Jantungnya jadi berdegup keras usai ia menerima telpon dari seseorang di tengah malam buta. Seketika itu emosinya bak dihantam turbulence hati yang tak terduga, matanya terlihat basah begitu orang yang mengaku bernama Keith Edelman menuntaskan maksudnya di seberang sana.
Malam hari penghujung April 2006, Roger Harry Daltrey tak kuasa menahan kenangan masa lalu. Memori kejayaan bersama Pete Townshend, John Entwistle dan Keith Moon saat mengusung aliran progressive rock lewat band The Who di era 1970-an, kerap kali campur aduk dengan era keemasan The Old Double. Ketika itu The Gunners menjuarai double-winner 1970/71 dan Piala UEFA 1969/70 sebagai kesebelasan paling progresif di eranya di bawah garapan manajer Arsenal kala itu, Bertie Mee.
Dia masih ingat deretan nama-nama itu. Nama-nama yang memberinya kesenangan dan kenikmatan beraktivitas di luar band. Pat Rice. Peter Storey. George Armstrong. Peter Simpson. Jack Kelsey. John Radford. David O’Leary. Liam Brady. Frank Stapleton the moody striker.
Di depan para rock-mania, menyebut pria berusia 62 tahun ini sebagai salah satu ikon musik cadas klasik dunia, rasanya tak diperlukan lagi. Yang terbijak adalah menikmati tarikan vokal dan petikan gitarnya serta mengenang kiprahnya selama empat dekade berkecimpung di dunia rock. Tapi satu hal, yang kebanyakan tak didengar, mungkin ini: dia adalah a huge Arsenal fan, seorang pencinta Arsenal karatan berkadar luar biasa. Yang jadi anggota resmi “Gunnersaurus” sejak 1980-an. Yang tak pernah putus membeli tiket terusan di Highbury sejak 1994.
Yang selalu menyisihkan waktu untuk mengetahui hasil pertandingan dan kabar apapun soal Arsenal di manapun berada. Sekilas, rekor ini sudah cukup bagi seorang managing director salah satu klub terkaya di Inggris membidik sekenanya atas dasar apresiasi. “Tadinya kami sudah sangat senang jika ia bisa hadir sebagai bagian dari upacara penutupan,” aku Edelman, orang terkuat ketiga setelah Peter Hill-Wood dan David Dein di Arsenal.
Memang, beberapa menit sesudah dihubungi Edelman, setelah meletupkan emosinya, giliran Daltrey yang menelpon balik. “Keith, aku akan buat lagu khusus untuk Highbury kita tercinta!” Sebuah lagu perpisahan? Highbury Highs. Mendengar itu, Edelman merasakan tubuhnya bak terbang ke awan.
Sangat Tersanjung
Menurut The Evening Standard, harian di London yang pro-Arsenal, keputusan Daltrey membuat lagu “Highbury Highs” sempat membuat pihak manajemennya kalang kabut mengingat waktunya yang berbarengan dengan persiapan tur Eropa termasuk konser di T In the Park, Skotlandia, dan London’s Hyde Park.
Apalagi Daltrey dan Townshend juga tengah dalam proyek penyelesaian album teranyar The Who, atau yang pertama setelah 25 tahun vakum, Endless Wire. Namun melihat Daltrey tiba-tiba jauh lebih enerjik, lebih bergairah dari biasanya, rekan-rekannya tak bisa berbuat banyak kecuali mendukungnya.
“Aku lebih bersemangat melakukan ini bahkan dibanding saat tampil di (festival) Woodstock,” aku Daltrey yang kini bersama gitaris Pete Townshend mengusung nama The Who sesudah kematian pemain drum Keith Moon (1978) dan pemain bas John Entwistle (2002). Selain itu Daltrey menjamin mereka akan tetap membagi waktu. “Dia sangat tersanjung ketika ditanya. Hatinya memang sudah menyatu dengan Arsenal, sehingga seketika itu pula ia terlihat sangat serius di studio,” ucap seorang rekannya.
