Dia disegani kawan dan ditakuti lawan. Sepak terjangnya sering bikin nyolot atau dongkol banyak orang. Dibenci tapi dibutuhkan. Kalau saja ia murka sekarang, besok, atau tahun depan, barangkali bukan saja Afrika Selatan yang akan bergidik tapi seluruh dunia pun akan meradang karenanya.
Selain mengantisipasi kendala internal, pemerintah Afsel juga mengawasi ancaman eksternal terutama dari sang tetangganya, Zimbabwe. Stabilitas negara yang disetir oleh rezim Marxis itu adalah salah satu hal penting agar World Cup 2010 sukses. Pendek kata, seorang Robert Gabriel Karigamombe Mugabe adalah satu-satunya manusia di muka bumi ini, melebihi siapapun, yang paling potensial bisa menggagalkan Piala Dunia!
Jangan lagi jika mati, andai dia terdongkel atau kalah pemilu saja, dijamin muncul perang saudara. Dampaknya? Setidaknya jutaan rakyat Zimbabwe akan lari ke Afsel yang berbatasan sejauh 225 km. Tidak ke Botswana, Mozambique atau Zambia sebab cuma Afsel yang bisa mengubah nasib mereka. Itu sebabnya kini banyak pihak yang menepuk-nepuk bahu Mugabe. Atau, membujuknya supaya lekas adem jika tahu tensinya lagi naik.
Saking kepikiran dengan dengus politik dan kehidupan pribadi Mugabe, suatu hari dalam perjumpaan di Ghana, Presiden Afsel Thabo Mbeki perlu menemuinya secara spesial. Ia hanya ingin berkata bahwa pemerintahannya memahami semua kebijakan Mugabe secara politis. Namun di satu sisi Mbeki mewanti-wanti agar Mugabe berkepala dingin dan sesekali jangan bikin ulah, apalagi pada 11 Juni-11 Juli 2010, waktu pesta besar berlangsung di negeri tetangga.
Tahu tengah diperhatikan, Mugabe memainkan kelihaiannya berpolitik selama setengah abad. Dia melakoni posisi tawarnya dengan memaksa memakai rights milik Afsel. Intinya bagaimana caranya Zimbabwe bisa kecipratan rezeki Piala Dunia. Cuma satu lahannya: pariwisata. Dengan gaung dan tema World Cup, Mugabe berharap negara-negara top mau memakai negerinya sebagai bagian dari Piala Dunia itu sendiri. Setidaknya dari sisi hiburan.
Mugabe ingin tim nasional Brasil, Jerman, atau Inggris menjadikan Zimbabwe sebagai training camp yang akan menarik datangnya turis. Demi tujuan ini Mugabe amat serius. Pertengahan Mei silam dia mengirim Menteri Pariwisata Zimbabwe Walter Mzembi menemui presiden Brasil Luis Inacio Da Silva. Tapi tampaknya tim Samba lebih tertarik ke Mozambique. Tetangga Zimbabwe ini punya kaitan historis dan sama-sama berbahasa Portugis.
Tapi Mzembi tidak berani terbang ke Eropa untuk melobi Gordon Brown dan Angela Merkel. Alasannya adalah karena rezim Mugabe dimusuhi Eropa gara-gara politik garis kerasnya. Padahal tim Three Lions jadi sasaran utama, sebab mayoritas dari 12 juta rakyat Zimbabwe suka Liverpool dan Manchester United. Mugabe amat yakin, kalau Piala Dunia 2010 bisa menjadi titik balik untuk mengatasi multi krisis yang tengah membelit negerinya.
Insting Marxis
Soal Mugabe sebenarnya Afsel bermuka dua. Saat trofi Piala Dunia diarak ke semua negara-negara selatan Afrika, November 2008, satu-satunya yang luput cuma Harare, ibukota Zimbabwe. Kenapa? Dari mulut Danny Jordaan, CEO World Cup 2010 jadi terbaca strategi asli Afsel. Negara yang tiap tahun dibanjiri jutaan pengungsi Zimbabwe itu setitik pun enggan memberi kesempatan buat Mugabe berpropaganda meski cuma lewat sebuah piala.
