Perjalanan, Pengalaman, & Pemahaman Permainan Terindah

Manchester United 2015/16 (1): Revolusi Makan Hati

Penggemar Manchester United mulai yakin dengan gerakan revolusioner ala Louis van Gaal. Bukan mengamini ucapan Sir Alex Ferguson, tetapi barangkali lebih kepada fakta. Kalau begitu teruslah Anda, hai para Mancunian, duduk manis dan bersabar.
Manchester United 2015/16: Revolusi Makan Hati
Wajah skeptis pendukung Red Devils menjawab posisi Louis van Gaal di mata publik.
Ferguson omong apa? "Silsilah dia jelas," katanya ringkas. "Van Gaal punya pengalaman yang bagus, tahu bagaimana menangani persoalan. Hanya saja akan butuh waktu."Anda betul, tuan Fergie! Namun semusim telah lewat, thanks pada Van Gaal untuk Liga Champion-nya, sementara dua musim ke depan, revolusi yang didengung-dengungkan itu rasanya masih berbentuk arsiran.

Pandangan soal United pasti tak ada yang setajam sang empu, apalagi menilai suksesornya. Bayangkan, salah satu modal Ferguson untuk mengatakan Van Gaal itu bakal sukses cuma dari observasinya saat jumpa pers di Carrington. "Saya suka gayanya menghadapi wartawan, menurut saya itu brilyan. Anda tahu, pertanyaan mereka suka menyentak. Tapi dia pede mengatasi itu," ucap Fergie buka rahasia.

Barangkali buat manajer klub seberat United, mengatasi rentetan pertanyaan menusuk ibarat menghadapi serangan Arsenal, Chelsea, atau Liverpool. Sanggup mengatasi para jurnalis kawakan saat jumpa pers jadi sinyal bagus di atas lapangan. Namun, tentu, ekspektasi khalayak ramai biasanya sederhana. Sebatas hasil, skor, cara mata menangkap kepuasan permainan, dan ini repotnya, perbandingan!

Inilah barangkali yang bikin roda revolusi Van Gaal dianggap masih benjol-benjol alias belum mulus. Memang, Anda mesti membaca dan melihat secara utuh siapa sebenarnya pria Belanda yang bernama lengkap Aloysius Paulus Maria van Gaal ini. Apa, bagaimana, bahkan kenapa saja masih kurang untuk merasakan denyut gaya baru permainan United, apalagi soal peluang atau harapan.

Van Gaal coba menjelaskan falsafahnya panjang lebar kepada Anda. "Yang kalian perkaya itu bukan hasil, tapi permainan. Skor itu hanyalah untaian data. Apakah angka kelahiran yang meningkat adalah kesuburan? Bukan. Penyebab kesuburan adalah prosesnya. Yang kalian debat itu permainan, bukan hasil, sebab hasil tak bisa diperdebatkan. Itulah kalian!" katanya rada sengit.

Di depan wartawan kawakan Sid Lowe, pria temperamental itu menjelaskan analoginya yang lain. "Apakah Anda mau membeli koran seharga satu euro pada Senin pagi tapi semua isinya data hasil pertandingan? Apakah Anda akan membeli tiket ke stadion saat menit-menit akhir, lalu setelah melongok ke papan skor Anda keluar lagi? Anda pasti membayar 90 menit untuk menonton proses!"

Skor 1-0 untuk Van Gaal. Dia telah memenangi sekaligus menancapkan impresi tentang siapa dirinya. Namun publik tetap belum puas soal falsafah itu, meski mereka memang tak bisa menuntut gaya permainan LVG seperti SAF. Di mana letak harga diri kalau begitu. Pelatih besar selalu punya gaya tersendiri. Di mata LVG, yang frustrasi itu, jika memang begitu, justru publik bukan dirinya.

Van Gaal selalu percaya diri, kapan pun di mana pun. Seusai kena kritikan Jose Mourinho sewaktu pasukannya mengalahkan United 1-0, April silam, dia tetap tak bergeming. "Dia terlalu peduli dengan possession dan kurang perhatian pada hasil," senggol Mou. Ini bukan sindiran pertama yang dia dengar. Dua dekade silam, mahabintang Belanda Johan Cruijff pun menghujat gayanya.

Manchester United 2015/16: Revolusi Makan Hati
Trial by error sering ditunjukkan saat pertempuran berlangsung.
Menurut salah satu ilmuwan strategi permainan itu, gaya Van Gaal terlalu mekanis, kaku, tak lentur. "Pola itu menunjukkan ketakutan berlebihan dia bila kehilangan bola yang solusinya sudah ditemukan di awal 1970-an," kata Cruijff cukup pedas. Repotnya lagi, gaya possession akan mengurangi totalitas serangan sebab tuntutan pada peran seorang gelandang yang jadi pendulum permainan.

