Luar biasa AC Milan. Datang ke Stadion Parc des Princes, Paris, dengan tak diunggulkan, berbekal kekalahan 0-2 dari Juventus di Liga Italia, dan dalam keadaan banyak dikurung, mereka justru melabrak tuan rumah Paris Saint-Germain 1-0 dalam semifinal pertama Liga Champion.
Dalam pertandingan yang disiarkan langsung oleh RCTI, Kamis dinihari itu sebenarnya dikuasai tuan rumah. Namun, apalagi kalau bukan karena faktor nasib sial, PSG harus melepas kesempatan pertama mereka untuk melangkah ke final.
Gol tunggal Milan lahir lewat serangan balik pada injury time, hasil kerja sama apik dari Daniele Massaro, Dejan Savicevic (Yugoslavia), dan Zvonimir Boban (Kroasia). Boban-lah yang kemudian menjadi algojo terakhir ketika menjebolkan bola ke gawang Bernard Lama dari sudut sempit. Inilah kekalahan pertama PSG di Liga Champion musim ini.
“Boban sangat mengejutkan. Tadinya saya kira dia akan mengumpan balik ke saya. Ternyata ia langsung menembak dan itu menguntungkan,” ujar Savicevic usai laga. Tidak kurang empat peluang PSG hilang dan gagal membuahkan gol. Peluang terbaik didapat penyerang David Ginola, tandem George Weah, di mana tendangannya membentur mistar gawang Milan.
Sebastiano Rossi
Serbuan gencar tuan rumah yang diotaki trio Rai-Ginola-Weah ternyata tetap gagal menembus gawang Sebastiano Rossi. Selain faktor unlucky PSG serta koordinasi hebat kapten Franco Baresi, penampilan sang penjaga gawang Milan patut diacungi jempol. Rossi beberapa kali melakukan penyelamatan spektakuler, salah satunya sundulan Weah yang seharusnya mematikan menjadi tidak mematikan.
Namun faktor paling signifikan yang membuat sukses Rossoneri adalah mental juara. Meski digempur habis, tidak terlihat kegugupan di barisan pertahanannya. Salah satu alasan kurang berhasilnya serangan PSG, barangkali karena absennya gelandang serang Candido Valdo. Dia dikenal lebih direct dan paling lihai mengatur tempo ketimbang Rai.
Dengan hasil ini, Milan cukup menahan imbang PSG di San Siro, 19 April mendatang. Namun demikian, peluang PSG untuk mengubah keadaan masih terbuka. Mereka butuh setidaknya menang 1-0 agar laga dilanjutkan dengan perpanjangan waktu. Kemenangan minimal 2-1 akan membuat Milan menangis.
Di laga semifinal lain antara tuan rumah Bayern Muenchen versus Ajax Amsterdam hanya berkesudahan tanpa gol. Pada partai klasik yang dihampar di Olympiastadion, pasukan Louis van Gaal tidak mampu menerobos pertahanan Muenchen yang tampil dengan gaya Italia arahan pelatih Giovanni Trapattoni.
Berbagai variasi serangan dan manuver Ajax menemui jalan buntu, sebab Trapattoni menginstruksikan mempersempit laju para penyerang De Amsterdammers. “Walau imbang, sebenarnya ini hasil memuaskan sebab kami tidak diperhitungkan,” kata Presiden Bayern Franz Beckenbauer kepada Reuters. Pada 19 April 1995, giliran Ajax yang akan menjamu Muenchen di Stadion De Meer, Amsterdam. Nah, siap-siap spor jantung deh, Herr Franz!
(foto: m.psg.fr)
Zvonimir Boban meladeni George Weah. |
Gol tunggal Milan lahir lewat serangan balik pada injury time, hasil kerja sama apik dari Daniele Massaro, Dejan Savicevic (Yugoslavia), dan Zvonimir Boban (Kroasia). Boban-lah yang kemudian menjadi algojo terakhir ketika menjebolkan bola ke gawang Bernard Lama dari sudut sempit. Inilah kekalahan pertama PSG di Liga Champion musim ini.
“Boban sangat mengejutkan. Tadinya saya kira dia akan mengumpan balik ke saya. Ternyata ia langsung menembak dan itu menguntungkan,” ujar Savicevic usai laga. Tidak kurang empat peluang PSG hilang dan gagal membuahkan gol. Peluang terbaik didapat penyerang David Ginola, tandem George Weah, di mana tendangannya membentur mistar gawang Milan.
Sebastiano Rossi
Serbuan gencar tuan rumah yang diotaki trio Rai-Ginola-Weah ternyata tetap gagal menembus gawang Sebastiano Rossi. Selain faktor unlucky PSG serta koordinasi hebat kapten Franco Baresi, penampilan sang penjaga gawang Milan patut diacungi jempol. Rossi beberapa kali melakukan penyelamatan spektakuler, salah satunya sundulan Weah yang seharusnya mematikan menjadi tidak mematikan.
Namun faktor paling signifikan yang membuat sukses Rossoneri adalah mental juara. Meski digempur habis, tidak terlihat kegugupan di barisan pertahanannya. Salah satu alasan kurang berhasilnya serangan PSG, barangkali karena absennya gelandang serang Candido Valdo. Dia dikenal lebih direct dan paling lihai mengatur tempo ketimbang Rai.
Dengan hasil ini, Milan cukup menahan imbang PSG di San Siro, 19 April mendatang. Namun demikian, peluang PSG untuk mengubah keadaan masih terbuka. Mereka butuh setidaknya menang 1-0 agar laga dilanjutkan dengan perpanjangan waktu. Kemenangan minimal 2-1 akan membuat Milan menangis.
Di laga semifinal lain antara tuan rumah Bayern Muenchen versus Ajax Amsterdam hanya berkesudahan tanpa gol. Pada partai klasik yang dihampar di Olympiastadion, pasukan Louis van Gaal tidak mampu menerobos pertahanan Muenchen yang tampil dengan gaya Italia arahan pelatih Giovanni Trapattoni.
Berbagai variasi serangan dan manuver Ajax menemui jalan buntu, sebab Trapattoni menginstruksikan mempersempit laju para penyerang De Amsterdammers. “Walau imbang, sebenarnya ini hasil memuaskan sebab kami tidak diperhitungkan,” kata Presiden Bayern Franz Beckenbauer kepada Reuters. Pada 19 April 1995, giliran Ajax yang akan menjamu Muenchen di Stadion De Meer, Amsterdam. Nah, siap-siap spor jantung deh, Herr Franz!
(foto: m.psg.fr)