"Fokusnya bukan pada Mugabe, tapi rakyat Zimbabwe. Sudah sepatutnya kita menolong problem mereka. Saya pikir hampir di seluruh dunia sekarang tengah mencari kekuatan untuk bisa mengubah keadaan dan menjamin proses demokrasi di Zimbabwe. Tentu saja kami bagian dari proses itu," tutur Jordaan, yang kalau Piala Dunia 2010 sukses, barangkali berpeluang menjadi pemimpin masa depan Afrika Selatan.
Afsel tak merespon asa baru Mugabe. Reaksi nyaring justru kebanyakan muncul dari Eropa, bahkan ada juga dari dalam negeri yang mengutip tokoh oposisi. Tentunya lewat jaringan online. Usai menang pemilu kontroversial 2008, Mugabe malah diberondong antipati saat kekuasaannya tinggal empat tahun lagi hingga 2013. Usia telah melewati 85 tahun, jalan pun sudah sempoyongan. Apa lagi yang dicarinya? Mengapa dia dimusuhi dunia?
Menyebut Zimbabwe sontak orang teringat kekacauan hidup. Apapun yang berhubungan dengan hajat orang banyak. Jangan lagi soal sepak bola, kebutuhan dasar serta vital seperti ekonomi, kesehatan, pendidikan saja hancur-hancuran. Lalu tingkat unemployement-nya 80%. Artinya 8 dari setiap 10 orang Zimbabwe adalah pengangguran. Cerita horor juga menerpa di sektor kesehatan.
Di 2008, negara tanpa laut ini kehilangan 4.200 rakyatnya akibat penyakit kolera. Itu belum termasuk dari HIV/AIDS yang bikin 3.500 orang dicabut nyawanya oleh malaikat maut tiap minggu. Pada 2006, pejabat WHO sampai melongo saling pandang melihat data rata-rata harapan hidup di Zimbabwe. Pria 37 tahun dan wanita 34 tahun. Hingga kini krisis pangan dan gizi masih merajalela. Buat yang masih sayang hidup, jelas, lebih baik kabur.
Itulah mengapa 25 persen orang Zimbabwe telah 'sukses' melarikan diri ke Afsel atau sekalian ke Eropa. Ada asap pasti ada api. Gampang menunjuk biang dari Dan sumber bara api itu tak lain bernama Robert Mugabe. Entahlah, sejak 1998 dia makin tak karuan memimpin Zimbabwe. Negeri yang dulu bernama Rhodesia itu adalah sarangnya kronisme, nepotisme, korupsi dan aktivitas gelap kian merajalela di satu dekade terakhir.
Frustrasi paham politiknya tak didukung Barat, terutama dari Inggris, insting Marxis campur sosialis Mugabe menggelegak. Dia ikutan bikin kisruh Kongo sampai berbuah perang saudara dan terpecah. Lalu 6.000 lahan pertanian tradisional milik para bangsawan Inggris dinasionalisasi, beberapa sisanya diambil alih keluarganya. Akibatnya, Inggris plus AS langsung menyetop dan menggalang embargo ekonomi secara total.
Yang konyol, untuk melawan boikot itu dia malah mencetak ratusan trilyun dolar Zimbabwe (ZWD). Tak urung inflasi merebak sangat dahsyat, sampai-sampai mustahil dihitung kalkulator. Jumlahnya? 231 juta persen. Bayangkan, 231 juta %! Seluruh ekonom goleng-goleng kepala. Dibujuk saja susah, apalagi dikritik? Berani lawan Mugabe hadiah tinggal pilih. Penjara, rumah sakit, atau kuburan. Intimidasi dan pelecehan jadi lauk pauk politiknya.
