Perjalanan, Pengalaman, & Pemahaman Permainan Terindah

Arsenal The Invincibles (1): Kisah Tentang Keabadian

Suatu kali Sir Bobby Robson diharuskan menjawab bagaimana prospek Arsenal melakoni musim 2003/04 tanpa terkalahkan. Ini sebuah pertanyaan tentang kesempurnaan. "Tekanan, ketegangan, perlawanan dan kecepatan bermain. Itu yang harus dilalui pekan demi pekan untuk meraih musim yang sempurna. Lalu lihatlah wajah mereka setelah main, fantastik!" beber manajer kharismatik di English Premier League tersebut.

Arsenal The Invincibles: Kisah Tentang Keabadian
Sir Bobby berusia 71 tahun dan sudah melatih setahun setelah Inggris menjadi juara dunia 1966. Ia anggota skuad The Three Lions di Piala Dunia 1958. Satu-satu saksi hidup yang masih aktif yang melihat dari dekat kemunculan Pele. Bermain cuma untuk Fulham dan West Bromwich Albion. Membela negara 20 kali sebagai pemain dan dua kali sebagai pelatih. Di tangannya, secara teknis Inggris tak pernah kecewa tapi selalu dikecewakan nasib.

Di Piala Dunia 1986, skuad Bobby tersisih oleh gol 'Tangan Tuhan' Diego Maradona. Pada 1990, giliran Stuart Pearce dan Chris Waddle yang bikin nelangsa Bobby lantaran gagal dalam adu penalti melawan Jerman di semifinal. Jadi tidak Arsene Wenger sendiri, Alex Ferguson, Claudio Ranieri bahkan siapun di tanah Britania mampu menyaingi kesahihan Sir Bobby, juga dedikasi, prestasi, pengalamannya melihat datangnya generasi per generasi pesepak bola.

Apakah Highbury itu sebuah pangkalan militer atau perusahaan, sehingga amat tampil spartan? Untuk meraih top of the world, gaya dan disiplin militer lebih sering digunakan para pengubah sejarah. Dan Wenger cenderung menyukai meski sulit melakukannya. Arsene adalah Arsenal, Wenger adalah Gunner. Dan Arsenal adalah impian sejati pria Strasbourg kelahiran 22 September 1949. Sejak menggantikan Bruce Rioch pada September 1996, hingga kini ia telah menyabet tiga gelar English Premiership dan tiga titel Piala FA.

Philippe Troussier
Arsenal The Invincibles: Kisah Tentang Keabadian
Seperti juga dedengkot Newcastle United, Wenger juga suka melanglang buana demi karier. Juga sama-sama pernah bertitel the most successful foreign boss ever. Jadi keduanya amat tahu kapan dan bagaimana timnya harus digarap.

Berstrategi selama 38 partai, sekitar 3.500 menit (58,33 jam/2,43 hari!), tanpa kalah, adalah fakta yang unbelievable di era Premier League modern yang dikenal keras dan ketat. Pokoknya tak sebanding dengan Preston North End di 1889! Ya, syarat utama 'immortality' telah dipenuhi Wenger.

"Lebih berharga dari Liga Champion!" ucapnya jujur usai mengandaskan Fulham 1-0 di pekan ke-37, awal Mei 2004, dan sampai 50 tahun pun orang masih membicarakannya. Urusan liga, Wenger menyamai catatan Fabio Capello dan Louis van Gaal. Di musim 1991/92, AC Milan membuat rekor 22-12-0. Sedangkan Van Gaal 27-7-0.

Pada skala kecil, ia malah dibilang lebih hebat karena mereka main 34 partai. Impian Wenger masih berkelanjutan. Ia baru 40 kali mencatat rekor unbeaten. Jika 42, maka rekor Brian Clough disamai. Andai mampu melewati 52, giliran prestasi Van Gaal terbenam. Dan kalau menembus angka 58, Capello-lah yang ia kalahkan.

Namun di Tanah Britania, Arsenal bukanlah yang pertama immortal. Sekitar 115 tahun yang lalu, Preston mencapai invincibles, menang 18 kali, seri 4 kali dan jadi kampiun tiga bulan lebih cepat. Plus juara Piala FA dengan mengalahkan Wolverhampton 4-0. Satu dekade berikutnya, Glasgow Rangers menjuarai Liga Skotlandia via rekor 100 persen murni, 18 kali menang semua!

Tapi rekor Arsenal tetap terbaik dari sisi ujian dan jumlah laga. Wenger tahu pasti, tiga kemenangan beruntun di awal 2004/05 akan melewati Nottingham Forest 1977-79. Yang tak terpikirkan Wenger, mungkin, rekor dunia unbeaten 108 kali atas nama pria asal Prancis lainnya, Philippe Troussier.

