Di suatu pagi suram pada akhir Maret 2005, angin menderu liar membuat dedaunan dan ranting aneka pepohonan besar yang memagari markas latihan Carrington ikut bergoyang keras. Musim semi baru saja tiba, namun suhu sudah menukik tajam mendekati titik nol. Para pemain melakoni latihan seperti biasa tanpa pemanas ruangan, tapi tidak demikian dengan dua pemuda ini.
Sebagai orang Portugal dan Argentina yang hawanya terbilang hangat, keduanya seketika sengsara begitu disapu suhu dingin. Mereka adalah Cristiano Ronaldo dan Gabriel Heinze. Di rumah pemanas langsung menyala begitu termometer menunjuk suhu di bawah 20, apalagi di lapangan terbuka seperti ini? Usai badan agak hangat, Ronaldo dan Heinze baru bergabung dengan gerombolan pemain.
Cuaca redup di sekitar jam 07.00-08.00 itu seolah ikut bersimpati dengan duka yang sedang melingkupi Manchester United. Baru kemarin mereka disingkirkan AC Milan di Liga Champion. Sedangkan isu pengambil-alihan kepemilikan klub oleh orang Amerika tampaknya makin mendekati kenyataan. Di dalam dan di luar lapangan, sungguh, klub ini sedang menghadapi tantangan besar.
Latihan berjalan normal seperti biasa. Pemanasan Phil Neville meloncat-loncat. Abangnya yang sedang cedera, Gary, berlari-lari kecil sambil terus melihat-lihat perimeter di tangannya. Di pagi yang dingin itu, superstar muda Wayne Rooney, malah menyemplung ke kolam renang khusus, hydrotherapy pool, untuk refleksi peredaran darah di kakinya yang memar.
Ketika kabut makin menyelimuti Carrington, samar-samar terlihat wajah merah Sir Alex Ferguson. Dia mengenakan training-suit lengkap dengan penutup kepala berbahan wol. Bagi yang tak biasa melihatnya, wajah merahnya bakal bikin kikuk. Antara marah dan menahan dingin seperti tidak ada bedanya. Apakah dia sedang memikirkan Milan atau Malcolm Glazer? Atau kedua-duanya? Bisa jadi.
Satu Carrington tahu, sang manajer paling benci dengan kekalahan. Hal itu baru akan normal jika para pemain bisa memberi kemenangan berikutnya. Para wartawan yang hanya boleh melihat latihan dari jarak minimal 50 meter jadi beruntung melihat wajah si pemarah seperti itu. Mereka bisa berimajinasi apa saja tanpa harus bertanya langsung, yang tampaknya agak riskan dilakukan.
Ada yang menebak Fergie marah karena merasa 'dipermalukan' Jaap Stam, bek Milan yang dua tahun lalu dijualnya ke Lazio. Di dua laga babak 16 besar Liga Champion 2004/05, Stam bermain hebat dan jadi penghalang duet Rooney dan Ruud van Nistelrooij untuk mencetak gol. Tidak di Old Trafford, tidak di San Siro, United sama-sama kalah 0-1. Uniknya kedua gol dibuat oleh Hernan Crespo.
Sebagai mentor terkemuka sekolah manajemen hair-dyer - memotivasi, memaki, menasehati, dan menginstruksikan pemain dengan mendekatkan wajah sehingga bersuara kencang yang menimbulkan angin - wajar jika wartawan juga jadi takut. Manajemen Ferguson penuh dengan aksi fisik dan air mata yang puncaknya ada di kamar ganti. Itu belum seberapa sebab terkadang dia bisa membabi-buta.
David Beckham pernah sobek alis matanya sebab terkena hantaman sepatu bola yang ditendang Ferguson. Jauh sebelumnya, Stam juga meringis keras sebab jari jemarinya tertimpa kursi yang disepak sang bos. Namun di luar kamar ganti, bos temperamental ini dikenal hangat dan suka bercanda. Teknik motivasi ala Fergie sulit ditiru meski bikin bingung banyak kalangan perihal keefektifannya.
