Dalam kehidupan memang hanya ada satu obat kerinduan, yakni bertemu langsung yang dikangeni. Setelah berpisah delapan bulan lebih dengan orang-tuanya, pesepak bola muda berbakat Indonesia, Kurniawan Dwi Yulianto, akhirnya kembali di Tanah Air, Rabu siang.
Rasa rindu yang memuncak itu bukan saja dialami Kurniawan, tetapi juga oleh ayah dan ibunya, Budi Riyanto SH dan Nuraini. Hal itu dibuktikan ketika kedua orang tua Kurniawan terlihat sangat antusias menunggu putra tercintanya di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, walau sampai menghabiskan waktu hampir lima jam.
“Ia memang meminta saya untuk menjemputnya bersama kakaknya yang khusus datang dari Semarang. Ia ingin sekali bertemu kakaknya,” tutur Budi sambil menggamit tangan Dian Ekariani, sang kakak yang berusia 20 tahun.
Walau sudah tahu bahwa sang anak bungsunya tidak bisa leluasa ditemuinya, namun sang kakak tetap berusaha agar dapat bertemu sepuas mungkin. “Saya khawatir kalau keinginan Adek (panggilan Kurniawan) tidak dipenuhi, apalagi saya sekeluarga juga sangat rindu..,” ungkap Budi tanpa memerinci lebih jauh maksud tidak dipenuhi itu saking masih dibalut rasa haru.
Lebih lanjut Pak Budi mengatakan bahwa aturan ini tidak seperti biasanya. Apalagi sesuai tradisi orang timur, hubungan serta keberkahan antara orangtua dan anaknya amat diutamakan. “Saya sempat berkonsultasi dengan seorang pemuka agama berkenaan dengan hal ini,” lanjut Budi, yang baru tiba dari Magelang pagi harinya.
Pengorbanan memang seringkali identik dengan perjuangan. Tidak hanya Pak Budi dan istrinya yang harus rela berkorban melepas putra satu-satunya sendirian ke Eropa, tapi juga Kurniawan sendiri. Cukup berat dibayangkan, mengingat walau bagaimanapun juga Kurniawan masih seorang remaja 19 tahun.
Tapi tak lama kemudian, Kurniawan harus berpisah lagi dengan orangtuanya. Ia beserta para pemain PSSI Pra-Olimpiade lainnya segera menuju kantor PSSI di Senayan untuk mendapat briefing sebelum masuk penginapan dan mengikuti pemusatan latihan PSSI Pra Olimpiade. Pak Budi dan Bu Nuraini hanya pasrah melihat perjuangan anaknya untuk negara dan demi mengharumkan nama bangsa.
Ganjalan kerinduan yang dialami oleh Kurniawan bisa dirasakan. Adakah PSSI mengerti soal kerinduan keluarga? Tentunya menjadi sesuatu yang penting bagi ketenangan batin si pemain sebelum berjuang di lapangan hijau nanti.
(foto: stefan sihombing)
Kurniawan dijemput kedua orang tuanya. |
“Ia memang meminta saya untuk menjemputnya bersama kakaknya yang khusus datang dari Semarang. Ia ingin sekali bertemu kakaknya,” tutur Budi sambil menggamit tangan Dian Ekariani, sang kakak yang berusia 20 tahun.
Walau sudah tahu bahwa sang anak bungsunya tidak bisa leluasa ditemuinya, namun sang kakak tetap berusaha agar dapat bertemu sepuas mungkin. “Saya khawatir kalau keinginan Adek (panggilan Kurniawan) tidak dipenuhi, apalagi saya sekeluarga juga sangat rindu..,” ungkap Budi tanpa memerinci lebih jauh maksud tidak dipenuhi itu saking masih dibalut rasa haru.
Lebih lanjut Pak Budi mengatakan bahwa aturan ini tidak seperti biasanya. Apalagi sesuai tradisi orang timur, hubungan serta keberkahan antara orangtua dan anaknya amat diutamakan. “Saya sempat berkonsultasi dengan seorang pemuka agama berkenaan dengan hal ini,” lanjut Budi, yang baru tiba dari Magelang pagi harinya.
Pengorbanan memang seringkali identik dengan perjuangan. Tidak hanya Pak Budi dan istrinya yang harus rela berkorban melepas putra satu-satunya sendirian ke Eropa, tapi juga Kurniawan sendiri. Cukup berat dibayangkan, mengingat walau bagaimanapun juga Kurniawan masih seorang remaja 19 tahun.
Tapi tak lama kemudian, Kurniawan harus berpisah lagi dengan orangtuanya. Ia beserta para pemain PSSI Pra-Olimpiade lainnya segera menuju kantor PSSI di Senayan untuk mendapat briefing sebelum masuk penginapan dan mengikuti pemusatan latihan PSSI Pra Olimpiade. Pak Budi dan Bu Nuraini hanya pasrah melihat perjuangan anaknya untuk negara dan demi mengharumkan nama bangsa.
Ganjalan kerinduan yang dialami oleh Kurniawan bisa dirasakan. Adakah PSSI mengerti soal kerinduan keluarga? Tentunya menjadi sesuatu yang penting bagi ketenangan batin si pemain sebelum berjuang di lapangan hijau nanti.
(foto: stefan sihombing)