Semua orang punya hari sial. Klub juga begitu, tak selamanya punya hari baik. Penggemar United berdebar-debar menanti The Manchester Derby melawan City, pada Sabtu, 12 Februari 2011 di Old Trafford. Bukan apa-apa; misalnya dari sisi teknis, rekor, atau faktor kandang yang pasti menguatkan peluang tuan rumah; tapi soal menghindari nasib apes, ketidakberuntungan, sanggupkah mereka.
Satu hal yang pasti, kita tak akan pernah tahu kapan datangnya nasib apes. Dari sisi mana pun, jelas United lebih hebat dari City. Tapi di sepak bola segala sesuatunya bisa terjadi. Tiada yang musykil dalam sepak bola. Justru United-lah biangnya untuk urusan yang mustahil-mustahilan.
Tanpa ini tak mungkin mereka meraih treble 1999. Jika tak punya keyakinan, mana bisa mereka mengejar skor 0-3 menjadi 5-3 lawan Spurs pada 2001? Perlu disadari bahwa kemustahilan bersifat dua arah. Kemustahilan bagi United berujung bahagia, tapi kemustahilan buat Bayern Muenchen dan Tottenham Hotspur berakhir duka.
Sesungguhnya mengetahui hasil akhir kemustahilan dalam sepak bola bisa dilihat atau dirasakan sebelum pertandingan dimulai. Misalnya dari siapa yang terlalu percaya diri atau sebaliknya, yang merasa sangat tertekan. Soal keyakinan bermain, Red Devils adalah salah satu tim terbaik di Eropa.
Itulah mengapa mereka jarang sekali sial, atau dengan kata lain sering merasakan keberuntungan. Namun, pernahkah Manchester United mengalami hari naas di Old Trafford, maksudnya khusus melawan Manchester City? Tentu saja pernah, dan celakanya kekalahan itu menggoreskan luka yang amat dalam.
Kekalahan terakhir United pada derby Manchester mencoreng perjalanan karier Sir Alex Ferguson selama seperempat abad penuh mengendalikan Setan Merah. Pada Minggu, 10 Februari 2008, City yang tengah diasuh Sven-Goran Eriksson, secara mengejutkan menang 2-1 melalui dua gol Darius Vassell dan Benjani Mwaruwari sebelum dibalas satu gol konsolasi Michael Carrick di menit 91.
Ironisnya kekalahan itu tepat di saat United lagi memperingati 50 tahun Tragedi Muenchen. Tapi yang paling bikin mengganjal hati adalah; itulah kekalahan pertama Fergie dari City di depan publik Old Trafford. Naas? Bisa jadi.
Tak selamanya orang bernasib baik. Entah kapan munculnya, nasib sial bisa datang sekonyong-konyong. Secara personal, ini jadi aib Fergie seumur hidup sebab dari tujuh kekalahan dari City, itulah satu-satunya yang terjadi di Old Trafford! Menariknya, derby mendatang juga terjadi di awal Februari, saat United merayakan Peristiwa Muenchen ke-53 kali. Akankah sejarah itu berulang? Entahlah. Keunikan juga melihat lawan berikut Fergie. Jika di 2008 adalah Eriksson, maka besok yang muncul Roberto Mancini, murid Eriksson yang gayanya mirip sang guru namun lebih efektif dan pragmatis.
Sejak pertama kali ber-derby ria pada 1894/95, khusus di liga hingga kini United telah menang 57 kali, sementara City 37 kali. Sebenarnya yang menarik dari duel sekota adalah komposisi kemenangan di kandang lawan. Dari statistik diketahui The City cuma menang 13 kali di Old Trafford, sedangkan United dua kali lipatnya, 26 kali, menang di Maine Road atau City of Manchester Stadium.
Puncak dominasi City atas United terjadi di era 1930-an, 1960-an, dan 1970-an. Sementara kejayaan United dari City, praktis sejak Ferguson masuk Old Trafford pada musim 1986/87, dan bertahan hingga milenium ini. Bentrok Mancunian juga kerap melahirkan kisah-kisah antagonis, yang diukir para pemain spesial, paling kontroversial, seperti dua orang berikut ini. Jika sekarang adalah Carlos Tevez, maka di era 70-an tak lain Denis Law! Karier dua orang ini mirip, mantan pemain United yang membela City.
Mereka juga sering terlibat dalam perang antar-Manchester. Tapi tak seperti Tevez yang kepribadiannya saja yang mengesalkan, aksi profesional Denis Law mengecewakan fans United. Jika sejauh ini ulah Tevez seolah-olah cuma menggertak atau mengancam, maka Denis Law sungguhan telah membunuh United!