Ada yang bilang, begitu cara simpel Fergie memberdayakan Emotional Intelligence seseorang. "Hari ini saya ingatkan pemain betapa bagusnya mereka. Yang terpenting adalah kita kalah dengan terhormat. Mereka orang-orang hebat dan amat penting punya kerendahan hati. Bahkan menjadi positif saat kalah," tutur Ferguson sebelum memulai latihan untuk merefleksikan kekalahan dari Milan.
Buat yang berpikiran positif, dia dianggap orang yang hati-hati dalam beropini, penuh pertimbangan bahkan pendiam. Kecintaannya pada kecepatan bisa dilihat kepemilikan atas seekor kuda balap. Obsesinya pada pengetahuan dibuktikan oleh kemauannya belajar bahasa Prancis dan piano, yang mana lagu andalan dia mirip dengan kesukaannya Muhammad Ali, The Tennessee Waltz.
Sifat Kebapakan
Dengan model orang seperti itulah Ferguson terinspirasi punya cara mengendalikan bisnis di Manchester United. Tiada yang salah. Begitulah sosok Alexander Ferguson, yang kala muda dijuluki Furious. Seorang guru di Skotlandia mengenang masa kecil salah seorang muridnya yang menjadi label Fergie hingga akhir hayatnya. Seperti apakah? "Seorang anak yang gampang memulai perkelahian di ruangan kosong," kenang guru tadi.
Faktanya tidak jauh sebab karakter telah terbentuk sejak awal. "Jika kami kalah di hari Sabtu, saya harus segera mencari tahu kenapa. Tapi saya paling tidak bisa menangani mitos. Padahal katanya semakin Anda sukses, semakin besar pula mitos itu. Saya pernah mendengar cerita tentang saya yang berlatih meneriaki pemain. Saya sungguh-sungguh membacanya. Itu tidak benar," kata Ferguson.
Ferguson adalah figur mitos itu sendiri. Sejak tiba di Old Trafford pada 1986, dia telah mengubah klub pesakitan menjadi klub paling konsisten sukses di dunia. Diantara empat lusinan trofi, satu-satunya mahkota adalah ketika meraih treble - Piala FA, Premier League, dan Liga Champion - di 1998/99. Hanya Roberto Mancini, Sven-Goran Eriksson, dan Lazio-nya di Piala Super yang mencegahnya meraih quadruple.
Buat Ferguson yang lahir dari golongan kelas pekerja, lintasan hidup di masa tua seperti itu terlalu bagus. Bapaknya hanya buruh galangan kapal di pelabuhan Govan, Glasgow. Di masa mudanya, Fergie tak ada punya kisah apa-apa apalagi prestasi sebab beliau gantung sepatu secara dini pada 1974 di klub Ayr United. Bahkan ia nyaris melupakan sepak bola ketika membuka kafe bernama Fergie's.
Bekerja di kafe selalu mendapatkan pengalaman dan inspirasi baru setiap hari. Ini adalah modal awalnya, modal awal cara mengendalikan bisnis di sepak bola. Ketika beralaskan antusiasme dia bisa sukses di klub kecil Queens Park dan Saint Mirren, pada 1977 sebuah klub besar Aberdeen menantang kepiawaiannya. Sejak itulah hidupnya berubah. Sejak itu pula dia tak pernah istirahat dari seluk beluk dan sepak terjang sepak bola. Hingga hari ini.
Mitos kedua Ferguson paling santer tiada lain pendekatan paternalistik untuk memberi tantangan pada pemain muda sebagai langkah penentu cara mengendalikan bisnis di Old Trafford. Tak tanggung-tanggung, segerombolan pemain satu angkatan tiba-tiba menjadi skuad inti pasukannya yang secara bisnis menghemat ratusan juta pound. Paul Scholes, David Beckham, Nicky Butt, Neville bersaudara, dan Ryan Giggs tidak akan pernah melupakan jasa Ferguson.
Di era itu, anggaran transfer dialihkan buat membangun markas latihan Carrington lebih mewah dan pendirian Manchester United Academy. Di sini bakat-bakat lokal dicetak sejak usia 9 tahun. Beberapa diantaranya kini jadi calon bintang. Tanpa harus masuk bangku kuliah lagi, Fergie punya cara mengendalikan bisnis yang hebat dengan membentuk sistem paling efisien sebuah korporasi raksasa untuk ke masa depan.