Ciri Diktator

Istilah Italia menyebutnya regista, kira-kira berperan seperti playmaker. Sayang sekali di United, dia kesulitan menemukan aktornya. Lebih tepat lagi tidak konsisten. Terkadang Juan Mata, sering juga Wayne Rooney, Ander Herrera, Michael Carrick bahkan Bastian Schweinsteiger atau Daley Blind. Terus terang LVG terobsesi dengan peran Jari Litmanen (Ajax), atau Juan Riquelme (Barca).

Interpretasi pemain 'bernomor 10' versi LVG tidak lazim. Ini yang barangkali bikin pendukung United gemas bin geram melihat Rooney jadi mandul. Menurut Henry Kormelink dalam The Coaching Philosophies of Louis van Gaal and the Ajax Coaches, fungsi utama The Ajax No.10 adalah menjadi orang pertama yang menguber-uber lawan yang menguasai bola ketika tim kehilangan possession. Waw!

Ia juga pemain defensif yang tiba-tiba bermutasi jadi second-striker. Bayangkan, Van Gaal pernah mencoba Dennis Bergkamp, lalu Rob Alflen, sebelum menetap awet di Litmanen. Cruijff terbahak-bahak melihat cara LVG yang menafikan sosok penting di sebuah tim. Bergkamp, Rivaldo, hingga Rooney tak ada bedanya seperti bek lainnya. Mungkin ini alasan utama dia sama sekali ogah menjajal Serie A.

Celakanya, ternyata ini bukan gaya Ajax sejati. Konsep Van Gaal adalah satu sekte sebab dia bikin ajaran sempalan yang menyimpang. Dalam Brilliant Orange karangan David Winner dikisahkan bahwa Sjaak Swart, gelandang Ajax 1970-an, mencerca cara main winger era 1990-an, Finidi George dan Marc Overmars yang mesti 'panca-longok' dulu sebelum menerobos pertahanan lawan.

"Saya tak pernah memberi bola ke belakang dulu. Tak akan pernah! Ini luar biasa! Tetapi begitulah sistem Van Gaal. Di banyak laga Anda bisa tertidur!" sergah Swart, 77 tahun. "Di TV dia berkata 'Ajax meraih 70% penguasaan bola' apa maksudnya? Ini bukan sepak bola karena kreativitas telah hilang!" lanjut kakek yang 461 kali membela Ajax dengan 170 gol pada 1956-1973.

Apa yang mendasari Van Gaal pada konsepnya yang saklek itu? Inikah wujud sifat super-egonya? Sinyalnya memang ada. Belakangan dia memuji dirinya sebagai pelatih yang piawai memilih bakat muda dan kehebatan mengkreasi dinasti. "Xavi, Iniesta, Valdes yang telah menjadi kapten Barcelona. Begitu juga Alaba, Mueller, Badstuber yang kini tulang punggung di Bayern," ungkap Van Gaal lugas.

Soal ini ia amat serius. Jika tidak, mustahil Glazer mau meneken bon senilai 70 juta pound untuk Memphis Depay (21) dan Anthony Martial (19)? Van Gaal mengklaim keduanya plus Luke Shaw dan Adnan Janujaz adalah calon dinasti berikut. "Saya yakin keberagaman budaya kelak membanjiri sepak bola sehingga mendidik mereka begitu penting sebagai bagian dari budaya klub," kilahnya.
Manchester United 2015/16: Revolusi Makan Hati
Dari sisi persiapan pertempuran menjadi salah satu yang terbaik.
Silakan Anda meragukan LVG, tapi dia tidak akan pernah canggung dengan prinsip-prinsipnya. Van Gaal adalah diktator, kreator, manajer, pelatih, pendidik bertipe tank yang melindas semua yang menghambat laju pemikirannya. Itulah kenapa Ferguson pun menyukainya. Perbedaan dengannya hanya gaya permainan, dan itu wajar karena kini LVG punya tanggung-jawab yang amat berat.

Tanpa direcoki rengekan fan, kebandelan pemain, atau badai kritikan saja otak LVG sudah puyeng. Untungnya dia selalu yakin dan yakin sebab ratusan juta loyalis United sejagat pasti berharap padanya sehingga tidak ada pilihan lain bagi mereka kecuali menerima dan mendukungnya. "Saya bertugas membangun tim untuk (diteruskan) bos United yang berikut," ucapnya tanpa basa basi.

Satu kritikan tajam pengamat pada Van Gaal adalah cara dia memperlakukan eksponen lama entah itu pemain atau ofisial lainnya. Di lingkup manajemen, Giggs mungkin yang paling tragis. Ia adalah salah satu staf Van Gaal yang totalnya ada 11 orang. Penempatan Giggs adalah hak prerogatif pemilik serta rekomendasi empat direktur; Ferguson, Sir Bobby Charlton, Michael Edelson, serta David Gill.

