Begitu Parma pada Ahad lalu dipukul 3-1, keyakinan orang semakin besar bahwa Juventus bakal menjuarai Serie A tahun ini. Benarkah? Keyakinan itu bisa jadi akan terbukti melihat performa Bianconeri sedang on fire. Terlebih lagi makin bersinarnya bintang lokal mereka, Alessandro Del Piero dan Fabrizio Ravanelli, serta bangkitnya kembali Gianluca Vialli pantas menjadi jaminan untuk mencapai obsesi itu.
Di satu sisi Juve mulai melupakan aksi kreator utama permainan, Roberto Baggio, yang masih bergulat dengan cedera. Tampaknya mereka mulai melupakan bahkan menganggap Baggio lebih besar nama daripada prestasinya. Tanpa kontribusi Baggio, permainan Juve tetap menawan.
Wajar jika bos Giovanni Agnelli mulai mempertanyakan Baggio. Ia mengatakan Baggio belum selevel Michel Platini. Namun hadirnya trisula Del Piero–Ravanelli–Vialli patut disyukuri untuk menjaga harapan pada scudetto yang telah delapan tahun tidak pernah dirasakan lagi!
Sekarang angin segar menghampiri mereka sehingga imajinasi pesta scudetto terakhir di 1985/86 makin santer terasa. Puasa juara selama sewindu harusnya berakhir. Musim ini Bianconeri mengandalkan kekompakkan trio Platini–Boniek–Laudrup. Bahkan musim lalu Zbiegniew Boniek dan Michael Laudrup menemani Platini saat mengangkat trofi Liga Champion serta Piala Toyota.
Tetap Terbesar
Lepas dari itu semua sebenarnya Juventus tetap yang terbesar di bumi Italia. Pencapaiannya 22 kali titel juara, dihitung dari kompetisi pertama yang digelar 1897. Dua pesaing terdekat soal trofi Serie A tiada lain AC Milan yang merengkuh 14 titel, serta musuh tradisional, FC Internazionale Milano, yang menggondol 13 kali juara.
Hingga di era 1980-an Juventus selalu memiliki tokoh protagonis dari negeri seberang sebagai pemanis kejayaan. Sebelum Platini (Prancis) ada Liam Brady (Irlandia) yang direkrut dari Arsenal. Musim lalu Juve mengandalkan Andreas Moeller sebagai playmaker yang bersama il trequartista Baggio diplot untuk mendominasi lini tengah.
Namun irama Moeller–Baggio kurang harmonis sehingga di musim lalu gelar juara kembali melayang. Setelah Moeller dipulangkan, Juve agaknya ingin kembali ke khittah-nya: memakai kekuatan pemain bangsa sendiri. Bercerita soal ini bak menguak singkat kisah klasik. Kisah di mana para pendiri ingin menjadikan Juventus sebagai klub kebanggaan Italia yang serba Italia, mulai nama, tradisi, kultur, sampai ke para pemain.
Sebelum didirikan 1 November 1897, Bianconeri adalah klub bernuansa religius. Namanya saja Juventus, yang diilhami dari idiom Latin, Dio Juvenia, yang bermakna pertolongan Tuhan. Entah karena merasa ‘keberatan’ menanggung aroma Illahi atau beraura kecewek-cewekan, mereka menggantinya menjadi Juventine, yang rasa-rasanya masih beraroma wanita. Apalagi kostum awal mereka berwarna merah jambu alias fuschia.
Barulah pada 1903 nama Juventus jadi pilihan sebab dirasa lebih maskulin alias macho meskipun masih mengandung sifat feminin gara-gara julukan Si Nyonya Besar atau La Vecchia Signora. Untung seragam berwarna fuschia ditanggalkan dan diganti dengan replika kostum pesanan kesebelasan Inggris, Nottingham County (Notts County).