Selama lima tahun (1989-1994) plus 108 laga ditangani Troussier klub jagoan Pantai Gading, ASEC Abidjan, bertahan dengan rekor supergila: 96-12-0! Adakah ambisi ke sana Professor Wenger? Mudah kok, tinggal tanyakan saja pada Habib Kolo Toure, apa rahasia kehebatan Liga Pantai Gading?

Bahkan kalau Arsenal sampai lebih dari 50 kali tak terkalahkan di Premier League, itu pun belum separo pencapaian luar biasa ASEC yang selama lima tahun sulit dibekuk siapapun di Pantai Gading, baik di ajang kompetisi atau pun kejuaraan.

Pada saat itu, ASEC diperkuat sejumlah pemain top Pantai Gading seperti Abdoulaye Traore, Alain Gouamane, Donald Sie dan Gadji Celi. Kombinasi sempurna antara Troussier dan bos ASEC, Roger Quegnin, diduga sebagai kunci kesuksesan luar biasa itu. Barangkali saking tidak ada perlawanan serta bosan tidak pernah kalah selama lima tahun, akhirnya Troussier ngacir untuk mencari tantangan baru ke Burkina Faso, Nigeria, Afrika Selatan, lalu Jepang.

Arsenal The Invincibles: Kisah Tentang Keabadian

Dominasi ASEC baru terhenti pada 19 Juni 1994 ketika dikalahkan SO Armee 1-2. Namun kekalahan itu tak pernah menghapus sukses 'edan' klub berkostum kuning tersebut dan melihat rekornya lainnya: 13 kali menjuarai Liga Pantai Gading dalam 15 tahun terakhir. Dunia, termasuk FIFA, akhirnya tidak kuasa untuk tidak mengakui rekor ASEC (lihat daftar di bawah).

"Aura ASEC waktu itu sungguh beda dengan klub lokal lainnya karena kami beraroma internasional. Punya pelatih penuh mitos dan presiden yang kesohor. Semuanya dalam kondisi terbaik dan memuaskan. Mulai dari suporter sampai gaji pemain, yang membuat penampilan kami tiada duanya," kenang Abdoulaye Traore.

Dia bercerita betapa guncangnya seluruh pemain, pengurus, serta suporter akibat satu kekalahan yang menodai kehebatan mereka. Di laga berikutnya, ASEC mengamuk total dan membantai klub Man dengan skor 11-0! Traore sendiri sampai bisa melesakkan delapan gol. Sepanjang 108 tidak pernah kalah, ASEC meraih empat kali juara liga dan tiga kali titel kejuaraan lokal. Uniknya kedigdayaan ASEC di Pantai Gading tidak tertular di ajang regional.

Seperti halnya Arsenal yang cuma meraih sekali juara Piala UEFA dan sekali juara Piala Winner namun tidak sanggup merengkuh Liga Champion atau Piala Dunia antarklub sepanjang hidupnya, ASEC pun baru sekali meraih juara Afrika pada 1998.

Raihan itu sempat membuat polemik baru yang mengubur kenangan indah. Dikatakan sepak bola Pantai Gading tidak bermutu, kompetisinya kurang teruji dan tidak bermutu. Uniknya di musim 2003/04 ini pun, rekor ASEC mirip Arsenal di Premier League: belum terkalahkan selama 26 laga.

"Banyak yang mengatakan begitu. Itulah yang bikin kami bisa menang terus. Tidak pernah dianggap ASEC sangat kuat. Ini memang masalah kami, maka biarkanlah. Akan berbeda misalnya dengan Arsenal yang bila sampai 50 kali tak terkalahkan maka dikatakan Arsenal terlalu kuat," papar Mamadou Kone, bos dari kelompok suporter ASEC.

Kepada James Copnall, wartawan The Guardian yang bikin liputan khusus dengan menyambangi markas ASEC di Abidjan, dia mengulas beda 'peradaban' antara negaranya dan Inggris. "Di sini atmosfer di stadion juga fantastis, namun begitu selesai orang-orang tidak pernah bertanya, membahas, menganalisis, atau mengingat. Mereka cuma bertanya: 'menang berapa?'” tutur Kone yang juga seorang pengacara.

Selama tiga tahun pertamanya mendominasi, Troussier melatih ASEC dengan metode yang tidak pernah dirasakan klub itu sejak berdiri pada 1948. Troussier hadir di ASEC pada 1990 untuk menggantikan pelatih asal Belgia, Phillipe Garot (1987-1989).

