Seorang aktor naik ke panggung untuk menerima trofi penghargaan. Dia menangis bersyukur, lalu berpidato dengan gaya kocak yang bikin hadirin terpingkal-pingkal sekaligus melupakan kesedihan sang aktor. Dan yang tak disangka-sangka, si aktor menyatakan pengunduran diri selamanya dari panggung hiburan karena sesuatu hal, sambil terisak-isak. Apa yang Anda lakukan jika Anda menjadi salah satu penonton di ruangan itu?
|
Panglima besar ulung yang paham menjalankan angkatan perangnya. |
Disebut opera sabun atau bukan, penghormatan dan kehilangan biasanya selalu berdampingan. Mundurnya Alex Ferguson merupakan momen paling krusial bagi Manchester United. Di saat bersamaan, Red Devils juga kehilangan David Gill sang CEO yang juga menyatakan diri pensiun. Keduanya kombinasi sempurna saat mengarungi pertempuran, amat bertenaga, kohesif, dan tentu: berprestasi.
Ferguson dan Gill sangat kompeten, lagi pula cerdik di bidangnya. Konten yang pas, meski sulit dibilang terbaik, dipadu dengan potensi dan prospek bisnis yang aduhai. Apa jadinya? Dalam kisah perang, Fergie adalah panglima besar ulung yang paham menjalankan angkatan perangnya. Dia selalu didukung oleh seorang patih hebat untuk menjamin senjata dan amunisi yang dibutuhkan. Itulah Gill.
|
Ferguson-Gill: kombinasi sempurna dan bertenaga untuk pertempuran. |
Tak heran bila Arsenal tidak sanggup menyainginya, bahkan ketika David Dein terusir, yang bikin Arsene Wenger jadi limbung; saat itu sebenarnya The Gunners sudah tamat. Datangnya dua pemain baru, Chelsea dan Manchester City, malahan menjadikan duet Ferguson-Gill lebih kreatif, ambisius, dan bergairah. Terkadang tradisi itu lebih berharga dan lebih kuat dari uang ada benarnya.
Namun mulai sekarang, itu jadi masa lalu. Setelah ikut bersedih dan menangis, Anda sebagai penonton setia dihadapkan oleh situasi ketidak-pastian di masa depan. Bukan soal kangen dan kehilangan, tetapi lebih kepada ketakutan dan kecemasan. Siapa yang mampu menggantikan karakter mereka? Adakah aktor-aktor lebih muda yang potensial mengisi lakon mereka?
|
Rumus dasar Ferguson: manajerial itu seluruhnya soal mengontrol. |
Usut punya usut, dipikirkan semalam suntuk, diteropong sampai mata lamuran; hasilnya bisa disimpulkan: mustahil mengulangi lagi kiprah duet Fergie dan Gill. Tradisi mungkin tidak berubah, namun cara berperang dan menggunakan senjata serta jaminan gudang senjata sudah pasti akan berbeda dan memakai gaya baru. Dari warung sebelah mana, United menemukan panglima dan patih barunya?
Kemampuan barangkali ada, tapi karakter? Ahli taktik mungkin banyak tersedia, tapi sebagai motivator? Bahkan kuadran Fergie dalam teori permainan adalah diktator. Panglima perang punya dua fungsi utama: memperjuangkan gaya bertempurnya dan menjamin kemenangan pasukannya. Karakter sulit dibentuk sebab sudah terbuat sejak awal lahir dan terbentuk oleh pengalaman hidupnya.
Manajer yang lebih santun di kamar ganti sudah berada di ambang mata. Tidak ada semprotan ala hair-dyer, menendang tempat sampah atau melempar botol minuman ke tembok, tidak mengunyah permen karet, memprotes wasit, bahkan berani berkonfrontasi dengan manajer lawan di mana saja, di lapangan atau di koran. Pendek kata, ketakutan hadirin tadi akibat kehilangan seperti ini.
Dalam satu pernyataan, Ferguson bilang begini: "Manajerial itu seluruhnya soal mengontrol. Sukses memberikan Anda kontrol, dan kontrol memberikan Anda kelanggengan sebagai manajer. Dalam sepak bola, sangat sedikit manajer meraih posisi untuk mengontrol penuh timnya sendiri." Bukankah intensitas ini terlihat tidak seperti kebiasaan hubungan manajemen modern dengan karyawan?
|
Keputusan yang hebat datang dari kontrol yang hebat. |
"Saya mencintai para pemain, saya lakukan itu. Namun itu tidak berarti Anda harus mengabaikan tugas utama dengan bilang: Saya berharap lebih baik dari kalian. Permainan mereka di atas lapangan adalah cerminan saya, sebab saya ingin mereka seperti saya."
Suatu saat salah satu universitas bisnis terbaik di dunia penasaran dengan gaya manajemen Ferguson. Belasan profesor bisnis Harvard Business School melongo ketika mendengar salah satu jawaban Fergie. "...dan jika ada orang yang berani meloncat dari ruangan kendali saya, mereka akan mati." Rumusan ala Ferguson sudah dimasukkan ke buku besar General Manual of Parenting.
|
Permainan mereka di atas lapangan adalah cerminan saya. |
Harvard Business Review dalam situs resminya, hbr.org, akhirnya mematok 8 komposisi rahasia kunci sukses Ferguson. Delapan kunci itu adalah [1] mulai dengan fondasi kuat, [2] berani membangun ulang tim, [3] patok standar tinggi dan tahan semua sumber daya untuk tujuan, [4] jangan pernah menyerahkan kontrol, [5] selaraskan semua pesan untuk momen tertentu, [6] menyiapkan diri untuk menang, [7] andalkan kekuatan pengamatan, dan [8] jangan pernah berhenti beradaptasi dengan segala kondisi.
Apa yang paling butuhkan jadi manajer? "Bikin keputusan!" kata Fergie, simpel. Keputusan hebat datang dari kontrol yang hebat. Bertahun-tahun orang bertanya siapa yang pantas menggantikan Fergie kelak. Publik Old Trafford sendiri sudah mengatakan tidak mungkin lagi, sebagaimana yel-yel The Impossible Dream untuk sang legenda. Kalau begitu selamat menikmati pensiun, Sir Alex!
(foto: mirror/dailymail/universityherald)