Yang luar biasa, tiga hari sebelum pagelaran, di Angel Studios Daltrey cuma butuh waktu 10 menit untuk menulis lirik Highbury Highs. Ia juga bersungguh-sungguh saat latihan bersama iringan musik The Romford Drum and Trumpet Corps, sebuah kelompok marching band tertua di Inggris. “Aku merasa amat tersanjung bisa terlibat di Highbury Farewell meski hatiku terasa pilu sebelum mendatangi stadion itu terakhir kali. Lagu Highbury Highs inspirasinya muncul dari kenangan pribadiku pada stadion itu,” tutur pentolan band legendaris beraliran rock dan proto-punk saat itu.
Loyalitas Daltrey pada Arsenal sulit diragukan orang jika diketahui bagaimana dia selalu mengatur waktu untuk hadir di Highbury tiap akhir pekan. Atau saat memutuskan pergi mendadak ke Paris demi mendukung Arsenal di final Liga Champion 2005/06 melawan Barcelona. Harapannya agar Arsenal lebih sering memberi kesempatan bagi pemain muda, sedikit banyak telah direalisasikan oleh Arsene Wenger. Daltrey juga pernah mengungkapkan kerisauannya di depan pers tentang kekuatan The Gunners yang dinilai masih membutuhkan bek dan gelandang bertahan yang tangguh.
“Rasanya memalukan jika Arsenal tak bisa membeli pemain kelas dunia. Tetapi saat itu saya mendukung keputusan Arsene Wenger yang menjual Overmars dan Petit ke Barcelona demi uang. Keduanya dibeli 10 juta pound tapi bisa dijual 30 juta pound. Luar biasa!” terang Daltrey yang menyukai gaya permainan Robert Pires, Bisan Lauren, Marc Overmars dan Emmanuel Petit.
“Pires menurutku gelandang hebat. Namun duet Vieira dan Petit yang terbaik saat itu di seluruh negeri. Ketika Manu pindah, dampaknya lebih terasa ketimbang kehilangan Overmars. Sejak saat itu lini tengah Arsenal sudah mulai tidak solid lagi,” kata Daltrey coba menganalisis.
Highbury Highs
Kecintaannya pada Arsenal, yang dianggapnya sebagai wakil Londoners sejati di sepak bola, cukup beralasan. Daltrey memang dilahirkan di London, tepatnya di Chiswick, pada 1 Maret 1944. Oleh kedua orangtuanya, Harry dan Irene, sebenarnya sejak kecil ia diarahkan agar bisa sekolah tinggi sampai ke universitas.
Pembelotan jalan hidupnya dimulai pada 1959 kala ia bertemu Townshend dan Entwistle yang bersama-sama mendirikan band The Detours, cikal bakal The Who. Sejak itu, bukan saja sekolahnya yang merana, eksistensinya pada sepak bola juga mulai luntur. Apalagi setelah nama The Who makin ngetop ke seluruh dunia usai berturut-turut meluncurkan album My Generation (1965), A Quick One (1966), Tommy (1969) dan puncaknya Who’s Next (1971) yang menduduki album nomor satu di Inggris.
Popularitas dan karier yang melesat sepanjang era 1970-an, membuat Daltrey terpaksa melupakan The Gunners sebab dia harus lebih sering tinggal di California, AS. Namun di sela-sela kesibukannya, jika tengah berada di London, Daltrey tetap menyempatkan diri menonton klub kesayangannya.
Gairahnya pada sepak bola kembali memuncak saat Jason lahir. Dan melalui Jason pula, anak bungsunya dari istri kedua, Heather Taylor, Daltrey kembali mencintai Arsenal. “Sejak dia kecil, aku sering mengajaknya ke Highbury. Kalau aku lagi di Los Angeles, Jason selalu menelpon untuk memberi kabar terakhir pertandingan Arsenal,” tutur Daltrey yang kembali ditemani Jason saat datang terakhir kali ke Highbury.