Sejak bocah, para pemain sudah mengenal tabiat panglimanya sehingga mereka rela dikontrol, dikuasai, dimotivasi ketika beranjak dewasa. Gaya kebapakan yang terbuka terbukti efektif dan efisien sehingga suasana kekeluargaan tampak nyata. Gordon Strachan, yang dibina Fergie saat di Aberdeen, mengakui melihat mobil sang manajer suatu malam di depan rumahnya sehingga dia yakin dia diawasi.
Beckham, yang menjadikan Fergie ayah keduanya, dan Ferguson juga menjadikan Beckham sebagai salah satu putranya, punya hubungan jauh lebih unik. Fergie begitu marah dan cemburu setelah tahu anak kesayangannya akan mengawini seorang wanita ambisius yang bukan menjadi 'menantu' idamannya. Hingga kini, Victoria Adams tidak pernah bertegur sapa dengan Ferguson.
Melakukan patroli ketat selama dua dekade lebih, baik di Carrington maupun di Old Trafford bukan pekerjaan enteng. Pada akhirnya manajerial Fergie bernilai bisnis yang tinggi. Ada dua hal yang penting, begitu dia berpendapat soal cara mengendalikan bisnis. "Paling utama adalah memenangkan pertandingan, setelah itu urusan komersial akan lebih mudah meraih sukses." Wow, cerdas dan sederhana!
Pembelajaran bagaimana Fergie menangani sisi bisnis dapat dilihat pada Wayne Rooney. Ketika tahu pemain Everton itu 'bisa' dibeli, Fergie langsung mendatangi David Gill, dan berkata tegas: "Kami mesti mendapatkan anak ini, ayolah, hanya 20 juta (pound)! Itu tidak berarti apa-apa dibanding Chelsea atau Arsenal yang merebutnya. Dan jika itu terjadi, fans kita akan membakar tempat ini!"
Peran David Gill
Sesi latihan baru usai, saat para wartawan tersadar apa yang terjadi pagi itu. Kegalauan Fergie bukan karena aksi perang investor, tapi memang akibat kalah dari Milan. Bertebaran rumor bahwa Fergie akan resign sebab hubungan dengan owner, terutama John Magnier dan John Patrick McManus, terus memburuk. Tapi analis yakin investor dari AS berusaha sekuat tenaga agar Fergie bertahan. Terus terang, inilah pertama kalinya sejak 1986, Ferguson terlibat office-politicking di Old Trafford. Di satu sisi dia menyanjung tradisi klub yang memang pantas dimiliki oleh bangsa Britania. Pada sisi lain, dirinya tidak cocok dengan pemilik lama.
Sementara calon pemilik baru malah menginginkan dirinya. Fergie paham, tuntutan pemilik saham terkadang membuatnya frustrasi. Untungnya sejak muda dia paham cara mengendalikan bisnis di sepak bola. "Ada saatnya ketika saya dihadapkan oleh situasi bahwa klub harus membayar deviden kepada pemegang saham sebagai bentuk tanggung-jawab. Terkadang hal itu bisa memancing pertanyaan 'kenapa mereka yang harus diberi uang?'
Berikan saja kepada saya sehingga saya bisa membelanjakan untuk pemain baru. Namun Anda mesti memahami bahwa keseimbangan keuangan bisa saja terganggu. Kepergian Peter Kenyon pada 2003, yang dibajak Roman Abramovich, justru mengakrabkan Fergie dengan Gill. Kohesi keduanya terbilang prima. Fergie jadi bersemangat melihat Gill antusias. Pun sebaliknya. Padahal Fergie tahu betul kelakuan investor baru yang menyakiti Gill. Bayangkan, Glazer memboyong para akuntannya untuk mengontrol keuangan klub dari celah mana saja.
