Meminjam istilah dari teori evolusi Charles Darwin, ternyata rantai yang terputus (missing link) juga berlaku di blantika sepak bola modern. Selama hampir dua dekade (1958-1970) dunia menikmati atraksi seorang Dos Nascimento de Araujo alias Pele. Hanya vakum selama satu dekade, lalu muncul seseorang yang ditakdirkan Tuhan sebagai penghibur dunia melalui kemilau dan keindahan olah kakinya. Tak syak lagi, dialah Diego Maradona (1979-1994).
Kekhawatiran penikmat sepak bola menunggu lama lahirnya sang penerus, sempat sirna begitu nongol lagi seorang putra dari tanah Amazone yang lahir di Bento Ribeiro 22 September 1976. Namanya sesuai akte kelahiran: Luiz Nazario de Lima, yang beken dikenal dengan Ronaldo. Dunia lantas memvonis inilah sang putra mahkota, missing link yang telah lama ditunggu-tunggu di sepak bola!
Rakyat Indonesia beruntung, sebab jadi masyarakat pertama di dunia yang melihat aksinya sebelum dia berkiprah di PSV Eindhoven selama dua musim. Viva futebol, penerus Pele dan Maradona telah lahir! Setelah transfernya dari Cruzeiro ke PSV Eindhoven di awal musim 1994/95 berjalan mulus. Saat itulah belalakan mata mulai terus menerpa dirinya.
Bermain di Belanda, di bawah bimbingan pelatih gaek yang disebut sebagai kakeknya, Bobby Robson, pemain yang memulai debut di Selecao pada 4 Mei 1994 (vs Islandia) ini menemukan masa-masa pembentukan dirinya. "Bak menggosok intan berlumpur. Harus hati-hati, kalau salah justru merusaknya," tutur orang Eropa pertama penggembleng Ronaldo yang kini melatih Newcastle United itu.
Seperti orang dusun masuk kota, begitu menggambarkan kiprah awal Si Fenomena di Liga Belanda. Hanya sekali absen selama semusim, itupun karena kena flu, Ronaldo membuat decak kagum seluruh negeri Belanda. Ia menjaringkan 30 gol dari 33 laga. Di musim berikut, kisah sensasionalnya mulai meredup seiring dengan cedera dan sikap-sikap kampungan, yang aslinya, mulai keluar. Manajemen PSV mulai kelimpungan, apalagi setelah Robson pergi digaet Barcelona.
Kontras, cuma 13 kali main, meski ketajaman tetap yahud dengan 12 golnya, pelatih baru PSV yang terkenal streng, Dick Advocaat kentara sekali tidak menyukai sikap liarnya. Sebagai bintang, tindakan Ronaldo, jelas, agak diberi keleluasaan; seperti halnya ia memacari Erica Arnesen, putri manajer tim PSV yang asal Denmark, Frank Arnesen. Namun jika sudah melanggar etika profesional, misalnya telat datang saat latihan, bekas pelatih Belanda di Piala Dunia 1994 itu sangat tidak mentolerirnya.
Gaya Hidupnya
Hubungan Ronaldo dan Advocaat memang cuma berlangsung di atas lapangan. Ancaman laten inilah yang membuat relasi antar mereka lama-lama mengalami friksi tajam. Komunikasi semakin terbatas. Hal tersebut mungkin juga karena sampai saat itu Ronaldo tak bisa ngomong Belanda atau Inggris. Selalu ada orang ketiga yang menjadi mediator dalam komunikasi, Nilton File Petrone, yang pernah menangani Romario Faria. Puncak kesabaran PSV pada Ronaldo terjadi pada musim 1995/96 tatkala klub milik perusahaan listrik Philips ini kehilangan gelar sebagai juara Eredivisie.