Sebuah peristiwa di hari Minggu, 27 April 1974, tak akan pernah dilupakan bahkan dimaafkan publik Old Trafford hingga kini. Pada akhirnya, ini menjadi alasan kenapa buat penggemar United yang berstatus die-hard, apalagi dengan jam terbang di atas 50 tahun, tak sudi mengakui The Lawman adalah legenda klub.
Waktu itu divisi satu Liga Inggris yang masih memakai sistem dua poin untuk tiap kemenangan menyisakan dua pekan lagi untuk mengakhiri kompetisi. Juaranya telah dipastikan: Leeds United, dengan runner-up-nya Liverpool. Tapi pertempuran di zona degradasi tetap belum kelar. Dari 22 peserta, United berada di urutan 21 dan telah 40 kali main dengan nilai 32. Sebagai juru kunci, Norwich City sudah dipastikan turun ke divisi dua sebab punya nilai 29.
Pesaing terdekat United adalah Southampton, di posisi 20, yang telah meraih 34 poin tapi cuma menyisakan satu pertandingan. Di atasnya ada Birmingham (35) dan West Ham (36) yang juga tinggal menyelesaikan satu laga. Kecuali Norwich, keempat klub ini gontok-gontokan menghindari sisa dua tiket degradasi. Nilai maksimal United adalah 36, jika sukses mengatasi Manchester City dan kemudian Stoke City di laga terakhir.
Gol Emosional
Minggu sore, 27 April 1974 di Old Trafford, 56.996 pasang mata jadi saksi perang Mancunian yang memastikan nasib United besutan Tommy Docherty di musim 1973/74. United harus menang, apalagi Soton bertandang ke Everton, dan West Ham United bersua Liverpool. Jika dua pesaing itu kalah, United dipastikan berada di atas Southampton dan mendekati poin West Ham, tapi telah menyelesaikan kompetisinya.
Memang, United tetap butuh bantuan klub lain, dan itu jelas berbau keberuntungan. Di laga pamungkas, jika mengalahkan Stoke telah berada di zona nyaman United bisa selamat dari turun kasta. Namun kunci awal dari semuanya itu adalah mengalahkan City, klub yang memakai sisa-sisa tenaga Law saat itu kariernya memasuki senja sebab telah berusia 34 tahun. Jika gagal mengalahkan City, semua hitung-hitungan percuma.
Entah karena sosok Law atau sebab lain, permainan United ternyata tidak berkembang sesuai skenario. Inisiatif serangan yang seharusnya lebih banyak dibuka United, justru tak kelihatan. Derby kali ini ternyata berjalan loyo. Babak pertama usai begitu saja, jangan lagi mengharap prospek United menang, untuk bikin satu gol pun terasa masih gelap.
Buat penggemar United hal itu ternyata dianggap remeh. Pasalnya mereka kurang memberi suntikan moral berupa teriakan atau dukungan semangat. Yang dilakukan hanya menunggu, menunggu, dan menunggu datangnya gol. Pada akhirnya harapan mereka salah. Didera perasaan bosan main adem ayem, pemain City coba iseng-iseng menggebrak.
Di menit 84 terjadilah peristiwa yang kelak akan dikenang sebagai The Denis Law Game. Prahara diawali ketika bola yang digiring sayap kiri United, Willie Morgan, direbut oleh Mike Doyle. Oleh Doyle bola segera dioper ke Mike Summerbee yang berdiri bebas.
Dari tengah, Summerbee yang tak terkawal sama sekali dengan akselerasi tinggi menuju kotak penalti United. Ketika coba dihadang dua bek United, ia mengumpan bola ke Francis Lee yang langsung merobek sisi kiri pertahanan United. Lee dikawal dua pemain lawan, tapi secara cerdik bisa meloloskan bola di antara kaki.
Bola itu sebenarnya telah membuat Denis Law yang tak bebas berdiri di depan gawang - mati langkah. Namun nalurinya sebagai eks bintang besar ternyata masih ada. Terkesan malas-malasan dan asal kena, sambil membelakangi gawang ia mencocor bola dengan tumitnya, dan gol! 0-1. Publik Old Trafford tersentak melihat back-heeled goal yang dibuat eks pujaannya. Law lebih kaget lagi, tak menyangka sepakan isengnya malah jadi gol emas yang membuat United terdegradasi pada musim 1973/74 itu!