Kesempatan Terakhir
"Dunia lagi terguling, namun kami tetap berjalan tegar. Tidakkah itu mengejutkan anda? Ingat, yang terjadi di Wall Street, ada hubungannya dengan negara kecil yang disebut orang dengan Zimbabwe. Bukankah itu luar biasa?'sergahnya memulai argumen. Karena sudah mendarah daging, Robert Mugabe maju terus pantang mundur dengan gayanya, sampai akhirnya dia meyakini telah menemukan momentum kebangkitan buat bangsanya: World Cup 2010.
Banyak analis yang tertawa. Infrastruktur yang minus, rawan sosial, fasilitas sekarat, agaknya mustahil Brasil, Inggris, atau Jerman sudi mau mampir ke Zimbabwe. Mugabe dianggap latah. Kecintaannya pada sepak bola pun dituding palsu, meski dia sumpah menyukai Manchester United atau Chelsea, atau menaruh keponakannya, Leo, sebagai bos PSSI-nya Zimbabwe (ZFA). Kata BBC, Mugabe fanatik dengan kriket yang diakuinya lebih gentleman.
Lahir 21 Februari 1924 di Matibiri, dekat perbatasan Afsel, saat masih bocah Robert telah berbakat jadi seorang soliter bin asosial. Dia lebih suka menyepi ke semak belukar yang rawan dicaplok singa, atau ke tempat kerja bapaknya yang pengusaha kayu, Gabriel Mugabe Matibiri. Di usia 10, dia kehilangan Gabriel selama-lamanya, lantas pindah tempat cari bengong di perpustakaan sekolah. Sosialisasinya baru terasah saat sering mengikuti gerak gerik ibunya dan beberapa penginjil yang rajin blusukan ke kampung-kampung.
Waktu remaja, gara-gara senang baca, kepala Mugabe sudah kepenuhan ideologi, terutama dari buku-buku sosialis. Beruntung keluarganya terbilang makmur sehingga studinya bisa kelar di Universitas Fort Hare pada 1951. Selang setahun, Mugabe bahkan sempat kuliah di universitas terkemuka di dunia, Oxford, Inggris. Dia seharusnya bisa jadi pengajar, tapi karena sulit bergaul, dia malah terus belajar sampai ke Zambia, Tanzania, dan Ghana.
Pulang dari Ghana, selain mendapat wanita yang dijadikan istrinya, Mugabe juga ditawari masuk partai demokrasi nasional (NDP) pada 1960. Nah, di sinilah karier politiknya dimulai sembari mati-matian membongkar sifat tertutupnya itu. Dengan basis kuat sosialisme, takdir politik Mugabe sangat dipengaruhi oleh deretan idolanya, mulai seperti kebanyakan orang Afrika yaitu Presiden Soekarno, Karl Marx, sampai Adolf Hitler!
"Aku ini seorang Hitler. Hitler yang hanya punya satu tujuan: keadilan bagi rakyatnya, kedaulatan bagi rakyatnya, pengakuan kemerdekaan bagi rakyatnya dan hak-hak atas sumber daya alamnya. Andaikan itu benar cara seorang Hitler, maka biarkan aku menjadi sepuluh kali lipat Hitler," tutur Mugabe dengan tersenyum tapi bersuara serius. Zimbabwe merdeka dari Inggris pada 18 April 1980 di mana Canaan Banana, terpilih jadi presiden pertama di mana Mugabe jadi PM-nya.
Setelah menang pemilu 1987, lewat kampanye partai ZANU yang penuh intimidasi, dia mulai jadi presiden yang berani bilang born against colonialist. Karena dianggap tak pernah demokratis, sudah 22 tahun ini rezim Mugabe selalu digoyang Barat. Dapatkah kakek yang satu ini bertahan? Tak pelak lagi, Barangkali Piala Dunia 2010 itulah yang jadi pertaruhan serta kesempatan terakhir Mugabe untuk memperpanjang kekuasaannya.