Menurut beberapa sumber di tim berkaos strip merah tersebut, salah satu kelemahan Ronaldo adalah tidak ada usaha untuk meningkatkan intelektualnya. Katakanlah membaca, belajar serius bahasa asing atau. Ironisnya itu justru berkebalikan dengan sejumlah pemain pribumi PSV macam Philip Cocu, Boudewijn Zenden, Stan Valckx atau Arthur Numan yang terlihat kutu buku. "Ia lebih menyukai gaya hidup yang memanjakan diri," sebut seorang legiun PSV yang juga pemain nasional Belanda kala itu, tanpa mau memerincinya lebih jauh.
Padahal banyak yang telah didapatkan Ronaldo di PSV dan kompetisi Eredivisie. Dari segi mental, ia merasakan pergaulan internasional, tempaan diri dengan disiplin tinggi, profesionalisme. Lalu dari segi fisik, selain badannya jadi gempal, tentunya berkat asupan gizi dan fitness teratur khas klub Eropa, tinggi Ronaldo juga mengalami kenaikan luar biasa. Waktu datang, tingginya 179 cm dan berat 75 kg, lalu selang setahun telah menjadi 183 cm dan 80 kg. Yang pasti lagi, duitnya juga banyak!
Meski demikian, hebatnya, pihak PSV bisa menutupi negativitas Ronaldo sehingga harga jualnya ke Barcelona justru melambung jauh dibanding saat menciduknya dari Cruzeiro. Si gigi kelinci ini dibandrol 20 juta dolar AS demi mengimbangi hasrat Josep Luiz Nunez, yang muncul berkat gosokan pelatih El Barca; Bobby Robson! Sentuhan Midas kembali dibuat sang opa, yang punya asisten jenius dari Portugal bernama Jose Mourinho, serta lewat jasa Ronaldo, Barcelona diantarnya menjuarai La Liga ke-14 kalinya di musim 1996/97.
Walau cuma semusim di Barcelona, pengaruh Ronaldo sangat mumpuni di masyarakat Spanyol. Gol gilanya melawan Compostella, dari garis tengah ia melewati seluruh pemain lawan, sontak mencuatkan hegemoni Ronaldomania. Sekali tampil di La Liga, 37 kali main dengan tabungan 34 gol, Ronaldo langsung menyabet gelar El Pichichi alias Raja Gol! Namun akibat nafsu duniawinya, membuat Ronaldo terserabut dari Barcelona. Bermula dari ingin gajinya dinaikkan menjadi 4 miliar pesetas atau sekitar 27 juta dolar AS setahun, dan ini diprotes manajemen klub, Ronaldo merasa bahwa gelar juara La Liga, lalu Piala Winner Eropa cukup pantas buat kompensasi yang telah dikontribusikan untuk Barca.
Protes Baggio
Polemik terus terjadi sampai datang tawaran menggiurkan dari FC Internazionale Milano, yang akhirnya mengubah segalanya. Dengan angka tertera 27 juta dolar AS, Barcelona setuju menjual maestronya itu daripada bangkrut untuk membayar gaji tahunannya. Di Inter inilah, keluarga Ronaldo mendapat kenikmatan duniawinya. Itu dikarenakan semua klausul dari ekstra kontraknya hampir disetujui taipan minyak Massimo Moratti, capo di cappi tutti (bos dari segala bos) klub berjuluk Nerazzurri tersebut.
Rumah luks, mobil mewah, uang berlimpah membuat Ronaldo bisa menyeimbangkan kepintarannya bermain bola dengan kini, bermain angka-angka, alias memutar uang! Saham Pirelli dibelinya dan cewek bulenya, Susana Werner, diberikan rumah mode untuk kesibukannya di Italia.
Bagaimana kiprahnya di lapangan hijau? Ronaldo tak lupa sama akarnya. Ia memberikan yang terbaik untuk Inter. Aksinya selalu ditunggu khalayak Interisti, terutama di San Siro yang selalu hampir full-house jika Inter menerima tamu-tamu Serie A-nya. Mulai dari Luigi Simoni, Luciano Castellini, Roy Hodgson sampai Mircea Lucescu dan Marcello Lippi lalu akhirnya Marco Tardelli, seakan tak ada allenatore yang bisa menyentuhnya. Kecuali Roberto Baggio. Protagonis numero uno Italia itu paling kritis terhadap Ronaldo. Persaingan pribadi? Mungkin saja.
