Sebut saja barisan ahli taktik yang belum apa-apa telah mengisi seperempat lahan persaingan. Mulai si gaek Arsene Wenger (Arsenal), Josep Guardiola (Manchester City), Jose Mourinho (Manchester United), Antonio Conte (Chelsea), sampai Juergen Klopp (Liverpool). Lima manajer kelas tuna dari world class club. Perlu diperhatikan, tak satupun yang orang Inggris!
Belum lagi yang kelas kakap nan berpengalaman hebat. Di sini malah bakal lebih sesak pergerakannya lantaran dihuni tujuh orang, yaitu Claudio Ranieri (Leicester City), Mauricio Pochettino (Tottenham Hotspur), Slaven Bilic (West Ham United), Walter Mazzarri (Watford), Claude Puel (Southampton), David Moyes (Sunderland), serta Ronald Koeman (Everton).
Sudah 12 manajer bukan? Nah delapan sisanya bisa ditebak kelasnya. Kelas yang perlu mukjizat jika sampai juara. Jangan salah, mereka tetap bukan kelas kroco, sebut saja masih kelas pematangan. Sebut lima dulu: Mark Hughes (Stoke City), Alan Pardew (Crystal Palace), Francesco Guidolin (Swansea City), Aitor Karanka (Middlesbrough) dan Tony Pulis (West Bromwich Albion).
Barulah tiga sisanya benar-benar berkategori kelas masih belajar. Nama-namanya memang sulit membekas di hati. Eddie Howe (Bournemouth), Sean Dyche (Burnley), serta satu lagi siapapun yang jadi manajer anyar Hull City sepeninggal Steve Bruce. Konon Gianfranco Zola dan Roberto Martinez jadi kandidat paling serius dibanding Chris Coleman, Roy Keane, dan Mike Phelan.
Sudah terbayang tensi persaingan dan perseteruan mereka di berbagai lahan. Adu mulut di pinggir lapangan, sindiran di jumpa pers, sampai perang kata-kata di tabloid-tabloid. Kenapa bisa demikian, katakanlah, rentan bakal terjadi? Penyebabnya cuma satu: soal reputasi. Bentrok juga bisa merambah ke kuadran tetangga.
Walau setingkat di bawahnya namun Ranieri, Pochettino, Bilic, atau Koeman rentan konflik dengan kelas di atasnya. Begitu juga sosok Hughes, Pardew, dan Pulis yang gampang gahar bila merasa disepelekan. Secara umum, dari 20 manajer yang berkeliaran di belantara Premier League, lebih dari separonya dijejali reputasi, watak, karakter, sampai CV yang aduhai.
Pendek kata, begitu peluit keberangkatan musim ini ditiup, Sabtu 13 Agustus 2016, sosok dan kinerja manajer jadi perhatian awak media. Khayalak ramai juga mulai sadar bukan zamannya lagi melulu memberi atensi kepada bintang. Mesti disadari bahwa kenikmatan menonton bola yang diperagakan pemain berasal dari sentuhan, perubahan, dan taktik sang koreografer tim.
Namun kehebatan paradigma yang kian menghebat itu mesti dibayar mahal. Kini sebagian publik Inggris agaknya pantas masygul pada realita kompetisi ketika justru makin dibanggakan. Kenapa begitu? Tengok saja kuantitas dan kualitas manajer pribumi yang juga semakin terseok-seok. Vonis hampir pasti diketuk mengingat tidak mungkin Pardew, Howe, dan Dyche – ketiga pribumi itu – menjadi juara Premier League musim ini.
Intisari Kompetisi
Ironisnya, jumlah pelatih asal Inggris kalah jumlahnya dengan Italia yang diwakili Ranieri, Conte, Mazzarri, dan Guidolin. Hampir semua negara teras Eropa punya wakilnya di Liga Inggris. Wenger dan Puel (Prancis), Guardiola dan Karanka (Spanyol). Lalu ada Hughes dan Pulis (Wales), Mourinho (Portugal), Klopp (Jerman), Koeman (Belanda), Bilic (Kroasia), Moyes (Skotlandia); termasuk satu-satunya wakil Amerika Latin, Pochettino (Argentina).