Dalam perjalanannya kemudian, Juventus juga mulai dimodernisasi seiring dengan pengembangan Serie A secara profesional penuh mulai musim 1929/30. Salah satunya adalah penggunaan stranieri, pemain asing, yang amat marak dilakukan 18 klub divisi utama. Berikut daftar pemain asing di Juventus sejak musim pertama Serie A era baru di 1929/30 hingga musim 1994/95 ini.
Rahasia Lippi
Di tangan Lippi sekarang, tujuan awal Juventus hampir tercapai. Pemain asing hanya pendukung, bukan penentu. Pendek kata, mereka mengidamkan poros Baggio–Del Piero–Ravanelli–Vialli dapat berjalan sempurna. Mengandalkan kekuatan konten lokal untuk permainannya bukan barang baru bagi Juve.
Di akhir 1970-an hingga awal 1980-an, Juve punya Stefano Tacconi–Gaetano Scirea–Marco Tardelli–Antonio Cabrini–Roberto Bettega–Paolo Rossi sebagai poros permainannya. Enam pemain ini juga menjadi andalan tim nasional Italia di Piala Dunia 1978 dan 1982.
Sejak ditangani Marcello Lippi, pelatih yang direkrut dari Napoli tahun lalu, sepertinya Juve mengulangi masa-masa kejayaan pemain lokalnya. Ini dibuktikan setelah mereka sanggup mempertahankan posisi puncak di klasemen sementara Serie A hingga giornata 16, dua pekan setelah mengambil alih posisi Parma yang menjadi juara paruh musim.
Kini dengan 36 poin, Juve unggul empat angka atas Parma, Lazio (28) serta Fiorentina dan Roma (27). Lippi, pria kelahiran Viareggio 12 April 1948, diakui sukses menghembuskan angin segar ke tubuh klub yang menjadi perempatfinalis Piala UEFA musim ini. Keberaniannnya memasukkan dua pemain muda, Del Piero dan Alessio Tacchinardi merupakan salah satu kreasi terbaik Lippi dalam debutnya di Juventus.
Poros Tacchinardi–Del Piero berhasil mengimbangi kinerja palang pintu lini tengah Juventus: Paulo Sousa dan Didier Deschamps. Bahkan dengan Antonio Conte atau Giancarlo Marocchi pun tidak masalah. Del Piero disulap Lippi sebagai trequartista sepeninggal cederanya Baggio. Ia juga menjadi juru suplai bagi tombak kembar Vialli–Ravanelli.
Kekuatan utama skema Lippi ada di jantung pertahanannya. Duet Ciro Ferrara–Juergen Kohler/Luca Fusi/Massimo Carrera. Tanpa Ferrara, barangkali Lippi tidak berani menangani Bianconeri. Itulah mengapa dia membawa Ferrara, kapten Napoli, saat dirinya hijrah ke Juventus.
Di kiri Lippi punya Moreno Torricelli atau Robert Jarni yang sama baiknya untuk kondisi berbeda. Di kanan, dia punya Alessandro Orlando dan Luigi Sartor sebagai cadangannya Sergio Porrini. Dengan barisan bek seperti ini, tampaknya gawang Angelo Peruzzi makin susah saja ditembus.
Akhirul kalam, hanya faktor nasib buruk saja yang menggagalkan Juventus menjuarai Serie A musim ini. Selebihnya, dilihat dari kaca mata apa pun, sulit untuk menyaingi komposisi dan formula pasukan Lippi. Tak salah jika media massa di Italia menyebut tim ini dengan Super-Juve.