Gaya Amerika dengan kultur koboi-nya suka membingungkan budaya aristokrasi British. Jika peperangan antar investor itu ikut diladeni, barangkali cerita Fergie di United sudah berakhir pada 2005. Tapi kecintaan pada permainan, terobsesi pada kemenangan, membuat sang grandmaster Old Trafford ini terasa mendidih oleh tantangan baru yang mengusik dirinya: sepak terjang Chelsea!
Bukan Fergie tidak tahu ketamakan Glazer. Dia juga paham nilai bisnis United di lantai bursa saham di London dan New York. Beliau juga maklum jika Nike dan Vodafone justru menggelontorkan bujet edan di kala klub dilanda kekisruhan. Pendek kata, dia tahu Old Trafford itu adalah tempat menetasnya telur emas. Jika ada telur, pasti ada angsa atau ayam. Siapa angsa atau ayamnya dia juga paham. Inilah intisari cara mengendalikan bisnis ala Fergie.
Acapkali idealistis harus berada di depan dari realistis. Ini pemahaman berikut dari cara mengendalikan bisnis ala Ferguson: mengembalikan ke khittah mendasar sepak bola itu sendiri: sebagai permainan, peperangan di lapangan hijau. Dia berpikir, selama kepentingannya tak dihambat, termasuk posisi Gill, dia tak begitu peduli dengan semuanya. Hanya itu syaratnya. Ferguson tahu betul di mana posisinya, kompetensinya, keahliannya. Dia coba bersikap pragmatis saja.
Ada satu nama yang diwaspadai, dijadikan tantangan baru, yang mengembalikan lagi kesehatan jiwa dan raganya. Orang ini bernama Jose Mourinho. Keputusan Fergie untuk bertahan menyelamatkan nasib dan masa depan sekitar 20 pemain utama, serta puluhan pemain junior. Yang signifikan lagi, milyaran suporter Red Devils menyambut gembira dan mendoakan kesehatannya.
"Yang saya lakukan dalam hidup ini ingin main di klub terbaik, yang punya manajer terbaik di dunia," ucap si pemain. Gill dan Fergie paham seluruh skuad buatan mereka. Secara struktur, Gill adalah bosnya Fergie. "Dia selalu minta lebih. Ada saatnya berkata tidak. Dia tak merajuk lagi untuk kedua kali," ucap Gill tentang Fergie.
"Saya banyak belajar darinya. Setiap hari kami bicara di telpon, dan seminggu sekali bertemu secara formal. Istri saya bilang saya mudah terbujuk. Tapi buat saya tidak," ucap sang CEO. "Dia datang dengan tawaran gaji baru beberapa pemain. Jika saya pikir memang harus, maka saya akan bayar. Ada banyak David Gill di luar, tapi tidak ada lagi Ronaldo dan Rooney di luar," tuturnya lagi.
Mengingat United ditopang oleh tradisi yang kuat di satu sisi, dan loyalitas fans di sisi lainnya, hampir pasti akan terjadi kekacauan besar-besaran bila mereka serempak mundur. Sejarah mencatat, mereka bertahan hingga delapan tahun ke depan dan Manchester United meraih 16 trofi (5x di liga, 5x Community Shield, 4x di Piala Liga, 1x Liga Champion, dan 1x Piala Dunia Antarklub).
(foto: radiotimes/mirror/telegraph)
Bekerja di kafe adalah modal awal untuk mengendalikan bisnis di sepak bola. |
Cuaca redup di sekitar jam 07.00-08.00 itu seolah ikut bersimpati dengan duka yang sedang melingkupi Manchester United. Baru kemarin mereka disingkirkan AC Milan di Liga Champion. Sedangkan isu pengambil-alihan kepemilikan klub oleh orang Amerika tampaknya makin mendekati kenyataan. Di dalam dan di luar lapangan, sungguh, klub ini sedang menghadapi tantangan besar.
Latihan berjalan normal seperti biasa. Pemanasan Phil Neville meloncat-loncat. Abangnya yang sedang cedera, Gary, berlari-lari kecil sambil terus melihat-lihat perimeter di tangannya. Di pagi yang dingin itu, superstar muda Wayne Rooney, malah menyemplung ke kolam renang khusus, hydrotherapy pool, untuk refleksi peredaran darah di kakinya yang memar.