Highbury, Minggu 7 Mei 2006, Daltrey menjalani pengalaman emosionalnya sekaligus menjadi saksi hidup peristiwa bersejarah. Highbury's Final Salute dimulai setelah Arsenal mengakhiri pertandingan terakhirnya di stadion bergaya Art Deco tersebut. Arsenal vs Wigan adalah drama dua babak dengan empat episode. Menang 4-2. Trigol Thierry Henry. Kekalahan Spurs 1-3 dari West Ham. Meraih tiket terakhir ke Liga Champion.
Menurut Edelman, Farewell to Highbury merupakan kombinasi kesedihan akhir sebuah era dan optimisme masa depan. Oleh sebab itu temanya dibikin spesial: “I Was There”. Daltrey langsung tanggap. Sebelum membawakan Highbury Highs, ia mengajak 38.359 hadirin menyanyikan tembang historis My Generation. “Things they do look awful cold,” begitulah Daltrey melantunkannya dengan penuh hikmat. Uniknya, suara satu stadion membahana dengan koor, “Champions League before I get old!”
Liga Champion sebelum aku jadi tua. Seperti harapan pendukung Arsenal, begitu juga tampaknya mimpi Roger Daltrey. Ia pasti ingin sekali melihat Arsenal merengkuh juara Eropa. Andai jadi kenyataan, sungguh sebuah kebahagiaan luar biasa bagi Daltrey. Barangkali, pada saatnya dia akan menyanyikan lagi lagu Athena dari album It’s Hard yang pernah meledak pada 1982.
Mengapa Athena? Tidak lain dan tidak bukan karena final Liga Champion musim ini akan berlangsung di ibukota Yunani tersebut. Simak lirik Athena yang seharusnya menjadi inspirasi kuat pasukan Arsene Wenger mengarungi kompetisi Eropa.
"Athena, my heart felt like a shattered glass in an acid bath
"I felt like one of those flattened ants you find on a crazy path
"My heart starts palpitating when I think my guess was wrong
"But I think I'll get along
"I'm happy, I'm ecstatic"
Mungkinkah hal itu menjadi kenyataan? Nantikan saja.
I've seen children grow
On this field of green
On this field of dreams
The years have passed away
I've stood side by side With London's Pride
We laughed and we cried
We lived another day
To those Highbury Highs under North London skies
Yes we will remember those Highbury Highs
Those Highbury Days and those Highbury ways
Yes we will remember those Highbury Days
From Rocky, Ray and Raddy
To Dennis, Chippy, Paddy
The Rock of Tony Adams
The Joy of Charlie George
Chapman, Graham, Wenger
Yes we will remember
Henry, Bastin, Wright
And those record breaking scores
All those Highbury Highs under North London skies
Yes we will remember those Highbury Highs
Those Highbury Days and those Highbury ways
Yes we will remember those Highbury Days
May those Highbury Highs be with you all your days
May your Highbury Highs last forever
There’s one thing that's certain when they drop the final curtain
Something you can bet your shirt on The Arsenal's here to stay
All those Highbury Highs under North London skies
Yes we will remember those Highbury Highs
Those Highbury Days and those Highbury ways
We will always remember those Highbury... Highbury...Highbury
Highbury... Highbury
Highbury Highs say your final goodbyes
We will always remember those Highbury Highs
Say your final goodbyes to those Highbury Days
We will always remember those Highbury Days
We will always remember those Highbury Days
(foto: digitalspy/arsenal.com/dailymail/flickr)
Acara puncak perpisahan dengan Stadion Highbury (1913-2006). |
Dia masih ingat deretan nama-nama itu. Nama-nama yang memberinya kesenangan dan kenikmatan beraktivitas di luar band. Pat Rice. Peter Storey. George Armstrong. Peter Simpson. Jack Kelsey. John Radford. David O’Leary. Liam Brady. Frank Stapleton the moody striker.
Di depan para rock-mania, menyebut pria berusia 62 tahun ini sebagai salah satu ikon musik cadas klasik dunia, rasanya tak diperlukan lagi. Yang terbijak adalah menikmati tarikan vokal dan petikan gitarnya serta mengenang kiprahnya selama empat dekade berkecimpung di dunia rock. Tapi satu hal, yang kebanyakan tak didengar, mungkin ini: dia adalah a huge Arsenal fan, seorang pencinta Arsenal karatan berkadar luar biasa. Yang jadi anggota resmi “Gunnersaurus” sejak 1980-an. Yang tak pernah putus membeli tiket terusan di Highbury sejak 1994.