Bangunan yang dibuat Garot sudah mumpuni bagi Troussier untuk menyempurnakan kekuatan ASEC. Tidak seperti di belahan Afrika lainnya, di wilayah Barat seperti di Pantai Gading, pemain bola sering dianggap sebagai raja kecil atau selebriti, yang pantas bergemilang ketenaran dan kekayaan.

Selain gaji tetap yang terbilang besar, setiap kemenangan, bahkan torehan gol, di sejumlah laga akan menambah pundi-pundi uang mereka dengan bonus atau hadiah lainnya. "Gaji sudah oke, tapi yang membuat kami selalu bermain gemilang adalah bayangan bonus," aku Traore, yang hidupnya telah berubah menjadi selebriti atau idola setiap anak lelaki di seantero negeri meski sudah tak aktif lagi sebagai pemain.

Secara kebetulan bek Arsenal, Habib Kolo Toure, juga keluaran ASEC. Juga Yaya Toure, saudara tirinya. "Kolo dan saya memang fan Arsenal," kata Traore. "Kami di sini terus mengikuti sepak terjang Arsenal, kebanyakan karena Kolo," lanjut Traore. "Dan layaknya kebanyakan negeri berbahasa Prancis lainnya, kami juga mengidolai Thierry Henry, dan sepak terjang Arsene Wenger yang begitu kolosal."

Pada akhirnya prestasi tertinggi-lah yang memilah globalisasi sepak bola. Banyak yang menerima, tapi sebagian lagi menyesalinya, termasuk Traore. "Seperti halnya Arsenal, satu-satunya penyesalan saya melihat ASEC tidak berjaya di kompetisi internasional," sergah Traore lagi. Wow...

10 Laga Kunci Gunners Meraih Immortal 2003/04

Arsenal The Invincibles: Kisah Tentang Keabadian


Sudah diduga Arsenal bisa menjuarai EPL 2003/04 lebih cepat dari waktunya. Dan itu benar-benar terjadi justru di markas musuh bebuyutannya, Tottenham Hotspur, White Hart Lane, tepat di pekan ke-34. Tak ada hasil tanpa proses. Berikut 10 partai kunci paling sukses yang membuat The Gunners meraih mahkota ke-13.

21 September 2003 Pekan 6 - MANCHESTER UNITED 0-0 ARSENAL

Pertandingan dirasuki huru-hara pada akhirnya. Lima pemain Arsenal kena hukuman setelah menganiaya si troublemaker, Ruud van Nistelrooy, yang tendangan penaltinya saat injury-time membentur mistar gawang Jens Lehmann. The Gunners dianggap menang karena meraih satu poin berharga.

26 September 2003 Pekan 7 - ARSENAL 3-2 NEWCASTLE UNITED (1-0 Thierry Henry 18, 1-1 Laurent Robert, 2-1 Gilberto Silva, 2-2 Olivier Bernard, 3-2 Thierry Henry 79pen).

Kepercayaan diri merebak setelah menahan Manchester United. Kekalahan 0-3 dari Internazionale di Highbury (17/9) mulai terlupakan. The Magpies melakukan perlawanan alot. Tapi hands-ball Jermaine Jenas yang dilihat wasit Mike Riley berujung hukuman sepakan penalti.

4 Oktober 2003 Pekan 8 - LIVERPOOL 1-2 ARSENAL (0-1 Harry Kewell 14, 1-1 Sami Hyypia 31bd, 1-2 Robert Pires 68).

Ini duel big-match beruntun keempat. Baru 14 menit, Harry Kewell membuat Anfield bergemuruh. Arsenal mulai tanpa diperkuat Patrick Vieira, Fredrik Ljungberg dan Dennis Bergkamp yang kesemuanya cedera. Gol indah Robert Pires menuntaskan perlawanan Liverpool.

18 Oktober 2003 Pekan 9 - ARSENAL 2-1 CHELSEA (1-0 Edu 4, 1-1 Hernan Crespo 8, 2-1 Thierry Henry 75).

Gol cepat Edu seolah-olah Arsenal bakal melumat Chelsea. Tapi selang empat menit, Hernan Crespo menyamakannya. Lalu sebuah kesalahan fatal yang dibuat Carlo Cudicini, bola terlepas, saat berusaha menangkap umpan Robert Pires dari sayap kanan, langsung dimanfaatkan Thierry Henry.