Kasus Giggs

Namun dari 11 staf itu cuma lima yang paling teras lantaran prioritasnya. Selain Giggs, ada Albert Stuivenberg, Frans Hoek, Jos van Dijk, Marcel Bout, dan Max Recker yang semuanya ber-KTP Belanda. Anehnya tangan kanan LVG adalah Stuivenberg (44), si spesialis pemain muda. Orang ini selalu di samping LVG saat pertandingan, yang seperti halnya Giggs, duduk di kiri atau di kanan.

Sebelumnya Nicky Butt juga berstatus sebagai asisten pelatih. Namun entah kenapa belakangan Butt ditugaskan melatih U-19. Frans Hoek sejatinya salah satu pelatih kiper terbaik di Eropa. Jos Van Dijk adalah perencana sesi latihan sekaligus analis data kebugaran. Keputusan manajer siapa jadi starter atau cadangan diambil dari rapor Van Dijk setiap pekan.

Bout adalah staf khusus yang kerjaannya mengintip perkembangan seluruh calon lawan dan memantau para pemainnya. Dari hasil risetnya, LVG baru bisa merancang strategi United secara tuntas. Sedang Reckers, seorang jago komputer, punya spesialisasi di bidang disain performa tim, yang siap menjelaskan visualisasi strategi yang sewaktu-waktu diperlukan Van Gaal untuk membuat terobosan baru.

Karena job-description-nya jelas, maka bisa dipahami betapa hebohnya khalayak ramai membaca opini Wim Kieft seusai United kalah 1-2 dari tuan rumah PSV di matchday 1 Liga Champion. "Kami di Belanda tidak percaya melihat itu. Mereka menyiapkan Marcos Rojo sebagai pengganti Luke Shaw, namun sesuatu yang aneh telah terjadi," ucap mantan bintang Ajax dan PSV itu. Apakah itu?

Rupanya Kieft mengamati betul ritual United menjelang pergantian pemain. "Tiba-tiba Hoek berdiri, memakai kaca matanya, mengambil papan strategi lalu memberi instruksi pada Rojo. Hoek? Si pelatih kiper itu? Kieft terus dibelit kebingungan. Lalu giliran Stuivenberg menyuruh Rojo untuk melakukan ini-itu di lapangan. Terakhir giliran Van Gaal menjelaskan sesuatu pada Rojo," kata Kieft takjub.

Manchester United 2015/16: Revolusi Makan Hati
Sulit mendapat solusi terbaik dari staf ahli yang terus-terusan gamang.
"Ryan Giggs tidak terlihat, padahal dia satu-satunya staf Van Gaal yang paling berpengalaman di Premier League, sebagai pemain dan pernah melatih United. Terlihat sekali Van Gaal terlalu mengandalkan staf Belanda-nya. Kita semua tahu, sepertinya Van Gaal mengulangi kesalahan yang sama ketika di Barcelona," lanjut mantan striker yang mencetak 11 gol dari 42 laganya di tim Oranje (1981-1993).

Dua hikmah dari opini Kieft, pertama, Van Gaal tidak terbiasa dengan reaksi dadakan, keputusan seketika melihat kemalangan Shaw. Kedua, ini lebih penting karena bikin makan hati kaum tradisionalis, kalau Van Gaal terus menyepelekan Giggs maka proses peralihan mustahil berjalan mulus. Jangankan Giggs, manajer mana pun yang yang jadi suksesor, pasti butuh waktu panjang lagi untuk memulai.

Bagi kalangan tradisional, sikap skeptis ini sama urgensinya melihat anomali rekor musim pertama Van Gaal di United yang terburuk selama kariernya. Hingga tulisan ini dibuat, kiprahnya di United berusia 436 hari. Dari 55 laga, rekornya cukup redup sebab cuma 31 kali menang, 12 kali seri, dan 12 kalah. Sementara selama 648 hari di Bayern, total 96 laganya menghasilkan rekor 59-18-19.

Hidup selama 1.054 hari di Barcelona jauh lebih mumpuni. Rekornya 72-24-36 dari 132 total laga. Bicara gol, penggemar United patut khawatir sebab rata-rata gol memasukkan hanya 1,69 sementara kemasukannya cukup tinggi, 0,96 atau hampir satu gol setiap partai. Bila dikomparasi, hasilnya bikin tertegun. Di Bayern rata-ratanya 2,23/1,02, sedangkan di Barcelona 2,04/1,36.

Konfirmasi Falsafah

Catatan ini memang tak membuktikan Van Gaal kelak akan gagal di United. Dia enggan mengandalkan data-data, kecuali pencarian proses yang sempurna yang menjadi drama permainan itu sendiri. Kesempurnaan kekuasaan permainan selalu jadi tujuan revolusi Van Gaal. Dia semakin obsesif lagi bila hal itu dapat konsisten di United. Kebetulan belum lama ini dia punya acuannya.

