Sebulan setelah disisihkan Chelsea pada perempatfinal Liga Champion 2003/04, Arsenal meraih titel ke-13, lalu Arsene Wenger bilang begini: "Kalau boleh memilih menjadi juara Eropa atau juara liga dengan status immortality seperti ini, saya pilih yang terakhir. Soalnya sampai 50 tahun pun belum tentu ada yang bisa menyamai."
Ada dua pernyataan implisit di sana. Dengan kata lain, juara Liga Champion masih bisa diraih besok, besok dan besok. Toh, lolos langsung ke ajang itu begitu mudah buat Arsenal yang di tangannya rutin masuk dua besar. Kedua, ia menantang siapa saja se-Inggris yang bisa mengalahkan rekornya! Yang terakhir ini jelas amat sulit, bahkan mustahil bila melihat peta kekuatan Premier League yang cenderung menggila.
Maka kompetisi unbeaten secara absolut cuma diikuti Arsenal sehingga saking terobsesinya, itulah mainan kelima yang diburu, dipertahankan, ditingkatkan entah sampai kapan. Hingga medio September silam, walau dibendung Bolton 2-2 (18/9), namun argometer unbeaten terus beranjak jadi 46 kali. "Saya mengajak siapa saja, silakan hentikan kami. Setidaknya itu akan menambah motivasi kami untuk bermain lebih bagus," tantang Wenger suatu kali.
Jika Arsenal mampu melewati rekor psikologis, 50 kali tak terkalahkan, mungkin peluang menggandakan immortals makin besar. Dua musim tak terkalahkan! Kenapa 50? Pasalnya saat itu Arsenal akan bertandang ke Old Trafford untuk bertempur melawan Manchester United (24/10). Tanpa mendahului kehendak Yang Maha Kuasa, duel away lawan Manchester City (25/9), dan dua home kontra Charlton Athletic (2/10) serta Aston Villa (16/10), mungkin tak seberat di Theatre of Dreams.
Itulah ujian terberat Wenger lantaran empat hari sebelumnya mereka habis bersua Panathinaikos di Athena pada matchday 3 Liga Champion. Selama dua musim, 2003/04 dan 2004/05, kubu Highbury dihujani lebat soal rekor. Yang pertama putusnya dua catatan Preston North End (1888-89) yang unbeaten di 22 partai sekaligus menjuarai Liga Inggris tanpa kalah. Berikutnya Leeds United (1973-74) dan Liverpool (1987-88) yang tak terkalahkan 29 pertandingan. Kemudian rekor 30 kali tak pernah kalah milik Burnley pada 1920-21.
Usai menekuk Leicester City 2-1 di akhir musim 2003/04, catatan resmi Arsenal adalah: 38 main-26 menang-12 seri-0 kalah, lebih hebat empat kemenangan dari dream-team-nya AC Milan 1991/92 milik Fabio Capello, yang 34-22-12-0.
"Arsene Wenger-lah satu-satunya orang yang pantas menerima ini karena telah membawa Arsenal masuk dalam buku sejarah. Arsenal bermain penuh gairah, menyerang sepanjang musim dan menyelesaikannya tanpa terkalahkan. Mungkin tak akan terulangi 100 tahun ke depan," jelas panelis saat penyerahan Barclaycard Manager of the Year.
Rute fenomenal ternyata tiada henti. Di musim ini, tepatnya 22 Agustus kemarin giliran Middlesbrough disikat 5-3 setelah sempat tertinggal 1-3. Rekor 42 kali invincible dari Nottingham Forest (1977-1979) pun disamai. Masih belum puas, selang dua hari berikutnya, giliran Blackburn Rovers digelontor 3-0 sehingga rekor baru lahir, 43 kali unbeaten! Mungkin ada benarnya kata Fredrik Ljungberg yang bilang bahwa Arsenal lebih memprioritaskan di Premier League.
Melihat korban-korban mesin perang Wenger, dimulai Everton 4-1, Middlesbrough 5-3, Blackburn 3-0, Norwich 4-1, Fulham 3-0, lalu Bolton 2-2, akankah sang rekor terhenti di Old Trafford. Atau sebaliknya Arsenal terus berkompetisi sendirian di Unbeaten League. Nantikan saja.
Maka kompetisi unbeaten secara absolut cuma diikuti Arsenal sehingga saking terobsesinya, itulah mainan kelima yang diburu, dipertahankan, ditingkatkan entah sampai kapan. Hingga medio September silam, walau dibendung Bolton 2-2 (18/9), namun argometer unbeaten terus beranjak jadi 46 kali. "Saya mengajak siapa saja, silakan hentikan kami. Setidaknya itu akan menambah motivasi kami untuk bermain lebih bagus," tantang Wenger suatu kali.
Jika Arsenal mampu melewati rekor psikologis, 50 kali tak terkalahkan, mungkin peluang menggandakan immortals makin besar. Dua musim tak terkalahkan! Kenapa 50? Pasalnya saat itu Arsenal akan bertandang ke Old Trafford untuk bertempur melawan Manchester United (24/10). Tanpa mendahului kehendak Yang Maha Kuasa, duel away lawan Manchester City (25/9), dan dua home kontra Charlton Athletic (2/10) serta Aston Villa (16/10), mungkin tak seberat di Theatre of Dreams.
Itulah ujian terberat Wenger lantaran empat hari sebelumnya mereka habis bersua Panathinaikos di Athena pada matchday 3 Liga Champion. Selama dua musim, 2003/04 dan 2004/05, kubu Highbury dihujani lebat soal rekor. Yang pertama putusnya dua catatan Preston North End (1888-89) yang unbeaten di 22 partai sekaligus menjuarai Liga Inggris tanpa kalah. Berikutnya Leeds United (1973-74) dan Liverpool (1987-88) yang tak terkalahkan 29 pertandingan. Kemudian rekor 30 kali tak pernah kalah milik Burnley pada 1920-21.
Usai menekuk Leicester City 2-1 di akhir musim 2003/04, catatan resmi Arsenal adalah: 38 main-26 menang-12 seri-0 kalah, lebih hebat empat kemenangan dari dream-team-nya AC Milan 1991/92 milik Fabio Capello, yang 34-22-12-0.
"Arsene Wenger-lah satu-satunya orang yang pantas menerima ini karena telah membawa Arsenal masuk dalam buku sejarah. Arsenal bermain penuh gairah, menyerang sepanjang musim dan menyelesaikannya tanpa terkalahkan. Mungkin tak akan terulangi 100 tahun ke depan," jelas panelis saat penyerahan Barclaycard Manager of the Year.
Rute fenomenal ternyata tiada henti. Di musim ini, tepatnya 22 Agustus kemarin giliran Middlesbrough disikat 5-3 setelah sempat tertinggal 1-3. Rekor 42 kali invincible dari Nottingham Forest (1977-1979) pun disamai. Masih belum puas, selang dua hari berikutnya, giliran Blackburn Rovers digelontor 3-0 sehingga rekor baru lahir, 43 kali unbeaten! Mungkin ada benarnya kata Fredrik Ljungberg yang bilang bahwa Arsenal lebih memprioritaskan di Premier League.
Melihat korban-korban mesin perang Wenger, dimulai Everton 4-1, Middlesbrough 5-3, Blackburn 3-0, Norwich 4-1, Fulham 3-0, lalu Bolton 2-2, akankah sang rekor terhenti di Old Trafford. Atau sebaliknya Arsenal terus berkompetisi sendirian di Unbeaten League. Nantikan saja.
