Ungkapan small is beautiful amat pas bagi Berti Vogts sekarang ini. Terpesona dengan keindahan negeri kecil Swiss, atau karena Jerman jadi juara turnamen 'kecil' yang berakhir di Bern, ibukota Swiss, Jumat 23 Juni 1995? Bisa jadi kedua-duanya.
Lihatlah senyum orang nomor satu di tim nasional Der Panzer setelah pasukannya menyudahi perlawanan tuan rumah 2-1 di partai akhir Turnamen 100 Tahun Federasi Sepak Bola Swiss. Dengar pula ucapannya setelah kapten tim Thomas Helmer mengangkat tinggi-tinggi piala seberat 3 kg itu. "Kami akhirnya menemukan mereka yang mau berjuang. Saya menaruh hormat pada mereka, sebab mereka bisa mengembalikan permainan khas Jerman," ucap Vogts bernada klise.
Apa iya? Tampaknya ucapan Vogts hanyalah komentar belaka. Sebab siapapun tahu, formasi tim yang diturunkannya di partai final itu bukan tim inti. Ia hanya merasakan klimaks kepuasan tatkala eksperimennya berhasil. Lebih puas lagi, karena akhirnya Jerman jadi juara pertama kali di sebuah turnamen lewat tangannya sejak 1991.
"Sangat mengagumkan permainan mereka. Jika saja mereka bermain begini, kami tak akan kalah dari Bulgaria," kata Vogts, yang masih belum bisa menghapus mimpi buruknya setelah Jerman dikalahkan lagi oleh Bulgaria di penyisihan Piala Eropa. Vogts tak diduga memainkan sejumlah pemain cadangan menghadapi Swiss. Antara lain kiper Oliver Kahn, Jens Todt, Ralf Weber, Mehmet Scholl, dan striker gaek Stefan Kuntz. Formasi ini berlainan dengan yang diturunkannya saat menggebuk Italia 2-0, dua hari sebelumnya.
Pada pertarungan yang diadakan di Stadion Wankdorf itu, Swiss yang yang juga berpeluang juara, cukup memberi perlawanan berarti. Terbukti pada setengah main skor masih 0-0. Namun karena kehilangan kendali Alain Geiger, kapten timnya yang terkena kartu merah, Swiss kurang berani mengambil inisiatif penyerangan lebih dulu.
Kasus Effenberg
Akibatnya empat gelandang Jerman, Thomas Haessler, Andreas Moeller, Matthias Sammer, dan Steffen Freund, jadi atraktif mengendalikan serangan. Dan dari kaki Heassler pula akhirnya Jerman unggul duluan di menit 64. Sebelas menit kemudian, rekan Haessler di klub Karlsruhe, Adrian Knup, mencetak gol untuk negaranya dan pertarungan menjadi imbang. Namun tujuh menit jelang kelar, mental khas Jerman memperlihatkan kelasnya. Gelandang serang Borussia Dortmund, Andreas Moeller, mengembalikan reputasi Der Panzer lewat tembakan mematikan.
Namun pencapaian memuaskan di Bern ini, tidak cukup bagi publik Jerman untuk menutupi kekecewaannya ketika tim nasional kalah 2-3 dari Bulgaria di kualifikasi Grup 7 Eropa, 7 Juni 1995. Masih terbersit dalam ingatan, setelah kekalahan itu Vogts dikecam oleh berbagai pihak, termasuk orang terdekat. "Ia terlalu otoriter, tidak mau berhubungan baik dengan pihak klub," sebut mantan kiper besar Jerman Barat, Sepp Maier, stafnya yang menyoroti kesulitan Vogts menemukan pemain yang pas untuk tim nasional.
Vogts, mantan bek kanan Jerman Barat yang pernah menjegal Johan Cruijff sehingga Belanda mendapat penalti dalam final Piala Dunia 1974, memang dikenal keras kepala. Contohnya, hingga kini dia membela mati-matian Lothar Matthaeus yang malahan dipanggilnya ketimbang Stefan Effenberg. Padahal Matthaeus baru sembuh dari cedera. Aspek disiplin sangat dijunjung Vogts, mengingat Effenberg adalah tipe pembandel, pemain yang nyeleneh dan sulit diatur.
Di satu sisi, publik Jerman mencap Matthaeus itu telah tua, sudah habis, dan sangat yakin jika ada Effenberg saat itu, Jerman tidak kalah dari Bulgaria. Minggu, 25 Juni 1995 lalu, Vogts semakin dipojokkan lagi oleh masyarakat Jerman dan media massa setelah melihat Effenberg sukses membawa Borussia Moenchengladbach mengalahkan VfL Wolfsburg dalam final Piala Jerman sehingga meraih tiket ke Piala Winner. Uniknya lagi, Moenchengladbach adalah mantan klubnya Vogts di mana dia menjadi salah satu legendanya.
Waktu: 23 Juni 1995
Tempat: Stadion Wankdorf, Bern.
Wasit: Grabher (Austria).
Penonton: 17.000
Gol: 0:1 Hassler (63'), 1:1 Knup (75'), 1:2 A. Moeller (83').
