Apa yang menarik dari isu kemungkinan pindahnya Roberto Baggio ke Inter atau AC Milan? Banyak sebab. Namun yang pasti dia ingin yang terbaik bagi dirinya. Baggio tampak telah menyadari bahwa nasibnya sering dirundung sial. Sebelumnya dia sudah merasa dipermainkan atau digunakan banyak pihak, bahkan urusannya dipersulit.
Benarkah sejak kecil ia sering bernasib sial? Bermula dari ucapan bos besar Juve, Gianni Agnelli - sebulan sebelum kontraknya berakhir di Juni - yang jelas-jelas memojokkan dirinya. "Jika dibandingkan dengan Platini, dia jelas tidak ada apa-apanya. Buktinya kita pernah juara liga bersama Platini," tutur pemilik pabrik mobil Fiat itu apa adanya.
Ucapan ini memang sebagai rasa putus asa sang pemilik dengan Baggio yang dibeli dari Fiorentina dan digaji dengan harga mahal. Roby – sapaan kecil gelandang serang bertinggi 174 cm – dibayar Rp 24 miliar oleh Juventus pada akhir musim 1989/90. Bisa dibayangkan pula berapa besar gaji yang diterimanya selama membela Juventus.
Pada waktu mengucapkan itu boleh jadi Agnelli sedang gusar, kecewa bin frustrasi karena sudah delapan tahun Juve belum menjadi juara liga lagi. Agnelli harus meralat ucapannya tentang Baggio setelah Juve akhirnya meraih scudetto. Namun kalau si pemilik masih kecewa pada Baggio, boleh jadi tanda urusan makin runyam. Tampaknya memang belum, jika menyimak kegalauan yang sedang dirasakan bintang berumur 28 tahun itu sekarang.
Omongan sang bos makin mendapat angin atau dukungan setelah muncul pemuda bernama Alessandro Del Piero. Pemuda inilah yang membuat selera Agnelli pada Roby makin meluntur. Berposisi sama, sama-sama ganteng, punya keahlian mirip, bahkan tinggi tubuh yang tidak jaug beda, Baggio benar-benar tersaingi oleh Alex. Memang yang kesal Agnelli saja?
Kekecewaan pertama Baggio seusai Alex semakin mengkilap adalah pemotongan seperti gajinya yang menjadi Rp 2,75 miliar setahun. Ketika mulai uring-uringan dan pers ikut 'mengompori' konflik internal, serta-merta muncul ucapan dari Roberto Bettega. "Jika dia keras kepala, dia boleh pergi," tukas wapres Juventus yang bekas pemain beken Bianconeri dan Azzurri.
Ini sebenarnya ironis. Di saat mereka sedang berpesta scudetto, para tifosi Juve agaknya harus meratapi kepergian bintang numero uno-nya yang hampir pasti akan hengkang ke Milan. Saat Juve mengakhiri laga di Cagliari, para Juventini sampai membawa spanduk. Salah satunya bertuliskan. "Kami Berpesta, tapi Kami ingin Baggio!"
Pilih Ke Milan
Baggio siap meninggalkan Juve setelah permintaan gajinya yang sebesar 3,6 miliar atau Rp 5,5 miliar untuk masa dua musim ke depan, tidak dipenuhi. Juventus hanya mau membayar 2 miliar lira atau sekitar Rp 3 miliar. Kabar santer, Baggio ingin hengkang ke Milan.
Alasannya? Inilah klub yang paling bisa 'menuruti' keinginan gaji Baggio. Yang kedua, di Rossoneri-lah Baggio masih berpotensi menjaga performanya mengingat deretan pemain top di sana. Ada Parma, Inter bahkan Barcelona, yang sebenarnya ingin meminang bintang berjulukan Il Divine Codino atau Si Rambut Ekor Kuda.
Konon kabarnya sebuah klub Jepang berani menuruti kemauannya asal Baggio mau pindah. Tapi apa lacur, Baggio ternyata sangat introvert dalam mengembangkan kariernya. Dia hanya ingin bermain di bumi Italia. "Nama besar Milan dengan para pemainnya lebih cocok dengan permainan dan karier saya," begitu pria berambut ikal itu memberi alasan. Kedongkolan Baggio berikutnya barangkali soal penggunaan citranya.
Walau kaku dan tertutup, namun kegantengan Baggio adalah jaminan mutu. Pernak-perniknya laris manis, terutama di segmen wanita dan anak-anak. Secara permainan juga sudah bisa ditutupi oleh Alex Del Piero, namun soal pencitraan entar dulu. Konon diam-diam Juventus terus menaikkan nilai transfernya sehingga memberatkan para pesaingnya di Serie A untuk memilikinya.
