Perjalanan, Pengalaman, & Pemahaman Permainan Terindah

Peta Kekuatan Mulai Merata?

Perlahan tapi pasti, peta kekuatan di sepak bola mulai berbicara. Meski dibumbui beberapa kejutan baru, namun penyisihan Piala Eropa 1996 yang digelar serentak akhir Maret lalu, masih menyisakan keunggulan tim-tim papan atas. Ini penting agar prestise kejuaraan empat tahunan itu tetap semarak.

Paling tidak Jerman, Belanda, Spanyol, atau Italia tetap mempertahankan pamornya sebagai negara yang patut diperhitungkan kehadirannya di Inggris tahun depan. Mereka, kecuali Spanyol, berhasil mendulang kemenangan atas lawan-lawannya.

Begitu pula lapis kedua seperti Norwegia, Bulgaria, Swiss, dan kekuatan baru Kroasia. Mereka semua amat berpeluang lolos ke putaran final. Yang mengejutkan, justru bergesernya kekuatan lapis kedua lainnya. Denmark, Swedia, Belgia, atau Prancis malah seret prestasinya. Mereka mulai disaingi oleh kekuatan lapis ketiga seperti Israel, Turki, Masedonia, dan Yunani.

Italia yang sebelumnya sempat ngadat, mulai menemukan kepercayaan diri. Malah mencetak sukses ganda. Ini terbukti ketika mereka mencetak dua kemenangan berturut-turut atas Estonia 4-1 di Salerno dan Ukraina 2-0 di Kyiv. Tampil sebagai bintang tim Azzurri saat itu adalah Gianfranco Zola, yang mencetak tiga dari enam gol Italia. “Tak disangkal lagi, kini dialah pemain kunci yang dapat diharapkan,” puji pelatih Arrigo Sacchi, yang atas desakan rakyat Italia kini mengurangi jumlah pemain Lazio. 

Walaupun memang, tetapi masyarakat tak begitu gembira menerimanya. Selain lawannya lemah, hobi Sacchi melakukan eksperimen juga belum hilang. “Tim nasional bangkit kembali setelah puas menerima cercaan,” tulis harian nasional terbitan Roma, La Repubblica, dengan nada satir.

Taktik Baru Vogts

Sementara itu di grup tiga, Jerman yang setengahnya berisi pemain baru, juga mereguk kemenangan penting atas tuan rumah Georgia 2-0 di Tbilisi. Hasil ini sangat mujarab untuk terus menempel sang jawara grup, Bulgaria, yang semakin menggila setelah menampar Wales 3-1 di Sofia.

Sebenarnya pelatih Jerman Bertie Vogts amat takut dengan para penyerang Georgia yang pernah sukses melumat Wales 5-0. Maka untuk mengantisipasi mereka, ia melakukan strategi barikade ketat di sektor tengah dan belakang, sebelum melakukan blitzkrieg cepat.

Alhasil trik itu sukses. Lewat serangan balik cepat, akhirnya Juergen Klinsmann berhasil mencetak dua gol pada babak pertama. “Kami memang sengaja memancing mereka agar masuk ke pertahanan kami dulu,” ungkap Vogts usai pertandingan.

Di Grup 5, persaingan Belanda dan Norwegia semakin tak terelakkan. Keduanya mencatat kemenangan besar. Di Stadion Feyenoord, Rotterdam, Oranje melindas Malta 4-0 lewat gol-gol dari Clarence Seedorf, Dennis Bergkamp, Aron Winter, dan Patrick Kluivert. Pencapaian sukses pasukan Guus Hiddink ini secara otomatis mengamankan diri dari sodokan Czek yang sedang tidak bertanding.

“Anak-anak main penuh disiplin. Hasil yang menggembirakan bagi kami,” tandas Hiddink yang sukses merayu pemain Ajax kembali masuk ke tim nasional. Tentu saja ia gembira meski ‘hanya’ menang 4-0 sebab inilah kemenangan pertama Belanda sejak KNVB menunjuk Hiddink sebagai pengganti Dick Advocaat. Di dua laga ujicoba sebelumnya, Belanda digebuk Portugal dan Prancis dengan skor 0-1.

Spanyol Santai

Bertanding di kandang sendiri, Spanyol tak terduga dipaksa seri oleh Belgia 1-1 di kualifikasi grup dua. Disaksikan 27.000 penonton di Stadion Sanchez Pizjuan, kandang klub Sevilla, Julen Guerrero membawa tim Matador unggul 10 di menit 24. Namun kedudukan ini tak bertahan lama. Dua menit kemudian Belgia menyamakan melalui Marc Degryse.

