Perjalanan, Pengalaman, & Pemahaman Permainan Terindah

Copa America 1995: Berebut Gengsi, Prestasi dan Transaksi

Mulai 5 Juli nanti, palingkanlah perhatian Anda ke Uruguay. Di sanalah Copa America alias Piala Amerika 1995 digelar. Satu tujuan diburu bersama: menggapai kekuasaan sepak bola se-Benua Amerika.


Copa America 1995: Berebut Gengsi, Prestasi dan Transaksi
Diego Simeone, Fernando Redondo, dan Gabriel Batistuta kala merenggut Copa America 1993 di Ekuador.
Siapa yang tak kenal Uruguay di blantika sepak bola? Negara berpopulasi tiga juta jiwa itu adalah salah satu dari enam kekuatan dunia yang pernah menjuarai Piala Dunia, dan kekuatan utama (The Big Three) di samping Argentina dan Brasil di kawasan Amerika Selatan. Sebagai tuan rumah, misi khusus yang akan diemban oleh Daniel Fonseca dkk, tidaklah enteng. Mereka harus mengembalikan pamor yang telah lama hilang. "Piala Amerika adalah target saya yang utama," tutur pelatih Hector Nunez ketika timnya ujicoba ke Eropa, awal 1995.

Negara yang bernama asli Republica Oriental del Uruguay ini sudah delapan tahun absen jadi juara, terakhir 1987, plus menderita aib besar: gagal tampil di Piala Dunia 1994 lantaran disingkirkan Brasil dan Bolivia di penyisihan. Akibat itulah, Asociacion Uruguay de Futbol (AUF) atau PSSI-nya Uruguay, bertekad memperbaiki citra negaranya. Bukan saja di kawasan selatan Amerika tapi juga di dunia.

Kendala Brasil

Kejuaraan kali ini tampaknya makin seru. Apalagi salah satu tim favorit Brasil, tengah bagus-bagusnya berkat tempaan pelatih kawakan Mario Zagalo. Mereka juga belum pernah kalah sejak menjadi juara, pas setahun lalu. Peluang mereka amat besar untuk merebut gelar kelima Piala Amerika. Siapa lawan paling berat? "Argentina! Tim ini selalu menyulitkan kami di arena internasional," kata Zagalo setelah timnya sukses merebut Piala Umbro di Inggris, dua pekan lalu.

Argentina, seperti ditegaskan pelatihnya, Daniel Passarella, akan menjadikan Piala Amerika 1995 sebagai sasaran utama selain lolos ke Piala Dunia di Prancis, tiga tahun mendatang. "Target saya kala memegang tim ini hanya dua. Piala Amerika 1995 dan Piala Dunia 1998," kilah Passarella sesudah Argentina kalah dari Denmark di final Piala Interkontinental, Januari 1995.

Sementara dua wakil zona Concacaf yang ikut bergabung sejak 1993, Amerika Serikat dan Meksiko, juga punya misi khusus. AS, satu-satunya tim berciri Eropa yang berpartisipasi, ingin mmbuktikan bahwa mereka mampu bersaing dengan sepak bola Latin. Tim tangguh macam Meksiko dan Kolombia kini pun harus menerima kenyataan karena kalah bersaing dengan Alexi Lalas dkk. Hasil Piala AS, yang baru saja usai, bisa dijadikan bukti. Bahkan, AS mampu mengalahkan Uruguay 1-0, April lalu dalam partai persahabatan. Jadi, jangan coba-coba remehkan AS.

Jalan Ke Eropa

Lepas dari itu, ketiga tim di atas itulah yang mewakili negara-negara lapis kedua. Harap diingat, Meksiko adalah runner-up Copa America dua tahun lalu yang kalah 1-2 dari Argentina di final. Belakangan, negeri Sombrero ini kian meningkat grafiknya sejak terkena hukuman FIFA 1992. Yang perlu diperhatikan juga adalah Kolombia. Masuknya lagi playmaker Carlos Valderrama dan kiper eksentrik Jose Rene Higuita, cukup mendongkrak ketangguhan mereka. Belum lagi Chile dengan pentolannya, Ivan Zamorano, yang baru saja sukses mengantar Real Madrid menjuarai Liga Spanyol.

Piala Amerika kali ini juga semakin menarik karena dua negara tetangga yang tahun lalu terlibat perang sungguhan, Ekuador dan Peru, dimasukkan ke dalam satu grup. Akankah mereka bersitegang lagi gara-gara Piala Amerika 1995? Entahlah. Yang pasti selusin tim yang tampil itu, akan berperang di lapangan hijau membela kehormatan negara masing-masing. Dalam tradisinya, Piala Amerika dikenal unik dan penuh misteri. Brasil boleh saja menjadi terbesar di dunia dengan menggondol empat kali juara Piala Dunia. Tapi di sini, di Piala Amerika, mereka tidak ada apa-apanya. Yang terbesar justru Argentina dan Uruguay.

Lalu bagaimana keuntungan buat para pemain sendiri? Sejarah akan berulang. Tim pencari bakat klub-klub Eropa pasti sudah menyiapkan kesehatan matanya. Malahan sebelum kejuaraan dimulai, dua pemain Argentina misalnya, striker Sebastian Rambert dan bek kanan Javier Zanetti, hampir pasti dicaplok klub top Italia, Internazionale Milano, yang telah mengadakan transaksi transfer dengan klub mereka, Independiente dan Banfield.

Ya, inilah intisari sesungguhnya Piala Amerika. Selain saling mengejar prestasi, mempertaruhkan gengsi atau mempertahankan reputasi negara masing-masing, juga sebagai jalan kesuksesan seorang pemain menuju ke tanah Eropa, kiblat sepak bola profesional sesungguhnya.

(foto: istimewa)

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Artikel Populer

Maurizio Sarri: Tantangan Baru Si Mantan Bankir

Buat tifosi Napoli yang militan dan fanatik, begitu melihat jagoannya cuma meraup dua poin dari tiga laga jelas bikin dongkol selain gundah...

Arsip

Intermeso

Wawancara

Arsip

Artikel Terkini