Fakta bahwa Ronaldo banyak yang membela adalah soal nomor punggung. Ketika baru masuk ia memang memakai nomor 10. Nomor 9 masih milik Ivan Zamorano. Tatkala Roberto Baggio bergabung lalu meminta nomor 10, serta merta Ronaldo sukses bisa 'merampas' nomor milik Zamorano. Yang belakangan ini sebenarnya marah, namun akalnya masih ada di mana ia akhirnya memakai nomor 18 meski ditulisnya 1+8 yang berarti 9. Sepintas, ia tidak rela nomornya dirampas.
"Biarkan, ia masih muda dan ingat, dia aset kita yang paling berharga sekarang ini. Bukan saja di atas lapangan, tapi juga pengaruh ke luar," demikian ucapan Moratti yang seolah menuntaskan semua polemik. Akhirnya sejarah memang membuktikan, justru Baggio yang terlempar dari Inter. Juga Youri Djorkaeff. Banyak yang bilang, saat itulah puncak kejayaan Ronaldo.
Usai musim 1997/98, di mana Inter kalah bersaing dengan Juventus di akhir-akhir kompetisi, Ronaldo terlihat kecewa. Hal ini masih terbawa saat membela Brasil di Piala Dunia 1998. Tekanan psikis jadi penyerang terbaik dunia tapi sibuk secara pribadi, jadwal latihan, jadwal tanding yang padat serta melakoni hobi-hobinya, membuat ia tak siap mengarungi France '98. Puncaknya malah terjadi jelang final melawan Prancis. Tiba-tiba saja ia terkena serangan penyakit misterius. Ada yang bilang sindroma epilepsi, ada yang mengatakan ia keracunan makanan (lantaran masih hobi makan enak).
Banyak pula yang menduga ia terkena stres dan depresi berat akibat tekanan hidup enak. Ini cukup mengherankan mengingat dia sebelumnya tak pernah mengalaminya. Garis keturunan, kalau bisa dibilang, mungkin ada mengingat ayahnya dulu pecandu berat alkohol. Tapi Ronaldo tak suka minuman keras. Ia cuma penggemar hidup enak. Seperti halnya pemain-pemain dari Amerika Latin atau negara-negara dunia ketiga, sikap profesional sebagai pesepak bola memang mudah terserabut.
Dari hari ke hari, tubuhnya semakin tambun dan pinggulnya semakin lebar dan berlemak. Ketika dipaksakan, ia memang masih bisa bergerak cepat, namun otot-otot kakinya tak kuat menahan beban tubuhnya. Ia jadi sering cedera. Final Piala UEFA 1997/98 adalah saat terakhir kali orang menyaksikan kehebatannya. Di final ia membawa Inter memukul Lazio 3-0 di Parc Des Princess, Paris.
Di musim 1998/99, kans Ronaldo, yang saat itu sudah menjadi kapten baru Inter menggeser Javier Zanetti, turun ke lapangan cuma berkisar 50:50. Kalau tak cedera, alasan lainnya adalah perlu istirahat (sindrom Piala Dunia masih menghantuinya). Padahal urusan pribadinya, semisal percintaannya dengan Susana si model iklan, banyak menyita waktu dan aktivitas profesionalnya.
Penampilan cuma 19 kali di lapangan, karena faktor pembelaan tadi, membuktikan bahwa sinar sang bintang mulai tak terang lagi. Pembelaan untuk Ronaldo datang lagi, begitu Inter membeli Christian Vieri. Padahal produktivitas gol Ronaldo tetap saja tajam, 14 gol. Dan ia pun memberi kontribusi terciptanya gelar juara bagi Brasil di Copa America 1999.
