Perjalanan, Pengalaman, & Pemahaman Permainan Terindah

Renaissance Liverpool (1): Belajar dari Simpanse

Pekan demi pekan, kapal revolusi berwarna merah itu makin mendekati pelabuhan tujuannya. Seremoni penyambutan disiapkan. Tinggal sebulan lagi, barangkali, Liverpool meraih apa yang amat luar biasa diusahakan dalam dua tahun belakangan. Dua tahun penuh drama, kerja keras, dan pengorbanan namun dibarengi oleh mimpi, harapan, dan keyakinan.
Renaissance Liverpool: Belajar dari Simpanse
Renaissance Liverpool dimulai oleh dua orang.
Wajar orang bertanya-tanya: revelation model apa yang sedang terjadi di Melwood. Sungguhkah terjadi Renaissaince, kebangkitan otentik, di Anfield? Racikan rahasia apa yang ditemukan sehingga kesebelasan dengan kejayaan lawas itu begitu menghebohkan, menakutkan? Berikut kisah kebangkitan mengagumkan The Reds seperti yang dipublikasikan The Guardian, hebatnya, dikreasi dua orang berbeda latar belakang.

Keputus-asaan atau harapan terlalu tinggi kadang-kadang membuat orang lupa daratan, bahkan cenderung syirik. Pada 1998, di saat-saat akhir World Cup digelar di Prancis, tiba-tiba saja Glenn Hoddle mengenalkan seorang wanita bernama Eileen Drewery kepada anak buahnya. Dia bukan seorang wanita biasa, akan tetapi seorang paranormal, mungkin juga ahli nujum.

Bak petir di siang bolong, markas tim nasional Inggris dihajar kehebohan dan desas-desus yang kemudian jadi buah bibir, juga kelak hikayat. Kenapa sang pelatih hebat itu sampai harus menyeret paranormal hanya untuk bicara dari hati ke hati dengan setiap pemain? Hoddle merasa tugas memompa semangat tim atau mengenal sosok setiap pemain bukan tugas utamanya.
Renaissance Liverpool: Belajar dari Simpanse
Eileen Drewery dan Glenn Hoddle menginspirasi Liverpool.
Eileen si misterius itu langsung bekerja. Suatu kisah, ketika giliran Ray Parlour yang harus 'dipermak' psikisnya, seperti biasa, kedua telapak tangannya ditaruh di atas kepala pemain. "Agak ke belakang, Eileen. Nah, sekarang ke samping," jelas si Romford Pele yang meringis geli namun keasyikan kepalanya disentuh. Hingga menjelang milenium baru, sepak bola Inggris masih terjamah oleh kisah klenik ala zaman jahiliyah. 

Barangkali Anda tersenyum namun malas menanggapi hal seperti itu, sampai kemudian Anda seketika berubah pandangan tatkala mengetahui tugas mulia yang dilakukan Steven Gerrard, kapten Liverpool sekaligus kapten nasional Inggris, The Heart of LionsAdalah Dr. Steve Peters, yang menjadi pangkal cerita. Dia adalah satu anggota penting kabinet Roy Hodgson (sejak 1 Mei 2012) di manajemen Three Lions selain fisioterapis Gary Lewin tentunya. 

Hodgson mengangkat Dr. Peters, seorang psikiatris olah raga, di kabinet tim usai menjadi manajer nasional Inggris, satu posisi yang sama peliknya dengan Perdana Menteri. Amat jelas Hodgson enggan mengulangi kepicikan Hoddle. Kekonyolan harus disudahi. Dari mana dia dan Peters memulai usaha untuk memperbaiki motivasi dan kinerja tim? Mereka sepakat: kapten nasional! 
Renaissance Liverpool: Belajar dari Simpanse
Dr Steve Peters.
Peters pun membidik Gerrard sebagai target awal tugasnya. Saat itu konfidensi Gerrard melemah lantaran sangat sering didera cedera groin, pangkal paha. Sebagai pemain kunci di lini tengah, sumber spiritual lapangan di Liverpool dan Inggris ikut merana karenanya. 

