"Saya lahir di sepak bola. Ayah saya pesepak bola yang sangat bagus, seperti kebanyakan orang Italia yang selalu bergairah pada permainan cerdas ini. Sepak bola mengajarkan kita cara hidup bersama, cara berbagi jika anda lebih baik dari orang lain. Sepak bola adalah pendidikan luar biasa seumur hidup." (Michel Platini).
Tidak selamanya sepak bola itu harus selalu menjadi sebuah permainan, tontonan, atau bahkan ajang bisnis. Banyak hal dan kegiatan lain untuk menunjukkan betapa bisa mulianya sepak bola dari sisi lain, terutama untuk kegiatan sosial yang rata-rata belum banyak digali lebih dalam oleh kebanyakan klub sepak bola terutama di Indonesia. Mulailah menjadi pionirnya.
Suatu malam di musim dingin yang menusuk, di Hotel Claridges, London, digelar satu pesta yang jarang terjadi terutama untuk mengetahui tujuannya dan siapa pencetusnya. Sebuah acara penggalangan dana bagi anak-anak yatim piatu yang melibatkan SOS Children - lembaga amal terbesar di dunia yang khusus mengurusi anak-anak miskin dan serba-kekurangan.
Keunikan mulai terasa kala di beberapa sudut hotel five stars bergaya art deco itu. Banyak logo sponsor dan juga emblem Arsenal. Arsenal? Ya, Arsenal - salah satu klub top di ibukota. Kesan makin tampak lagi sebab latar belakang backdrobe-nya di panggung bertuliskan The Arsenal SOS Children's Villages Charity Ball.
Klub berjuluk The Gunners itu memang lazim terlibat dalam kegiatan sosial atau amal, terutama setelah pindah ke Stadion Emirates pada 2006. Mereka sering berkunjung ke rumah sakit, menyantuni penyandang cacat, panti jompo, dan berbagai program charity lain. Namun khusus pada tanggal 5 Desember 2010 itu sedikit berbeda kalau Anda tahu siapa kreatornya.
Sepintas acara ini lebih dekat kepada glamor karena pemain yang hadir mengenakan black tie. Hajatan sosial ini seperti pesta WAG's (istri atau pasangan pesepak bola) atau fashion shows. Beberapa selebritis lokal hadir. Ada pagelaran fesyen, musik yang dipandu DJ Pete Tong, lagu dari The Noisettes, dan lawakan Jack Whitehall serta acara lelang oleh presenter James Corden.
Hajatan itu dipelopori oleh ABC Club, yang didirikan Bouchra Elbali. Nama ABC diambil dari inisial Aimee, Bouchra, Carla. Siapa mereka, ini yang seru. Aimee van Ommen (24) adalah kekasih Thomas Vermaelen. Carla Dona Garcia (24) pacarnya Cesc Fabregas. Sedangkan Bouchra Elbali (27) adalah istri Robin van Persie.
Seperti kerjasama ketiga pemain itu di lapangan, begitu juga ternyata para pasangannya, kompak lahir batin di luar lapangan. Lebih dari itu, mereka ternyata no ordinary people lantaran out for everything they can get to help the world's poor. Sikap mereka amat mulia sebab peduli dengan kemiskinan anak-anak dan dunia yatim piatu terutama di Afrika.
"Kesenangan saat membeli tas mahal hanya beberapa detik saja, tapi saat memberi sebagian yang didapat untuk mereka yang tidak beruntung bisa selamanya," tutur Bouchra, muslimah Belanda berdarah Maroko yang juga sarjana akuntansi dan komunikasi. Inspirasi munculnya ABC Club dan malam amal itu datang dari keluarga Bouchra.
Sementara Aimee bersyukur bisa terlibat di SOS Children dan merasa beruntung diajak Bouchra. Sikap sederhana terpancar di wajah perempuan Belgia ini. "Perasaan terbaik seseorang adalah ketika dia memberi, dan itu sangat penting saat kita dilimpahi kelebihan," ucap anak dokter spesialis jantung tersebut.
Paparan Carla tentang kepedulian terhadap sesama lebih dalam dan ilmiah. Maklumlah dia sarjana psikologi. "Menolong sesama adalah dampak positif dari sepak bola. Jika Cesc bisa melakukannya, kenapa saya tidak? Kita harus melakukan sesuatu. Tadinya ide saya melelang barang-barang kami, tapi Bouchra punya ide yang lebih hebat," ungkap karyawati pemasaran ini.
Peduli Persija
Itu di London, ibukota Inggris, di mana ada banyak klub top selain Arsenal seperti Chelsea, Tottenham Hotspur, West Ham United, Queens Park Rangers dan Crystal Palace. Bagaimana di ibukota Indonesia tercinta? Bayangkan jika Persija Jakarta melakukan hal yang sama. Sebagai satu-satunya klub legendaris kebanggaan warga ibukota, dampaknya pasti jauh lebih nendang lagi.
Ide bisa dari siapa saja yang mengaku sebagai pemangku kepentingan Macan Kemayoran. Pengurus, manajemen, pelatih, pemain, sampai Jakmania-nya. Banyak sponsor yang pasti mau bekerjasama. Ada banyak kegiatan sosial yang bisa dibantu, mulai dari anak asuh, bea siswa bagi yang tidak mampu, sampai mengunjungi sekolah-sekolah, rumah sakit atau rumah ibadah.
Dengan reputasi menjulang sebagai klub ibukota yang disegani, pasti banyak pihak yang ingin membantu Persija. Dengan kepercayaan diri yang kuat, melalui gerakan #Gue Peduli Persija harus cerdas mengelola kepentingan bisnis dan sosialnya. Penggalangan dana publik ditujukan untuk kedua aspek itu. Jika dilakukan dengan tepat, hampir pasti dampak signifikan akan terasa.
Setiap 10 persen saja dari sumbangan setiap warga Jakarta misalnya seribu perak setiap pekan, sudah diniatkan sejak awal untuk berbagai acara sosial dan program charity. Begitu juga beberapa persen dari keuntungan pemasukan tiket, iklan, hak siar, sponsorship, marketing, ada baiknya bisa dirasakan kembali oleh orang-orang atau golongan yang tidak mampu.
Tidak perlu melek-melek mencontoh kepercayaan diri Arsenal ketika menggelar hajatan sosial, namun berbekal reputasi dan kredibilitas yang menggunung di Tanah Air, Persija pasti sanggup mendapatkan tujuannya. Semakin banyak punya pemain berstatus bintang, kontribusi juga semakin semakin besar yang berarti besar pula kesempatan untuk mewujudkannya.
Memasuki 2015, kemandirian menjadi kata kunci Persija. Mereka tidak harus melupakan membangun kualitas sumber daya-nya. Tidak ada anak-anak ibukota, bahkan di negeri ini yang tidak mau bermain untuk Persija. Di dalam bukunya yang berjudul Fever Pitch, Nick Hornby mengemukakan sepak bola merupakan metafora kehidupan, karena hidup selalu punya tujuan.
Mulai 2015 Persija mencanangkan tahun prestasi dan mandiri dengan mengutamakan isu moralitas. Perjalanan panjang selalu dimulai dari langkah pertama, dan melalui gerakan #Gue Peduli Persija, bisa meraih sukses sampai semua stakeholder merasakan yang pernah dikatakan Albert Camus: "Apa pun yang saya ketahui soal moralitas, saya berutang pada sepak bola."
(foto: persija.co.id)