Masuk Pro: 1903
Stadion: Delle Alpi (71.012)
Presiden: Giovanni Agnelli
Pelatih: Marcello Lippi
Kostum: Hitam–Putih, Biru–Kuning–Hitam
Alamat: Piazza Crimea 7, Torino 10131
Rekor Gol: 103 (1950/51, 20 klub); 75 (1942/43, 16 klub)
Menang Tandang: vs Inter 9-1 (1960/61), vs Fiorentina 8-0 (1952/53)
Kalah Kandang: vs Pro Patria 0-7 (1949/50)
Rekor Main: Dino Zoff (903 kali), Giampiero Boniperti (444)
Rekor Gol: Giampiero Boniperti (178)
Rekor Pembelian: Gianluca Vialli (Sampdoria, 28 miliar Lira, 1992)
Rekor Penjualan: Eugenio Corini (Sampdoria, 10 miliar Lira, 1992)
Gelar Juara: Serie A (22 kali), Piala Italia (8 kali), Piala Super Italia (1), Piala Super Eropa (1), Piala UEFA (3 kali), Piala Winner (1), Piala Champion (1)
Di satu sisi Juve mulai melupakan aksi kreator utama permainan, Roberto Baggio, yang masih bergulat dengan cedera. Tampaknya mereka mulai melupakan bahkan menganggap Baggio lebih besar nama daripada prestasinya. Tanpa kontribusi Baggio, permainan Juve tetap menawan.
Wajar jika bos Giovanni Agnelli mulai mempertanyakan Baggio. Ia mengatakan Baggio belum selevel Michel Platini. Namun hadirnya trisula Del Piero–Ravanelli–Vialli patut disyukuri untuk menjaga harapan pada scudetto yang telah delapan tahun tidak pernah dirasakan lagi!
Sekarang angin segar menghampiri mereka sehingga imajinasi pesta scudetto terakhir di 1985/86 makin santer terasa. Puasa juara selama sewindu harusnya berakhir. Musim ini Bianconeri mengandalkan kekompakkan trio Platini–Boniek–Laudrup. Bahkan musim lalu Zbiegniew Boniek dan Michael Laudrup menemani Platini saat mengangkat trofi Liga Champion serta Piala Toyota.
Tetap Terbesar
Lepas dari itu semua sebenarnya Juventus tetap yang terbesar di bumi Italia. Pencapaiannya 22 kali titel juara, dihitung dari kompetisi pertama yang digelar 1897. Dua pesaing terdekat soal trofi Serie A tiada lain AC Milan yang merengkuh 14 titel, serta musuh tradisional, FC Internazionale Milano, yang menggondol 13 kali juara.
Hingga di era 1980-an Juventus selalu memiliki tokoh protagonis dari negeri seberang sebagai pemanis kejayaan. Sebelum Platini (Prancis) ada Liam Brady (Irlandia) yang direkrut dari Arsenal. Musim lalu Juve mengandalkan Andreas Moeller sebagai playmaker yang bersama il trequartista Baggio diplot untuk mendominasi lini tengah.
Namun irama Moeller–Baggio kurang harmonis sehingga di musim lalu gelar juara kembali melayang. Setelah Moeller dipulangkan, Juve agaknya ingin kembali ke khittah-nya: memakai kekuatan pemain bangsa sendiri. Bercerita soal ini bak menguak singkat kisah klasik. Kisah di mana para pendiri ingin menjadikan Juventus sebagai klub kebanggaan Italia yang serba Italia, mulai nama, tradisi, kultur, sampai ke para pemain.
Sebelum didirikan 1 November 1897, Bianconeri adalah klub bernuansa religius. Namanya saja Juventus, yang diilhami dari idiom Latin, Dio Juvenia, yang bermakna pertolongan Tuhan. Entah karena merasa ‘keberatan’ menanggung aroma Illahi atau beraura kecewek-cewekan, mereka menggantinya menjadi Juventine, yang rasa-rasanya masih beraroma wanita. Apalagi kostum awal mereka berwarna merah jambu alias fuschia.
Aslinya bernama Juvenia lalu Juventine yang bernuansa wanita pada 1897. |
Dalam perjalanannya kemudian, Juventus juga mulai dimodernisasi seiring dengan pengembangan Serie A secara profesional penuh mulai musim 1929/30. Salah satunya adalah penggunaan stranieri, pemain asing, yang amat marak dilakukan 18 klub divisi utama. Berikut daftar pemain asing di Juventus sejak musim pertama Serie A era baru di 1929/30 hingga musim 1994/95 ini.
