Premier League, La Liga, dan Serie A bertarung sebagai liga terbaik di bumi dari banyak sisi. Tapi bila bicara esensi tontonan bola sejati, maka tengoklah Bundesliga. Menikmati Bundesliga bisa dirasakan dari pengambilan sudut gambar dan gerakan slow motion, baik pemain maupun penonton. Semuanya terkesan mewah. Visualnya di TV juga sangat bersih. Maklumlah, Jerman merupakan produsen lensa terkenal nomor satu di dunia.
Dan satu hal yang tak boleh dilupakan, Bundesliga pula menjadi liga sepak bola Eropa pertama yang disiarkan langsung di Indonesia melalui TVRI di akhir 1970-an. Pada era ini sampai medio 1980-an, biasanya di acara Arena dan Juara, stasiun televisi nasional itu secara berkala juga menayangkan program sepak bola. Entah Piala FA atau Piala Champions. Lalu tiap dua tahun sekali, Piala Eropa dan Piala Dunia.
Semuanya bertipe kejuaraan, sehingga yang murni kompetisi, ya hanya Bundesliga. Semasa bocah, penulis masih ingat bagaimana kepindahan Kevin Keegan dari Liverpool ke Hamburg pada 1977 saja menaikkan rating Bundesliga di Tanah Air.
Kevin Keegan adalah ikon Bundesliga di era itu. Setiap laga Hamburg SV nyaris disiarkan TVRI. Selorohan "Keegan, Keegan.. ha ha ha!" sempat terkenal di Indonesia, mengikuti koor suporter Hamburg di stadion yang menggambarkan tertawaan Keegan kepada wasit setelah diberi kartu kuning.
Sejak dulu kekuatan Bundesliga adalah tingginya animo penonton di stadion, satu syarat utama disebut kompetisi idaman. Pemain bergairah, sponsor pun senang. Hingga kini pun rata-rata penontonnya masih yang terbaik se-Eropa. Walhasil, panorama stadion terlihat sensasional. "Atmosfir penontonnya luar biasa di mana pun anda bermain," kata Raul Gonzalez, yang pernah membela Schalke (2010-12).
Musim lalu rata-rata penonton di Serie A adalah 24.031. La Liga 29.128, dan Premier League 35.283. Bandingkan dengan Bundesliga yang mencapai 42.673 penonton tiap pertandingan. Bila dipilah dari klub, kontributor terbesar adalah Borussia Dortmund sebesar 80.478 penonton yang menjadi rekor Eropa dan dunia.
Sembilan dari 20 besar pemilik penonton terbesar di dunia ditempati oleh klub-klub Bundesliga. Ini berarti separo dari 18 klub Bundesliga punya penonton lebih baik dari Manchester City, Liverpool, Chelsea, Tottenham, Valencia, Atletico Madrid, Juventus, Roma, Benfica, dan Porto.
Tiket dan Gaji
Kunci dari sukses Jerman mengemas kompetisinya dari sisi penonton tiada lain tiket masuk stadion yang murah se-Eropa. Tiket biasanya sudah sepaket dengan karcis kereta. Kalau mau lebih murah lagi, belilah tiket terusan. Bayangkan, rakyat biasa sudah bisa menikmati permainan Bayern Muenchen di Allianz Arena hanya berbekal 20 euro (sekitar Rp 250 ribu). Bandingkan dengan tiket Arsenal yang bisa mencapai 100 pound (lebih dari 1,5 juta) di Emirates.
Untuk menyehatkan liganya, Jerman mematok aturan ketat soal kepemilikan klub. Para anggota klub harus menjadi pemegang saham terbesar, sehingga mustahil bagi investor asing untuk mengontrol klub-klub Jerman. Regulasi itu dikenal dengan 50+1. Perkecualian hanya bisa dilakukan oleh investor yang telah 20 tahun lebih punya saham terbesar. Yang sangat mengagumkan lagi adalah kontrol ketat soal pengeluaran untuk gaji pemain di tiap klub.
Secara umum di bawah 50 persen dari seluruh pendapatan klub. Hasilnya, setiap musim rata-rata 11 klub Bundesliga selalu meraih profit. Sebagai komparasi tengoklah Premier League yang tagihan gaji pemainnya bisa mencapai 62 persen dari revenue.
Satu lagi argumen Bundesliga disebut liga terbaik bila melihat sangat langkanya klub-klub mereka punya utang. Nah, dari dua faktor tadi yang membuat mingguan Kicker pada Mei silam menyebut Bundesliga sebagai kompetisi liga terbaik di Eropa. Faktor ketiga menurut Kicker adalah daya saing kompetisi.
Beda dengan Inggris, Spanyol, dan Italia yang jadi pusat suburnya dominasi; dalam tujuh musim terakhir, Bundesliga selalu melahirkan juara yang berbeda dengan selisih poin yang amat rapat. Louis van Gaal pernah bilang bahwa Bundesliga adalah liga dengan daya saing paling sulit di Eropa.
Grafik posisi klub di setiap musim bisa acakadul bentuknya. Kelemahan paling telak Bundesliga ada di blantika Liga Champion. Sejak 2001, mereka kesulitan mendongkel sang triumvirat. Kekalahan Muenchen di kandang sendiri dari Chelsea di final terakhir adalah bukti sahih.
Meski secara generik performa wakil Bundesliga di ajang Eropa lumayan memuaskan, yang terbukti bisa menggeser Italia di tangga koefisien UEFA 2012/13, namun masih satu celah yang menjadi pekerjaan rumah bersama. Berbekal keunggulan penonton, kompetitif dan stabilitas keuangan, menurut Matthias Sammer sebenarnya Bundesliga cuma butuh sedikitnya 2-3 klub yang mapan untuk bersaing di Liga Champion agar sah menjadi liga terbaik. Mengandalkan superpower dan imej FC Bayern saja tidaklah cukup.