Di-persona-non-grata-nya John Terry, lalu memburuknya fisik Rio Ferdinand sebagai pengganti, semakin meyakinkan Hodgson saat menunjuk leader berikutnya: Gerrard! Awalnya kondisi ini membebani Gerrard secara psikis. Namun waktu berjalan, kini tampak terlihat, meski lambat tapi kondisi Gerrard, Liverpool, dan Inggris terus membaik.

Perasaan skeptis berubah menjadi optimis. Kolaborasi Peters dan Gerrard diyakini sebagai awal kebangkitan Three Lions. Kisah indah bertebaran. Di era baru itu, Inggris cuma kalah sekali dari empat juara dunia, yakni dari Jerman 0-1, dan kalah 2-4 via adu penalti vs Italia di EURO 2012, tapi dibalas dengan skor 2-1 dalam sebuah persahabatan di Bern, 15 Agustus 2012.

Namun Brasil tak pernah menang dari pasukan Hodgson lewat hasil 1-2 dan 2-2. Lawan Prancis berakhir 1-1. Di ajang resmi, Inggris sukses meraih tiket Piala Dunia 2014 dengan hasil meyakinkan. Hodgson tersenyum puas. Gerrard pun mulai berbinar-binar perasaannya. Dia tahu asal-muasal perubahan hebat ini, lalu berpikir keras bagaimana menularkan ke sisi yang lain.

Harus Tegas

Pada medio 2012 itu, dalam waktu sebulan Gerrard sudah punya dua bos baru. Setelah Hodgson adalah Brendan Rodgers, yang resmi memanajeri Liverpool pada 1 Juni 2012. Dan, seperti yang diakuinya, Stevie G sebenarnya cukup butuh 2-3 bulan merasakan kesaktian sentuhan Dr. Peters tanpa harus kegelian seperti Parlour dulu, dan itu sangat mengesankannya.
Renaissance Liverpool: Belajar dari Simpanse
Steven Gerrard, kapten Liverpool dan tim nasional Inggris.
Pada satu sisi, hingga menjelang 34 tahun, Gerard semakin memikirkan Liverpool yang belum pernah diberi titel idaman sejak dibela pada 1998. Ide cemerlang muncul. Dia membagi kisah pengalaman barunya itu kepada Rodgers. Terpukau oleh tuturan kaptennya, manajer yang baru berusia 39 tahun saat membesut Liverpool tersebut merasa terinspirasi, lalu mengundang Peters ke Melwood.

Keputusan Rodgers itu yang kelak menjadi momen kebangkitan. Dr. Peters lalu mesti bersua dengan skuad yang bersedia ikhlas 'masuk kelas' seusai latihan fisik. Namun semua ini hanyalah awalan saja. Gerrard berdebar-debar apakah upaya Dr. Peters akan berhasil di Liverpool. Walau setengah mati berjuang, namun Liverpool tetap saja berperingkat ketujuh di akhir musim 2012/13. 

Posisi itu hanya setingkat lebih baik dari musim sebelumnya. The Reds urung lagi ke Eropa; boro-boro Liga Champion, tiket ke Liga Europa pun luput. Namun ada satu laga yang selalu diingat Peters dan ribuan noktah harapannya, yakni saat Rodgers memulai debut di Anfield, Agustus 2012. Di laga itu Liverpool menahan si juara bertahan Manchester City dengan 2-2.

Bukan soal hasil atau menyaksikan debut Raheem Sterling, tapi aksi dan reaksi pasukan Rodgers kala itu sangat berkarakter, penuh optimis, dan berkemauan kuat. Liverpool cuma kalah kualitas dan materi pemain, namun soal mental ceritanya lain. Konklusinya ditemukan bahwa Rodgers harus tegas saat memilih grup pemain. Artinya berkeliaran di transfer window tampaknya menjadi mutlak.

