Betapa cepatnya waktu, betapa cepatnya perubahan. Keduanya, Ajax Amsterdam dan Bayern Muenchen, disarati oleh para pemainnya yang muda-muda. Namun perjalanan mereka di Piala Champion terbilang tua. Merekalah kampiun Eropa di era 1970-an. Dua klub besar itu akan berperang untuk memburu sejarah yang telah lama hilang. Namun tujuan yang diingini memakai cara yang berbeda. Sangat antagonis!
Putaran pertama telah berlalu dan berakhir seri 0-0. Meski bermain di Stadion Olimpiade Muenchen, saat itu kubu Ajax tetap dijagokan untuk memenangkan pertandingan. Ini wajar, mengingat peta kekuatan amat timpang walaupun keduanya berisikan banyak pemain muda. Jawaban lainnya, bukan itu! Ini soal adu strategi, kelihaian individu, cara pandang. Maka soal imajinasi permainan maka Giovanni Trapattoni (56 tahun) jauh sekali dibanding Louis van Gaal (44 tahun), yang bisa disebut berbeda satu generasi.
Jadi amat berat bagi Bayern, bekas juara Piala Champion 1974, 1975, 1976, itu untuk lolos ke final. Jangankan melawan Ajax, saat menghadapi IFK Goteborg saja di perempatfinal sebelumnya, mereka dianggap remeh. Cederanya delapan pemain inti termasuk kapten tim Lothar Matthaeus membuat tim ini jadi pincang. Beruntung sekali Bayern bisa menembus semifinal Piala Champion.
Kini hanya ‘otak-otakan’ pelatih Giovanni Trapattoni saja yang bisa bikin keajaiban. Yang hampir pasti, Bayern bakal main dengan mental dan jurus Italia: catenaccio, alias sepak bola negatif. Alamak. Apa sanggup orang Jerman main dengan gaya catenaccio, gaya sistem grendel? Hanya Trapattoni yang tahu.
Perang yang akan digelar di Stadion De Meer, Amsterdam, Kamis (20/4) dinihari WIB berpotensi menyajikan laga antiklimaks. Mr. Trap sudah mencanangkan akan mengerahkan segala cara untuk meraih kemenangan termasuk bermain negatif. “Kalau perlu kita pakai cara di basket. Mencetak gol di saat-saat akhir,” tandasnya yakin. Iyalah itu kalau di kandang sendiri atau tempat netral. Bagaimana di rumah orang?
Ajax Tenang
Pola counter-attack yang diterapkan saat menggulingkan Goteborg pasti akan dipakai kembali. Untungnya Muenchen masih memiliki Mehmet Scholl. Penyerang bertubuh mungil inilah yang jadi titik penentu serangan tim Bavaria itu melangkah ke semifinal. Namun tetap saja, mereka dipastikan akan menjadi sasaran empuk penyerang-penyerang Ajax. Tergantung koordinasi dari Thomas Helmer, sejauh mana pertahanan Muenchen akan tahan dengan gempuran anak-anak Belanda itu.
Kalau kubu Muenchen bak kebakaran jenggot untuk menghadapi partai vital itu, sebaliknya Ajax malah tenang dan lebih banyak membuktikan lewat fakta. Minggu (8/4) lalu saja, mereka meluluh-lantakkan Willem II 7-0 dalam kompetisi liga.
Hasil ini sedikit banyak telah memberi jawaban pada Muenchen, betapa tangguhnya mereka. Ajax juga terkenal amat sulit dikalahkan di kandangnya. Ingat saja saat mereka ‘mengoleh-olehi’ tiga gol untuk Hajduk Split di Amsterdam pada perempatfinal lalu. Padahal di putaran pertama tim asal Kroasia itu sukses menahan mereka, juga dengan 0-0. Bisa jadi hal ini mereka lakukan pada Muenchen.
Klub yang menjuarai Piala Champion tiga kali (1971-1973) melalui trio maut ‘Johan Cruijff-Johny Rep-Johan Neeskens” ternyata bukan saja menakutkan Muenchen tetapi juga Milan yang jika sama-sama lolos, kemungkinan akan saling bertemu ke final 24 Mei mendatang. Tak pelak kekalahan 2-0 dua kali di penyisihan tahun lalu kembali menciutkan nyali Fabio Capello untuk mengakui nama besar Ajax.
“Kalau ada klub yang paling tangguh di dunia sekarang ini, mereka itulah. Kekuatannya sungguh menakutkan,” puji Capello yang di final 30 Mei 1973, tim yang dibelanya – Juventus – dilibas Ajax 1-0 di Beograd lewat gol Rep. Sebagian publik Belanda percaya bahwa sekaranglah saat yang tepat untuk mengulang prestasi 22 tahun lalu.
Yang jadi masalah sebenarnya ada di luar lapangan, yakni para pendukung kedua tim. Saat putaran pertama di Muenchen saja, suporter Ajax telah melakukan tindakan vandal dan baku teror dengan pendukung Muenchen serta polisi. Beberapa toko mereka hancurkan, sebagai tanda ketidakpuasan hasil seri. Akankah terjadi pembalasan dendam dari suporter Muenchen? Jawabnya tergantung hasil akhir di lapangan.