"Saya tak pernah merasa tertekan selama hidup kecuali hari ini. Setelah 19 tahun selalu puas kalau mencetak gol, pada akhirnya saya telah membuat sebuah gol yang paling saya sesali, gol yang tak pernah saya maui. Ini adalah gol paling emosional yang pernah saya buat. Tapi begitulah sepak bola, karena saat ini saya adalah pemain City," ucap Denis Law usai pertandingan.
Setelah bola bersarang di gawang Alex Stepney, Law berjalan gontai. Tiada selebrasi sama sekali. Uniknya, barangkali untuk mengantisipasi segala kemungkinan, manajer City Tony Book langsung mengganti Law dengan Phil Henson. Law masih sedih dan berjalan ke luar lapangan dengan kepala tertunduk.
Ada cemohan, makian dari publik Old Trafford, tapi mereka tak menyadari bahwa kekecewaan Law jauh lebih hebat. Meski masih tersisa beberapa menit, tiba-tiba laga disudahi wasit sebelum waktunya lantaran para pendukung kedua tim masuk ke lapangan. Rusuh? Tidak, mereka hanya mengungkapkan emosi.
Pendukung United memaki para pemainnya, sementara kubu City gembira dengan hasil akhir. Kelak di kemudian hari, fans The Cityzen selalu senang mengatakan ini kepada tetangganya: The day Denis Law back-heeled United into the Second Division. Karena masih dirundung duka, United main tanpa semangat di laga akhir. Mereka kalah lagi dari Stoke 1-0.
Red Devils resmi "masuk Neraka" alias turun ke divisi dua bersama Norwich dan Southampton. Itu merupakan degradasi United ketiga selain di 1921/22 dan 1930/31, serta jadi masa-masa yang sulit setelah tak diperkuat lagi oleh trio maut Law, George Best, dan Bobby Charlton. Namun tidak seperti di era 30-an, di mana dibutuhkan delapan musim kembali ke divisi satu, United hanya satu musim main di divisi dua.
Pada musim 1975/76, mereka kembali lagi ke divisi satu, dan secara luar biasa langsung nangkring di urutan ketiga di bawah Liverpool dan Queen's Park Rangers. Kalau pun ada duka berkepanjangan, justru dialami Denis Law. Saking sedihnya bikin United degradasi, penyerang yang 309 kali membela United dengan rekor 171 gol langsung gantung sepatu! Di Manchester City, ia hanya main 24 kali dan 9 gol, di mana sebuah golnya menentukan nasib Setan Merah sekaligus masa depan dirinya.
Waktu: Minggu, 27 April 1974
Tempat: Old Trafford, Manchester
Penonton: 56.996
Gol: 0-1 Denis Law 84'.
Manchester United (4-4-2): Alex Stepney; Alex Forsyth, Stewart Houston, Brian Greenhoff, Jim Holton; Martin Buchan, Willie Morgan, Lou Macari, Sammy McIlroy; Jim McCalliog, Gerry Daly. Manajer: Tommy Docherty
Manchester City (4-4-2): Joe Corrigan; Colin Barrett, Willie Donachie, Mike Doyle, Tommy Booth; Alan Oakes, Mike Summerbee, Colin Bell, Francis Lee; Denis Law (Phil Henson), Dennis Tueart. Manajer: Tony Book
(foto: citytilldie/dailymail/manchestereveningnews/manchesterlalala/statto)
Derby of Manchester: United vs City. |
Tanpa ini tak mungkin mereka meraih treble 1999. Jika tak punya keyakinan, mana bisa mereka mengejar skor 0-3 menjadi 5-3 lawan Spurs pada 2001? Perlu disadari bahwa kemustahilan bersifat dua arah. Kemustahilan bagi United berujung bahagia, tapi kemustahilan buat Bayern Muenchen dan Tottenham Hotspur berakhir duka.
Sesungguhnya mengetahui hasil akhir kemustahilan dalam sepak bola bisa dilihat atau dirasakan sebelum pertandingan dimulai. Misalnya dari siapa yang terlalu percaya diri atau sebaliknya, yang merasa sangat tertekan. Soal keyakinan bermain, Red Devils adalah salah satu tim terbaik di Eropa.
Itulah mengapa mereka jarang sekali sial, atau dengan kata lain sering merasakan keberuntungan. Namun, pernahkah Manchester United mengalami hari naas di Old Trafford, maksudnya khusus melawan Manchester City? Tentu saja pernah, dan celakanya kekalahan itu menggoreskan luka yang amat dalam.
