Tidak ada yang bisa menyalahkan Hitzo menjadi seorang yang temperamental. Siapa pun paham, dia bukanlah seorang yang melankolis, tetapi koleris. Golongan orang ini bersifat berkepala panas, gairahnya mudah bangkit tapi mudah pula tenang jika lawan yang dihadapinya mengaku kalah.
Namun di satu sisi, Hitzo juga seorang Aquarius, di mana faktor emosi atau perasaan memegang peranan penting dalam hidupnya. Ia sangat halus, peka sehingga mudah tersinggung atau naik darah. Awalnya publik Camp Nou begitu terkejut melihat Hitzo yang lebih panasan daripada masyarakat Catalunya sendiri.
Itu sangat bertolak belakang dengan yang digantikannya, Gary Lineker, yang dikenal gentleman, santun bin tenang bin adem. Bayangkan, selama berkarier di La Liga yang laganya keras dan kasar, penyerang nasional Inggris itu tidak pernah sekali pun dikenai kartu kuning, apalagi memprotes wasit.
Sifat ini sangat jauh berkebalikan dengan Hitzo. Belum juga tuntas di musim pertamanya membela Barcelona, dia sudah terkena skorsing selama dua bulan. Namun soal produktivitas, pemain bola terbaik yang dimiliki bangsa Bulgaria itu sama sekali tidak kalah.
Meski absen 10 laga akibat hukumannya itu, Hitzo masih tetap merebut gelar pencetak gol terbanyak La Liga pada 1991. Secara historis, ketajamannya mencetak gol bahkan melebihi sang suhu Johan Cruijff.
"Keterampilannya mengingatkan saya pada George Best. Namun modal penting yang dimiliki adalah temperamennya. Faktor ini amat signifikan jika Anda tampil di La Liga. Selain menjadi tolok ukur kebebasan, hal itu juga berguna untuk kesuksesan kariernya kelak," ujar Tony Bruins, asisten Cruijff, yang pertama kali menguji sifat Hitzo pada sebuah laga ujicoba.
Benar, pada akhirnya suporter hanya akan melihat sisi terbaik di diri Hitzo. Salah satunya, misalnya, selalu tampil penuh semangat, Salah satunya, misalnya, selalu tampil penuh semangat, bergairah, ngotot lagi atraktif. Pendek kata pernah dia tak terlihat melempem. Di Spanyol, jika ada orang yang selalu main begitu, walaupun dia bukan bintang, maka dengan cepat dia akan dijadikan bintang klub oleh para pendukung.
Demikianlah ciri khas Hitzo yang menjadi stigma nyata di hadapan Cules, sebutan pendukung Barcelona. Standar bermain Hitzo lahir batin, dijadikan patokan dan dianggap mewakili kegairahan dan mentalitas masyarakat Catalunya. Luar biasa.
Dalam beberapa laga, Hitzo seringkali tampil kesetanan laksana banteng marah. Ada untung, ada ruginya pula. Kelemahannya jika sudah begitu adalah dia terbiasa menyalahkan wasit ketika aksinya dihentikan lawan dengan kekerasan.
Lho? Menurutnya para wasit kurang tegas menghukum pemain yang berusaha mencederainya. Kalau responsnya tidak memuaskan, maka Hitzo makin mencak-mencak dengan tensinya yang gampang membubung itu. Ketika wasit malah memberi dia kartu kuning padahal dirinya yang ditebas kasar, bisa dibayangkan reaksi berikut orang model begini jika tidak segera dilerai dan ditenangkan rekan-rekannya.
Hukuman dua bulan yang diterimanya datang dari skenario seperti ini. Sudah terkena kartu merah, wasit dihinanya habis-habisan secara mental dan juga fisik! Agaknya tekanan hidup sejak kecil di Bulgaria dengan rezim represifnya, sedikit banyak, berkontribusi membentuk karakter Hitzo seperti itu. Adil adalah isu strategisnya, dan Hitzo gampang menggila bila tidak ada keadilan.
Dalam sebuah laga El Clasico di pentas Piala Super Eropa, Januari 1991, Hitzo tak dapat menahan emosinya tatkala ditekel dengan keras oleh Miguel Chendo sampai terlempar ke luar lapangan. Inti drama muncul kemudian. Setelah wasit Urizar Azpitarte tidak memberi kartu kuning, seperti yang diharapkan Hitzo, apalagi peringatan pun tidak, yang dilakukan Hitzo di luar kesadaran manusia normal atau seorang atlet.