(foto: telegraph/theguardian)
Selain mengantisipasi kendala internal, pemerintah Afsel juga mengawasi ancaman eksternal terutama dari sang tetangganya, Zimbabwe. Stabilitas negara yang disetir oleh rezim Marxis itu adalah salah satu hal penting agar World Cup 2010 sukses. Pendek kata, seorang Robert Gabriel Karigamombe Mugabe adalah satu-satunya manusia di muka bumi ini, melebihi siapapun, yang paling potensial bisa menggagalkan Piala Dunia!
Jangan lagi jika mati, andai dia terdongkel atau kalah pemilu saja, dijamin muncul perang saudara. Dampaknya? Setidaknya jutaan rakyat Zimbabwe akan lari ke Afsel yang berbatasan sejauh 225 km. Tidak ke Botswana, Mozambique atau Zambia sebab cuma Afsel yang bisa mengubah nasib mereka. Itu sebabnya kini banyak pihak yang menepuk-nepuk bahu Mugabe. Atau, membujuknya supaya lekas adem jika tahu tensinya lagi naik.
Saking kepikiran dengan dengus politik dan kehidupan pribadi Mugabe, suatu hari dalam perjumpaan di Ghana, Presiden Afsel Thabo Mbeki perlu menemuinya secara spesial. Ia hanya ingin berkata bahwa pemerintahannya memahami semua kebijakan Mugabe secara politis. Namun di satu sisi Mbeki mewanti-wanti agar Mugabe berkepala dingin dan sesekali jangan bikin ulah, apalagi pada 11 Juni-11 Juli 2010, waktu pesta besar berlangsung di negeri tetangga.
Tahu tengah diperhatikan, Mugabe memainkan kelihaiannya berpolitik selama setengah abad. Dia melakoni posisi tawarnya dengan memaksa memakai rights milik Afsel. Intinya bagaimana caranya Zimbabwe bisa kecipratan rezeki Piala Dunia. Cuma satu lahannya: pariwisata. Dengan gaung dan tema World Cup, Mugabe berharap negara-negara top mau memakai negerinya sebagai bagian dari Piala Dunia itu sendiri. Setidaknya dari sisi hiburan.
Mugabe ingin tim nasional Brasil, Jerman, atau Inggris menjadikan Zimbabwe sebagai training camp yang akan menarik datangnya turis. Demi tujuan ini Mugabe amat serius. Pertengahan Mei silam dia mengirim Menteri Pariwisata Zimbabwe Walter Mzembi menemui presiden Brasil Luis Inacio Da Silva. Tapi tampaknya tim Samba lebih tertarik ke Mozambique. Tetangga Zimbabwe ini punya kaitan historis dan sama-sama berbahasa Portugis.
Tapi Mzembi tidak berani terbang ke Eropa untuk melobi Gordon Brown dan Angela Merkel. Alasannya adalah karena rezim Mugabe dimusuhi Eropa gara-gara politik garis kerasnya. Padahal tim Three Lions jadi sasaran utama, sebab mayoritas dari 12 juta rakyat Zimbabwe suka Liverpool dan Manchester United. Mugabe amat yakin, kalau Piala Dunia 2010 bisa menjadi titik balik untuk mengatasi multi krisis yang tengah membelit negerinya.
Insting Marxis
Soal Mugabe sebenarnya Afsel bermuka dua. Saat trofi Piala Dunia diarak ke semua negara-negara selatan Afrika, November 2008, satu-satunya yang luput cuma Harare, ibukota Zimbabwe. Kenapa? Dari mulut Danny Jordaan, CEO World Cup 2010 jadi terbaca strategi asli Afsel. Negara yang tiap tahun dibanjiri jutaan pengungsi Zimbabwe itu setitik pun enggan memberi kesempatan buat Mugabe berpropaganda meski cuma lewat sebuah piala.