Prakiraan Susunan Pemain
Ajax (4-3-1-2): Edwin van der Sar; Michael Reiziger, Danny Blind, Frank Rijkaard, Frank De Boer; Finidi George, Clarence Seedorf, Jari Litmanen, Marc Overmars; Ronald De Boer, Patrick Kluivert.
Bayern (4-5-1): Sven Scheurer; Markus Babbel, Samuel Kuffour, Thomas Helmer, Christian Ziege; Alexander Zickler, Dietmar Hamann, Alain Sutter, Markus Schupp, Christian Nerlinger; Mehmet Scholl.
(foto: lagaleriadelfutbol)
Bayern sukses membendung Ajax 0-0 di Muenchen. |
Jadi amat berat bagi Bayern, bekas juara Piala Champion 1974, 1975, 1976, itu untuk lolos ke final. Jangankan melawan Ajax, saat menghadapi IFK Goteborg saja di perempatfinal sebelumnya, mereka dianggap remeh. Cederanya delapan pemain inti termasuk kapten tim Lothar Matthaeus membuat tim ini jadi pincang. Beruntung sekali Bayern bisa menembus semifinal Piala Champion.
Kini hanya ‘otak-otakan’ pelatih Giovanni Trapattoni saja yang bisa bikin keajaiban. Yang hampir pasti, Bayern bakal main dengan mental dan jurus Italia: catenaccio, alias sepak bola negatif. Alamak. Apa sanggup orang Jerman main dengan gaya catenaccio, gaya sistem grendel? Hanya Trapattoni yang tahu.
Perang yang akan digelar di Stadion De Meer, Amsterdam, Kamis (20/4) dinihari WIB berpotensi menyajikan laga antiklimaks. Mr. Trap sudah mencanangkan akan mengerahkan segala cara untuk meraih kemenangan termasuk bermain negatif. “Kalau perlu kita pakai cara di basket. Mencetak gol di saat-saat akhir,” tandasnya yakin. Iyalah itu kalau di kandang sendiri atau tempat netral. Bagaimana di rumah orang?
Ajax Tenang
Pola counter-attack yang diterapkan saat menggulingkan Goteborg pasti akan dipakai kembali. Untungnya Muenchen masih memiliki Mehmet Scholl. Penyerang bertubuh mungil inilah yang jadi titik penentu serangan tim Bavaria itu melangkah ke semifinal. Namun tetap saja, mereka dipastikan akan menjadi sasaran empuk penyerang-penyerang Ajax. Tergantung koordinasi dari Thomas Helmer, sejauh mana pertahanan Muenchen akan tahan dengan gempuran anak-anak Belanda itu.
Kalau kubu Muenchen bak kebakaran jenggot untuk menghadapi partai vital itu, sebaliknya Ajax malah tenang dan lebih banyak membuktikan lewat fakta. Minggu (8/4) lalu saja, mereka meluluh-lantakkan Willem II 7-0 dalam kompetisi liga.
Hasil ini sedikit banyak telah memberi jawaban pada Muenchen, betapa tangguhnya mereka. Ajax juga terkenal amat sulit dikalahkan di kandangnya. Ingat saja saat mereka ‘mengoleh-olehi’ tiga gol untuk Hajduk Split di Amsterdam pada perempatfinal lalu. Padahal di putaran pertama tim asal Kroasia itu sukses menahan mereka, juga dengan 0-0. Bisa jadi hal ini mereka lakukan pada Muenchen.
Klub yang menjuarai Piala Champion tiga kali (1971-1973) melalui trio maut ‘Johan Cruijff-Johny Rep-Johan Neeskens” ternyata bukan saja menakutkan Muenchen tetapi juga Milan yang jika sama-sama lolos, kemungkinan akan saling bertemu ke final 24 Mei mendatang. Tak pelak kekalahan 2-0 dua kali di penyisihan tahun lalu kembali menciutkan nyali Fabio Capello untuk mengakui nama besar Ajax.
“Kalau ada klub yang paling tangguh di dunia sekarang ini, mereka itulah. Kekuatannya sungguh menakutkan,” puji Capello yang di final 30 Mei 1973, tim yang dibelanya – Juventus – dilibas Ajax 1-0 di Beograd lewat gol Rep. Sebagian publik Belanda percaya bahwa sekaranglah saat yang tepat untuk mengulang prestasi 22 tahun lalu.
Yang jadi masalah sebenarnya ada di luar lapangan, yakni para pendukung kedua tim. Saat putaran pertama di Muenchen saja, suporter Ajax telah melakukan tindakan vandal dan baku teror dengan pendukung Muenchen serta polisi. Beberapa toko mereka hancurkan, sebagai tanda ketidakpuasan hasil seri. Akankah terjadi pembalasan dendam dari suporter Muenchen? Jawabnya tergantung hasil akhir di lapangan.
Prakiraan Susunan Pemain
Ajax (4-3-1-2): Edwin van der Sar; Michael Reiziger, Danny Blind, Frank Rijkaard, Frank De Boer; Finidi George, Clarence Seedorf, Jari Litmanen, Marc Overmars; Ronald De Boer, Patrick Kluivert.
Bayern (4-5-1): Sven Scheurer; Markus Babbel, Samuel Kuffour, Thomas Helmer, Christian Ziege; Alexander Zickler, Dietmar Hamann, Alain Sutter, Markus Schupp, Christian Nerlinger; Mehmet Scholl.
(foto: lagaleriadelfutbol)