Hitzo bangkit dan wasit Urizar langsung 'distempel' dengan sepatunya! Tak ayal, kartu merah pun mengacung ke udara. Koleksi tarjeta amarilla dan tarjeta roja Hitzo rada mencengangkan buat pria yang dipercaya sebagai Pemain Terbaik Bulgaria 1989, 1990, dan 1991.
Dan, sebanyak 90% koleksi itu terkumpul lantaran dia addicted melawan wasit. Jadi bukan karena ia main kotor atau suka menipu. "Saya berjanji tidak mengulanginya lagi. Saya ingin jadi anak baik," begitu dia selalu bilang ketika ditanya wartawan akibat pengusiran dirinya dari lapangan.
Anehnya, ucapan itu diulanginya setiap dia terkena kartu merah, begitu seterusnya. Saat kembali beraksi seusai masa hukumannya, Hitzo tak kapok memprotes wasit lagi. Ckkk ckkk, bukan main. Berkemauan keras, tekun, berjiwa bebas, optimistis, praktis, produktif, tegas dan berbakat jadi leader merupakan deretan kelebihan orang-orang koleris.
Superstar sepanjang masa, Diego Maradona, juga termasuk golongan ini. Kelemahan orang-orang tipe ini antara lain sarkastis, menguasai, tidak acuh, cepat bangga dan puas diri, serta tidak berperasaan. Nah dari yang terakhir inilah, Urizar jadi korban. Namun apa pun yang terjadi, penilaian objektif seperti performa dan kontribusi selalu mengubur urusan personal. Begitu juga yang ditunjukan Cules.
Mereka tetap menilai Hitzo lebih baik dari pada Maradona dan Mark 'Carrera' Hughes, yang bersama Lineker adalah para terdahulu Hitzo sebagai bomber Barcelona. Satu-satunya legenda El Barca yang mendekati Hitzo dalam hal temperamen dan karakter hanya Johan Cruijff, yang juga pelatihnya sekarang.
Pengaruh Cruijff
Cruijff, superlegenda sepak bola dunia, bangsa Belanda, bangsa Catalunya, dan FC Barcelona di era 1970-an sampai sekarang, juga punya rekor unik soal disiplin permainan. Seumur hidupnya merumput di La Liga, dia mengoleksi 22 kartu kuning dan kartu merah akibat memprotes wasit! Tak heran dia punya sebutan khusus dari para Cules yakni si 'methamorphosis'.
Cules juga makin bahagia melihat adanya transfer knowledge dan transfer mentality dari Cruijff kepada Hitzo, guru ke murid terbaiknya. Kata pengamat dan beberapa opini media massa, Cruijff lagi menyulap Hitzo sebagai pemimpin moral Barca di lapangan hijau seperti dirinya dulu.
"Kalau mau bertahan di sini, pertahankanlah karaktermu itu," kata sang guru menasehati dengan serius. Benar masih ada pemain senior seperti Andoni Zubizarreta, Jose Bakero, Michael Laudrup, Gheorghe Hagi, Laurent Blanc, atau Ronald Koeman.
Tapi mereka itu semua tidak punya darah menggelegak sebagai modal menjadi pembela kebenaran, pemimpin, dan penjaga stabilitas dan kredibilitas tim layaknya Hitzo Di sisi sebaliknya, Hitzo juga makin 'mangkak' sebab selain Cruijff, Presiden Barca menjadi pelindung dan pembelanya. Berkat lobi sang bos, hukuman Hitzo kadang jadi ringan. Kebetulan karakter Josep Luis Nunez mirip-mirip dengannya, yakni gampang tersulut.
Hitzo sangat hormat pada Cruijff dan Nunez. Pesan Nunez yang masih terus diingat Hitzo adalah boleh kalah dari yang lain, asal jangan dari Real Madrid! Di awal hingga pertengahan 1990-an, eksistensi Hitzo di Barca lebih dari berkah.
Kehadirannya amat diterima, bahkan dianggap jadi stimulan spirit Nunez dan Cruijff. Wajar bila kaum Cules sangat berharap poros Nunez-Cruijff-Hitzo mampu mengendalikan kapal Barca dengan baik di perairan La Liga yang berombak ganas dan dipenuhi pesaing.
Membantai Real
Salah satu sisi positif keberadaan Hristo Stoichkov di Barcelona tak lain bangkitnya kembali mentalitas dan primordialisme, semangat kedaerahan, bangsa Catalunya, wilayah di mana klub berjuluk Azulgrana ini berada.