Yang selalu menyisihkan waktu untuk mengetahui hasil pertandingan dan kabar apapun soal Arsenal di manapun berada. Sekilas, rekor ini sudah cukup bagi seorang managing director salah satu klub terkaya di Inggris membidik sekenanya atas dasar apresiasi. “Tadinya kami sudah sangat senang jika ia bisa hadir sebagai bagian dari upacara penutupan,” aku Edelman, orang terkuat ketiga setelah Peter Hill-Wood dan David Dein di Arsenal.
Memang, beberapa menit sesudah dihubungi Edelman, setelah meletupkan emosinya, giliran Daltrey yang menelpon balik. “Keith, aku akan buat lagu khusus untuk Highbury kita tercinta!” Sebuah lagu perpisahan? Highbury Highs. Mendengar itu, Edelman merasakan tubuhnya bak terbang ke awan.
Sangat Tersanjung
Menurut The Evening Standard, harian di London yang pro-Arsenal, keputusan Daltrey membuat lagu “Highbury Highs” sempat membuat pihak manajemennya kalang kabut mengingat waktunya yang berbarengan dengan persiapan tur Eropa termasuk konser di T In the Park, Skotlandia, dan London’s Hyde Park.
Roger Daltrey dan Pete Townshend, pentolan The Who. |
“Aku lebih bersemangat melakukan ini bahkan dibanding saat tampil di (festival) Woodstock,” aku Daltrey yang kini bersama gitaris Pete Townshend mengusung nama The Who sesudah kematian pemain drum Keith Moon (1978) dan pemain bas John Entwistle (2002). Selain itu Daltrey menjamin mereka akan tetap membagi waktu. “Dia sangat tersanjung ketika ditanya. Hatinya memang sudah menyatu dengan Arsenal, sehingga seketika itu pula ia terlihat sangat serius di studio,” ucap seorang rekannya.
Yang luar biasa, tiga hari sebelum pagelaran, di Angel Studios Daltrey cuma butuh waktu 10 menit untuk menulis lirik Highbury Highs. Ia juga bersungguh-sungguh saat latihan bersama iringan musik The Romford Drum and Trumpet Corps, sebuah kelompok marching band tertua di Inggris. “Aku merasa amat tersanjung bisa terlibat di Highbury Farewell meski hatiku terasa pilu sebelum mendatangi stadion itu terakhir kali. Lagu Highbury Highs inspirasinya muncul dari kenangan pribadiku pada stadion itu,” tutur pentolan band legendaris beraliran rock dan proto-punk saat itu.
Loyalitas Daltrey pada Arsenal sulit diragukan orang jika diketahui bagaimana dia selalu mengatur waktu untuk hadir di Highbury tiap akhir pekan. Atau saat memutuskan pergi mendadak ke Paris demi mendukung Arsenal di final Liga Champion 2005/06 melawan Barcelona. Harapannya agar Arsenal lebih sering memberi kesempatan bagi pemain muda, sedikit banyak telah direalisasikan oleh Arsene Wenger. Daltrey juga pernah mengungkapkan kerisauannya di depan pers tentang kekuatan The Gunners yang dinilai masih membutuhkan bek dan gelandang bertahan yang tangguh.
“Rasanya memalukan jika Arsenal tak bisa membeli pemain kelas dunia. Tetapi saat itu saya mendukung keputusan Arsene Wenger yang menjual Overmars dan Petit ke Barcelona demi uang. Keduanya dibeli 10 juta pound tapi bisa dijual 30 juta pound. Luar biasa!” terang Daltrey yang menyukai gaya permainan Robert Pires, Bisan Lauren, Marc Overmars dan Emmanuel Petit.
“Pires menurutku gelandang hebat. Namun duet Vieira dan Petit yang terbaik saat itu di seluruh negeri. Ketika Manu pindah, dampaknya lebih terasa ketimbang kehilangan Overmars. Sejak saat itu lini tengah Arsenal sudah mulai tidak solid lagi,” kata Daltrey coba menganalisis.