Tahun
|
Pemain
Asing
|
Negara
|
Gol
|
1929
|
Raymundo
Orsi
|
Argentina
|
78
|
1930
|
Renato
Cesarini
|
Argentina
|
42
|
1931
|
Jose
Maglio
|
Argentina
|
6
|
1931
|
Luis
Monti
|
Argentina
|
21
|
1932
|
Pedro
Sernagiotto
|
Brasil
|
4
|
1940
|
Riza
Lushta
|
Albania
|
55
|
1941
|
Raul
Banfi
|
Uruguay
|
5
|
1946
|
Julius
Korostelev
|
Cekoslowakia
|
15
|
1946
|
Cestmir
Vycpalek
|
Cekoslowakia
|
5
|
1947
|
Jan
Arpas
|
Cekoslowakia
|
6
|
1948
|
Mihaly
Kincses
|
Hongaria
|
6
|
1948
|
John
Hansen
|
Denmark
|
124
|
1948
|
John
Jordan
|
Inggris
|
5
|
1949
|
Johannes
Ploeger
|
Denmark
|
1
|
1949
|
Rinaldo
Martino
|
Argentina
|
18
|
1949
|
Karl
Aage Praest
|
Denmark
|
51
|
1950
|
Karl
Aage Hansen
|
Denmark
|
37
|
1953
|
Eduardo
Ricagni
|
Argentina
|
17
|
1954
|
Helge
Bronee
|
Denmark
|
11
|
1955
|
Leonardo
Collela
|
Brasil
|
7
|
1955
|
Juan
Vairo
|
Argentina
|
3
|
1956
|
Raul
Conti
|
Argentina
|
7
|
1956
|
Kurt
Hamrin
|
Swedia
|
8
|
1957
|
John
Charles
|
Wales
|
105
|
1957
|
Karl
Erik Palmer
|
Swedia
|
-
|
1957
|
Omar
Sivori
|
Argentina
|
159
|
1961
|
Fernando
Fuglia
|
Brasil
|
-
|
1961
|
Humberto
Sosa
|
Argentina
|
3
|
1962
|
Luis
Del Sol
|
Spanyol
|
26
|
1962
|
Armando
Miranda
|
Brasil
|
12
|
1962
|
Bruno
Siciliano
|
Brasil
|
4
|
1963
|
Dino
Da Costa
|
Brasil
|
11
|
1963
|
Nene
De Carvalho
|
Brasil
|
11
|
1964
|
Nestor
Combin
|
Prancis
|
7
|
1965
|
Cinesinho
|
Brasil
|
8
|
1967
|
Roger
Magnusson
|
Swedia
|
-
|
1968
|
Helmut
Haller
|
Jerman
|
25
|
1972
|
Jose
Altafini
|
Brasil
|
28
|
1980
|
Liam
Brady
|
Irlandia
|
14
|
1982
|
Zbigniew
Boniek
|
Polandia
|
32
|
1982
|
Michel
Platini
|
Prancis
|
84
|
1985
|
Michael
Laudrup
|
Denmark
|
23
|
1987
|
Ian
Rush
|
Wales
|
12
|
1988
|
Rui
Barros
|
Portugal
|
15
|
1988
|
Alexander
Zavarov
|
Uni
Soviet
|
12
|
1988
|
Sergei
Aleinikov
|
Uni
Soviet
|
3
|
1990
|
Thomas
Haessler
|
Jerman
|
2
|
1990
|
Julio
Cesar
|
Brasil
|
1
|
1991
|
Juergen
Kohler
|
Jerman
|
5
|
1991
|
Stefan
Reuter
|
Jerman
|
1
|
1992
|
Andreas
Moeller
|
Jerman
|
27
|
1993
|
David
Platt
|
Inggris
|
3
|
1994
|
Didier
Deschamps
|
Prancis
|
-
|
1994
|
Robert
Jarni
|
Kroasia
|
-
|
1994
|
Paulo
Sousa
|
Portugal
|
2
|
Di tangan Lippi sekarang, tujuan awal Juventus hampir tercapai. Pemain asing hanya pendukung, bukan penentu. Pendek kata, mereka mengidamkan poros Baggio–Del Piero–Ravanelli–Vialli dapat berjalan sempurna. Mengandalkan kekuatan konten lokal untuk permainannya bukan barang baru bagi Juve.