8 November 2003 Pekan 12 - ARSENAL 2-1 TOTTENHAM (0-1 Darren Anderton 5, 1-1 Robert Pires 69, 2-1 Fredrik Ljungberg 79).

Setelah selamat dari empat pekan yang mematikan, Arsenal menemui musuh besarnya. Gol tamu sejak menit kelima begitu awet hingga tiga perempat waktu pertandingan. Robert Pires memecah kebuntuan kala Thierry Henry ditempel mati. Lalu gol Ljungberg menamatkan Spurs.

21 Februari 2004 Pekan 26 - CHELSEA 1-2 ARSENAL (1-0 Eidur Gudjohnsen 1, 1-1 Patrick Vieira 15, 1-2 Edu 21).

Duel langsung seru dan ketat beberapa detik dimulai. Bahkan gol tercepat musim ini dibuat pada detik ke-27 tatkala para pemain Arsenal belum menyentuh bola! Namun kepercayaan diri meningkat, terutama setelah Vieira membalas. Lalu gol Edu menambah derita tuan rumah.

28 Februari 2004 Pekan 27 - ARSENAL 2-1 CHARLTON (1-0 Robert Pires 2, 2-0 Thierry Henry 4, 2-1 Claus Jensen 59).

Ini bentuk nyata sebuah keberuntungan. Mungkin pelajaran termahal Arsenal. Bayangkan dalam waktu empat menit, duo Henry-Pires mengubah skor 2-0. Apa yang terjadi setelah itu amat mengejutkan. Chalrton menguasai laga, Claus Jensen mencetak gol, dan tuan rumah beruntung tidak ditahan seri.

28 Maret 2004 Pekan 30 - ARSENAL 1-1 MANCHESTER UNITED (1-0 Thierry Henry 50, 1-1 Louis Saha 86).

Arsenal terlihat begitu takut menghadapi semangat Setan Merah. Unggul sejak menit 50, setelah itu mereka menemui kesukaran menambah gol. Sebaliknya usai gol balasan, tamu malah menguasai permainan. Kembali, Arsenal tidak tersungkur di tangan musuh abadinya ini.

9 April 2004 Pekan 31 - ARSENAL 4-2 LIVERPOOL (0-1 Sami Hyypia 5, 1-1 Thierry Henry 31, 1-2 Michael Owen 42, 2-2 Robert Pires 49, 2-3 Thierry Henry 50, 2-4 Thierry Henry 78).

Ini pentas terberat bagi pasukan Arsene Wenger usai dibunuh Chelsea di pentas Liga Champion. Tanda-tanda bakal kalah pertama kali terlihat. Dua kali Arsenal tertinggal. Tapi apa yang terjadi setelah itu? Henry sangat luar biasa. Dan di pekan inilah, hampir pasti gelar diraih.

25 April 2004 Pekan 34 - TOTTENHAM 2-2 ARSENAL (0-1 Patrick Vieira 3, 0-2 Robert Pires 35, 1-2 Jamie Redknapp 62, 2-2 Robbie Keane 94pen).

Laga yang memastikan titel juara. Arsenal mengulangi memori 1971, memastikan juara di White Hart Lane. Partai penuh konflik dan tuan rumah ingin mempermalukan Arsenal. Sayang, The Gunners sudah percaya diri. Pesta sederhana pun digelar di sana, mulai dari lapangan hingga dressing-room.