“Kami terlalu bermain santai. Tapi mereka memang bermain baik.” Aku pelatih Spanyol Javier Clemente. Hasil seri justru disyukuri De Rode Duivels alias tim Setan Merah, terutama setelah mengetahui hasil ‘menggembirakan’ yang diraih Denmark setelah ditahan 1-1 oleh Siprus. Denmark adalah pesaing terdekat Belgia di Grup 2.

Kesalahan yang dilakukan kiper Josef Wandzic setelah tangkapannya luput, mengakibatkan kekalahan Polandia 1-2 di Bukarest melawan tuan rumah Rumania dalam lanjutan Grup 1. Padahal mereka unggul lebih dulu via Andrzej Juskowiak di menit 42. Negeri Drakula menyamakan lewat striker AC Milan, Florin Raducioiu, di masa injury-time babak pertama. Namun kesalahan fatal Wandzic atas kelahiran gol bunuh dirinya di menit 53 menamatkan perlawanan Polandia.

Kejutan Israel

Babak kualifikasi Euro '96 juga menebarkan aroma ancaman dari negara-negara yang tadinya tidak pernah diperhitungkan. Siapa yang berani menjagokan Turki dan Israel bakal lolos ke Inggris tahun depan? Mungkin tidak ada. Namun simaklah perjuangan mereka untuk merealisasikan kejutan.

Bergabung dalam Grup 3 yang begitu keras, tidak diduga Turki sanggup melibas Swedia, peraih tempat ketiga di Piala Dunia 1994, dengan skor 2-1 di Istanbul. Dengan kemenangan itu, Turki – yang disarati gerombolan pemain Galatasaray – mematok diri di posisi kedua klasemen sementara grup tiga. Di saat yang sama, pimpinan klasemen Swiss hanya bermain 2-2 melawan Hongaria di Budapest.

Bertanding di depan 20.000 orang, Turki benar-benar memanfaatkan situasi setelah diusirnya tembok pertahanan Swedia, Joachim Bjorklund, akibat ‘memakan’ striker Hakan Sukur. Meski unggul dulu lewat Kennet Andersson, usai kehilangan Bjorklund tim asuhan Tommy Svensson tak kuasa mempertahankan keunggulan.
David Ginola. Peta Kekuatan Mulai Merata?
David Ginola gagal bikin gol di Tel Aviv.
Kiprah Israel lebih hebat lagi. Walau bermain 0-0 lawan Prancis, mereka ‘merasa’ sangat rugi tidak bisa lebih optimal. “Anak-anak bermain mengecewakan. Mereka ingin memang, tapi gagal karena kepercayaan diri yang berlebihan. Walau begitu kini sasaran tampil ke putaran final di Inggris bukan sekadar mimpi lagi,” kata pelatih Israel Shlomo Scharf menebar ancaman. 

Israel pernah mengalahkan Prancis di Paris pada November 1993, yang ikut andil menggagalkan lolosnya Les Bleus ke putaran final Piala Dunia 1994 di AS. Prestasi mengejutkan lainnya diperlihatkan tim gurem Siprus. Di Stadion Tsirion Limassol, secara perkasa mereka menahan Denmark, juara bertahan Piala Eropa, dengan skor 1-1. 

Ribuan penonton fanatik seperti tidak menerima tim nasionalnya bakal kalah setelah Michael Schjonberg membawa keunggulan bagi tamu sejak menit 2. Kerusuhan sudah di ambang mata, sebelum Marios Agathocleous menaklukkan kiper Peter Schmeichel di ujung babak pertama.

Siprus memang tengah naik daun. Setelah 24 tahun tidak pernah berprestasi bagus di ajang internasional, mereka sanggup mengalahkan Armenia 2-0 pada November 1994. Pada Maret lalu, Siprus juga sukses menahan Swedia 3-3 dalam laga ujicoba. Rupanya sedang terjadi fenomena unik, berubahnya peta kekuatan persepak bolaan Eropa. Ini hal yang menarik untuk diamati perkembangannya.

(foto: imgrum.net/telegraph/lagaleriadelfutbol)

Share:

Artikel Populer

Maurizio Sarri: Tantangan Baru Si Mantan Bankir

Buat tifosi Napoli yang militan dan fanatik, begitu melihat jagoannya cuma meraup dua poin dari tiga laga jelas bikin dongkol selain gundah...

Arsip

Intermeso

Wawancara

Arsip

Artikel Terkini