Tawaran terakhir yang dipegang Silvio Berlusconi sebesar 30 miliar lira atau sekitar Rp 45 miliar. Kabarnya si pemilik Milan itu sudah setuju jika harganya segitu. Maklum kegagalan musim lalu, meski sudah mendatangkan George Weah, membuat Don Silvio semakin panas.
Padahal kedatangan Baggio akan mendatangkan bencana buat Zvonimir Boban, Demetrio Albertini, Stefano Eranio, dan Gianluigi Lentini sebab hampir pasti mereka akan dilego. Jika 30 miliar lira, maka Roberto Baggio akan kembali menjadi pemain termahal di dunia lagi yang pernah diambil alih oleh Lentini ketika ditransfer dari Torino ke Milan di musim 1992/93.
Dilahirkan di Caldogno, kota kecil dekat Vicenza pada 18 Februari 1967, Baggio merupakan anak seorang pandai besi bernama Fiorindo Baggio dengan Matilde. Bakat sepak bolanya sudah terlihat sejak bocah ketika sering bermain dengan bola plastik bersama dua saudaranya di belakang bengkel las ayahnya.
Dasar tukang las, Fiorindo lalu membuat gawang kecil istimewa bagi ketiga anak lelakinya. Baggio semakin getol menyepak bola dan tak lama kemudian masuk ke sekolah sepak bola lokal di Caldogno. Memasuki usia remaja, tepatnya pada 1982, dia sudah bergabung ke salah satu klub top di Italia Utara, yaitu Lanerossi Vicenza Calcio alias Vicenza.
Cita-citanya pada waktu itu sederhana saja, ingin seperti pemain pujaannya, Zico, seorang bintang asal Brasil yang pernah bermain di Udinese. Karena keseringan bermain bola, Baggio hampir tamat kariernya di usia muda akibat cedera di lutut kanan. Di usia 17 tahun, pemuda penggemar warna hijau itu sudah harus buru-buru dibawa ke Prancis untuk operasi lutut oleh seorang ahli bernama Profesor Busquet.
Selang setahun usai dinyatakan sembuh, atau pada 1985, Baggio bergabung di Fiorentina selama lima tahun ke depan. Di sini dia juga menderita cedera serius di lutut. Saat ditransfer ke Juventus menjelang Piala Dunia 1990, lututnya pun sebenarnya sedang bermasalah. Walau demikian di Piala Dunia 1990 dia bermain gemilang tanpa didukung oleh kondisi fisik yang sempurna.
Tragedi 1994
Nasib sial Baggio tidak melulu ada di lututnya namun juga pada kepribadian atau posisi bermainnya yang bisa dianggap 'pasaran'. Masuk dekade 1990-an, di Italia posisi di belakang striker (trequartista) sedang booming dan dijejali pemain hebat lain. Sebut saja Giuseppe Signori (Foggia/Lazio), Gianfranco Zola (Napoli/Parma), Roberto Mancini (Sampdoria), atau Giuseppe Giannini (Roma).
Atas dasar demi 'memenangi' persaingan dan kepentingan banyak pihak, pria berbintang Aquarius ini harus membohongi keadaan fisiknya ketika Arrigo Sacchi, pelatih nasional Italia, tetap memasukannya ke skuad Azzurri untuk Piala Dunia 1994. Bahkan Sacchi harus mencoret Mancini dan Giannini dari daftar ke World Cup 1994, lalu menomor-satukan Baggio ketimbang Zola atau Signori selama di AS. Gilanya lagi, Signori yang saat itu sedang dalam top-performance tidak pernah diturunkan Sacchi hingga laga final!
Hal ini menimbulkan tanda tanya besar. Investigasi pun dilakukan banyak pihak termasuk dari media massa. Akhirnya skandal terkuak! Rupanya Baggio terikat kontrak pribadi bernilai besar dengan Petroli, 'Pertamina-nya' Italia, sehingga harus terus dimainkan. Drama khas Italia semakin seru dan liar mengingat kegagalan Baggio mengambil tendangan penalti saat tos-tosan melawan Brasil di final Piala Dunia 1994 dikaitkan dengan sebuah konspirasi tadi.