Jadi, mengapa kita harus sepatutnya menyukai Bundesliga? Sebab di sinilah tempatnya untuk menyaksikan tontonan olah raga, murni pertandingan sepak bola; dan bukannya permainan pasar saham atau fenomena bisnis.
(foto: Kicker)
Karl-Heinz Rummenigge (Bayern) vs Kevin Keegan (Hamburg). Terbaik di masanya. |
Semuanya bertipe kejuaraan, sehingga yang murni kompetisi, ya hanya Bundesliga. Semasa bocah, penulis masih ingat bagaimana kepindahan Kevin Keegan dari Liverpool ke Hamburg pada 1977 saja menaikkan rating Bundesliga di Tanah Air.
Kevin Keegan adalah ikon Bundesliga di era itu. Setiap laga Hamburg SV nyaris disiarkan TVRI. Selorohan "Keegan, Keegan.. ha ha ha!" sempat terkenal di Indonesia, mengikuti koor suporter Hamburg di stadion yang menggambarkan tertawaan Keegan kepada wasit setelah diberi kartu kuning.
Sejak dulu kekuatan Bundesliga adalah tingginya animo penonton di stadion, satu syarat utama disebut kompetisi idaman. Pemain bergairah, sponsor pun senang. Hingga kini pun rata-rata penontonnya masih yang terbaik se-Eropa. Walhasil, panorama stadion terlihat sensasional. "Atmosfir penontonnya luar biasa di mana pun anda bermain," kata Raul Gonzalez, yang pernah membela Schalke (2010-12).
Musim lalu rata-rata penonton di Serie A adalah 24.031. La Liga 29.128, dan Premier League 35.283. Bandingkan dengan Bundesliga yang mencapai 42.673 penonton tiap pertandingan. Bila dipilah dari klub, kontributor terbesar adalah Borussia Dortmund sebesar 80.478 penonton yang menjadi rekor Eropa dan dunia.
Sembilan dari 20 besar pemilik penonton terbesar di dunia ditempati oleh klub-klub Bundesliga. Ini berarti separo dari 18 klub Bundesliga punya penonton lebih baik dari Manchester City, Liverpool, Chelsea, Tottenham, Valencia, Atletico Madrid, Juventus, Roma, Benfica, dan Porto.
Tiket dan Gaji
Kunci dari sukses Jerman mengemas kompetisinya dari sisi penonton tiada lain tiket masuk stadion yang murah se-Eropa. Tiket biasanya sudah sepaket dengan karcis kereta. Kalau mau lebih murah lagi, belilah tiket terusan. Bayangkan, rakyat biasa sudah bisa menikmati permainan Bayern Muenchen di Allianz Arena hanya berbekal 20 euro (sekitar Rp 250 ribu). Bandingkan dengan tiket Arsenal yang bisa mencapai 100 pound (lebih dari 1,5 juta) di Emirates.
Untuk menyehatkan liganya, Jerman mematok aturan ketat soal kepemilikan klub. Para anggota klub harus menjadi pemegang saham terbesar, sehingga mustahil bagi investor asing untuk mengontrol klub-klub Jerman. Regulasi itu dikenal dengan 50+1. Perkecualian hanya bisa dilakukan oleh investor yang telah 20 tahun lebih punya saham terbesar. Yang sangat mengagumkan lagi adalah kontrol ketat soal pengeluaran untuk gaji pemain di tiap klub.
Secara umum di bawah 50 persen dari seluruh pendapatan klub. Hasilnya, setiap musim rata-rata 11 klub Bundesliga selalu meraih profit. Sebagai komparasi tengoklah Premier League yang tagihan gaji pemainnya bisa mencapai 62 persen dari revenue.
Satu lagi argumen Bundesliga disebut liga terbaik bila melihat sangat langkanya klub-klub mereka punya utang. Nah, dari dua faktor tadi yang membuat mingguan Kicker pada Mei silam menyebut Bundesliga sebagai kompetisi liga terbaik di Eropa. Faktor ketiga menurut Kicker adalah daya saing kompetisi.
Beda dengan Inggris, Spanyol, dan Italia yang jadi pusat suburnya dominasi; dalam tujuh musim terakhir, Bundesliga selalu melahirkan juara yang berbeda dengan selisih poin yang amat rapat. Louis van Gaal pernah bilang bahwa Bundesliga adalah liga dengan daya saing paling sulit di Eropa.
Grafik posisi klub di setiap musim bisa acakadul bentuknya. Kelemahan paling telak Bundesliga ada di blantika Liga Champion. Sejak 2001, mereka kesulitan mendongkel sang triumvirat. Kekalahan Muenchen di kandang sendiri dari Chelsea di final terakhir adalah bukti sahih.
Meski secara generik performa wakil Bundesliga di ajang Eropa lumayan memuaskan, yang terbukti bisa menggeser Italia di tangga koefisien UEFA 2012/13, namun masih satu celah yang menjadi pekerjaan rumah bersama. Berbekal keunggulan penonton, kompetitif dan stabilitas keuangan, menurut Matthias Sammer sebenarnya Bundesliga cuma butuh sedikitnya 2-3 klub yang mapan untuk bersaing di Liga Champion agar sah menjadi liga terbaik. Mengandalkan superpower dan imej FC Bayern saja tidaklah cukup.
Jadi, mengapa kita harus sepatutnya menyukai Bundesliga? Sebab di sinilah tempatnya untuk menyaksikan tontonan olah raga, murni pertandingan sepak bola; dan bukannya permainan pasar saham atau fenomena bisnis.
(foto: Kicker)