Perseteruan abadi propinsi Catalunya dan propinsi Castilla, pusat kerajaan dan ibukota Spanyol, sudah berlangsung berabad-abad. Catalunya dulunya dikuasai kerajaan besar Aragon, namun pada 1469, setelah perkawinan Raja Aragon, Ferdinand II dengan Ratu Castilla, Isabella I, kedua kerajaan melebur menjadi satu, Kerajaan Spanyol.
Seiring perjalanan waktu, perkawinan politik itu justru merugikan bangsa Catalunya ke semua sektor kehidupan, sejarah, bahkan masa depan. Urusan sepak bola pun tak lepas dari dendam dan kebencian turun temurun. Barcelona adala simbol Catalunya (Aragon) dan Real Madrid ikon Castilla (Spanyol) pun tersaji di setiap laga mereka yang dinobatkan sebagai El Clasico.
Laga historis ini kadarnya bahkan melebihi Glasgow Celtic vs Glasgow Rangers, Boca Juniors vs River Plate, apalagi dengan AC Milan vs Napoli. Dalam kehidupan sosial politik di Spanyol, pendukung El Barca selalu membenci Real Madrid karena menganggap orang-orang Castilla itu arogan dan besar kepala serta lupa sejarah.
Urusan bukan lagi sepak bola atau permainan, tetapi politik dan harga diri. Real Madrid juga dimusuhi pendukung Athletic Bilbao, simbol perjuangan bangsa Basque. Barcelona dengan Bilbao relatif aman dan jarang konflik layaknya Catalunya dengan Basque.
Basque adalah sebuah wilayah yang sejarah atau asal muasalnya masih tidak jelas, meski ada yang berteori mereka berasal dari campuran bangsa Utara (Celtic dan Viking) dengan Afrika Utara (Moor dan Barbar). Rivalitas tujuh turunan Catalunya vs Castilla vs Basque juga yang menghancurkan tim nasional Spanyol lebih dari setengah abad.
Para pelatih nasional yang ditunjuk menangani La Furia Roja, julukan tim nasional Spanyol, pasti dibuat kelabakan mengatasi ini terutama saat memadukan para pemain dari ketiga klub tadi. Kegagalan Spanyol di tiga Piala Dunia terakhir, 1982, 1986 dan 1990 disebut-sebut karena tim Matador terlalu Real Madrid-sentris.
Rombongan Madrid seperti Michel, Emilio Butragueno, Rafael Martin Vasquez, Manuel Sanchis seringkali mendominasi di kala harus menyatu dengan Jose Mari Bakero, Julio Salinas, Andoni Zubizarreta (Barca), Rafael Alkorta dan Genar Andrinua (Bilbao). Apapun yang tersaji jadi masalah.
Di Piala Dunia 1994, dua tahun setelah dipegang Javier Clemente, sinkronisasi di La Furia Roja lebih baik setelah rombongan Blaugrana lebih banyak dibandingkan Los Blancos. Apakah ini tanda-tanda solusi untuk tim nasional Spanyol? Entahlah. Kalimat bijak suka mengatakan demi kepentingan yang dampaknya lebih besar kita harus rela berkorban. Metode ini tidak jalan di Spanyol, yang seperti di kebanyakan di wilayah Eropa, sebenarnya mengakui dominasi.
Aura seperti ini harus terus diperkuat, seperti makin kuatnya Barcelona setelah duet Nunez-Cruijff menemukan missing link untuk masa depan Barca bernama Hristo Stoichkov. Seperti sudah bisa ditebak, kehadiran Hitzo beserta sikap dan sifatnya yang kelotokan itu pasti membuat sulit Los Blancos. Yup, tidak salah.
Pada El Clasico 8 Januari 1994, Barca menguliti El Real 5-0 lewat hattrick Romario Faria dan dua gol Hitzo! Seperti yang pernah diungkap pada edisi terdahulu bahwa salah satu keputusan Nunez dan Cruijff merekrut Stoichkov adalah cara terbaik untuk menghentikan sepak terjang Real Madrid. "Sebelum resmi bergabung ke Barcelona, Cruijff sering menekankan ke saya bagaimana cara paling optimal bermain untuk Barca dan tujuan utamanya," kilah Hitzo suatu kali.
Sungguh suatu karunia bagi Barcelona dan juga Hitzo mana kala pertautan mereka membuahkan prestasi dan sejarah sekaligus, memenangkan La Liga selama empat musim beruntun, 1990/91, 1991/92, 1992/93, dan 1993/94.