Rekor Global Tak Terkalahkan Di Kompetisi

Laga Klub                 Negara          Rentang       
108  ASEC Abidjan         (Pantai Gading) 1989 - 1994   
104  Steaua Bucuresti     (Rumania)       1986 – 1989   
85   Esperance            (Tunisia)       1997 - 2001   
62   Celtic               (Skotlandia)    1915 - 1917   
60   Union Saint-Gilloise (Belgia)        1932 - 1935   
58   AC Milan             (Italia)        1991 - 1993   
58   Skonto Riga          (Latvia)        1993 - 1996   
56   SL Benfica           (Portugal)      1977 - 1979   
56   Penarol              (Uruguay)       1966 - 1969   
55   Dalian Wanda         (Cina)          1995 - 1997   
55   Empire Gray Farm     (Antigua)       1997 - 2000   
55   Shakhtar Donetsk     (Ukraina)       2000 - 2002   
54   CE Principat         (Andorra)       1997 - 1999   
53   FC Porto             (Portugal)      1994 - 1996   
53   Sileks Kratovo       (Masedonia)     1995 - 1997   
52   Ajax Amsterdam       (Belanda)       1994 - 1996   
51   Sparta Praha         (Czech)         1920 - 1923** 
51   Barry Town FC        (Wales)         1997 - 1998   
51   FK Crvena Zvezda     (Serbia)        1999 - 2001   
49   Levadia Maardu       (Estonia)       1999 - 2001   
48   Norma Tallinn        (Estonia)       1991 - 1994   
48   Besiktas             (Turki)         1991 - 1992   
48   Kareda Siauliai      (Lithuania)     1997 - 1999   
47   Dinamo Bucuresti     (Rumania)       1991 - 1992   
47   FK Obilic Beograd    (Serbia)        1997 - 1999   
47   Skonto Riga          (Latvia)        1996 - 1998   
46   Dinamo Tirana        (Albania)       1955 - 1956   
46   Flora Tallinn        (Estonia)       1994 - 1996   
46   Maccabi Haifa        (Israel)        1993 - 1994   
45   Al-Ahly              (Mesir)         1998 - 1999   
45   Partizan Beograd     (Serbia)        1996 - 1997   
44   Palestino            (Cili)          1977 - 1978   
42   Nottingham Forest    (Inggris)       1977 - 1978   
41   Pyunik Yerevan       (Armenia)       1995 - 1997   
41   Wiener Sport-Club    (Austria)       1958 - 1960   
40*  Arsenal              (Inggris)       2003 -        
40*  Hearts of Oak        (Ghana)         2002 –        
40   Boca Juniors         (Argentina)     1998 - 1999   
40   Dunaferr FC          (Hongaria)      1999 - 2000   
40   Fiorentina           (Italia)        1955 - 1956   
39   Vardar Skopje        (Masedonia)     1994 - 1996   
39   Racing               (Argentina)     1965 - 1966   
38   Shirak Gyumri        (Armenia)       1994 - 1995   
38   Anorthosis           (Siprus)        1999 - 2000   
38   Celtic               (Skotlandia)    2003 - 2004   
38   Real Sociedad        (Spanyol)       1979 - 1980   
37*  Pyunik Yerevan       (Armenia)       2002 -        
37   Celtic               (Skotlandia)    1995 - 1996   
37   Flora Tallinn        (Estonia)       2002 - 2004   
37   Perugia              (Italia)        1978 - 1979   
37   Sheriff Tiraspol     (Moldova)       2001 - 2002   
37   Widzew Lodz          (Polandia)      1995 - 1996   
36   Galatasaray          (Turki)         1985 - 1986   
36*  Real Estel           (Nikaragua)     2003 -        
36   Dinamo Tbilisi       (Georgia)       1996 - 1997   
36   Hamburger SV         (Jerman)        1982 - 1983   
36   Universitario        (Peru)          1974 - 1975   
35   KIM/Dvina Vitebsk    (Belarusia)     1994 - 1995   
35   Feijenoord           (Belanda)       1969 - 1970   
35   PSV Eindhoven        (Belanda)       1977 - 1978   
35   PSV Eindhoven        (Belanda)       1985 - 1986   
35   PSV Eindhoven        (Belanda)       2000 - 2001   
34   APOEL Nikosia        (Siprus)        1947 - 1950   
34   Nacional             (Uruguay)       1915 - 1918   
34   Vardar Skopje        (Masedonia)     1993 - 1994   
34   Leeds United         (Inggris)       1968 - 1969   
33   Dynamo Kyiv          (Ukraina)       1999 - 2000   
33   Legia Warszawa       (Polandia)      2001 - 2002   
33   Panathinaikos        (Yunani)        1963 - 1965   
33   Panathinaiko         (Yunani)        1994 - 1995   
33   Pirouzi              (Iran)          1999 - 2000   
33   Universidad de Chile (Cili)          1999 - 1999   
32   SK Tirana            (Albania)       1936 - 1937   
32   Alga-RIIF Bishkek    (Kyrgyzstan)    1993 - 1993   
32   Defensor Sporting    (Uruguay)       2000 - 2001   
32   Dynamo Kyiv          (Ukraina)       2001 - 2002   
32   Nantes               (Prancis)       1994 - 1995   
32   Sparta Praha         (Czech)         1996 - 1997   
32   SC Villa             (Uganda)        2002 - 2003   
29   Millonarios          (Kolombia)      1999 – 1999   

(sumber: RSSSF) catatan: * masih berjalan ** semua menang (51-0-0)

Share:

Artikel Populer

Maurizio Sarri: Tantangan Baru Si Mantan Bankir

Buat tifosi Napoli yang militan dan fanatik, begitu melihat jagoannya cuma meraup dua poin dari tiga laga jelas bikin dongkol selain gundah...

Arsip

Intermeso

Wawancara

Arsip

Artikel Terkini