Lebih Dewasa
Waktu terus berjalan. Di musim 1999/2000, karena masih adanya Ronaldo, Inter tetap masuk bursa scudetto. Apalagi pelatih Inter saat itu adalah Marcello Lippi, salah satu allenatore terbaik di Italia. Namun aneka kegiatan yang menyita waktu dan enerjinya tetap dilakoninya. Ia terbang dari Milano ke Kosovo untuk program amal lalu lanjut ke Rio De Janeiro pergi pulang belasan kali demi mengunjungi usahanya di Brasil.
Bermula dari keluhan di sekitar engkelnya, pada November 1999, cederanya kian lama kian serius. Waktu melawan Lecce, dia sampai dua kali menghentikan bola yang dikuasainya. Lutut kanan serta ototnya mulai koyak-koyak. Tak lama kemudian ia terbang ke Paris menemui Profesor Saillant. Vonis sang dokter ahli tulang ternama itu memberi angka 4 bulan untuk istirahat.
Kesempatan ini digunakan Ronaldo untuk mengawini Milene, cewek barunya yang telah hamil itu. Pada 6 April 2000, Ronald, putranya itu lahir. Lalu di 12 April 2000, terjadilah peristiwa yang tak terlupakan sepanjang masa buat Ronaldo termasuk seluruh pemirsa sepak bola. Di final pertama Coppa Italia melawan Lazio, setelah Profesor Saillant memberi rekomendasinya, Ronaldo dimainkan Lippi setelah menarik keluar Adrian Mutu.
Di bawah kegemukan tubuhnya, ia mulai berlari, berlari dan terus bergerak. Ia sengaja diposisikan sebagai gelandang. Seisi Olimpico memberi aplaus dan anehnya, banyak pemain Lazio yang enggan meng-counter-nya, sampai akhirnya ia limbung sendiri, terjatuh dan menggelepar-gelepar sembari menjerit-jerit kesakitan. Terlihat tempurung lutut kanannya menonjol dan nyaris copot. Astaga! Hebohnya, ini terjadi pada putra mahkota sepak bola.
Sebelum tragedi itu muncul, sebuah sepakan dari belakang yang dilakukan Fernando Couto mengenai kaki Ronaldo. Setelah 6 menit, seperti biasanya ia selalu punya peluang untuk membobol gawang lawan, pada dirinya Ronaldo seperti mendengar bisikan "Terus Ronaldo! Terus Ronaldo, kamu bisa!", dan seluruh bek serta kiper Lazio mulai ngeri sampai akhirnya peristiwa itu terjadi.
Istirahat panjang kembali dilakoni Ronaldo. Apa saja yang dilakukannya? "Merenungi perjalanan hidup saya. Sepak bola itu bisa menjadi cerita indah jika kita ikut bermain di dalamnya. Saya ingin anak saya melihat ayahnya bermain bola, bukan dari cerita-cerita, tapi langsung," ucap lelaki plontos ini.
Selama setahun Ronaldo tak pernah menggunakan kaos biru-Hitam dan nomor 9 miliknya. Ia hanya cuma berlatih dan berlatih. Namun di bawah pelatih baru Hector Raul Cuper, sinar redup itu tampaknya mulai tersingkap. Ia dimainkan lagi saat Inter tampil di Piala UEFA. Lalu, bukannya kebetulan, saat dia turun bermain lagi melawan Lecce di Serie A, 4 November 2001, meski hanya 13 menit.
Harapan melihat Ronaldo tampil utuh seperti sedia kala, memang masih menunggu waktu lama. Tapi paling tidak, penampilannya sudah bisa dinikmati tak lama lagi. Masuknya Inter di jajaran atas Serie A musim 2001/02, telah menyemangati dirinya untuk memberikan sumbangsihnya: aksi-aksi menawan dan gol-gol spektakulernya. Ya, diperlukan sekian waktu untuk membuktikan bahwa ia memang pantas disebut sebagai penerus Maradona dan Pele.