Sepakan Baggio yang amat menentukan malah melambung ke atas gawang Claudio Taffarel menjadi tragedi nasional. Italia pun gagal menjadi juara dunia gara-gara Baggio! Inilah yang tercetak di setiap sanubari rakyat Italia ketika itu. Faktanya memang demikian, meski prosesnya tentu saja tidak demikian. Reputasi Sacchi selamat namun nama baik Baggio jadi korban.
"Saat itu saya hanya mikir bagaimana menendang sekeras mungkin. Saya tidak punya cara lain," aku suami Andreina Fabbi ini dalam pengakuan yang ditunggu banyak khalayak ramai.
Adakah hubungannya pencitraan Baggio yang buruk dengan penurunan gajinya di Juventus? Orang boleh mengatakan nasib Baggio seperti pepatah ‘Habis Manis Sepah Dibuang.’ Entahlah. Namun yang pasti, cedera lutut bawaan sejak remaja terus menghantui dirinya seumur hidup meski dia sukses menjadi salah satu bintang top di kancah sepak bola Italia.
Gara-gara keseringan cedera, performa Baggio sepanjang 1994/95 pun mulai memudar. Kenyataan ini ditambah oleh kenyataan yang sulit ditampik siapa saja, yaitu dengan munculnya nama Alex Del Piero. Hal inilah yang dikonfirmasi oleh Bettega bahwa Juventus telah mempunyai seorang pangeran baru.
Alhasil memang sekaranglah saat yang tepat bagi Baggio untuk permisi dari Juventus. Tidak ada cara lain. Terima sajalah nasibmu Roby! Semoga sukses di Milan.
Serba Serbi Roberto Baggio
Panggilan: Roby
Julukan: Il Divine Codino
Kota Kelahiran: Caldogno
Tanggal: 18 Februari 1967
Zodiak: Aquarius
Tinggi/Berat: 174 cm/72 kg
Nomor Sepatu: 9,5
Hobi: Berburu dan Musik
Mobil: Mercedes 300 CE
Warna Favorit: Hijau
Hewan: Bebek
Aktor Italia: Roberto Benigni
Aktor Asing: Robert De Niro
Aktris: Kim Bassinger
Musisi Idola: Prince
Lagu Kesukaan: Hotel California (The Eagles)
Pemain Asing Idola: Zico (Brasil)
Pemain Idola Italia: Luigi Riva
Wanita Ideal: Andreina Fabbi (istri)
Tokoh Idola: Cristoporo Colombo (Christopher Columbus)
(foto: ebay.ie/calcionews/mondi/it.wiki/sofoot)
Benarkah sejak kecil ia sering bernasib sial? Bermula dari ucapan bos besar Juve, Gianni Agnelli - sebulan sebelum kontraknya berakhir di Juni - yang jelas-jelas memojokkan dirinya. "Jika dibandingkan dengan Platini, dia jelas tidak ada apa-apanya. Buktinya kita pernah juara liga bersama Platini," tutur pemilik pabrik mobil Fiat itu apa adanya.
Ucapan ini memang sebagai rasa putus asa sang pemilik dengan Baggio yang dibeli dari Fiorentina dan digaji dengan harga mahal. Roby – sapaan kecil gelandang serang bertinggi 174 cm – dibayar Rp 24 miliar oleh Juventus pada akhir musim 1989/90. Bisa dibayangkan pula berapa besar gaji yang diterimanya selama membela Juventus.
Pada waktu mengucapkan itu boleh jadi Agnelli sedang gusar, kecewa bin frustrasi karena sudah delapan tahun Juve belum menjadi juara liga lagi. Agnelli harus meralat ucapannya tentang Baggio setelah Juve akhirnya meraih scudetto. Namun kalau si pemilik masih kecewa pada Baggio, boleh jadi tanda urusan makin runyam. Tampaknya memang belum, jika menyimak kegalauan yang sedang dirasakan bintang berumur 28 tahun itu sekarang.
Omongan sang bos makin mendapat angin atau dukungan setelah muncul pemuda bernama Alessandro Del Piero. Pemuda inilah yang membuat selera Agnelli pada Roby makin meluntur. Berposisi sama, sama-sama ganteng, punya keahlian mirip, bahkan tinggi tubuh yang tidak jaug beda, Baggio benar-benar tersaingi oleh Alex. Memang yang kesal Agnelli saja?
Kekecewaan pertama Baggio seusai Alex semakin mengkilap adalah pemotongan seperti gajinya yang menjadi Rp 2,75 miliar setahun. Ketika mulai uring-uringan dan pers ikut 'mengompori' konflik internal, serta-merta muncul ucapan dari Roberto Bettega. "Jika dia keras kepala, dia boleh pergi," tukas wapres Juventus yang bekas pemain beken Bianconeri dan Azzurri.
