Kalimantan Timur ternyata tidak hanya terkenal dengan minyak dan gasnya. Klub sepak bolanya pun tangguh. Lebih dari itu, adalah keberadaan penontonnya. Boleh di kata, merekalah penonton terbaik di Liga Indonesia sekarang ini. Sejak dulu mereka tidak pernah bikin keributan.
Salah satu tim di sana, Persiba Balikpapan umpamanya, tak pernah bikin kerusuhan sejak tahun 1988, tepatnya ketika mereka berkiprah di divisi utama. "Biasanya mereka hanya berkaok-kaok saja. Selama ini di Stadion Persiba tidak pernah ada kerusuhan. Jangankan itu, yang namanya lempar-melempar ke dalam lapangan saja tidak ada. Saya mengetahui benar karakter penonton dan tingkah suporter Persiba sejak masuk divisi satu PSSI tahun 1988," ujar Mulyono S, BBA, ketua panitia pertandingan yang juga pengurus teras Persiba.
Dua tim lainnya, Putra Samarinda dan Pupuk Kaltim (PKT) Bontang, yang semuanya dari provinsi paling makmur di Kalimantan itu, membuktikan bahwa tanpa suporter fanatik yang berbau vandalisme, prestasi mereka toh tetap baik. Penonton di Jawa boleh bergolak, di Sumatra kadang memanas, namun tidak untuk mereka. Sampai detik ini, para penonton di sini tetap terjaga emosionalnya.
Bahkan ketika timnya menderita kekalahan misalnya. Seperti yang dialami oleh Putra Samarinda saat ditaklukkan tetangganya, Barito Putra, 0-1, Ahad lalu di Banjarmasin. Beberapa suporter setia mereka malahan menyambut dan mengelu-elukan kedatangan tim yang dimotori oleh Edi Harto, Jalil Jamaluddin, dan Hendri Susilo itu di Samarinda. Begitu pula apa yang dilakukan oleh pendukung setia Persiba Balikpapan. Tidak terlihat rasa ketidakpuasan yang berlebih pada mereka. Hasil seri melawan Gelora Dewata ternyata lebih disyukuri ketimbang dicerca.
"Boleh dibilang beruntung melatih tim yang pendukungnya tidak rewel," kata pelatih Persiba, Ronny Pattinasarani. "Jangankan Persiba yang kalah atau menang tetap kami cintai, tim lain pun kalau bermain bagus dan sportif bakal kami dukung," tambah Hartono, salah seorang suporter tim kota minyak itu.
Tampil sebagai underdog dalam Liga Indonesia juga membuat mereka makin memperoleh dukungan penontonnya. "Memang target kami hanya menghindari degradasi," tambah Drs. Ali Sofyan Noor, Ketua Umum Persiba. Di sisi lain, prestasi Persiba Balikpapan yang mengecewakan di Liga Indonesia tidak harus membuat suporternya merasa kecewa. Ini terbukti jika tampil di kandang sendiri, para pencinta tim kota minyak itu begitu garang. Tim papan atas wilayah Timur, Gelora Dewata, pun tak kuasa melumat mereka dalam pertandingan yang ternyata berjalan seimbang itu.
Namun jangan salah sangka. Garangnya penonton di sini dalam arti memberi dukungan, tidak dengan ulah atau tindakan. Berteriak atau mencemooh kan sah-sah saja saat menonton sepak bola sebatas tidak mengganggu pertandingan. Promosi dan upaya meyakinkan berbagai pihak lewat imbauan di media, juga sering dilakukan. Hasilnya prestasi mereka: bermain di kandang tanpa kerusuhan, tetap terjaga.
"Hal ini sudah berlangsung sejak kami berada di divisi satu, utama, dan Liga Indonesia sekarang ini. Alhamdulillah, hal yang memalukan itu tidak pernah terjadi," ucap Ali Sofyan Noor, Ketua Umum Persiba. Memang, biar bagaimanapun, pengurus harus aktif, terutama melakukan pendekatan dengan pendukung serta pemain. Jangan hanya pemain saja yang diurus, seperti yang banyak dilakukan tim lain.
Tidak Dendam
"Sejak dulu kami sangat aktif menjalin kerjasama dengan para suporter, terutama melakukan pendekatan pada mereka, baik turun langsung ke lapangan maupun imbauan melalui media. Mengurus suporter itu lebih berat dibanding dengan mengurusi pemain," tambahnya. Untuk itu yang paling dijaga adalah kedekatan antara pengurus dan suporter supaya akrab. Kalau terjadi ketidakpuasan, tak jarang mereka mengajak dialog. Alhasil, pengurus hampir dikenali akrab oleh mereka. Inilah kuncinya.
