Menjelang musim 2012/13 bergulir, Manchester United ditabalkan sebagai klub olah raga terbesar di dunia. Tentu banyak orang yang maklum, tapi sebagian lagi lebih suka menelisik sumber kehebatan itu. Salah satunya adalah peran besar Sir Alex Ferguson, manajer terbaik sepanjang sejarah Liga Inggris. Apa yang dapat kita pelajari darinya?
Ferguson tak pernah merajut Red Devils bersanding dengan George Soros atau General Motors dalam tajuk utama bisnis global. Dia juga mustahil memasang target pertumbuhan pendapatan klub di atas 5-10% per tahun. Namun pebisnis dunia mengakui kontribusi Fergie atas prestasi bisnis United. Ada rahasianya. Berikut lima inspirasi kepemimpinan ala Fergie yang bisa dipetik oleh siapa saja. Silakan...
1. Jangan pernah mentolerir pada kurangnya komitmen dan tidak fokus
Ketika ada pemain yang tidak menjalankan keinginannya, Fergie akan langsung murka dengan cara menendang ata melempar sesuatu atau dengan metode yang cepleng, hair-dyer treatment! Saking kencang volume suaranya dan bermenit-menit, konon rambut si pemain yang malang ini bisa mengering mendadak.
Cara ini bisa memotong waktu dan biaya ketimbang memakai konsultan atau psikolog. Manajemen modern yang diterapkan perkantoran tentu keberatan dengan gaya ini. Terlebih lagi orang-orang HRD. Tapi di sinilah menariknya sepak bola. Padahal di kemudian hari yang dihitung akan sama, yaitu soal produktivitas, kinerja, atau pencapaian individu dan tim.
Ia tidak peduli apakah yang salah seorang bintang atau biasa, pemain asing atau lokal. David Beckham pernah. Begitu juga pemain dari Italia, Massimo Taibi, yang sering ngaco bin error, di mana berpuncak di saat United kalah 0-5 dari Chelsea. Kiper yang didatangkan dari AC Milan ini akhirnya dikandangkan lalu dijual lagi. Taibi hanya memperkuat Red Devils selama empat laga
2. Menjalin hubungan baik dengan mantan pemain atau staf
Baik Beckham dan Taibi tetap menghormati Ferguson. Juga semua bekas pemain United, atau kolega bisnis. Salah satu faktor yang membuat mereka tetap respek dengan sang manajer karena stabilnya prestasi Fergie sebagai pemenang, orang yang bermental juara. Hal ini kian membuktikan bahwa segala keputusan yang pernah dilakukannya lebih banyak benarnya ketimbang salahnya.
Ada puluhan bekas anak asuhnya yang menjadi manajer di berbagai klub Eropa. Sejak dari Laurent Blanc, Ole Gunnar Solskjaer, sampai Roy Keane. Mulai dari Ryan Giggs, Mark Hughes, hingga Andrey Kanchelskis. Jika ditotal hampir 30 eks didikannya yang kini menjadi pelatih atau manajer. Berikut barisan lengkapnya:
Viv Anderson, Michael Appleton, Henning Berg, Clayton Blackmore, Steve Bruce, Chris Casper, Peter Davenport, Simon Davies, Darren Ferguson, David Healy, Gabriel Heinze, Paul Ince, Henrik Larsson, Pat McGibbon, Paul Parker, Mike Phelan, Bryan Robson, Mark Robins, Teddy Sheringham, Frank Stapleton, Gordon Strachan, Chris Turner, Neil Webb, Rene Meulensteen, dan Gary Neville.
3. Membela tim dan anak buah di depan publik
Bila anak buah menunjukkan kemampuan dan komitmen yang dibutuhkan, mereka harus dihargai. Fergie membela serangan media dan publik atas aksi barbar Roy Keane pada lutut Alf-Inge Haaland atau ulah Kung-fu Kick Eric Cantona pada fan Crystal Palace. Dia juga membalas kecaman Arsene Wenger pada Ruud van Nistelrooij dan masih banyak lagi. Pembelaan melahirkan motivasi baru pada pemain. Cantona nyaris pindah dari United setelah dihukum delapan bulan.
Tapi setelah itu, United meraih dua gelar liga dengan Cantona ada di dalamnya. Hal yang sama dilakukan pada Wayne Rooney yang sempat berniat hijrah. Ferguson segera menyemati lengan Rooney dengan ban kapten. Hasilnya Manchester United kembali meraih titel liga.
4. Lebih penting lagi membela atasan di depan publik
Ketika gelombang serangan the lovers pada Malcolm Glazer makin menyeruak atau melihat poster 'Love United, hate Glazer' bertebaran, sikap Ferguson justru menunggu saat tepat untuk membela pemilik! Meski semua tahu, The Glazers memakai uang United untuk bayar utang-utangnya.