(foto: jordimolina/novinite/marca/espnfc/es.besoccer.com)
Namun di satu sisi, Hitzo juga seorang Aquarius, di mana faktor emosi atau perasaan memegang peranan penting dalam hidupnya. Ia sangat halus, peka sehingga mudah tersinggung atau naik darah. Awalnya publik Camp Nou begitu terkejut melihat Hitzo yang lebih panasan daripada masyarakat Catalunya sendiri.
Itu sangat bertolak belakang dengan yang digantikannya, Gary Lineker, yang dikenal gentleman, santun bin tenang bin adem. Bayangkan, selama berkarier di La Liga yang laganya keras dan kasar, penyerang nasional Inggris itu tidak pernah sekali pun dikenai kartu kuning, apalagi memprotes wasit.
Sifat ini sangat jauh berkebalikan dengan Hitzo. Belum juga tuntas di musim pertamanya membela Barcelona, dia sudah terkena skorsing selama dua bulan. Namun soal produktivitas, pemain bola terbaik yang dimiliki bangsa Bulgaria itu sama sekali tidak kalah.
Meski absen 10 laga akibat hukumannya itu, Hitzo masih tetap merebut gelar pencetak gol terbanyak La Liga pada 1991. Secara historis, ketajamannya mencetak gol bahkan melebihi sang suhu Johan Cruijff.
"Keterampilannya mengingatkan saya pada George Best. Namun modal penting yang dimiliki adalah temperamennya. Faktor ini amat signifikan jika Anda tampil di La Liga. Selain menjadi tolok ukur kebebasan, hal itu juga berguna untuk kesuksesan kariernya kelak," ujar Tony Bruins, asisten Cruijff, yang pertama kali menguji sifat Hitzo pada sebuah laga ujicoba.
Benar, pada akhirnya suporter hanya akan melihat sisi terbaik di diri Hitzo. Salah satunya, misalnya, selalu tampil penuh semangat, Salah satunya, misalnya, selalu tampil penuh semangat, bergairah, ngotot lagi atraktif. Pendek kata pernah dia tak terlihat melempem. Di Spanyol, jika ada orang yang selalu main begitu, walaupun dia bukan bintang, maka dengan cepat dia akan dijadikan bintang klub oleh para pendukung.
Demikianlah ciri khas Hitzo yang menjadi stigma nyata di hadapan Cules, sebutan pendukung Barcelona. Standar bermain Hitzo lahir batin, dijadikan patokan dan dianggap mewakili kegairahan dan mentalitas masyarakat Catalunya. Luar biasa.
Dalam beberapa laga, Hitzo seringkali tampil kesetanan laksana banteng marah. Ada untung, ada ruginya pula. Kelemahannya jika sudah begitu adalah dia terbiasa menyalahkan wasit ketika aksinya dihentikan lawan dengan kekerasan.
Lho? Menurutnya para wasit kurang tegas menghukum pemain yang berusaha mencederainya. Kalau responsnya tidak memuaskan, maka Hitzo makin mencak-mencak dengan tensinya yang gampang membubung itu. Ketika wasit malah memberi dia kartu kuning padahal dirinya yang ditebas kasar, bisa dibayangkan reaksi berikut orang model begini jika tidak segera dilerai dan ditenangkan rekan-rekannya.
Hukuman dua bulan yang diterimanya datang dari skenario seperti ini. Sudah terkena kartu merah, wasit dihinanya habis-habisan secara mental dan juga fisik! Agaknya tekanan hidup sejak kecil di Bulgaria dengan rezim represifnya, sedikit banyak, berkontribusi membentuk karakter Hitzo seperti itu. Adil adalah isu strategisnya, dan Hitzo gampang menggila bila tidak ada keadilan.
Dalam sebuah laga El Clasico di pentas Piala Super Eropa, Januari 1991, Hitzo tak dapat menahan emosinya tatkala ditekel dengan keras oleh Miguel Chendo sampai terlempar ke luar lapangan. Inti drama muncul kemudian. Setelah wasit Urizar Azpitarte tidak memberi kartu kuning, seperti yang diharapkan Hitzo, apalagi peringatan pun tidak, yang dilakukan Hitzo di luar kesadaran manusia normal atau seorang atlet.