Ketika kabut makin menyelimuti Carrington, samar-samar terlihat wajah merah Sir Alex Ferguson. Dia mengenakan training-suit lengkap dengan penutup kepala berbahan wol. Bagi yang tak biasa melihatnya, wajah merahnya bakal bikin kikuk. Antara marah dan menahan dingin seperti tidak ada bedanya. Apakah dia sedang memikirkan Milan atau Malcolm Glazer? Atau kedua-duanya? Bisa jadi.
Satu Carrington tahu, sang manajer paling benci dengan kekalahan. Hal itu baru akan normal jika para pemain bisa memberi kemenangan berikutnya. Para wartawan yang hanya boleh melihat latihan dari jarak minimal 50 meter jadi beruntung melihat wajah si pemarah seperti itu. Mereka bisa berimajinasi apa saja tanpa harus bertanya langsung, yang tampaknya agak riskan dilakukan.
Ada yang menebak Fergie marah karena merasa 'dipermalukan' Jaap Stam, bek Milan yang dua tahun lalu dijualnya ke Lazio. Di dua laga babak 16 besar Liga Champion 2004/05, Stam bermain hebat dan jadi penghalang duet Rooney dan Ruud van Nistelrooij untuk mencetak gol. Tidak di Old Trafford, tidak di San Siro, United sama-sama kalah 0-1. Uniknya kedua gol dibuat oleh Hernan Crespo.
Sebagai mentor terkemuka sekolah manajemen hair-dyer - memotivasi, memaki, menasehati, dan menginstruksikan pemain dengan mendekatkan wajah sehingga bersuara kencang yang menimbulkan angin - wajar jika wartawan juga jadi takut. Manajemen Ferguson penuh dengan aksi fisik dan air mata yang puncaknya ada di kamar ganti. Itu belum seberapa sebab terkadang dia bisa membabi-buta.
David Beckham pernah sobek alis matanya sebab terkena hantaman sepatu bola yang ditendang Ferguson. Jauh sebelumnya, Stam juga meringis keras sebab jari jemarinya tertimpa kursi yang disepak sang bos. Namun di luar kamar ganti, bos temperamental ini dikenal hangat dan suka bercanda. Teknik motivasi ala Fergie sulit ditiru meski bikin bingung banyak kalangan perihal keefektifannya.
Ada yang bilang, begitu cara simpel Fergie memberdayakan Emotional Intelligence seseorang. "Hari ini saya ingatkan pemain betapa bagusnya mereka. Yang terpenting adalah kita kalah dengan terhormat. Mereka orang-orang hebat dan amat penting punya kerendahan hati. Bahkan menjadi positif saat kalah," tutur Ferguson sebelum memulai latihan untuk merefleksikan kekalahan dari Milan.
Manajemen Ferguson penuh dengan aksi fisik dan air mata. |
Sifat Kebapakan
Dengan model orang seperti itulah Ferguson terinspirasi punya cara mengendalikan bisnis di Manchester United. Tiada yang salah. Begitulah sosok Alexander Ferguson, yang kala muda dijuluki Furious. Seorang guru di Skotlandia mengenang masa kecil salah seorang muridnya yang menjadi label Fergie hingga akhir hayatnya. Seperti apakah? "Seorang anak yang gampang memulai perkelahian di ruangan kosong," kenang guru tadi.
Faktanya tidak jauh sebab karakter telah terbentuk sejak awal. "Jika kami kalah di hari Sabtu, saya harus segera mencari tahu kenapa. Tapi saya paling tidak bisa menangani mitos. Padahal katanya semakin Anda sukses, semakin besar pula mitos itu. Saya pernah mendengar cerita tentang saya yang berlatih meneriaki pemain. Saya sungguh-sungguh membacanya. Itu tidak benar," kata Ferguson.
Ferguson adalah figur mitos itu sendiri. Sejak tiba di Old Trafford pada 1986, dia telah mengubah klub pesakitan menjadi klub paling konsisten sukses di dunia. Diantara empat lusinan trofi, satu-satunya mahkota adalah ketika meraih treble - Piala FA, Premier League, dan Liga Champion - di 1998/99. Hanya Roberto Mancini, Sven-Goran Eriksson, dan Lazio-nya di Piala Super yang mencegahnya meraih quadruple.
