Perjalanan, Pengalaman, & Pemahaman Permainan Terindah

Piala UEFA: Bermula Dari Kota-Kota Industri

Sejarah dipentaskannya Piala UEFA ternyata lebih panjang dibanding dengan Piala Champion atau Piala Winner. Bahkan dibanding organisasi UEFA (Uni Federasi Sepak Bola Eropa) itu sendiri! 
Piala UEFA: Bermula Dari Kota-Kota Industri
Chelsea vs Barcelona di Stamford Bridge, London, 5 Maret 1958.
Ide diadakannya kejuaraan yang kini diikuti oleh peringkat atas (di bawah juara) liga tiap negara Eropa ini pertama kali dilontarkan oleh ketua FIFA asal Swiss, Ernst B. Thommen, tahun 1950. Saat itu belum ada satu pun kejuaraan resmi yang bisa melibatkan seluruh negara di Eropa seperti sekarang.

Tapi beberapa pertandingan dan turnamen antarkota industri dan pusat perdagangan telah digelar pada masa itu. London, Barcelona, atau Frankfurt merupakan kota-kota yang sering mengadakan pertandingan. Begitu UEFA dibentuk tahun 1954, Thommen memberikan masukan pada UEFA bagaimana turnamen itu bisa dikembangkan agar bisa diikuti oleh banyak negara. Setahun kemudian digelarlah kejuaraan dengan nama European Industrial Intercities Fairs Cup yang disingkat Fairs Cup, tak lama setelah Piala Champion dipentaskan.

Sebanyak 12 kota industri dari sepuluh negara mengikuti kompetisi perdana itu yang dilangsungkan pada April 1955 di Basel, Swiss. Mereka dibagi ke dalam empat grup yang berisi masing-masing tiga kota. Grup 1 adalah Barcelona, Kopenhagen, dan Wina. Grup 2: Birmingham City, Milano, Zagreb. Grup 3: Lausanne, Leipzig, dan Koeln. Grup 4: London, Frankfurt, Basel.

Anehnya kompetisi ini memakan waktu tiga tahun. Di semifinal, Barcelona menyingkirkan Birmingham dengan agregat 3-4 dan 1-0. Lalu London mengatasi Lausanne 1-2 dan 2-0. Walhasil final mempertemukan Barcelona vs London. Karena ini kejuaraan antarkota, maka London disarati oleh pemain asal Arsenal, Chelsea, Fulham, Tottenham Hotspur, atau West Ham United.

Pada final pertama yang berlangsung 5 Maret 1958 di Stamford Bridge, tim asal Catalunya sukses menahan tuan rumah London dengan 2-2 di hadapan 45.466 penonton. Para jagoan London saat itu antara lain Jimmy Greaves, bintang yang masih 18 tahun asal Chelsea; Danny Blanchflower (Spurs), kiper legendaris Arsenal, Jack Kelsey, serta bek kiri Fulham, Jim Langley.

Pelatih London XI adalah Joe Mears, yang sama sekali tidak dikenal di blantika sepak bola kecuali sebagai bekas tentara di Perang Dunia II.  Sebaliknya Barcelona dilatih oleh Helenio Herrera, yang kelak dikenal sebagai tokoh pencipta sistem catenaccio di FC Internazionale Milano di era 1960-an.

Pada giliran kedua menjadi tuan rumah, Barcelona menggulung London XI dengan skor 6-0 di depan 62.000 penonton Stadion Camp Nou. Barcelona, yang di dalamnya ada pemain bintang lokal, Luis Suarez, menjadi klub pertama yang menjuarai Fairs Cup, cikal bakal Piala UEFA. Saat itu ajang Fairs Cup adalah kepuasan alternatif dari puluhan juta pecinta klub di seluruh Eropa, setelah melihat klubnya tidak bisa masuk ke European Cup, cikal bakal Liga Champion.

Dari ajang inilah harapan klub-klub yang kurang kuat di Eropa sangat terbuka untuk meraih kejayaan. Klub sebangsa Newcastle United saja pernah meraih titel di 1968/69 setelah mengalahkan Ujpest FC (Hongaria) dengan skor total 6-2 (dari 3-0 dan 3-2). Kala itu, pesta di Newcastle adalah yang terbaik dan terbesar yang pernah terjadi di kota itu.

Titel Maradona

Setelah 14 tahun berlangsung, pada musim 1971/72 Fairs Cup berganti baju menjadi UEFA Cup dengan format laga yang sama sekali tidak mengalami perubahan, laga home and away hingga ke partai finalnya. Pada di musim 1970/71, Leeds United (Inggris) merenggut trofi terakhir Fairs Cup dengan menyingkirkan Juventus di final dengan agregat 1-1 dan 2-2.

Memang cukup terlihat aneh, Leeds United menjadi juara tanpa sekalipun merebut kemenangan. Namun ciri khas Fairs Cup seperti ini tetap dipertahankan ketika turnamen berganti baju menjadi UEFA Cup mulai 1971/72. Klub pertama yang menjuarainya adalah Tottenham Hotspur, yang di final mengalahkan Wolverhampton Wanderers dengan agregat ketat, 2-1 dan 1-1.

Hingga musim terakhir 1993/94, atau setelah berlangsung 36 tahun, final Piala Fairs dan Piala UEFA telah disaksikan langsung 3.467.130 penonton dari total 70 kali laga final home and away. Pada tahun 1964 dan 1965, final Piala Fairs hanya dilangsungkan sekali. Di Camp Nou, Barcelona, pada 26 Juni 1964, Real Zaragoza sukses menekuk Valencia 2-1, dan setahun kemudian giliran Ferencvaros (Hongaria) sanggup mengalahkan Juventus 1-0 di Stadion Comunale, Torino.
Piala UEFA: Bermula Dari Kota-Kota Industri
Diego Maradona lawan Stuttgart di final II Piala UEFA di Stadion Neckar, 17 Mei 1989.
Dari data itu pula dapat diketahui bahwa final yang paling banyak ditonton adalah saat Napoli (Italia) dan VfB Stuttgart (Jerman) bertemu di laga pamungkas pada 1989. Saat digelar di San Paolo, 3 Mei 1989, penonton mencapai 83.000 alias full house. Dua pekan kemudian, 17 Mei 1989, 67.000 penonton memadati Stadion Neckar.

Tak pelak lagi, magis dan sihir Diego Maradona menjadi pemicu membludaknya jumlah penonton terbesar sepanjang sejarah Fairs Cup dan UEFA Cup. Negara mana yang terbesar di Piala UEFA? Urutan pertama diduduki oleh Inggris, yang telah menghasilkan 9 juara. Berikutnya Spanyol, 8 kali. Disusul Italia dengan 7 kali.

Namun catatan penting diperoleh Italia karena di tujuh musim terakhir, klub-klub Serie A menjadi penguasanya. Tiga final diantaranya berlangsung dengan status All-Italian Final, termasuk final tahun ini antara Juventus vs Parma. Dan Parma, adalah klub ke-46 sepanjang sejarah Fairs Cup/UEFA Cup yang sanggup tampil di final.

(foto: taringa/dailymail/fanpicture/football)

Share:

Artikel Populer

Maurizio Sarri: Tantangan Baru Si Mantan Bankir

Buat tifosi Napoli yang militan dan fanatik, begitu melihat jagoannya cuma meraup dua poin dari tiga laga jelas bikin dongkol selain gundah...

Arsip

Intermeso

Wawancara

Arsip

Artikel Terkini