Kualitas optimisme meningkat saat menjemput musim 2013/14. Perbaikan di Liverpool membuat pendukung mereka berperasaan sama setidaknya mirip di era Ron Yeats dan Ian St John. Bukan yang terbaik, namun Anda sulit beranjak dari Anfield atau sofa di rumah tatkala menonton aksi Luis Suarez yang penuh gairah. Artinya Liverpool cuma butuh terus percaya dan bernasib baik!
Renaissance Liverpool: Belajar dari Simpanse
Pokok membenahi persoalan dimulai dari seorang kapten.
Jika sekarang mereka bergantian menduduki singgasana Premier League musim ini, maka perbaikan mental dan inovasi taktik adalah sebuah keniscayaan. Mereka pantas menikmatinya meski episode paling menentukan belum berakhir. Menjamu Chelsea di pekan ke-36, Ahad (27/4), diramal bakal menjadi 'the real final' keberlangsungan nasib Liverpool. Sejarah yang sudah ditunggu-tunggu hampir seperempat abad.

Sangsikah Anda dengan mentalitas percaya diri dan semangat kebersamaan mereka? Tengok beberapa fakta yang terjadi saat The Reds menghantam Tottenham 4-0 (30/3) serta Manchester City 3-2 (14/4). Kejadian sama berulang-ulang melihat Jordan Henderson dan Philippe Coutinho terlibat diskusi serius mana kala Liverpool mendapat tendangan bebas.

Perhatikanlah, sementara di sisi lainnya di hadapan sang bola, Luis Suarez dan Steven Gerrard juga terlihat saling bisik. Mereka serius dan intens. Penonton membacanya itu sebagai siasat untuk mengarahkan bola ke gawang lawan. Itu betul, tapi sebenarnya ada yang lebih penting lagi. Alih-alih akan mengeksekusi bola, komunikasi verbal akan meredam tekanan.

Dr. Peters mengajarkan saat seperti itulah, para pemain sebisa mungkin memanfaatkan waktu untuk cooling down, menarik nafas dalam-dalam, memasukkan oksigen ke tubuh agar otak jadi segar. "Steve Peters tak menjadikan pemain berlari 100 meter lebih cepat, meskipun sebenarnya dia mantan sprinter, atau mengajarkan akurasi bola seperti Cruijff," kata Gerrard.
Renaissance Liverpool: Belajar dari Simpanse
PM David Cameron, Roy Hodgson, dan Steven Gerrard.
"Namun saya jamin, jika para pemain membuka diri, dia akan menolong mereka dengan persiapan mental dan membuat mereka memahami bagaimana pikiran itu bekerja dengan baik." Pembeberan Gerrard tentang Dr. Peters ini lumayan mengejutkan sebab sedikit banyak membongkar rahasia kebangkitan Liverpool dan tim nasional Inggris yang dicari-cari media massa. Bahkan sekali waktu PM Inggris David Cameron mulai ikut peduli dengan The Three Lions.

Faktor Rumah Tangga

Siapakah Dr. Steve Peters? Psikiater berusia 60 tahun ini dikenal jenius matematika semasa kecil. Kecintaannya pada sports medicine dan psychiatry membuat dia bertitel master medical education dan mengajar di Universitas Sheffield. Reputasi puncak pria kelahiran Middlesbrough adalah saat bukunya yang berjudul The Chimps Paradox (Paradoks Simpanse) jadi best sellers.
Renaissance Liverpool: Belajar dari Simpanse
Sukses menangni Victoria Pendleton, 9 kali juara dunia putri balap sepeda.
The Chimps Paradox adalah bacaan wajib Gerrard sebelum tidur setahun belakangan. Buku ini mengulas kehebatan simpanse yang selalu tenang mengatur perilaku dan emosi melalui simpuls otaknya sehingga mencapai kinerja tinggi bahkan jenius. Pada intinya, Peters mengajarkan pembacanya bagaimana membedakan mimpi dan tujuan, bagaimana salah satunya akan saling mendukung.

Meski dibantu putaran roda nasib, dengan memburuknya kinerja Manchester United, Arsenal dan Tottenham Hotspur di liga, namun Chimps Paradox-nya Peters sangat membantu dan memandu Liverpool untuk meraih apa yang diidam-idamkannya hampir seperempat abad. Sepuluh kemenangan beruntun adalah bukti sahih betapa konfidensi, kesuksesan dan kebahagiaan sedang menjadi mesin Liverpool.

Peters memulai eksperimennya di sepak bola melalui Gerrard, seorang kapten dua tim paling populer di Inggris. Sang pakar tahu selama ini The YNWA tidak punya kekuatan mental untuk sukses. Hal ini tentunya bisa berbahaya bagi perjalanan Inggris di Piala Dunia 2014. Bak dua sisi mata uang, ide-ide Peters lalu jadi dambaan dua kesebelasan sekaligus.
Renaissance Liverpool: Belajar dari Simpanse
Kekaguman Roy Hodgson pada Steven Gerrard tidak tertutupi.
Manajer Three Lions, Roy Hodgson, manggut-manggut senang ketika arah yang dituju sangat jelas. Dia amat mencintai Gerrard, sosok yang punya gamesmanship sempurna selain John Terry. Momok menakutkan di tim nasional yang selalu berulang di ajang besar cepat atau lambat mesti diakhiri. "jika dia bisa menolong Gerrard, kenapa tidak bisa menolong saya?" sergah Hodgson. 

Namun uniknya Hodgson enggan membebani Peters dengan tanggung-jawab seandainya Inggris gagal lagi dalam adu penalti. Gerrard pasti butuh pencerahan signifikan di akhir kariernya untuk menutup perjalanan hidupnya dengan prestasi puncak. Liverpool yang sudah 24 tahun berpuasa juara liga, serta Three Lions yang 48 tahun belakangan ini tak punya prestasi apa-apa. 

Kiat Peters dalam melahirkan seorang juara lewat pendekatan personal mempengaruhi keputusan drastis Gerrard. Peters berjasa menjulangkan Chris Hoy, 11 kali juara dunia balap sepeda trek dan enam kali juara olimpiade. Selain itu dia juga sukses mengangkat reputasi Victoria Pendleton, 9 kali juara dunia putri balap sepeda trek dan pemenang olimpiade. Pengakuan yang luar biasa. 

Usut punya usut, di tangan Peters akar problem Gerrard dan mungkin Liverpool ditemukan: di rumah tangga! Ini berarti problem Liverpool, atau timnas Inggris bisa berasal dari Alexandra Curran alias Ny. Steven Gerrard! "Usai membaca Chimps Paradox, saya langsung berdiskusi dengan Alex sampai saya mengerti perbedaan bagian-bagian otak, bagaimana cara kerjanya, kapan berfungsi dan kenapa Anda memikirkan hal-hal tertentu, misalnya kenapa saya suka menggigit anak-anak dan sering menyalahkan dia," tukas Gerrard. 
Renaissance Liverpool: Belajar dari Simpanse
Alexandra Curran dan Steven Gerrard. Makin sabar.
Setelah itu Gerrard merasa lebih sabar. Dampak signifikannya adalah penampilan di lapangan hijau. Lihat saja permainannya. Kini dia lebih cool, jarang kena kartu dari wasit, dan ekspresif. Usai mengalahkan tim kuat Manchester City, saking bangganya dia menangis terharu di lapangan.

Sukses Liverpool dalam taraf spesial ditentukan oleh kekuatan mental Gerrard. Masa-masa pemulihan cedera adalah saat-saat paling berguna dalam hidupnya. Ia melahap habis Chimps Paradox. "Dia tidak mengubah saya sebagai pribadi atau sebagai pemain. Saya hanya merasa tak tahu apa yang terjadi di kepala saya sebelum bertemu Steve," papar Gerrard.

Walaupun hanya satu-dua persen, yang namanya perbaikan akan dilakoni Gerrard. Ini soal keinginan mengubah nasib. Selain nasib, juga kebahagiaan orang dan masyarakat. Banyak yang bilang kini sang skipper terlihat lebih matang, kalem, konsisten dan tajam mengambil tanggung-jawab. Sebagai pelengkap, semoga kemujuran menaunginya!

(foto: telegraph/fanshare/zimbio/dailymail/thesun)

Share:

Artikel Populer

Maurizio Sarri: Tantangan Baru Si Mantan Bankir

Buat tifosi Napoli yang militan dan fanatik, begitu melihat jagoannya cuma meraup dua poin dari tiga laga jelas bikin dongkol selain gundah...

Arsip

Intermeso

Wawancara

Arsip

Artikel Terkini