Dugaan sementara adalah Premier League musim ini berisiko semakin tidak jelas lagi, lebih parah dibanding sebelumnya. Jika kemarin Ranieri yang bikin dunia tercengang, mungkin besok semakin banyak calonnya. Sikap mental nan empatik ala Ranieri barangkali jadi acuan pesaingnya untuk memperhatikan kembali ‘khittah’ dasar prinsip kepelatihan: disiplin dan tegas.
Sebuah fakta tak terbantahkan, tidak ada lagi kemapanan di Tanah Air leluhur sepak bola. Sikap underestimate ratusan tahun yang bertahan mematok klub-klub gurem tidak bisa juara, sekarang lumayan telah menggetarkan sukma siapapun yang merasa jagoan. Terima kasih pada Ranieri dan Leicester City-nya. Itu adalah inspirasi yang mahal bagi para manajer non-kelas tuna dan terus ke bawahnya lagi.
Porsi duel antar bos tim di Premier League kini semakin luas diperhatikan. Dengan lima manajer kelas tuna dan tujuh kelas kakap, media massa dijamin tidak akan pernah kehabisan cerita. Setiap saat publik mendapat sajian drama. Dari jadwal 2016/17 rilisan Juni silam (lihat boks), bentrok pertama manajer papan atas dilakoni Arsene Wenger vs Juergen Klopp di pekan perdana.
Publik dunia lebih menunggu bentrok kedua Jose Mourinho vs Pep Guardiola, kala si Biru datang ke Old Trafford, 10 September. Melihat tampang keduanya, ingatan orang pada El Clasico menyeruak. Mou akan melakoni ujian berat 15 dan 22 Oktober sebab harus datang ke rumah Klopp dan Conte berturut-turut! Sebaliknya Pep malah kedatangan Conte dan Wenger secara beruntun.
Secara singkat, 20 laga kelas super-berat manajer kelas tuna, menjadi intisari kompetisi Premier League yang sesungguhnya. Kelimanya punya karakteristik utama yang berbeda. Conte penyanjung disiplin, Mou si penggila keberanian, Klopp si penuntut komitmen, dan Pep pengidam gairah, serta Wenger yang penggila improvisasi. Dalam sisi prinsip, intensitas Conte dan Mou similar. Sementara Pep mirip dengan Wenger.
Dari kelima manajer ini, Conte dan Klopp diuntungkan oleh absennya Chelsea dan Liverpool di laga Eropa. Peluang mereka untuk mengikuti kiprah Ranieri sebagai England Champions musim lalu ada di sini. Sayangnya bersama Pep, Conte diduga bakal kesulitan ketika bersua dengan deretan manajer kuadran lain seperti Pochettino, Bilic, Moyes atau Koeman bahkan Pardew yang berpengalaman di Premier League.
Reputasi Bilic diramal lebih mencuat musim ini. Dengan stadion baru nan mewah, Olimpik, West Ham berpotensi meraih kejayaan dari sisi prestasi dan tentu saja bisnis. Tampil di arena berkapasitas 50.000 penonton memberikan warna lain dalam spirit permainan. Dan pemain macam Dimitri Payet atau Andy Carroll dikenal sering menghebat jika tampil di stadion lebih besar.