Fergie tak membela kecurangan investor AS tersebut, namun ia mengungkapkan yang positif darinya. Sebagai seseorang yang dibesarkan oleh keluarga sosialis jelas rada aneh. Banyak pihak yang berpikiran Fergie takut kehilangan kursinya sebagai manajer United bila ikut mengecam frontal. Kontroversial atau tidak, yang pasti dengan dia berada terus di posisinya, toh semuanya diuntungkan.
5. Strategi Mind-games untuk mengecoh situasi nyata
Semua orang tahu karakter Ferguson di lapangan yang keras, cenderung kasar. Ia meredam tekanan dengan mengunyah permen karet, yang kata para ahli sangat tepat untuk mempertahankan bara adrenalinnya saat laga berlangsung. Dia tidak sungkan menghardik wartawan dengan ucapan f**k off, bila ada pertanyaan atau pernyataan atau kritikan menyudutkan, sebelum menjawabnya.
Di lapangan, barisan wasit dan inspektur pertandingan juga tidak aman dimaki atau dilecehkan. Nyatanya dia sangat jarang dihukum. Dia sepertinya tahu betapa kharisma yang melekat bisa mengubah keadaan, minimal bisa membuang enerji negatifnya. Perang urat syarafnya amat ampuh. Siapa saja bisa disemprot Fergie. Pemainnya sendiri, pemain lawan, wasit, dan tentunya manajer lawan.
Entah sudah berapa kali dia bentrok dengan Arsene Wenger di pinggir lapangan, selain di media, televisi, hingga lorong stadion. Jose Mourinho, yang dikenal amat nyinyir itu paling takut dengan Ferguson. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia harus mengatur dan mengontrol ucapannya jika tak ingin menerima serangan balik yang lebih buruk. Dalam beberapa hal, Mourinho memang sangat preventif.
Namun tidak demikian dengan Wenger, atau juga Kevin Keegan. Dua manajer ini menjadi korban sihir dan provokasi Fergie paling terkenal sampai berakibat fatal, yakni lepasnya kans juara buat Arsenal dan Newcastle United! Wenger malahan hingga berkali-kali. Permainan pikiran ala Fergie biasanya dicuatkan ketika pesaingnya sedang dipuji-puji media, atau posisi United sedang tidak bagus.
Saking brutalnya treatment Fergie atas jurnalisnya, BBC dan media besar lainnya pernah meng-embargo namanya, tidak pernah dimuat, atau disebutkan. Ruang media di Carrington, di mana Fergie jumpa pers usai latihan, nyaris kosong untuk beberapa lama. Fergie tidak perduli. Dia fokus dengan tujuannya: menang. Meski sudah embargo, namun United tambah jaya. Akhirnya media mengajukan rujuk.
(foto: bbc/independent)
Ferguson tak pernah merajut Red Devils bersanding dengan George Soros atau General Motors dalam tajuk utama bisnis global. Dia juga mustahil memasang target pertumbuhan pendapatan klub di atas 5-10% per tahun. Namun pebisnis dunia mengakui kontribusi Fergie atas prestasi bisnis United. Ada rahasianya. Berikut lima inspirasi kepemimpinan ala Fergie yang bisa dipetik oleh siapa saja. Silakan...
1. Jangan pernah mentolerir pada kurangnya komitmen dan tidak fokus
Ketika ada pemain yang tidak menjalankan keinginannya, Fergie akan langsung murka dengan cara menendang ata melempar sesuatu atau dengan metode yang cepleng, hair-dyer treatment! Saking kencang volume suaranya dan bermenit-menit, konon rambut si pemain yang malang ini bisa mengering mendadak.
Cara ini bisa memotong waktu dan biaya ketimbang memakai konsultan atau psikolog. Manajemen modern yang diterapkan perkantoran tentu keberatan dengan gaya ini. Terlebih lagi orang-orang HRD. Tapi di sinilah menariknya sepak bola. Padahal di kemudian hari yang dihitung akan sama, yaitu soal produktivitas, kinerja, atau pencapaian individu dan tim.
Ia tidak peduli apakah yang salah seorang bintang atau biasa, pemain asing atau lokal. David Beckham pernah. Begitu juga pemain dari Italia, Massimo Taibi, yang sering ngaco bin error, di mana berpuncak di saat United kalah 0-5 dari Chelsea. Kiper yang didatangkan dari AC Milan ini akhirnya dikandangkan lalu dijual lagi. Taibi hanya memperkuat Red Devils selama empat laga
2. Menjalin hubungan baik dengan mantan pemain atau staf
Baik Beckham dan Taibi tetap menghormati Ferguson. Juga semua bekas pemain United, atau kolega bisnis. Salah satu faktor yang membuat mereka tetap respek dengan sang manajer karena stabilnya prestasi Fergie sebagai pemenang, orang yang bermental juara. Hal ini kian membuktikan bahwa segala keputusan yang pernah dilakukannya lebih banyak benarnya ketimbang salahnya.