Juventus era 1970-80-an. Berkuasa penuh di bumi Italia. |
Sejak ditangani Marcello Lippi, pelatih yang direkrut dari Napoli tahun lalu, sepertinya Juve mengulangi masa-masa kejayaan pemain lokalnya. Ini dibuktikan setelah mereka sanggup mempertahankan posisi puncak di klasemen sementara Serie A hingga giornata 16, dua pekan setelah mengambil alih posisi Parma yang menjadi juara paruh musim.
Kini dengan 36 poin, Juve unggul empat angka atas Parma, Lazio (28) serta Fiorentina dan Roma (27). Lippi, pria kelahiran Viareggio 12 April 1948, diakui sukses menghembuskan angin segar ke tubuh klub yang menjadi perempatfinalis Piala UEFA musim ini. Keberaniannnya memasukkan dua pemain muda, Del Piero dan Alessio Tacchinardi merupakan salah satu kreasi terbaik Lippi dalam debutnya di Juventus.
Poros Tacchinardi–Del Piero berhasil mengimbangi kinerja palang pintu lini tengah Juventus: Paulo Sousa dan Didier Deschamps. Bahkan dengan Antonio Conte atau Giancarlo Marocchi pun tidak masalah. Del Piero disulap Lippi sebagai trequartista sepeninggal cederanya Baggio. Ia juga menjadi juru suplai bagi tombak kembar Vialli–Ravanelli.
Kekuatan utama skema Lippi ada di jantung pertahanannya. Duet Ciro Ferrara–Juergen Kohler/Luca Fusi/Massimo Carrera. Tanpa Ferrara, barangkali Lippi tidak berani menangani Bianconeri. Itulah mengapa dia membawa Ferrara, kapten Napoli, saat dirinya hijrah ke Juventus.
Di kiri Lippi punya Moreno Torricelli atau Robert Jarni yang sama baiknya untuk kondisi berbeda. Di kanan, dia punya Alessandro Orlando dan Luigi Sartor sebagai cadangannya Sergio Porrini. Dengan barisan bek seperti ini, tampaknya gawang Angelo Peruzzi makin susah saja ditembus.
Bangunan asli Super Juventus rancangan Marcello Lippi. |
Data & Rekor Klub
Berdiri: 1 November 1897Masuk Pro: 1903
Stadion: Delle Alpi (71.012)
Presiden: Giovanni Agnelli
Pelatih: Marcello Lippi
Kostum: Hitam–Putih, Biru–Kuning–Hitam
Alamat: Piazza Crimea 7, Torino 10131
Rekor Gol: 103 (1950/51, 20 klub); 75 (1942/43, 16 klub)
Menang Tandang: vs Inter 9-1 (1960/61), vs Fiorentina 8-0 (1952/53)
Kalah Kandang: vs Pro Patria 0-7 (1949/50)
Rekor Main: Dino Zoff (903 kali), Giampiero Boniperti (444)
Rekor Gol: Giampiero Boniperti (178)
Rekor Pembelian: Gianluca Vialli (Sampdoria, 28 miliar Lira, 1992)
Rekor Penjualan: Eugenio Corini (Sampdoria, 10 miliar Lira, 1992)
Gelar Juara: Serie A (22 kali), Piala Italia (8 kali), Piala Super Italia (1), Piala Super Eropa (1), Piala UEFA (3 kali), Piala Winner (1), Piala Champion (1)
(foto: it.wiki/wikiwand/seriea.sportboard)