Fergie: jika kalah, saya harus segera mencari tahu kenapa. |
Bekerja di kafe selalu mendapatkan pengalaman dan inspirasi baru setiap hari. Ini adalah modal awalnya, modal awal cara mengendalikan bisnis di sepak bola. Ketika beralaskan antusiasme dia bisa sukses di klub kecil Queens Park dan Saint Mirren, pada 1977 sebuah klub besar Aberdeen menantang kepiawaiannya. Sejak itulah hidupnya berubah. Sejak itu pula dia tak pernah istirahat dari seluk beluk dan sepak terjang sepak bola. Hingga hari ini.
Mitos kedua Ferguson paling santer tiada lain pendekatan paternalistik untuk memberi tantangan pada pemain muda sebagai langkah penentu cara mengendalikan bisnis di Old Trafford. Tak tanggung-tanggung, segerombolan pemain satu angkatan tiba-tiba menjadi skuad inti pasukannya yang secara bisnis menghemat ratusan juta pound. Paul Scholes, David Beckham, Nicky Butt, Neville bersaudara, dan Ryan Giggs tidak akan pernah melupakan jasa Ferguson.
Gaya kebapakan yang terbuka, efektif dan efisien. |
Sejak bocah, para pemain sudah mengenal tabiat panglimanya sehingga mereka rela dikontrol, dikuasai, dimotivasi ketika beranjak dewasa. Gaya kebapakan yang terbuka terbukti efektif dan efisien sehingga suasana kekeluargaan tampak nyata. Gordon Strachan, yang dibina Fergie saat di Aberdeen, mengakui melihat mobil sang manajer suatu malam di depan rumahnya sehingga dia yakin dia diawasi.
Beckham, yang menjadikan Fergie ayah keduanya, dan Ferguson juga menjadikan Beckham sebagai salah satu putranya, punya hubungan jauh lebih unik. Fergie begitu marah dan cemburu setelah tahu anak kesayangannya akan mengawini seorang wanita ambisius yang bukan menjadi 'menantu' idamannya. Hingga kini, Victoria Adams tidak pernah bertegur sapa dengan Ferguson.
Melakukan patroli ketat selama dua dekade lebih, baik di Carrington maupun di Old Trafford bukan pekerjaan enteng. Pada akhirnya manajerial Fergie bernilai bisnis yang tinggi. Ada dua hal yang penting, begitu dia berpendapat soal cara mengendalikan bisnis. "Paling utama adalah memenangkan pertandingan, setelah itu urusan komersial akan lebih mudah meraih sukses." Wow, cerdas dan sederhana!
Pembelajaran bagaimana Fergie menangani sisi bisnis dapat dilihat pada Wayne Rooney. Ketika tahu pemain Everton itu 'bisa' dibeli, Fergie langsung mendatangi David Gill, dan berkata tegas: "Kami mesti mendapatkan anak ini, ayolah, hanya 20 juta (pound)! Itu tidak berarti apa-apa dibanding Chelsea atau Arsenal yang merebutnya. Dan jika itu terjadi, fans kita akan membakar tempat ini!"
Peran David Gill
Sesi latihan baru usai, saat para wartawan tersadar apa yang terjadi pagi itu. Kegalauan Fergie bukan karena aksi perang investor, tapi memang akibat kalah dari Milan. Bertebaran rumor bahwa Fergie akan resign sebab hubungan dengan owner, terutama John Magnier dan John Patrick McManus, terus memburuk. Tapi analis yakin investor dari AS berusaha sekuat tenaga agar Fergie bertahan. Terus terang, inilah pertama kalinya sejak 1986, Ferguson terlibat office-politicking di Old Trafford. Di satu sisi dia menyanjung tradisi klub yang memang pantas dimiliki oleh bangsa Britania. Pada sisi lain, dirinya tidak cocok dengan pemilik lama.