Usai mengalahkan Southampton 3-2, akhir September, ia segera mengklaim laga itu sebagai yang terbaik. "Saya selalu bilang pada pemain, selalu ada celah yang bisa dimanfaatkan pada pola defensif mereka. Hari ini saya sangat gembira, sebab hal itu bekerja dengan baik untuk mengkonfirmasi falsafah kami," ungkap LVG yang merasa seperti mengalahkan Ronald Koeman dalam permainan catur.

Pada duel antar manajer Belanda itu, demi memainkan tempo tinggi, seperti biasa Van Gaal memakai skema 4-2-3-1. Dia menaruh Rooney, sang menteri, di belakang Martial, sebagai pemeran nomor 10 yang kerap dilakoni Herrera. Sejajar dengan Rooney adalah sepasang kuda, Depay dan Juan Mata. Di belakang mereka ada dua pion penghambat di diri Morgan Schneiderlin dan Michael Carrick.

Matteo Darmian dan Rojo, yang mengisi pos Shaw, diplot Van Gaal sebagai benteng. Sementara dua pion pelindung di depan raja, tak lain Daley Blind dan Chris Smalling. Intisari laga ini adalah kelihaian Van Gaal melindungi Blind, titik terlemah incaran Koeman. Bagaimana caranya? Ia mematok dua benteng untung membendung dua sayap lawan, James Ward-Prowse dan Dusan Tadic.
Manchester United 2015/16: Revolusi Makan Hati
Perang taktik melawan pasukan Ronald Koeman menjadi harapan baru.
Pada 20 menit pertama, permainan milik tuan rumah. Ward-Prowse bertugas mengangkat bola ke jantung pertahanan, sedangkan Tadic lebih kongkrit lagi sebab sering menusuk sektor kanan pertahanan United. Jika Depay dan Mata alpa ikut membantu di lini sayap itu, alamat celaka karena Sadio Mane dan Graziano Pelle amat efektif melihat peluang yang paling kecil pun.

Gol pertama dari Pelle membuktikan teori permainan. Bermula dari umpan Mane dari tengah, bola dikebut Ward-Prowse lalu diumpan lagi ke depan gawang untuk dihantam Mane. David De Gea menangkis, namun bola melejit lagi ke Pelle yang segera menghujamkan bola ke gawang. Sejatinya, Smalling ditugaskan untuk menempel Pelle karena tinggi tubuhnya memungkinkan untuk itu.

Sedangkan keuletan Blind dirasa dapat mengimbangi kegesitan Mane. Andai Pelle dan Mane menukar posisinya dengan baik, ini yang paling dikuatirkan Van Gaal sebab bola-bola lambung ke Pelle pasti sulit dihadapi Blind yang tubuhnya lebih pendek. Umpan Ward-Prowse juga sangat berbahaya saat set-piece sehingga LVG menekankan jangan sampai bikin pelanggaran di sayap, atau sepak pojok.

Strategi yang satu ini cukup berhasil, kecuali di sektor kanan. Di sini Tadic keseringan mengeksploitasi Darmian, sehingga di babak kedua, LVG mengganti bek asal Italia itu dengan Antonio Valencia. Hal yang sama terjadi di Southampton ketika Matt Targett diganti Cuco Martina demi menyetop penetrasi Mata. Berkat kualitas skuadnya, keseimbangan permainan lebih dimiliki United.

Sementara itu karena timnya tidak memiliki kedalaman, Koeman kesulitan untuk memenangkan pertarungan. Dua kali keteledoran bek kanan Maya Yoshida, bahkan sekali blunder saat back-pass, membuat Koeman menderita kekalahan. Baik United dan Soton punya kelemahan di barisan beknya, namun United lebih beruntung sebab punya De Gea, dan lebih baik memanfaatkan kesalahan lawan.

Bagi pecinta berat United, melihat kemenangan di St Mary's mendekatkan ingatan mereka pada kejayaan lama di era Ferguson. Selalu tampil berani, antusias, dan cekatan melihat peluang. Anda mungkin baru sadar bahwa tidak ada bedanya di zaman Van Gaal. Rupanya revolusi baru yang menerjang United cuma terjadi pada konteksnya, bukan pada kontennya. Itu barangkali yang bikin makan hati.

(foto: mirror/thenational/haydensport)

Share:

Artikel Populer

Maurizio Sarri: Tantangan Baru Si Mantan Bankir

Buat tifosi Napoli yang militan dan fanatik, begitu melihat jagoannya cuma meraup dua poin dari tiga laga jelas bikin dongkol selain gundah...

Arsip

Intermeso

Wawancara

Arsip

Artikel Terkini