Highbury Highs
Kecintaannya pada Arsenal, yang dianggapnya sebagai wakil Londoners sejati di sepak bola, cukup beralasan. Daltrey memang dilahirkan di London, tepatnya di Chiswick, pada 1 Maret 1944. Oleh kedua orangtuanya, Harry dan Irene, sebenarnya sejak kecil ia diarahkan agar bisa sekolah tinggi sampai ke universitas.
Roger Daltrey (kanan), superstar band The Who is a Gooner. |
Popularitas dan karier yang melesat sepanjang era 1970-an, membuat Daltrey terpaksa melupakan The Gunners sebab dia harus lebih sering tinggal di California, AS. Namun di sela-sela kesibukannya, jika tengah berada di London, Daltrey tetap menyempatkan diri menonton klub kesayangannya.
Gairahnya pada sepak bola kembali memuncak saat Jason lahir. Dan melalui Jason pula, anak bungsunya dari istri kedua, Heather Taylor, Daltrey kembali mencintai Arsenal. “Sejak dia kecil, aku sering mengajaknya ke Highbury. Kalau aku lagi di Los Angeles, Jason selalu menelpon untuk memberi kabar terakhir pertandingan Arsenal,” tutur Daltrey yang kembali ditemani Jason saat datang terakhir kali ke Highbury.
Jumpa pers perkenalan Highbury Highs. |
Menurut Edelman, Farewell to Highbury merupakan kombinasi kesedihan akhir sebuah era dan optimisme masa depan. Oleh sebab itu temanya dibikin spesial: “I Was There”. Daltrey langsung tanggap. Sebelum membawakan Highbury Highs, ia mengajak 38.359 hadirin menyanyikan tembang historis My Generation. “Things they do look awful cold,” begitulah Daltrey melantunkannya dengan penuh hikmat. Uniknya, suara satu stadion membahana dengan koor, “Champions League before I get old!”
Daltrey bilang ke Wenger: Please Champions League before I get old. |
Mengapa Athena? Tidak lain dan tidak bukan karena final Liga Champion musim ini akan berlangsung di ibukota Yunani tersebut. Simak lirik Athena yang seharusnya menjadi inspirasi kuat pasukan Arsene Wenger mengarungi kompetisi Eropa.
"Athena, my heart felt like a shattered glass in an acid bath
"I felt like one of those flattened ants you find on a crazy path
"My heart starts palpitating when I think my guess was wrong
"But I think I'll get along
"I'm happy, I'm ecstatic"
Mungkinkah hal itu menjadi kenyataan? Nantikan saja.
“HIGHBURY HIGHS” by Roger Daltrey
I've seen children grow
On this field of green
On this field of dreams
The years have passed away
I've stood side by side With London's Pride
We laughed and we cried
We lived another day
To those Highbury Highs under North London skies
Yes we will remember those Highbury Highs
Those Highbury Days and those Highbury ways
Yes we will remember those Highbury Days
From Rocky, Ray and Raddy
To Dennis, Chippy, Paddy
The Rock of Tony Adams
The Joy of Charlie George
Chapman, Graham, Wenger
Yes we will remember
Henry, Bastin, Wright
And those record breaking scores
All those Highbury Highs under North London skies
Yes we will remember those Highbury Highs
Those Highbury Days and those Highbury ways
Yes we will remember those Highbury Days
May those Highbury Highs be with you all your days
May your Highbury Highs last forever
There’s one thing that's certain when they drop the final curtain
Something you can bet your shirt on The Arsenal's here to stay
All those Highbury Highs under North London skies
Yes we will remember those Highbury Highs
Those Highbury Days and those Highbury ways
We will always remember those Highbury... Highbury...Highbury
Highbury... Highbury
Highbury Highs say your final goodbyes
We will always remember those Highbury Highs
Say your final goodbyes to those Highbury Days
We will always remember those Highbury Days
We will always remember those Highbury Days
(foto: digitalspy/arsenal.com/dailymail/flickr)