Perlu diingat, Persiba juga punya fans club. Mereka yang merasa dekat dengan Persiba, orang mana pun akan merasakannya sendiri. Ini sudah berlangsung lama. Padahal kalau main di kandang lawan, Persiba biasanya selalu dimusuhi dan diteror oleh pendukung lawan. Namun, yang lebih istimewa, para pendukung Persiba tidak pernah mengenal balas dendam. Buat mereka siapapun yang bermain baik itulah yang didukung. Bisa-bisa tim tamu malah mendapat dukungan karena mainnya lebih bagus. Ini sudah pernah terjadi.
Meski begitu, sebagai syarat dari suatu pertandingan dan antisipasi lebih lanjut, petugas keamanan tetap diperlukan. "Tapi biasanya petugas keamanan yang bertugas hanya puluhan orang saja. Kami menempatkan dua orang di setiap sudut lapangan. Dan itu sudah cukup. Pokoknya, tim mana pun yang bermain di sini akan aman. Dan ini kami jamin," lanjutnya. Maka, Persiba memang layak ditiru.
Dukungan serupa juga muncul dari daerah lain, misalnya di Samarinda. "Sikap fanatik yang berlebihan terhadap tim tertentu seperti di Jawa, tidak ada di sini. Setahu saya penonton Samarinda sopan terhadap tamu, apalagi terhadap Pusam," papar Wijaya, seorang pecandu sepak bola setempat.
Sementara itu suara dari Bontang hampir senada. Di kota yang terangkat berkat klub PKT itu nyaris tidak pernah ditemui gejolak penonton yang mendekati huru-hara. "Hal itu amat musykil terjadi. Penonton dating ke sini, ya untuk menikmati pertandingan. Itu saja yang selama ini terjadi," kata Thamrin Muis, manajer PKT Bontang, ketika ditemui di Stadion Mulawarman.
Kata orang, lain padang lain belalang. Dinamika kehidupan di tanah Jawa dan Kalimantan memang berbeda. Selain itu karakteristik penontonnya pun mengalami diferensiasi. Memang pada awalnya sepak bola tercipta dari kerusuhan. Tapi tidak berarti kita harus mentoleransi munculnya holiganisme sepak bola yang akan menggagalkan tekad Indonesia menuju pentas dunia.
(foto: tjandra)
Salah satu tim di sana, Persiba Balikpapan umpamanya, tak pernah bikin kerusuhan sejak tahun 1988, tepatnya ketika mereka berkiprah di divisi utama. "Biasanya mereka hanya berkaok-kaok saja. Selama ini di Stadion Persiba tidak pernah ada kerusuhan. Jangankan itu, yang namanya lempar-melempar ke dalam lapangan saja tidak ada. Saya mengetahui benar karakter penonton dan tingkah suporter Persiba sejak masuk divisi satu PSSI tahun 1988," ujar Mulyono S, BBA, ketua panitia pertandingan yang juga pengurus teras Persiba.
Dua tim lainnya, Putra Samarinda dan Pupuk Kaltim (PKT) Bontang, yang semuanya dari provinsi paling makmur di Kalimantan itu, membuktikan bahwa tanpa suporter fanatik yang berbau vandalisme, prestasi mereka toh tetap baik. Penonton di Jawa boleh bergolak, di Sumatra kadang memanas, namun tidak untuk mereka. Sampai detik ini, para penonton di sini tetap terjaga emosionalnya.
Bahkan ketika timnya menderita kekalahan misalnya. Seperti yang dialami oleh Putra Samarinda saat ditaklukkan tetangganya, Barito Putra, 0-1, Ahad lalu di Banjarmasin. Beberapa suporter setia mereka malahan menyambut dan mengelu-elukan kedatangan tim yang dimotori oleh Edi Harto, Jalil Jamaluddin, dan Hendri Susilo itu di Samarinda. Begitu pula apa yang dilakukan oleh pendukung setia Persiba Balikpapan. Tidak terlihat rasa ketidakpuasan yang berlebih pada mereka. Hasil seri melawan Gelora Dewata ternyata lebih disyukuri ketimbang dicerca.
"Boleh dibilang beruntung melatih tim yang pendukungnya tidak rewel," kata pelatih Persiba, Ronny Pattinasarani. "Jangankan Persiba yang kalah atau menang tetap kami cintai, tim lain pun kalau bermain bagus dan sportif bakal kami dukung," tambah Hartono, salah seorang suporter tim kota minyak itu.