"Fokusnya bukan pada Mugabe, tapi rakyat Zimbabwe. Sudah sepatutnya kita menolong problem mereka. Saya pikir hampir di seluruh dunia sekarang tengah mencari kekuatan untuk bisa mengubah keadaan dan menjamin proses demokrasi di Zimbabwe. Tentu saja kami bagian dari proses itu," tutur Jordaan, yang kalau Piala Dunia 2010 sukses, barangkali berpeluang menjadi pemimpin masa depan Afrika Selatan.
Afsel tak merespon asa baru Mugabe. Reaksi nyaring justru kebanyakan muncul dari Eropa, bahkan ada juga dari dalam negeri yang mengutip tokoh oposisi. Tentunya lewat jaringan online. Usai menang pemilu kontroversial 2008, Mugabe malah diberondong antipati saat kekuasaannya tinggal empat tahun lagi hingga 2013. Usia telah melewati 85 tahun, jalan pun sudah sempoyongan. Apa lagi yang dicarinya? Mengapa dia dimusuhi dunia?
Menyebut Zimbabwe sontak orang teringat kekacauan hidup. Apapun yang berhubungan dengan hajat orang banyak. Jangan lagi soal sepak bola, kebutuhan dasar serta vital seperti ekonomi, kesehatan, pendidikan saja hancur-hancuran. Lalu tingkat unemployement-nya 80%. Artinya 8 dari setiap 10 orang Zimbabwe adalah pengangguran. Cerita horor juga menerpa di sektor kesehatan.
Di 2008, negara tanpa laut ini kehilangan 4.200 rakyatnya akibat penyakit kolera. Itu belum termasuk dari HIV/AIDS yang bikin 3.500 orang dicabut nyawanya oleh malaikat maut tiap minggu. Pada 2006, pejabat WHO sampai melongo saling pandang melihat data rata-rata harapan hidup di Zimbabwe. Pria 37 tahun dan wanita 34 tahun. Hingga kini krisis pangan dan gizi masih merajalela. Buat yang masih sayang hidup, jelas, lebih baik kabur.
Itulah mengapa 25 persen orang Zimbabwe telah 'sukses' melarikan diri ke Afsel atau sekalian ke Eropa. Ada asap pasti ada api. Gampang menunjuk biang dari Dan sumber bara api itu tak lain bernama Robert Mugabe. Entahlah, sejak 1998 dia makin tak karuan memimpin Zimbabwe. Negeri yang dulu bernama Rhodesia itu adalah sarangnya kronisme, nepotisme, korupsi dan aktivitas gelap kian merajalela di satu dekade terakhir.
Frustrasi paham politiknya tak didukung Barat, terutama dari Inggris, insting Marxis campur sosialis Mugabe menggelegak. Dia ikutan bikin kisruh Kongo sampai berbuah perang saudara dan terpecah. Lalu 6.000 lahan pertanian tradisional milik para bangsawan Inggris dinasionalisasi, beberapa sisanya diambil alih keluarganya. Akibatnya, Inggris plus AS langsung menyetop dan menggalang embargo ekonomi secara total.
Yang konyol, untuk melawan boikot itu dia malah mencetak ratusan trilyun dolar Zimbabwe (ZWD). Tak urung inflasi merebak sangat dahsyat, sampai-sampai mustahil dihitung kalkulator. Jumlahnya? 231 juta persen. Bayangkan, 231 juta %! Seluruh ekonom goleng-goleng kepala. Dibujuk saja susah, apalagi dikritik? Berani lawan Mugabe hadiah tinggal pilih. Penjara, rumah sakit, atau kuburan. Intimidasi dan pelecehan jadi lauk pauk politiknya.