Kekalahan terakhir United pada derby Manchester mencoreng perjalanan karier Sir Alex Ferguson selama seperempat abad penuh mengendalikan Setan Merah. Pada Minggu, 10 Februari 2008, City yang tengah diasuh Sven-Goran Eriksson, secara mengejutkan menang 2-1 melalui dua gol Darius Vassell dan Benjani Mwaruwari sebelum dibalas satu gol konsolasi Michael Carrick di menit 91.
Ironisnya kekalahan itu tepat di saat United lagi memperingati 50 tahun Tragedi Muenchen. Tapi yang paling bikin mengganjal hati adalah; itulah kekalahan pertama Fergie dari City di depan publik Old Trafford. Naas? Bisa jadi.
Tak selamanya orang bernasib baik. Entah kapan munculnya, nasib sial bisa datang sekonyong-konyong. Secara personal, ini jadi aib Fergie seumur hidup sebab dari tujuh kekalahan dari City, itulah satu-satunya yang terjadi di Old Trafford! Menariknya, derby mendatang juga terjadi di awal Februari, saat United merayakan Peristiwa Muenchen ke-53 kali. Akankah sejarah itu berulang? Entahlah. Keunikan juga melihat lawan berikut Fergie. Jika di 2008 adalah Eriksson, maka besok yang muncul Roberto Mancini, murid Eriksson yang gayanya mirip sang guru namun lebih efektif dan pragmatis.
Pendukung Manchester City menyerbu lapangan Old Trafford. |
Puncak dominasi City atas United terjadi di era 1930-an, 1960-an, dan 1970-an. Sementara kejayaan United dari City, praktis sejak Ferguson masuk Old Trafford pada musim 1986/87, dan bertahan hingga milenium ini. Bentrok Mancunian juga kerap melahirkan kisah-kisah antagonis, yang diukir para pemain spesial, paling kontroversial, seperti dua orang berikut ini. Jika sekarang adalah Carlos Tevez, maka di era 70-an tak lain Denis Law! Karier dua orang ini mirip, mantan pemain United yang membela City.
Mereka juga sering terlibat dalam perang antar-Manchester. Tapi tak seperti Tevez yang kepribadiannya saja yang mengesalkan, aksi profesional Denis Law mengecewakan fans United. Jika sejauh ini ulah Tevez seolah-olah cuma menggertak atau mengancam, maka Denis Law sungguhan telah membunuh United!
Sebuah peristiwa di hari Minggu, 27 April 1974, tak akan pernah dilupakan bahkan dimaafkan publik Old Trafford hingga kini. Pada akhirnya, ini menjadi alasan kenapa buat penggemar United yang berstatus die-hard, apalagi dengan jam terbang di atas 50 tahun, tak sudi mengakui The Lawman adalah legenda klub.
Waktu itu divisi satu Liga Inggris yang masih memakai sistem dua poin untuk tiap kemenangan menyisakan dua pekan lagi untuk mengakhiri kompetisi. Juaranya telah dipastikan: Leeds United, dengan runner-up-nya Liverpool. Tapi pertempuran di zona degradasi tetap belum kelar. Dari 22 peserta, United berada di urutan 21 dan telah 40 kali main dengan nilai 32. Sebagai juru kunci, Norwich City sudah dipastikan turun ke divisi dua sebab punya nilai 29.
Pesaing terdekat United adalah Southampton, di posisi 20, yang telah meraih 34 poin tapi cuma menyisakan satu pertandingan. Di atasnya ada Birmingham (35) dan West Ham (36) yang juga tinggal menyelesaikan satu laga. Kecuali Norwich, keempat klub ini gontok-gontokan menghindari sisa dua tiket degradasi. Nilai maksimal United adalah 36, jika sukses mengatasi Manchester City dan kemudian Stoke City di laga terakhir.
Gol Emosional
Sontekan Denis Law yang membunuh bekas klubnya. |
Memang, United tetap butuh bantuan klub lain, dan itu jelas berbau keberuntungan. Di laga pamungkas, jika mengalahkan Stoke telah berada di zona nyaman United bisa selamat dari turun kasta. Namun kunci awal dari semuanya itu adalah mengalahkan City, klub yang memakai sisa-sisa tenaga Law saat itu kariernya memasuki senja sebab telah berusia 34 tahun. Jika gagal mengalahkan City, semua hitung-hitungan percuma.
Entah karena sosok Law atau sebab lain, permainan United ternyata tidak berkembang sesuai skenario. Inisiatif serangan yang seharusnya lebih banyak dibuka United, justru tak kelihatan. Derby kali ini ternyata berjalan loyo. Babak pertama usai begitu saja, jangan lagi mengharap prospek United menang, untuk bikin satu gol pun terasa masih gelap.