Fokus pada Wenger kali ini juga jauh lebih besar. Medio Oktober dia resmi 20 tahun berkuasa di Arsenal. Ranieri diduga kembali ke kuadrannya sebagai pelatih biasa. Statusnya sebagai juara tidak akan mengubah persepsi orang. Battle of the Bosses jelas semakin menyemarakkan Premier League 2016/17 dibanding Liga Eropa lainnya yang masih mengandalkan kebintangan pemain. (Arief Natakusumah)
“20 Heavyweights Match”
Jadwal
|
Duel Manajer
|
Minggu 14 Agustus 2016
|
Arsene Wenger vs Juergen
Klopp
|
Sabtu 10 September 2016
|
Jose Mourinho vs Pep
Guardiola
|
Jumat 16 September 2016
|
Antonio Conte vs Juergen
Klopp
|
Sabtu 24 September 2016
|
Arsene Wenger vs Antonio
Conte
|
Sabtu 15 Oktober 2016
|
Juergen Klopp vs Jose
Mourinho
|
Sabtu 22 Oktober 2016
|
Antonio Conte vs Jose
Mourinho
|
Sabtu 19 November 2016
|
Jose Mourinho vs Arsene
Wenger
|
Sabtu 3 Desember 2016
|
Pep Guardiola vs Antonio
Conte
|
Sabtu 17 Desember 2016
|
Pep Guardiola vs Arsene
Wenger
|
Sabtu 31 Desember 2016
|
Juergen Klopp vs Pep
Guardiola
|
Sabtu 14 Januari 2017
|
Jose Mourinho vs Juergen
Klopp
|
Rabu 1 Februari 2017
|
Juergen Klopp vs Antonio
Conte
|
Sabtu 4 Februari 2017
|
Antonio Conte vs Arsene
Wenger
|
Sabtu 25 Februari 2017
|
Pep Guardiola vs Jose
Mourinho
|
Sabtu 4 Maret 2017
|
Juergen Klopp vs Arsene
Wenger
|
Sabtu 18 Maret 2017
|
Pep Guardiola vs Juergen
Klopp
|
Sabtu 1 April 2017
|
Arsene Wenger vs Pep
Guardiola
|
Rabu 5 April 2017
|
Antonio Conte vs Pep
Guardiola
|
Sabtu 15 April 2017
|
Jose Mourinho vs Antonio
Conte
|
Sabtu 6 Mei 2017
|
Arsene Wenger vs Jose
Mourinho
|
20 Manajer Premier League 2016/17
Manajer
|
Klub
|
Usia
|
Negara
|
Durasi
|
Pola Main
|
Eddie Howe
|
Bournemouth
|
38
|
Inggris
|
3 Tahun 10 Bulan
|
4-2-3-1
|
Aitor Karanka
|
Middlesbrough
|
42
|
Spanyol
|
2 Tahun 9 Bulan
|
4-2-3-1
|
Sean Dyche
|
Burnley
|
45
|
Inggris
|
3 Tahun 9 Bulan
|
4-4-2
|
Slaven Bilic
|
West Ham United
|
47
|
Kroasia
|
1 Tahun 2 Bulan
|
4-2-3-1
|
Jürgen Klopp
|
Liverpool
|
49
|
Jerman
|
11 Bulan
|
4-2-3-1
|
Mark Hughes
|
Stoke City
|
52
|
Wales
|
3 Tahun 3 Bulan
|
4-2-3-1
|
Alan Pardew
|
Crystal Palace
|
55
|
Inggris
|
1 Tahun 7 Bulan
|
4-2-3-1
|
Tony Pulis
|
West Bromwich
|
58
|
Wales
|
1 Tahun 8 Bulan
|
4-2-3-1
|
Francesco Guidolin
|
Swansea City
|
60
|
Italia
|
8 Bulan
|
4-2-3-1
|
Claudio Ranieri
|
Leicester City
|
64
|
Italia
|
1 Tahun 1 Bulan
|
4-2-3-1
|
Arsène Wenger
|
Arsenal
|
66
|
Prancis
|
19 Tahun 11 Bulan
|
4-2-3-1
|
Pep Guardiola
|
Manchester City
|
45
|
Spanyol
|
3 Bulan
|
4-2-3-1
|
Antonio Conte
|
Chelsea
|
47
|
Italia
|
2 Bulan
|
3-5-2
|
Ronald Koeman
|
Everton
|
53
|
Belanda
|
2 Bulan
|
4-2-3-1
|
José Mourinho
|
Manchester United
|
53
|
Portugal
|
2 Bulan
|
4-2-3-1
|
Mike Phelan
|
Hull City
|
53
|
Inggris
|
1 Bulan
|
4-4-2
|
David Moyes
|
Sunderland
|
53
|
Skotlandia
|
1 Bulan
|
4-2-3-1
|
Claude Puel
|
Southampton
|
54
|
Prancis
|
1 Bulan
|
4-1-3-2
|
Walter Mazzarri
|
Watford
|
54
|
Italia
|
2 Bulan
|
3-5-2
|
Mauricio Pochettino
|
Tottenham Hotspur
|
44
|
Argentina
|
2 Tahun 2 Bulan
|
4-2-3-1
|
(foto: twitter.com)
hari ini sampai desember 2021 akan ada promo menarik di pohon 4d mainkan sekarang jugaaa dan dapatkan hadiah setiap harinya
BalasHapusAyo kunjungi website kami jacktoto untuk mendapatkan video hot setiap harinya
BalasHapus