkan telapak tangan! Yang perlu diperhatikan, hal ini pun masih akan berlanjut dan berlanjut. Di usia yang masih 27, anak bungsu dari pasangan Jorge Horacio Messi dan Celia Maria Cuccittini itu pasti terus menambah perbendaharaan golnya entah di angka berapa, syukur-syukur bisa empat digit seperti Pele atau Romario.
Dalam dua tahun terakhir, rekor pribadi Messi semakin syur. Pada 2012 ia menguasai pentas Liga Champion, mulai dari pemegang rekor hattrick terbanyak, beruntun mencetak gol di empat laga sampai bikin lima gol sekali main. Puncaknya di tahun itu Messi menyamai rekor Jose Altafini (AC Milan) sebagai pencetak gol terbanyak Liga Champion (14 gol) yang bertahan sejak 1962/63, serta menggapai pencetak gol terbanyak sepanjang sejarah di Eropa dengan raihan 73 gol semusim dari berbagai sumber!
Masih kurang? Betul, di saat yang sama status el-pichichi dengan 50 golnya di La Liga semakin membuat orang menggaruk-garuk kepala. Tahun berikutnya, gelar demi gelar masih membasahi reputasinya. Pada Februari 2013, si kaki kidal kelahiran 24 Juni 1987 menggenapkan rekor 300 golnya di Barcelona. Selang sebulan, di 21 partai terus menerus bikin gol di La Liga menuai rekor.
Maret 2014, King Leo ditulis sejarah menjadi pemain yang paling banyak buat trigol di pentas El Clasico, laga sepak bola reguler paling wahid di dunia. Pada Oktober dia resmi melesakkan 250 gol-nya di La Liga. Sebulan kemudian, hattrick ke gawang Sevilla mendongkrak angka 253 gol yang mengundang dentuman sejarah lantaran menjadi pembuat gol paling banyak di bumi Spanyol.
Gara-gara itu Messi mengubur rekor Telmo Zarraonandia Montoya, striker Athletic Bilbao 1940-55, yang mengoleksi 251 gol. Di ujung November 2014, giliran rekor pencetak gol terbanyak sepanjang zaman di Liga Champion (74 gol) yang disabetnya. Gol, gol, dan gol identik dengan Messi. Dialah pendekar gol terbaik saat ini.
Luar biasa hebat di klub, belum hebat di tim nasional. |
Tiga Tahun Lagi
Lainnya? Paling banter pernah jadi runner-up Copa America 2007 dan finalis Piala Dunia 2014. Ini penyebab kadar kelegandaannya masih di bawah Diego Maradona setidaknya menurut separo dunia, tapi mutlak di Argentina. Torehan prestasi Messi di klub dan negara amat timpang. Agaknya dia cuma bisa berkarya untuk Barcelona yang dibelanya sejak 13 tahun.
Tidak apa-apa, bukankah Pele juga begitu, seumur hidupnya hanya main di Santos lalu ke Cosmos New York saat uzur? Tapi, sekali lagi, Pele memberi tiga kali Piala Dunia untuk Brasil. Hmm, sudah jelas di mana terletak 'aib' Messi. Mesti diingat di dunia ini banyak superbintang bahkan legenda yang akrab dikenal di gendang telinga kita tapi kurang sejati, terasa kurang berjiwa karena trophyless di Piala Dunia.
Eric Cantona, Ryan Giggs, Andriy Shevchenko, bahkan Johan Cruijff atau David Beckham. Kalau ditarik ulur ke belakang ada Alfredo Di Stefano, Ferenc Puskas, Just Fontaine, Raymond Kopa, dan seterusnya. Abadikah nama-nama mereka? Ya tetap abadi. Namun Pele, Franz Beckenbauer, Maradona, Zinedine Zidane, Ronaldo Nazario, Sir Geoff Hurst sampai Fabio Cannavaro jelas berada di planet berbeda.
Terus terang folder Messi seharusnya ada di sini, bersama mereka. Bahkan satu tempat masih 'kosong' disediakan hanya untuk Messi, sebab dialah yang paling pantas. Kenyataannya lain. Sejarah akan membuktikan, apakah kelak Messi hanya berstatus sebagai hero bukan legend. Jika sekarang tahun 1950-1960-an, maka dari Eropa kita akan mengenal Alfredo Di Stefano, Eusebio Ferreira, Raymond Kopa, Stanley Matthews, Bobby Moore, Bobby Charlton dan masih banyak lagi sebagai bintang dunia.
Sementara di Amerika Latin muncul Pele, Didi, Garrincha sampai Vava. Namun begitu dipilah jadi legenda sejati, maka seorang juara dunia akan lebih harum. Bobby Moore, Pele, Didi, Vava, Garrincha. Prestasi puncak pesepak bola adalah juara dunia, titel World champion di World Cup! Jika Anda kapten tim yang memenangi World Cup, pasti titel Pemain Terbaik Dunia di tangan Anda. "Kala Anda menjadi juara dunia, otomatis Anda jadi legenda. Di depan orang-orang di seluruh dunia, Anda berbeda. Wow, kami telah berbuat sesuatu: menjadi juara dunia. Kami diarak dua juta orang saat menuju Colloseum. Kami seperti di kisah Maximus Decimus. Sesudahnya saya merasa tak seperti pemian biasa," kata Fabio Cannavaro - kapten Italia di Piala Dunia 2006.
"Lalu ketika saya memenangkan titel Pemain Terbaik Dunia, tak satupun orang yang protes," lanjut si anak Napoli berjulukan Muro di Berlino (Tembok Berlin). Inilah pencapaian Cannavaro, yang sayangnya belum bisa dirasakan Messi. Dibanding kemampuan dan kelihaian Messi, maaf, siapalah Cannavaro? Tapi, itulah, fakta adalah fakta. Barangkali sekarang ini status Messi seperti seorang raja yang belum boleh duduk di singgasana kebesaran, atau tidak boleh memakai mahkota. Jika kesempatan selalu jadi harapan, maka satu-satunya jalan meraihnya ada pada Piala Dunia 2018 di Rusia. Saat itu Lionel Messi tepat 31 tahun, usia yang belum renta-renta amat buat ukuran megabintang.
Messi adalah satu-satunya pesepakbola sejagat yang meraih FIFA/Ballon d'Or sebanyak empat kali. Wajar. Tiada yang bantah jika dia megabintang sekarang ini. Lionel Messi adalah kapten tim nasional, seperti Bobby Moore, Franz Beckenbauer, Maradona, atau Cannavaro. Bahkan Messi berpotensi lebih besar dari Pele yang tak pernah jadi kapten nasional.
Sayangnya, bak sayur tanpa garam, pencapaian Messi masih status quo. Keajaiban Messi hanya berdampak bagi Barcelona atau kawasan Eropa. Bukan kepada Argentina atau lingkup dunia. Ingat, prestasi tertinggi pesepak bola adalah juara dunia. Meski makin sempit, masih ada waktu buat Messi untuk melengkapi statusnya sebagai legenda sejati sepak bola. Tunggu tiga tahun lagi... di Rusia, tidak bisa tidak.
(foto: pinterest/mirror/time/walesonline)