Buat penggemar United hal itu ternyata dianggap remeh. Pasalnya mereka kurang memberi suntikan moral berupa teriakan atau dukungan semangat. Yang dilakukan hanya menunggu, menunggu, dan menunggu datangnya gol. Pada akhirnya harapan mereka salah. Didera perasaan bosan main adem ayem, pemain City coba iseng-iseng menggebrak.
Di menit 84 terjadilah peristiwa yang kelak akan dikenang sebagai The Denis Law Game. Prahara diawali ketika bola yang digiring sayap kiri United, Willie Morgan, direbut oleh Mike Doyle. Oleh Doyle bola segera dioper ke Mike Summerbee yang berdiri bebas.
Dari tengah, Summerbee yang tak terkawal sama sekali dengan akselerasi tinggi menuju kotak penalti United. Ketika coba dihadang dua bek United, ia mengumpan bola ke Francis Lee yang langsung merobek sisi kiri pertahanan United. Lee dikawal dua pemain lawan, tapi secara cerdik bisa meloloskan bola di antara kaki.
Denis Law diapit Frank Summerbee dan Francis Lee. |
"Saya tak pernah merasa tertekan selama hidup kecuali hari ini. Setelah 19 tahun selalu puas kalau mencetak gol, pada akhirnya saya telah membuat sebuah gol yang paling saya sesali, gol yang tak pernah saya maui. Ini adalah gol paling emosional yang pernah saya buat. Tapi begitulah sepak bola, karena saat ini saya adalah pemain City," ucap Denis Law usai pertandingan.
Setelah bola bersarang di gawang Alex Stepney, Law berjalan gontai. Tiada selebrasi sama sekali. Uniknya, barangkali untuk mengantisipasi segala kemungkinan, manajer City Tony Book langsung mengganti Law dengan Phil Henson. Law masih sedih dan berjalan ke luar lapangan dengan kepala tertunduk.
Ada cemohan, makian dari publik Old Trafford, tapi mereka tak menyadari bahwa kekecewaan Law jauh lebih hebat. Meski masih tersisa beberapa menit, tiba-tiba laga disudahi wasit sebelum waktunya lantaran para pendukung kedua tim masuk ke lapangan. Rusuh? Tidak, mereka hanya mengungkapkan emosi.
Denis Law diserbu pendukung The Cityzen. |
Red Devils resmi "masuk Neraka" alias turun ke divisi dua bersama Norwich dan Southampton. Itu merupakan degradasi United ketiga selain di 1921/22 dan 1930/31, serta jadi masa-masa yang sulit setelah tak diperkuat lagi oleh trio maut Law, George Best, dan Bobby Charlton. Namun tidak seperti di era 30-an, di mana dibutuhkan delapan musim kembali ke divisi satu, United hanya satu musim main di divisi dua.
Pada musim 1975/76, mereka kembali lagi ke divisi satu, dan secara luar biasa langsung nangkring di urutan ketiga di bawah Liverpool dan Queen's Park Rangers. Kalau pun ada duka berkepanjangan, justru dialami Denis Law. Saking sedihnya bikin United degradasi, penyerang yang 309 kali membela United dengan rekor 171 gol langsung gantung sepatu! Di Manchester City, ia hanya main 24 kali dan 9 gol, di mana sebuah golnya menentukan nasib Setan Merah sekaligus masa depan dirinya.
DATA-FAKTA
PEKAN KE-40 LIGA INGGRIS 1973/74
Manchester United 0-1 Manchester CityWaktu: Minggu, 27 April 1974
Tempat: Old Trafford, Manchester
Penonton: 56.996
Gol: 0-1 Denis Law 84'.
Manchester United (4-4-2): Alex Stepney; Alex Forsyth, Stewart Houston, Brian Greenhoff, Jim Holton; Martin Buchan, Willie Morgan, Lou Macari, Sammy McIlroy; Jim McCalliog, Gerry Daly. Manajer: Tommy Docherty
Manchester City (4-4-2): Joe Corrigan; Colin Barrett, Willie Donachie, Mike Doyle, Tommy Booth; Alan Oakes, Mike Summerbee, Colin Bell, Francis Lee; Denis Law (Phil Henson), Dennis Tueart. Manajer: Tony Book
KLASEMEN AKHIR DIVISI 1 LIGA INGGRIS 1973/74
(foto: citytilldie/dailymail/manchestereveningnews/manchesterlalala/statto)