Ini sebenarnya ironis. Di saat mereka sedang berpesta scudetto, para tifosi Juve agaknya harus meratapi kepergian bintang numero uno-nya yang hampir pasti akan hengkang ke Milan. Saat Juve mengakhiri laga di Cagliari, para Juventini sampai membawa spanduk. Salah satunya bertuliskan. "Kami Berpesta, tapi Kami ingin Baggio!"
Pilih Ke Milan
Baggio siap meninggalkan Juve setelah permintaan gajinya yang sebesar 3,6 miliar atau Rp 5,5 miliar untuk masa dua musim ke depan, tidak dipenuhi. Juventus hanya mau membayar 2 miliar lira atau sekitar Rp 3 miliar. Kabar santer, Baggio ingin hengkang ke Milan.
Alasannya? Inilah klub yang paling bisa 'menuruti' keinginan gaji Baggio. Yang kedua, di Rossoneri-lah Baggio masih berpotensi menjaga performanya mengingat deretan pemain top di sana. Ada Parma, Inter bahkan Barcelona, yang sebenarnya ingin meminang bintang berjulukan Il Divine Codino atau Si Rambut Ekor Kuda.
Konon kabarnya sebuah klub Jepang berani menuruti kemauannya asal Baggio mau pindah. Tapi apa lacur, Baggio ternyata sangat introvert dalam mengembangkan kariernya. Dia hanya ingin bermain di bumi Italia. "Nama besar Milan dengan para pemainnya lebih cocok dengan permainan dan karier saya," begitu pria berambut ikal itu memberi alasan. Kedongkolan Baggio berikutnya barangkali soal penggunaan citranya.
Walau kaku dan tertutup, namun kegantengan Baggio adalah jaminan mutu. Pernak-perniknya laris manis, terutama di segmen wanita dan anak-anak. Secara permainan juga sudah bisa ditutupi oleh Alex Del Piero, namun soal pencitraan entar dulu. Konon diam-diam Juventus terus menaikkan nilai transfernya sehingga memberatkan para pesaingnya di Serie A untuk memilikinya.
Tawaran terakhir yang dipegang Silvio Berlusconi sebesar 30 miliar lira atau sekitar Rp 45 miliar. Kabarnya si pemilik Milan itu sudah setuju jika harganya segitu. Maklum kegagalan musim lalu, meski sudah mendatangkan George Weah, membuat Don Silvio semakin panas.
Padahal kedatangan Baggio akan mendatangkan bencana buat Zvonimir Boban, Demetrio Albertini, Stefano Eranio, dan Gianluigi Lentini sebab hampir pasti mereka akan dilego. Jika 30 miliar lira, maka Roberto Baggio akan kembali menjadi pemain termahal di dunia lagi yang pernah diambil alih oleh Lentini ketika ditransfer dari Torino ke Milan di musim 1992/93.
Dilahirkan di Caldogno, kota kecil dekat Vicenza pada 18 Februari 1967, Baggio merupakan anak seorang pandai besi bernama Fiorindo Baggio dengan Matilde. Bakat sepak bolanya sudah terlihat sejak bocah ketika sering bermain dengan bola plastik bersama dua saudaranya di belakang bengkel las ayahnya.
Dasar tukang las, Fiorindo lalu membuat gawang kecil istimewa bagi ketiga anak lelakinya. Baggio semakin getol menyepak bola dan tak lama kemudian masuk ke sekolah sepak bola lokal di Caldogno. Memasuki usia remaja, tepatnya pada 1982, dia sudah bergabung ke salah satu klub top di Italia Utara, yaitu Lanerossi Vicenza Calcio alias Vicenza.
Cita-citanya pada waktu itu sederhana saja, ingin seperti pemain pujaannya, Zico, seorang bintang asal Brasil yang pernah bermain di Udinese. Karena keseringan bermain bola, Baggio hampir tamat kariernya di usia muda akibat cedera di lutut kanan. Di usia 17 tahun, pemuda penggemar warna hijau itu sudah harus buru-buru dibawa ke Prancis untuk operasi lutut oleh seorang ahli bernama Profesor Busquet.
