Dulu ketika masih SD, ketika sering diajak ayah ke Senayan, terus terang saya tidak begitu mengidolakannya sebab dia bukan pemain Persija Jakarta. Beliau adalah pemain PSM Ujungpandang. Ketika dia hijrah ke Jakarta dan sempat sebentar bergabung dengan Persija, saya mulai menyukainya. Terutama gaya permainannya yang tenang dan taktis dipadukannya dengan kelihaian membaca permainan dan mencetak gol.
Tubuhnya yang jangkung amat kentara saat berkeliaran di lini tengah, sangat pas untuk mengimbangi Iswadi Idris yang pendek dan selalu kelotokan. Koran-koran yang saya baca waktu itu sering mengulas persaingan kepemimpinan, ikon, posisi, dan peran antar Iswadi dan Ronny, bukan saja antara Persija dan PSM (Perserikatan), Jayakarta dan Warna Agung (Galatama), namun juga persaingan di tim nasional.
Kebetulan ayah saya menyukai kedua gelandang top yang waktu itu rasanya tidak ada yang mendekati masing-masing karakteristik permainannya. Yang satu tenang, cerdas karena selalu pakai otak. Satunya lagi selalu ngotot, penuh tenaga, dan berapi-api serta jago bikin gol. Saya pun jadi ikut terpengaruh. Waktu terus berlalu, puluhan tahun kemudian saya beruntung menemui Ronny Pattinasarani.
Bicaranya penuh logika dan masih lugas, menandakan kecerdasannya. Sikapnya yang terus terang dan simpatik membuatnya semakin berwibawa. Maka, tak heran jika Bang Ronny, panggilan akrab pendukung Persiba untuk Ronny Pattinasarani, amat dihormati oleh masyarakat sepak bola di Balikpapan. Pun di mata para pemainnya.
Memang secara implisit, nama besarnya sebagai salah satu pesepak bola terbaik yang pernah dimiliki Indonesia juga dipertaruhkan. Tak heran pikirannya selalu menerawang jauh memikirkan timnya demi tuntutan komunitas sepak bola di kota minyak itu. Namun, sekali lagi, tampak dia menghadapi itu semua dengan ciri khasnya: ketenangan.
Contohnya, setelah Persiba bermain imbang 0-0 melawan Gelora Dewata di Stadion Pertamina, Ahad lalu, dengan jitu ia menerapkan taktik mengefisienkan permainan mengingat stamina pemainnya cukup mengkhawatirkan. "Persiapan kami hanya enam hari, dan kemampuan anak-anak sebenarnya hanya satu babak," katanya terus terang.
Puji Penonton
Saya menyaksikan sendiri di kamar ganti Persiba bagaimana dia mengatur strategi untuk permainan di babak kedua. Wajahnya serius dan matanya selalu menatap satu per satu pemainnya sembari menunjuk papan taktik yang digelar di hadapannya. Sadar pasukannya kalah fisik dan stamina, Ronny menginstruksikan harus bagaimana untuk membendung serangan Gelora dengan efisien dan efektif. Akhirnya keadaan genting itu dapat diatasinya.
Lepas dari yang sebenarnya mengecewakan itu, usai laga berakhir dia menyatakan rasa bersyukur terhadap para suporter tuan rumah. Kemampuan Persiba tampil dalam tempo tinggi banyak dibantu oleh mereka. Bagi pelatih, hal ini tentunya sudah menjadi salah satu modal untuk bekerja sukses. "Penonton di sini berbeda sekali dengan daerah lain. Anda bisa lihat sendiri. Pokoknya saya angkat topi dan salut buat mereka," puji Ronny yang didampingi dua asistennya, Junaidi dan M.Arsyad.
Penilaian Ronny tidak sembarangan, tentu berdasar pada pengalamannya yang sudah kenyang ke berbagai daerah dan luar negeri. "Pokoknya kita sebagai insan sepak bola harus menghargai penonton seperti di Balikpapan ini," lanjutnya. Baginya, suasana bagus telah didapatkan. Yang tinggal ditunggu adalah prestasi Persiba ke depan. Semoga sukses ke depan. Bukan begitu, Bang?
(foto: Arief Natakusumah)
Tubuhnya yang jangkung amat kentara saat berkeliaran di lini tengah, sangat pas untuk mengimbangi Iswadi Idris yang pendek dan selalu kelotokan. Koran-koran yang saya baca waktu itu sering mengulas persaingan kepemimpinan, ikon, posisi, dan peran antar Iswadi dan Ronny, bukan saja antara Persija dan PSM (Perserikatan), Jayakarta dan Warna Agung (Galatama), namun juga persaingan di tim nasional.
Kebetulan ayah saya menyukai kedua gelandang top yang waktu itu rasanya tidak ada yang mendekati masing-masing karakteristik permainannya. Yang satu tenang, cerdas karena selalu pakai otak. Satunya lagi selalu ngotot, penuh tenaga, dan berapi-api serta jago bikin gol. Saya pun jadi ikut terpengaruh. Waktu terus berlalu, puluhan tahun kemudian saya beruntung menemui Ronny Pattinasarani.
Bicaranya penuh logika dan masih lugas, menandakan kecerdasannya. Sikapnya yang terus terang dan simpatik membuatnya semakin berwibawa. Maka, tak heran jika Bang Ronny, panggilan akrab pendukung Persiba untuk Ronny Pattinasarani, amat dihormati oleh masyarakat sepak bola di Balikpapan. Pun di mata para pemainnya.
Memang secara implisit, nama besarnya sebagai salah satu pesepak bola terbaik yang pernah dimiliki Indonesia juga dipertaruhkan. Tak heran pikirannya selalu menerawang jauh memikirkan timnya demi tuntutan komunitas sepak bola di kota minyak itu. Namun, sekali lagi, tampak dia menghadapi itu semua dengan ciri khasnya: ketenangan.
Contohnya, setelah Persiba bermain imbang 0-0 melawan Gelora Dewata di Stadion Pertamina, Ahad lalu, dengan jitu ia menerapkan taktik mengefisienkan permainan mengingat stamina pemainnya cukup mengkhawatirkan. "Persiapan kami hanya enam hari, dan kemampuan anak-anak sebenarnya hanya satu babak," katanya terus terang.
Puji Penonton
Ronny Patti memberi briefing saat turun minum. |
Lepas dari yang sebenarnya mengecewakan itu, usai laga berakhir dia menyatakan rasa bersyukur terhadap para suporter tuan rumah. Kemampuan Persiba tampil dalam tempo tinggi banyak dibantu oleh mereka. Bagi pelatih, hal ini tentunya sudah menjadi salah satu modal untuk bekerja sukses. "Penonton di sini berbeda sekali dengan daerah lain. Anda bisa lihat sendiri. Pokoknya saya angkat topi dan salut buat mereka," puji Ronny yang didampingi dua asistennya, Junaidi dan M.Arsyad.
Penilaian Ronny tidak sembarangan, tentu berdasar pada pengalamannya yang sudah kenyang ke berbagai daerah dan luar negeri. "Pokoknya kita sebagai insan sepak bola harus menghargai penonton seperti di Balikpapan ini," lanjutnya. Baginya, suasana bagus telah didapatkan. Yang tinggal ditunggu adalah prestasi Persiba ke depan. Semoga sukses ke depan. Bukan begitu, Bang?
(foto: Arief Natakusumah)