Hitzo bangkit dan wasit Urizar langsung 'distempel' dengan sepatunya! Tak ayal, kartu merah pun mengacung ke udara. Koleksi tarjeta amarilla dan tarjeta roja Hitzo rada mencengangkan buat pria yang dipercaya sebagai Pemain Terbaik Bulgaria 1989, 1990, dan 1991.
Dan, sebanyak 90% koleksi itu terkumpul lantaran dia addicted melawan wasit. Jadi bukan karena ia main kotor atau suka menipu. "Saya berjanji tidak mengulanginya lagi. Saya ingin jadi anak baik," begitu dia selalu bilang ketika ditanya wartawan akibat pengusiran dirinya dari lapangan.
Anehnya, ucapan itu diulanginya setiap dia terkena kartu merah, begitu seterusnya. Saat kembali beraksi seusai masa hukumannya, Hitzo tak kapok memprotes wasit lagi. Ckkk ckkk, bukan main. Berkemauan keras, tekun, berjiwa bebas, optimistis, praktis, produktif, tegas dan berbakat jadi leader merupakan deretan kelebihan orang-orang koleris.
Superstar sepanjang masa, Diego Maradona, juga termasuk golongan ini. Kelemahan orang-orang tipe ini antara lain sarkastis, menguasai, tidak acuh, cepat bangga dan puas diri, serta tidak berperasaan. Nah dari yang terakhir inilah, Urizar jadi korban. Namun apa pun yang terjadi, penilaian objektif seperti performa dan kontribusi selalu mengubur urusan personal. Begitu juga yang ditunjukan Cules.
Mereka tetap menilai Hitzo lebih baik dari pada Maradona dan Mark 'Carrera' Hughes, yang bersama Lineker adalah para terdahulu Hitzo sebagai bomber Barcelona. Satu-satunya legenda El Barca yang mendekati Hitzo dalam hal temperamen dan karakter hanya Johan Cruijff, yang juga pelatihnya sekarang.
Pengaruh Cruijff
Cruijff, superlegenda sepak bola dunia, bangsa Belanda, bangsa Catalunya, dan FC Barcelona di era 1970-an sampai sekarang, juga punya rekor unik soal disiplin permainan. Seumur hidupnya merumput di La Liga, dia mengoleksi 22 kartu kuning dan kartu merah akibat memprotes wasit! Tak heran dia punya sebutan khusus dari para Cules yakni si 'methamorphosis'.
Cules juga makin bahagia melihat adanya transfer knowledge dan transfer mentality dari Cruijff kepada Hitzo, guru ke murid terbaiknya. Kata pengamat dan beberapa opini media massa, Cruijff lagi menyulap Hitzo sebagai pemimpin moral Barca di lapangan hijau seperti dirinya dulu.
"Kalau mau bertahan di sini, pertahankanlah karaktermu itu," kata sang guru menasehati dengan serius. Benar masih ada pemain senior seperti Andoni Zubizarreta, Jose Bakero, Michael Laudrup, Gheorghe Hagi, Laurent Blanc, atau Ronald Koeman.
Tapi mereka itu semua tidak punya darah menggelegak sebagai modal menjadi pembela kebenaran, pemimpin, dan penjaga stabilitas dan kredibilitas tim layaknya Hitzo Di sisi sebaliknya, Hitzo juga makin 'mangkak' sebab selain Cruijff, Presiden Barca menjadi pelindung dan pembelanya. Berkat lobi sang bos, hukuman Hitzo kadang jadi ringan. Kebetulan karakter Josep Luis Nunez mirip-mirip dengannya, yakni gampang tersulut.
Hitzo sangat hormat pada Cruijff dan Nunez. Pesan Nunez yang masih terus diingat Hitzo adalah boleh kalah dari yang lain, asal jangan dari Real Madrid! Di awal hingga pertengahan 1990-an, eksistensi Hitzo di Barca lebih dari berkah.
Kehadirannya amat diterima, bahkan dianggap jadi stimulan spirit Nunez dan Cruijff. Wajar bila kaum Cules sangat berharap poros Nunez-Cruijff-Hitzo mampu mengendalikan kapal Barca dengan baik di perairan La Liga yang berombak ganas dan dipenuhi pesaing.
Membantai Real
Salah satu sisi positif keberadaan Hristo Stoichkov di Barcelona tak lain bangkitnya kembali mentalitas dan primordialisme, semangat kedaerahan, bangsa Catalunya, wilayah di mana klub berjuluk Azulgrana ini berada.
