Nama mereka bakal dikenang abadi oleh rakyat Brasil sepanjang masa, seiring dengan sukses Brasil menjuarai Piala Dunia 1994 di AS, Juni silam. Namun hidup dengan popularitas, tak membuat keempat pahlawan nasional ini lupa diri. Entah belum berpikir jauh, atau memang sikap nasionalismenya yang kelewat tinggi, hingga kini mereka belum berniat mengikuti jejak pesepak bola Amerika Latin kebanyakan, yakni bermain di Eropa. Siapa saja mereka?
Viola (Corinthians)
Permainannya enerjik. Dua tiga orang bisa dilewati dengan bola tetap berada di kaki. Dalam final Piala Dunia 1994, ia hanya bermain selama lima menit. Mulanya orang bertanya-tanya, Viola, siapa dia? Dalam enam laga sebelumnya dia tak pernah dipasang. Pemain bernama asli Paulo Rosa kini bermain di Corinthians. Sayangnya pria kelahiran 1 Januari 1969 ini sempat mendapat kartu merah ketika klubnya bertanding melawan Flamengo, dua minggu lalu.
Cafu (Sao Paulo)
Coba tanyakan kepada rakyat Brasil, siapa bek kanan terbaik di dunia? Jawabnya pasti Cafu. Lho, bukannya ada Jorginho, yang bermain di klub kondang Bayern Muenchen? Bagi mereka Cafu lebih hebat. Apalagi usianya baru 24, dibanding Jorginho yang sudah 30 tahun. Pembuktian di lapangan oleh pemain yang lahir 7 Juni 1970 ini pun sudah. Pemain bernama lengkap Marcos Morais ini mengisi peran Jorginho yang waktu itu cedera di menit 21. Di final Piala Dunia 1994, Cafu tampil bagus menjaga striker Italia Daniele Massaro.
Branco (Flamengo)
Golnya yang hanya delapan menit jelang akhir laga krusial ke gawang Ed de Goey membawa kemenangan Brasil 3-2 lawan Belanda di perempatfinal Piala Dunia 1994 lalu. Mantan pemain Genoa, Italia, pada 1990-1993 ini memang mempunyai senjata, yang ironisnya jarang ada di tim Samba sekarang ini, yaitu tendangan bebas keras melengkung. Berkat itu pula gelandang kidal bernama Claudio Ibrahim Vaz Leal ini menyelamatkan negaranya dari ancaman Belanda. Kini pemain kelahiran 4 April 1964 memperkuat Flamengo.
Zetti (Sao Paulo)
Sehebat apapun kiper dunia jika sudah berhadapan dengan adu penalti, maka kemampuannya bisa luntur. Hal ini dialami kiper utama Sao Paulo, Zetti, yang bernama asli Armelino Quagliato. Ketika berhadapan dengan Velez Sarsfield (Argentina) di final Piala Libertadores, pekan lalu di Sao Paulo, kiper kelahiran 10 Januari 1965 ini tak kuasa menahan penalti lawan. Tapi, itu bukan ukuran ia tak bagus. Di AS, Zetti memang tak pernah dipasang. Claudio Taffarel diutamakan pelatih Carlos Alberto Parreira dan hasilnya manis: mengalahkan Italia dalam drama adu penalti di final Piala Dunia 1994.
(foto: thegentlemanultra/prorrogacao/futbolkaravani/fifa)