Perjalanan, Pengalaman, & Pemahaman Permainan Terindah

Piala Thomas dan Uber 1994: AC Hanya untuk Penonton VIP

Menyambut turnamen besar perebutan Piala Thomas dan Uber, yang akan digelar 10-21 Mei 1994 ini, cukup banyak orang-orang yang memberikan komentarnya. Umumnya ingin ikut memberi saran agar piala-piala tersebut dapat kita rebut.

Piala Thomas dan Uber 1994: AC Hanya untuk Penonton VIP

Apalagi kali ini Indonesia sebagai tuan rumah. Usul pun tidak hanya terbatas pada persiapan secara teknis permainan saja, tapi sampai ke hal-hal yang menyangkut penyelenggaraannya. Salah satu yang paling banyak mendapat sorotan adalah masalah fasilitas gedung yang dipakai untuk pertandingan, Istora Senayan, Jakarta. 

Bagaimana agar melalui kondisi gedung pun bisa ditarik keuntungan bagi tim kita. Misalnya masalah air conditioning (AC), yang akan dipasang di dalam gedung. Ada yang tidak sependapat karena menganggap adanya alat penyejuk ruangan ini justru akan memberi keuntungan buat pemain-pemain yang berasal dari negeri-negeri berhawa dingin. 

Benarkah demikian? Sampai saat ini masih terlihat kesibukan-kesibukan para pekerja untuk merenovasi gedung yang tahun 1986 pun dipakai untuk perhelatan yang sama. Bagian luar maupun dalam. "Kami telah memperbaiki bagian-bagian utama seperti lapangan, tempat duduk penonton, lampu, kecuali ruangan VIP dan pemasangan AC," kata Djuardi, seorang staf pengelola Istora, Selasa lalu. 

"AC-nya sendiri. yang dipesan berkuatan 3 PK, masih berada di Singapura dan direncanakan baru tiba tanggal 16 April ini. Tapi yang belum siap itu nantinya akan siap pada waktunya," lanjutnya optimis. Dan waktu yang dimaksud itu menurutnya, juga menurut Titus Kurniadi tepatnya tanggal 26 April nanti. 

"Mulai tanggal itu Istora sudah bisa dipakai untuk latihan tim kita," kata ketua panitia penyelenggara Piala Thomas/Uber 1994 ini. Bagi Titus, hal terpenting dalam persiapan gedung Istora sekarang ini adalah masalah AC. 

Berdasarkan pengalaman sendiri dalam menyelenggarakan beberapa turnamen bulutangkis internasional, Titus mengungkapkan alasannya mengapa AC itu menjadi penting di Istora sekarang ini. "Pada kejuaraan-kejuaraan sebelumnya, kita lihat tempat-tempat yang VIP, darimana sebetulnya pemasukan lebih banyak? Banyak yang kosong. Kenapa? Karena orang kepanasan, jelasnya. 

"Orang jadi memilih lebih baik menonton di televisi saja." Tetapi dengan menonton di rumah ada yang kurang juga. Orang jadi kehilangan atmosfir yang gegap gempita, yang menyenangkan dalam menonton pertandingan itu. " AC itu sudah menjadi tuntutan masyarakat, khususnya masyarakat pencinta bulutangkis untuk menonton bulutangkis dalam suatu tempat yang sejuk. Tidak usah dingin," kata Titus. 

Jadi tujuannya betul-betul untuk penonton. Jadi tuntutan akan kesejukan ini wajar-wajar saja. Apalagi AC bukan lagi hal yang mewah. Sekarang ini hampir semua mobil ber-AC, begitu juga di rumah. "Langkah Istora yang memasang AC itu memang sudah tepat dan sudah waktunya," kata Titus. 

Siap Waktunya

Itu untuk kepentingan penonton, bagaimana bagi pertandingannya sendiri? Apa tidak ada pengaruhnya? "Arenanya memang tidak bisa diberi kesejukan," jawab Titus. Apalagi di atas lapangan dipasang lampu yang harus mencapai penyinaran 1.200-1.400 watt. Jadi memang harus panas." 

Kecuali itu, AC pun tidak bisa dipasang secara penuh untuk mendinginkan seluruh ruangan, karena bisa menimbulkan turbulensi udara yang dapat mengganggu permainan. Seperti yang terjadi di Singapore Indoor Stadion. 

"Jadi dari antara sekian banyak kepentingan ini, kita memilih pertandingannya itu sendiri, the game harus menjadi prioritas!" Karena itulah, biar pun diberi AC, tapi tidak semua penonton nantinya yang akan dimanjakan dengan penyejuk ruangan itu. Mungkin hanya penonton yang membayar lebih saja yang akan dapat menikmatinya. Hanya di sisi barat dan timur saja yang akan dipasangi beberapa fan coil unit. 

Masing-masing unit itu juga ada switch on off-nya, hingga jika dirasakan masih menyebabkan turbulensi, masih bisa dimatikan untuk bagian-bagian yang memang mengganggu. Di situlah letak komprominya, antara kepentingan penonton dan pertandingannya. Penonton tidak perlu kipas-kipas sementara pemain pun tidak terganggu dalam bermain. 

"Jadi kalau pemain asing yang tidak tahan panas itu berharap, dengan Istora dipasang AC, lalu seluruh ruangan menjadi dingin, itu tidak benar. Masyarakat kita tidak perlu kuatir soal ini. Hanya saja renovasi kita memang belum mencapai seluruhnya," tambah Titus.

Salah satu yang masih kurang adalah soal tempat duduk yang bernomor. Soalnya kalau sudah ber-AC nanti penonton dilarang merokok. Yang mau merokok silakan di luar, di galeri. Repotnya, kalau mau masuk lagi, biasanya kursinya sudah hilang, ditempati penonton lain. "Ini akan coba kita hindari dengan menjual karcis tidak berlebih-lebihan, sesuai dengan jumlah tempat duduknya," kata Titus.

Ada satu hal yang perlu dicatat penonton yang ingin menyaksikan bagaimana jago-jago bulutangkis berlaga. Untuk pertama kali, selain dilarang merokok, juga dilarang membawa makanan dan minuman ke dalam. "Ini untuk menghindari terjadinya lempar-lemparan dari penonton," ucap Titus memberi alasan. Sebagai negara bulutangkis terkuat di dunia saat ini, kita ini sudah pantas memiliki gedung pertandingan yang memadai.

Istora dengan renovasinya, rasanya sudah mutlak dilakukan agar tidak kalah dibanding Stadion Negara atau Stadion Cheras di Kuala Lumpur. Tinggal sekarang, mampukah Joko Suprianto dkk. merebut Piala Thomas di Istora itu seperti yang dilakukan Rashid Sidek cs. di Stadion Negara?


(foto: istimewa)



Share:

Artikel Populer

Maurizio Sarri: Tantangan Baru Si Mantan Bankir

Buat tifosi Napoli yang militan dan fanatik, begitu melihat jagoannya cuma meraup dua poin dari tiga laga jelas bikin dongkol selain gundah...

Arsip

Intermeso

Wawancara

Arsip

Artikel Terkini