SERBANEKA RONALDO
→ Jika Pele dan Diego Maradona dengan nomor 10, dia mengidentikan dirinya dengan nomor 9
→ Merupakan penyerang paling sensasional saat ini di dunia, baik dari segi teknikal maupun fisikal. Secara atletis, ia juga punya kecepatan luar biasa dalam menggiring dan mengolah bola serta membuat gol. Jika dalam kondisi top, tak seorang pun yang mampu menghentikannya.
→ Tinggal di Milano, berkediaman dekat Stadion San Siro, bersama istrinya Milene dan putra semata wayangnya, Ronald, serta sang ibu, Sonia.
→ Panggilan Ronaldo pertama kali diberikan oleh adik terkecilnya, Nelinho. Ketika masih bocah ia sering dipanggil "Dadado..Dadado" yang akhirnya menjelma menjadi Ronaldo.
→ Pemain yang paling diidolakannya berasal dari Brasil juga, yaitu Arthur Antunes Coimbra alias Zico, yang pernah merumput di Serie A bersama Udinese.
→ Seperti juga Gabriel Omar Batistuta, salah satu hobinya menonton dan berkecimpung dalam Formula 1. Ia berhubungan baik dengan pembalap top Ferrari, juara dunia Michael Schumacher.
→ Pada tahun 1990, ia pernah dicampakkan Flamengo, saat menjalani tes pertama kali masuk ke klub sepakbola. Persoalannya sepele dan bukan masalah teknis; Ronaldo tetap ngotot tinggal di Bento Ribeiro yang jika ingin latihan harus menggunakan bus pulang pergi setiap hari ke Rio de Janeiro; sementara klub top Brasil itu tak memberi ongkos transportasi.
→ Ketika main di Sao Cristovao, seorang pemandu bakat Cruzeiro menyaksikannya dan berkomentar "Benar usianya 16 tahun? Kok, dia tidak mau menendang bola?"
→ Banyak yang bilang, ia seperti titisannya Jairzinho; yang lebih banyak menggiring bola ketimbang menendangnya
→ Waktu anak-anak tubuhnya tinggi dan begitu kurus; bukan karena kurang makan
→ Makanan favoritnya nasi dan ikan, dan juga kentang goreng
→ Sikap utamanya tenang, sopan dan respek terhadap orang. Terlalu pendiam untuk orang yang baru dikenalnya. Tapi kalau di rumah ia senang bergurau, bercanda dengan ucapan dan wajahnya yang dibikin lucu.
→ Sepanjang kariernya hingga kini, ia meraih 5 prestasi puncak; Juara Piala Brasil 1993, Juara Dunia 1994, Juara Liga Belanda 1995/96, Juara Belanda 1995/1996, Juara Piala Winner 1996/97, Juara Spanyol 1996/97, Juara Piala UEFA 1997/98, Juara Piala Amerika 1999.
→ Juga masuk nominasi sebagai Pemain Terbaik Dunia 1996, 1997 dan 1998, namun yang baru dimenangkannya adalah Golden Ball 1997.
→ Di Piala Dunia 1998, ia memenangkan gelar hiburan; penyerang terbaik selama kejuaraan
→ Sepanjang 6 musimnya di Liga Eropa, ia telah mencetak 118 gol dalam 114 pertandingan, dengan rata-rata 4 gol setiap 5 pertandingan, yang menjadikannya salah satu penyerang terbaik sepanjang masa
DATA DIRI
Nama Lengkap: Luiz Nazario De Lima Ronaldo
Lahir: Bento Ribeiro, 22 September 1976
Tinggi: 183 cm
Berat: 82 kg
Posisi: Penyerang
Negara: Brasil
Ayah: Nelio Nazario de Lima
Ibu: Sonia dos Santos Barata
(foto: interfc/barcafan/sportnaluzi/youtube/dailymotion)