Tampil sebagai underdog dalam Liga Indonesia juga membuat mereka makin memperoleh dukungan penontonnya. "Memang target kami hanya menghindari degradasi," tambah Drs. Ali Sofyan Noor, Ketua Umum Persiba. Di sisi lain, prestasi Persiba Balikpapan yang mengecewakan di Liga Indonesia tidak harus membuat suporternya merasa kecewa. Ini terbukti jika tampil di kandang sendiri, para pencinta tim kota minyak itu begitu garang. Tim papan atas wilayah Timur, Gelora Dewata, pun tak kuasa melumat mereka dalam pertandingan yang ternyata berjalan seimbang itu.
Namun jangan salah sangka. Garangnya penonton di sini dalam arti memberi dukungan, tidak dengan ulah atau tindakan. Berteriak atau mencemooh kan sah-sah saja saat menonton sepak bola sebatas tidak mengganggu pertandingan. Promosi dan upaya meyakinkan berbagai pihak lewat imbauan di media, juga sering dilakukan. Hasilnya prestasi mereka: bermain di kandang tanpa kerusuhan, tetap terjaga.
"Hal ini sudah berlangsung sejak kami berada di divisi satu, utama, dan Liga Indonesia sekarang ini. Alhamdulillah, hal yang memalukan itu tidak pernah terjadi," ucap Ali Sofyan Noor, Ketua Umum Persiba. Memang, biar bagaimanapun, pengurus harus aktif, terutama melakukan pendekatan dengan pendukung serta pemain. Jangan hanya pemain saja yang diurus, seperti yang banyak dilakukan tim lain.
Tidak Dendam
"Sejak dulu kami sangat aktif menjalin kerjasama dengan para suporter, terutama melakukan pendekatan pada mereka, baik turun langsung ke lapangan maupun imbauan melalui media. Mengurus suporter itu lebih berat dibanding dengan mengurusi pemain," tambahnya. Untuk itu yang paling dijaga adalah kedekatan antara pengurus dan suporter supaya akrab. Kalau terjadi ketidakpuasan, tak jarang mereka mengajak dialog. Alhasil, pengurus hampir dikenali akrab oleh mereka. Inilah kuncinya.
Perlu diingat, Persiba juga punya fans club. Mereka yang merasa dekat dengan Persiba, orang mana pun akan merasakannya sendiri. Ini sudah berlangsung lama. Padahal kalau main di kandang lawan, Persiba biasanya selalu dimusuhi dan diteror oleh pendukung lawan. Namun, yang lebih istimewa, para pendukung Persiba tidak pernah mengenal balas dendam. Buat mereka siapapun yang bermain baik itulah yang didukung. Bisa-bisa tim tamu malah mendapat dukungan karena mainnya lebih bagus. Ini sudah pernah terjadi.
Meski begitu, sebagai syarat dari suatu pertandingan dan antisipasi lebih lanjut, petugas keamanan tetap diperlukan. "Tapi biasanya petugas keamanan yang bertugas hanya puluhan orang saja. Kami menempatkan dua orang di setiap sudut lapangan. Dan itu sudah cukup. Pokoknya, tim mana pun yang bermain di sini akan aman. Dan ini kami jamin," lanjutnya. Maka, Persiba memang layak ditiru.
Dukungan serupa juga muncul dari daerah lain, misalnya di Samarinda. "Sikap fanatik yang berlebihan terhadap tim tertentu seperti di Jawa, tidak ada di sini. Setahu saya penonton Samarinda sopan terhadap tamu, apalagi terhadap Pusam," papar Wijaya, seorang pecandu sepak bola setempat.
Sementara itu suara dari Bontang hampir senada. Di kota yang terangkat berkat klub PKT itu nyaris tidak pernah ditemui gejolak penonton yang mendekati huru-hara. "Hal itu amat musykil terjadi. Penonton dating ke sini, ya untuk menikmati pertandingan. Itu saja yang selama ini terjadi," kata Thamrin Muis, manajer PKT Bontang, ketika ditemui di Stadion Mulawarman.
Kata orang, lain padang lain belalang. Dinamika kehidupan di tanah Jawa dan Kalimantan memang berbeda. Selain itu karakteristik penontonnya pun mengalami diferensiasi. Memang pada awalnya sepak bola tercipta dari kerusuhan. Tapi tidak berarti kita harus mentoleransi munculnya holiganisme sepak bola yang akan menggagalkan tekad Indonesia menuju pentas dunia.
(foto: tjandra)