Kesempatan Terakhir
"Dunia lagi terguling, namun kami tetap berjalan tegar. Tidakkah itu mengejutkan anda? Ingat, yang terjadi di Wall Street, ada hubungannya dengan negara kecil yang disebut orang dengan Zimbabwe. Bukankah itu luar biasa?'sergahnya memulai argumen. Karena sudah mendarah daging, Robert Mugabe maju terus pantang mundur dengan gayanya, sampai akhirnya dia meyakini telah menemukan momentum kebangkitan buat bangsanya: World Cup 2010.
Banyak analis yang tertawa. Infrastruktur yang minus, rawan sosial, fasilitas sekarat, agaknya mustahil Brasil, Inggris, atau Jerman sudi mau mampir ke Zimbabwe. Mugabe dianggap latah. Kecintaannya pada sepak bola pun dituding palsu, meski dia sumpah menyukai Manchester United atau Chelsea, atau menaruh keponakannya, Leo, sebagai bos PSSI-nya Zimbabwe (ZFA). Kata BBC, Mugabe fanatik dengan kriket yang diakuinya lebih gentleman.
Lahir 21 Februari 1924 di Matibiri, dekat perbatasan Afsel, saat masih bocah Robert telah berbakat jadi seorang soliter bin asosial. Dia lebih suka menyepi ke semak belukar yang rawan dicaplok singa, atau ke tempat kerja bapaknya yang pengusaha kayu, Gabriel Mugabe Matibiri. Di usia 10, dia kehilangan Gabriel selama-lamanya, lantas pindah tempat cari bengong di perpustakaan sekolah. Sosialisasinya baru terasah saat sering mengikuti gerak gerik ibunya dan beberapa penginjil yang rajin blusukan ke kampung-kampung.
Waktu remaja, gara-gara senang baca, kepala Mugabe sudah kepenuhan ideologi, terutama dari buku-buku sosialis. Beruntung keluarganya terbilang makmur sehingga studinya bisa kelar di Universitas Fort Hare pada 1951. Selang setahun, Mugabe bahkan sempat kuliah di universitas terkemuka di dunia, Oxford, Inggris. Dia seharusnya bisa jadi pengajar, tapi karena sulit bergaul, dia malah terus belajar sampai ke Zambia, Tanzania, dan Ghana.
Pulang dari Ghana, selain mendapat wanita yang dijadikan istrinya, Mugabe juga ditawari masuk partai demokrasi nasional (NDP) pada 1960. Nah, di sinilah karier politiknya dimulai sembari mati-matian membongkar sifat tertutupnya itu. Dengan basis kuat sosialisme, takdir politik Mugabe sangat dipengaruhi oleh deretan idolanya, mulai seperti kebanyakan orang Afrika yaitu Presiden Soekarno, Karl Marx, sampai Adolf Hitler!
"Aku ini seorang Hitler. Hitler yang hanya punya satu tujuan: keadilan bagi rakyatnya, kedaulatan bagi rakyatnya, pengakuan kemerdekaan bagi rakyatnya dan hak-hak atas sumber daya alamnya. Andaikan itu benar cara seorang Hitler, maka biarkan aku menjadi sepuluh kali lipat Hitler," tutur Mugabe dengan tersenyum tapi bersuara serius. Zimbabwe merdeka dari Inggris pada 18 April 1980 di mana Canaan Banana, terpilih jadi presiden pertama di mana Mugabe jadi PM-nya.
Setelah menang pemilu 1987, lewat kampanye partai ZANU yang penuh intimidasi, dia mulai jadi presiden yang berani bilang born against colonialist. Karena dianggap tak pernah demokratis, sudah 22 tahun ini rezim Mugabe selalu digoyang Barat. Dapatkah kakek yang satu ini bertahan? Tak pelak lagi, Barangkali Piala Dunia 2010 itulah yang jadi pertaruhan serta kesempatan terakhir Mugabe untuk memperpanjang kekuasaannya.
(foto: telegraph/theguardian)