Ada puluhan bekas anak asuhnya yang menjadi manajer di berbagai klub Eropa. Sejak dari Laurent Blanc, Ole Gunnar Solskjaer, sampai Roy Keane. Mulai dari Ryan Giggs, Mark Hughes, hingga Andrey Kanchelskis. Jika ditotal hampir 30 eks didikannya yang kini menjadi pelatih atau manajer. Berikut barisan lengkapnya:
Viv Anderson, Michael Appleton, Henning Berg, Clayton Blackmore, Steve Bruce, Chris Casper, Peter Davenport, Simon Davies, Darren Ferguson, David Healy, Gabriel Heinze, Paul Ince, Henrik Larsson, Pat McGibbon, Paul Parker, Mike Phelan, Bryan Robson, Mark Robins, Teddy Sheringham, Frank Stapleton, Gordon Strachan, Chris Turner, Neil Webb, Rene Meulensteen, dan Gary Neville.
3. Membela tim dan anak buah di depan publik
Bila anak buah menunjukkan kemampuan dan komitmen yang dibutuhkan, mereka harus dihargai. Fergie membela serangan media dan publik atas aksi barbar Roy Keane pada lutut Alf-Inge Haaland atau ulah Kung-fu Kick Eric Cantona pada fan Crystal Palace. Dia juga membalas kecaman Arsene Wenger pada Ruud van Nistelrooij dan masih banyak lagi. Pembelaan melahirkan motivasi baru pada pemain. Cantona nyaris pindah dari United setelah dihukum delapan bulan.
Tapi setelah itu, United meraih dua gelar liga dengan Cantona ada di dalamnya. Hal yang sama dilakukan pada Wayne Rooney yang sempat berniat hijrah. Ferguson segera menyemati lengan Rooney dengan ban kapten. Hasilnya Manchester United kembali meraih titel liga.
4. Lebih penting lagi membela atasan di depan publik
Ketika gelombang serangan the lovers pada Malcolm Glazer makin menyeruak atau melihat poster 'Love United, hate Glazer' bertebaran, sikap Ferguson justru menunggu saat tepat untuk membela pemilik! Meski semua tahu, The Glazers memakai uang United untuk bayar utang-utangnya.
Fergie tak membela kecurangan investor AS tersebut, namun ia mengungkapkan yang positif darinya. Sebagai seseorang yang dibesarkan oleh keluarga sosialis jelas rada aneh. Banyak pihak yang berpikiran Fergie takut kehilangan kursinya sebagai manajer United bila ikut mengecam frontal. Kontroversial atau tidak, yang pasti dengan dia berada terus di posisinya, toh semuanya diuntungkan.
5. Strategi Mind-games untuk mengecoh situasi nyata
Semua orang tahu karakter Ferguson di lapangan yang keras, cenderung kasar. Ia meredam tekanan dengan mengunyah permen karet, yang kata para ahli sangat tepat untuk mempertahankan bara adrenalinnya saat laga berlangsung. Dia tidak sungkan menghardik wartawan dengan ucapan f**k off, bila ada pertanyaan atau pernyataan atau kritikan menyudutkan, sebelum menjawabnya.
Di lapangan, barisan wasit dan inspektur pertandingan juga tidak aman dimaki atau dilecehkan. Nyatanya dia sangat jarang dihukum. Dia sepertinya tahu betapa kharisma yang melekat bisa mengubah keadaan, minimal bisa membuang enerji negatifnya. Perang urat syarafnya amat ampuh. Siapa saja bisa disemprot Fergie. Pemainnya sendiri, pemain lawan, wasit, dan tentunya manajer lawan.
Entah sudah berapa kali dia bentrok dengan Arsene Wenger di pinggir lapangan, selain di media, televisi, hingga lorong stadion. Jose Mourinho, yang dikenal amat nyinyir itu paling takut dengan Ferguson. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia harus mengatur dan mengontrol ucapannya jika tak ingin menerima serangan balik yang lebih buruk. Dalam beberapa hal, Mourinho memang sangat preventif.
Namun tidak demikian dengan Wenger, atau juga Kevin Keegan. Dua manajer ini menjadi korban sihir dan provokasi Fergie paling terkenal sampai berakibat fatal, yakni lepasnya kans juara buat Arsenal dan Newcastle United! Wenger malahan hingga berkali-kali. Permainan pikiran ala Fergie biasanya dicuatkan ketika pesaingnya sedang dipuji-puji media, atau posisi United sedang tidak bagus.
Saking brutalnya treatment Fergie atas jurnalisnya, BBC dan media besar lainnya pernah meng-embargo namanya, tidak pernah dimuat, atau disebutkan. Ruang media di Carrington, di mana Fergie jumpa pers usai latihan, nyaris kosong untuk beberapa lama. Fergie tidak perduli. Dia fokus dengan tujuannya: menang. Meski sudah embargo, namun United tambah jaya. Akhirnya media mengajukan rujuk.
(foto: bbc/independent)