Selang setahun usai dinyatakan sembuh, atau pada 1985, Baggio bergabung di Fiorentina selama lima tahun ke depan. Di sini dia juga menderita cedera serius di lutut. Saat ditransfer ke Juventus menjelang Piala Dunia 1990, lututnya pun sebenarnya sedang bermasalah. Walau demikian di Piala Dunia 1990 dia bermain gemilang tanpa didukung oleh kondisi fisik yang sempurna.
Tragedi 1994
Nasib sial Baggio tidak melulu ada di lututnya namun juga pada kepribadian atau posisi bermainnya yang bisa dianggap 'pasaran'. Masuk dekade 1990-an, di Italia posisi di belakang striker (trequartista) sedang booming dan dijejali pemain hebat lain. Sebut saja Giuseppe Signori (Foggia/Lazio), Gianfranco Zola (Napoli/Parma), Roberto Mancini (Sampdoria), atau Giuseppe Giannini (Roma).
Atas dasar demi 'memenangi' persaingan dan kepentingan banyak pihak, pria berbintang Aquarius ini harus membohongi keadaan fisiknya ketika Arrigo Sacchi, pelatih nasional Italia, tetap memasukannya ke skuad Azzurri untuk Piala Dunia 1994. Bahkan Sacchi harus mencoret Mancini dan Giannini dari daftar ke World Cup 1994, lalu menomor-satukan Baggio ketimbang Zola atau Signori selama di AS. Gilanya lagi, Signori yang saat itu sedang dalam top-performance tidak pernah diturunkan Sacchi hingga laga final!
Hal ini menimbulkan tanda tanya besar. Investigasi pun dilakukan banyak pihak termasuk dari media massa. Akhirnya skandal terkuak! Rupanya Baggio terikat kontrak pribadi bernilai besar dengan Petroli, 'Pertamina-nya' Italia, sehingga harus terus dimainkan. Drama khas Italia semakin seru dan liar mengingat kegagalan Baggio mengambil tendangan penalti saat tos-tosan melawan Brasil di final Piala Dunia 1994 dikaitkan dengan sebuah konspirasi tadi.
Sepakan Baggio yang amat menentukan malah melambung ke atas gawang Claudio Taffarel menjadi tragedi nasional. Italia pun gagal menjadi juara dunia gara-gara Baggio! Inilah yang tercetak di setiap sanubari rakyat Italia ketika itu. Faktanya memang demikian, meski prosesnya tentu saja tidak demikian. Reputasi Sacchi selamat namun nama baik Baggio jadi korban.
"Saat itu saya hanya mikir bagaimana menendang sekeras mungkin. Saya tidak punya cara lain," aku suami Andreina Fabbi ini dalam pengakuan yang ditunggu banyak khalayak ramai.
Adakah hubungannya pencitraan Baggio yang buruk dengan penurunan gajinya di Juventus? Orang boleh mengatakan nasib Baggio seperti pepatah ‘Habis Manis Sepah Dibuang.’ Entahlah. Namun yang pasti, cedera lutut bawaan sejak remaja terus menghantui dirinya seumur hidup meski dia sukses menjadi salah satu bintang top di kancah sepak bola Italia.
Gara-gara keseringan cedera, performa Baggio sepanjang 1994/95 pun mulai memudar. Kenyataan ini ditambah oleh kenyataan yang sulit ditampik siapa saja, yaitu dengan munculnya nama Alex Del Piero. Hal inilah yang dikonfirmasi oleh Bettega bahwa Juventus telah mempunyai seorang pangeran baru.
Alhasil memang sekaranglah saat yang tepat bagi Baggio untuk permisi dari Juventus. Tidak ada cara lain. Terima sajalah nasibmu Roby! Semoga sukses di Milan.
Serba Serbi Roberto Baggio
Panggilan: Roby
Julukan: Il Divine Codino
Kota Kelahiran: Caldogno
Tanggal: 18 Februari 1967
Zodiak: Aquarius
Tinggi/Berat: 174 cm/72 kg
Nomor Sepatu: 9,5
Hobi: Berburu dan Musik
Mobil: Mercedes 300 CE
Warna Favorit: Hijau
Hewan: Bebek
Aktor Italia: Roberto Benigni
Aktor Asing: Robert De Niro
Aktris: Kim Bassinger
Musisi Idola: Prince
Lagu Kesukaan: Hotel California (The Eagles)
Pemain Asing Idola: Zico (Brasil)
Pemain Idola Italia: Luigi Riva
Wanita Ideal: Andreina Fabbi (istri)
Tokoh Idola: Cristoporo Colombo (Christopher Columbus)
(foto: ebay.ie/calcionews/mondi/it.wiki/sofoot)