Perseteruan abadi propinsi Catalunya dan propinsi Castilla, pusat kerajaan dan ibukota Spanyol, sudah berlangsung berabad-abad. Catalunya dulunya dikuasai kerajaan besar Aragon, namun pada 1469, setelah perkawinan Raja Aragon, Ferdinand II dengan Ratu Castilla, Isabella I, kedua kerajaan melebur menjadi satu, Kerajaan Spanyol.
Seiring perjalanan waktu, perkawinan politik itu justru merugikan bangsa Catalunya ke semua sektor kehidupan, sejarah, bahkan masa depan. Urusan sepak bola pun tak lepas dari dendam dan kebencian turun temurun. Barcelona adala simbol Catalunya (Aragon) dan Real Madrid ikon Castilla (Spanyol) pun tersaji di setiap laga mereka yang dinobatkan sebagai El Clasico.
Laga historis ini kadarnya bahkan melebihi Glasgow Celtic vs Glasgow Rangers, Boca Juniors vs River Plate, apalagi dengan AC Milan vs Napoli. Dalam kehidupan sosial politik di Spanyol, pendukung El Barca selalu membenci Real Madrid karena menganggap orang-orang Castilla itu arogan dan besar kepala serta lupa sejarah.
Urusan bukan lagi sepak bola atau permainan, tetapi politik dan harga diri. Real Madrid juga dimusuhi pendukung Athletic Bilbao, simbol perjuangan bangsa Basque. Barcelona dengan Bilbao relatif aman dan jarang konflik layaknya Catalunya dengan Basque.
Basque adalah sebuah wilayah yang sejarah atau asal muasalnya masih tidak jelas, meski ada yang berteori mereka berasal dari campuran bangsa Utara (Celtic dan Viking) dengan Afrika Utara (Moor dan Barbar). Rivalitas tujuh turunan Catalunya vs Castilla vs Basque juga yang menghancurkan tim nasional Spanyol lebih dari setengah abad.
Para pelatih nasional yang ditunjuk menangani La Furia Roja, julukan tim nasional Spanyol, pasti dibuat kelabakan mengatasi ini terutama saat memadukan para pemain dari ketiga klub tadi. Kegagalan Spanyol di tiga Piala Dunia terakhir, 1982, 1986 dan 1990 disebut-sebut karena tim Matador terlalu Real Madrid-sentris.
Rombongan Madrid seperti Michel, Emilio Butragueno, Rafael Martin Vasquez, Manuel Sanchis seringkali mendominasi di kala harus menyatu dengan Jose Mari Bakero, Julio Salinas, Andoni Zubizarreta (Barca), Rafael Alkorta dan Genar Andrinua (Bilbao). Apapun yang tersaji jadi masalah.
Di Piala Dunia 1994, dua tahun setelah dipegang Javier Clemente, sinkronisasi di La Furia Roja lebih baik setelah rombongan Blaugrana lebih banyak dibandingkan Los Blancos. Apakah ini tanda-tanda solusi untuk tim nasional Spanyol? Entahlah. Kalimat bijak suka mengatakan demi kepentingan yang dampaknya lebih besar kita harus rela berkorban. Metode ini tidak jalan di Spanyol, yang seperti di kebanyakan di wilayah Eropa, sebenarnya mengakui dominasi.
Aura seperti ini harus terus diperkuat, seperti makin kuatnya Barcelona setelah duet Nunez-Cruijff menemukan missing link untuk masa depan Barca bernama Hristo Stoichkov. Seperti sudah bisa ditebak, kehadiran Hitzo beserta sikap dan sifatnya yang kelotokan itu pasti membuat sulit Los Blancos. Yup, tidak salah.
Pada El Clasico 8 Januari 1994, Barca menguliti El Real 5-0 lewat hattrick Romario Faria dan dua gol Hitzo! Seperti yang pernah diungkap pada edisi terdahulu bahwa salah satu keputusan Nunez dan Cruijff merekrut Stoichkov adalah cara terbaik untuk menghentikan sepak terjang Real Madrid. "Sebelum resmi bergabung ke Barcelona, Cruijff sering menekankan ke saya bagaimana cara paling optimal bermain untuk Barca dan tujuan utamanya," kilah Hitzo suatu kali.
Sungguh suatu karunia bagi Barcelona dan juga Hitzo mana kala pertautan mereka membuahkan prestasi dan sejarah sekaligus, memenangkan La Liga selama empat musim beruntun, 1990/91, 1991/92, 1992/93, dan 1993/94.
(foto: jordimolina/novinite/marca/espnfc/es.besoccer.com)