Susunan Formasi
Swiss: Zuberbuehler, Hottiger, Herr, Henchoz (Vega 46'), Thueler, Vogel (Ohrel 77'), Colombo, Sforza, Sutter, Knup, Tuerkyilmaz.
Jerman: Kahn, M. Sammer, Freund, Helmer, Reuter, Todt, Ziege, Haessler, Scholl (R. Weber 46'), A. Moeller, Kuntz.
(foto: impromptuinc)
Andreas Moeller dan Adrian Knup. Sama-sama mencetak gol. |
Apa iya? Tampaknya ucapan Vogts hanyalah komentar belaka. Sebab siapapun tahu, formasi tim yang diturunkannya di partai final itu bukan tim inti. Ia hanya merasakan klimaks kepuasan tatkala eksperimennya berhasil. Lebih puas lagi, karena akhirnya Jerman jadi juara pertama kali di sebuah turnamen lewat tangannya sejak 1991.
"Sangat mengagumkan permainan mereka. Jika saja mereka bermain begini, kami tak akan kalah dari Bulgaria," kata Vogts, yang masih belum bisa menghapus mimpi buruknya setelah Jerman dikalahkan lagi oleh Bulgaria di penyisihan Piala Eropa. Vogts tak diduga memainkan sejumlah pemain cadangan menghadapi Swiss. Antara lain kiper Oliver Kahn, Jens Todt, Ralf Weber, Mehmet Scholl, dan striker gaek Stefan Kuntz. Formasi ini berlainan dengan yang diturunkannya saat menggebuk Italia 2-0, dua hari sebelumnya.
Pada pertarungan yang diadakan di Stadion Wankdorf itu, Swiss yang yang juga berpeluang juara, cukup memberi perlawanan berarti. Terbukti pada setengah main skor masih 0-0. Namun karena kehilangan kendali Alain Geiger, kapten timnya yang terkena kartu merah, Swiss kurang berani mengambil inisiatif penyerangan lebih dulu.
Kasus Effenberg
Akibatnya empat gelandang Jerman, Thomas Haessler, Andreas Moeller, Matthias Sammer, dan Steffen Freund, jadi atraktif mengendalikan serangan. Dan dari kaki Heassler pula akhirnya Jerman unggul duluan di menit 64. Sebelas menit kemudian, rekan Haessler di klub Karlsruhe, Adrian Knup, mencetak gol untuk negaranya dan pertarungan menjadi imbang. Namun tujuh menit jelang kelar, mental khas Jerman memperlihatkan kelasnya. Gelandang serang Borussia Dortmund, Andreas Moeller, mengembalikan reputasi Der Panzer lewat tembakan mematikan.
Namun pencapaian memuaskan di Bern ini, tidak cukup bagi publik Jerman untuk menutupi kekecewaannya ketika tim nasional kalah 2-3 dari Bulgaria di kualifikasi Grup 7 Eropa, 7 Juni 1995. Masih terbersit dalam ingatan, setelah kekalahan itu Vogts dikecam oleh berbagai pihak, termasuk orang terdekat. "Ia terlalu otoriter, tidak mau berhubungan baik dengan pihak klub," sebut mantan kiper besar Jerman Barat, Sepp Maier, stafnya yang menyoroti kesulitan Vogts menemukan pemain yang pas untuk tim nasional.
Vogts, mantan bek kanan Jerman Barat yang pernah menjegal Johan Cruijff sehingga Belanda mendapat penalti dalam final Piala Dunia 1974, memang dikenal keras kepala. Contohnya, hingga kini dia membela mati-matian Lothar Matthaeus yang malahan dipanggilnya ketimbang Stefan Effenberg. Padahal Matthaeus baru sembuh dari cedera. Aspek disiplin sangat dijunjung Vogts, mengingat Effenberg adalah tipe pembandel, pemain yang nyeleneh dan sulit diatur.
Di satu sisi, publik Jerman mencap Matthaeus itu telah tua, sudah habis, dan sangat yakin jika ada Effenberg saat itu, Jerman tidak kalah dari Bulgaria. Minggu, 25 Juni 1995 lalu, Vogts semakin dipojokkan lagi oleh masyarakat Jerman dan media massa setelah melihat Effenberg sukses membawa Borussia Moenchengladbach mengalahkan VfL Wolfsburg dalam final Piala Jerman sehingga meraih tiket ke Piala Winner. Uniknya lagi, Moenchengladbach adalah mantan klubnya Vogts di mana dia menjadi salah satu legendanya.
Turnamen 100 Tahun Federasi Sepak Bola Swiss
Waktu: 23 Juni 1995
Tempat: Stadion Wankdorf, Bern.
Wasit: Grabher (Austria).
Penonton: 17.000
Gol: 0:1 Hassler (63'), 1:1 Knup (75'), 1:2 A. Moeller (83').
Susunan Formasi
Swiss: Zuberbuehler, Hottiger, Herr, Henchoz (Vega 46'), Thueler, Vogel (Ohrel 77'), Colombo, Sforza, Sutter, Knup, Tuerkyilmaz.
Jerman: Kahn, M. Sammer, Freund, Helmer, Reuter, Todt, Ziege, Haessler, Scholl (R. Weber 46'), A. Moeller, Kuntz.
(foto: impromptuinc)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar