Di mana kini kiper berkepala setengah botak Bruce Grobbelaar? Apakah ia terkena hukuman suap yang dituduhkan tatkala memperkuat klub kebanggaan Inggris, Liverpool? Ternyata ia masih berada di negaranya, Zimbabwe. Bahkan ia masih tetap dipercaya untuk berdiri di bawah mistar gawang The Warriors, julukan tim nasional Zimbabwe.
Selain tukang banyol, Grobbelaar pun masih tetap piawai. Setidaknya ini terlihat ketika ia bersama teman-temannya, antara lain Peter Ndlovu - striker klub Wimbledon - membantai Kamerun 4-1 pada babak penyisihan Grup 1 Piala Afrika 1996 di Harare, Ahad lalu. Hasil ini sekaligus menuntaskan dendam Zimbabwe atas kegagalannya meraih tiket Piala Dunia 1994 lalu. Ketika itu, Kamerun menyisihkan Zimbabwe 3-1 di partai penentuan pada 10 Oktober 1993. Kini tragedi itu telah mereka lupakan.
Gelandang menyerang Vitalis Takawira mengharu-birukan pendukung tuan rumah ketika mencetak hattrick di menit 12, 50, dan 88, yang disela oleh Paul Gundani di menit 47. Sementara itu, Kamerun - tim Singa Afrika - hanya membalas satu gol lewat kapten kesebelasannya Hans Agbo di menit 83.
"Target kami tercapai, namun perjuangan masih panjang," kata pelatih baru The Warriors, Clive Barker, kepada Reuters. Kenapa Kamerun bisa kalah telak? "Kami memang sengaja menurunkan pemain muda untuk menghadapi penyisihan ini, termasuk andalan kami Alphonse Tchami dan David Embe," tutur pelatih Kamerun, Jules Nyongha.
Bisa jadi Nyongha takabur. Gara-gara kekalahan kedua ini peluang Kamerun untuk tampil di putaran final di Afrika Selatan, Januari 1996, semakin berat. Apalagi pesaing mereka di grup itu, Malawi, terus mengejutkan dengan menguntit Zimbabwe di klasemen sementara. Kekalahan pertama Kamerun, 0-2, diderita dari tim lemah Lesotho, November 1994.
Duka Aljazair
Walau tidak diikuti sebagian besar pemain terbaiknya seperti George Weah (Liberia), Abedi Pele dan Anthony Yeboah (Ghana), atau Kalusha Bwalya (Zambia) tidak dilepas oleh klub-klub Eropa, namun penyisihan Piala Afrika 1996 tetap menyajikan pertarungan keras dan menarik.
Fenomena pun muncul, yakni semakin meratanya peta kekuatan. Benarkah? Tentu saja. Lihatlah apa yang terjadi saat babak kualifikasi memasuki putaran kelima. Selain terbantainya Kamerun, tim kuat Maroko juga tersungkur oleh Burkina Faso. Yang tidak kalah tragisnya adalah kejadian di Grup 4. Negara tangguh Aljazair kalah 1-2 dari Tanzania, hanya selang seminggu setelah sukses membekuk Mesir 1-0.
"Kami lengah," kata Rabah Madjer, pelatih tim berjuluk El Khadra. "Para pemain tidak berkonsentrasi!" Madjer, legenda Aljazair yang mengkilap sewaktu merumput di FC Porto Portugal, tentu saja kesal mengingat pasukannya unggul lebih dulu ketika Keci Said Kamel membuat gol di menit 13 di Dares-Salaam.
Namun Tanzania dengan dukungan penontonnya sukses memanfaatkan kelengahan lawan. Proses dua gol yang dicetak Juma Bakari Kidishi (37) dan striker Madaraka Selemani (66) terbilang mudah.
Ini yang sangat disesalkan Madjer. Namun pahlawan Porto tatkala merebut trofi Piala Champion 1987 itu tetap yakin targetnya meloloskan negaranya ke Afrika Selatan 1996 bakal tercapai. Dia mengemukakan beberapa alasan, salah satunya kualitas skuad yang dimilikinya.
"Kami punya banyak pemain profesional dan berpengalaman yang bermain di Liga Eropa dan Afrika seperti Saib, Bouafia, Megharia, Menad, dan Ferhaoui," ucap Madjer yang sewaktu jadi pemain berjasa besar mengantarkan Aljazair sebagai Juara Afrika 1980.
Namun duka Aljazair pekan ini belum kelar. Di saat bersamaan kekalahan The Fennecs, dari Algiers terdengar berita mengejutkan ditembaknya Rachid Haraique, presiden FAF (Federation Algerienne de Football) atau PSSI-nya Aljazair, oleh teroris di rumahnya sendiri, Sabtu sebelumnya.
(foto: football-uniform.seesaa)
Bruce Grobbelaar bercanda dengan Peter Ndlovu. |
Gelandang menyerang Vitalis Takawira mengharu-birukan pendukung tuan rumah ketika mencetak hattrick di menit 12, 50, dan 88, yang disela oleh Paul Gundani di menit 47. Sementara itu, Kamerun - tim Singa Afrika - hanya membalas satu gol lewat kapten kesebelasannya Hans Agbo di menit 83.
"Target kami tercapai, namun perjuangan masih panjang," kata pelatih baru The Warriors, Clive Barker, kepada Reuters. Kenapa Kamerun bisa kalah telak? "Kami memang sengaja menurunkan pemain muda untuk menghadapi penyisihan ini, termasuk andalan kami Alphonse Tchami dan David Embe," tutur pelatih Kamerun, Jules Nyongha.
Bisa jadi Nyongha takabur. Gara-gara kekalahan kedua ini peluang Kamerun untuk tampil di putaran final di Afrika Selatan, Januari 1996, semakin berat. Apalagi pesaing mereka di grup itu, Malawi, terus mengejutkan dengan menguntit Zimbabwe di klasemen sementara. Kekalahan pertama Kamerun, 0-2, diderita dari tim lemah Lesotho, November 1994.
Duka Aljazair
Walau tidak diikuti sebagian besar pemain terbaiknya seperti George Weah (Liberia), Abedi Pele dan Anthony Yeboah (Ghana), atau Kalusha Bwalya (Zambia) tidak dilepas oleh klub-klub Eropa, namun penyisihan Piala Afrika 1996 tetap menyajikan pertarungan keras dan menarik.
Fenomena pun muncul, yakni semakin meratanya peta kekuatan. Benarkah? Tentu saja. Lihatlah apa yang terjadi saat babak kualifikasi memasuki putaran kelima. Selain terbantainya Kamerun, tim kuat Maroko juga tersungkur oleh Burkina Faso. Yang tidak kalah tragisnya adalah kejadian di Grup 4. Negara tangguh Aljazair kalah 1-2 dari Tanzania, hanya selang seminggu setelah sukses membekuk Mesir 1-0.
"Kami lengah," kata Rabah Madjer, pelatih tim berjuluk El Khadra. "Para pemain tidak berkonsentrasi!" Madjer, legenda Aljazair yang mengkilap sewaktu merumput di FC Porto Portugal, tentu saja kesal mengingat pasukannya unggul lebih dulu ketika Keci Said Kamel membuat gol di menit 13 di Dares-Salaam.
Namun Tanzania dengan dukungan penontonnya sukses memanfaatkan kelengahan lawan. Proses dua gol yang dicetak Juma Bakari Kidishi (37) dan striker Madaraka Selemani (66) terbilang mudah.
Ini yang sangat disesalkan Madjer. Namun pahlawan Porto tatkala merebut trofi Piala Champion 1987 itu tetap yakin targetnya meloloskan negaranya ke Afrika Selatan 1996 bakal tercapai. Dia mengemukakan beberapa alasan, salah satunya kualitas skuad yang dimilikinya.
"Kami punya banyak pemain profesional dan berpengalaman yang bermain di Liga Eropa dan Afrika seperti Saib, Bouafia, Megharia, Menad, dan Ferhaoui," ucap Madjer yang sewaktu jadi pemain berjasa besar mengantarkan Aljazair sebagai Juara Afrika 1980.
Namun duka Aljazair pekan ini belum kelar. Di saat bersamaan kekalahan The Fennecs, dari Algiers terdengar berita mengejutkan ditembaknya Rachid Haraique, presiden FAF (Federation Algerienne de Football) atau PSSI-nya Aljazair, oleh teroris di rumahnya sendiri, Sabtu sebelumnya.
(foto: football-uniform.seesaa)