Sementara calon pemilik baru malah menginginkan dirinya. Fergie paham, tuntutan pemilik saham terkadang membuatnya frustrasi. Untungnya sejak muda dia paham cara mengendalikan bisnis di sepak bola. "Ada saatnya ketika saya dihadapkan oleh situasi bahwa klub harus membayar deviden kepada pemegang saham sebagai bentuk tanggung-jawab. Terkadang hal itu bisa memancing pertanyaan 'kenapa mereka yang harus diberi uang?'
Berikan saja kepada saya sehingga saya bisa membelanjakan untuk pemain baru. Namun Anda mesti memahami bahwa keseimbangan keuangan bisa saja terganggu. Kepergian Peter Kenyon pada 2003, yang dibajak Roman Abramovich, justru mengakrabkan Fergie dengan Gill. Kohesi keduanya terbilang prima. Fergie jadi bersemangat melihat Gill antusias. Pun sebaliknya. Padahal Fergie tahu betul kelakuan investor baru yang menyakiti Gill. Bayangkan, Glazer memboyong para akuntannya untuk mengontrol keuangan klub dari celah mana saja.
Inilah intisari cara mengendalikan bisnis ala Ferguson. |
Bukan Fergie tidak tahu ketamakan Glazer. Dia juga paham nilai bisnis United di lantai bursa saham di London dan New York. Beliau juga maklum jika Nike dan Vodafone justru menggelontorkan bujet edan di kala klub dilanda kekisruhan. Pendek kata, dia tahu Old Trafford itu adalah tempat menetasnya telur emas. Jika ada telur, pasti ada angsa atau ayam. Siapa angsa atau ayamnya dia juga paham. Inilah intisari cara mengendalikan bisnis ala Fergie.
Acapkali idealistis harus berada di depan dari realistis. Ini pemahaman berikut dari cara mengendalikan bisnis ala Ferguson: mengembalikan ke khittah mendasar sepak bola itu sendiri: sebagai permainan, peperangan di lapangan hijau. Dia berpikir, selama kepentingannya tak dihambat, termasuk posisi Gill, dia tak begitu peduli dengan semuanya. Hanya itu syaratnya. Ferguson tahu betul di mana posisinya, kompetensinya, keahliannya. Dia coba bersikap pragmatis saja.
Ada satu nama yang diwaspadai, dijadikan tantangan baru, yang mengembalikan lagi kesehatan jiwa dan raganya. Orang ini bernama Jose Mourinho. Keputusan Fergie untuk bertahan menyelamatkan nasib dan masa depan sekitar 20 pemain utama, serta puluhan pemain junior. Yang signifikan lagi, milyaran suporter Red Devils menyambut gembira dan mendoakan kesehatannya.
"Yang saya lakukan dalam hidup ini ingin main di klub terbaik, yang punya manajer terbaik di dunia," ucap si pemain. Gill dan Fergie paham seluruh skuad buatan mereka. Secara struktur, Gill adalah bosnya Fergie. "Dia selalu minta lebih. Ada saatnya berkata tidak. Dia tak merajuk lagi untuk kedua kali," ucap Gill tentang Fergie.
"Saya banyak belajar darinya. Setiap hari kami bicara di telpon, dan seminggu sekali bertemu secara formal. Istri saya bilang saya mudah terbujuk. Tapi buat saya tidak," ucap sang CEO. "Dia datang dengan tawaran gaji baru beberapa pemain. Jika saya pikir memang harus, maka saya akan bayar. Ada banyak David Gill di luar, tapi tidak ada lagi Ronaldo dan Rooney di luar," tuturnya lagi.
Mengingat United ditopang oleh tradisi yang kuat di satu sisi, dan loyalitas fans di sisi lainnya, hampir pasti akan terjadi kekacauan besar-besaran bila mereka serempak mundur. Sejarah mencatat, mereka bertahan hingga delapan tahun ke depan dan Manchester United meraih 16 trofi (5x di liga, 5x Community Shield, 4x di Piala Liga, 1x Liga Champion, dan 1x Piala Dunia Antarklub).
(foto: radiotimes/mirror/telegraph)