Wah, kalau disuruh memprediksi langsung prestasi olah raga kita di tahun 1995, sebenarnya saya merasa risih untuk menilainya meski itu untuk ukuran regional, misalnya SEA Games XII di Chiang Mai, Muangthai.
Buat saya, untuk menjawab pertanyaan ini harus dilihat persiapan macam apa yang telah dilakukan. Tapi saya berharap bahwa insan olah raga kita, khususnya pengurus dan pembina induk cabang olah raga, mulai dari Kantor Menpora, Depdikbud, KONI hingga tiap induk cabang olah raga, sudah melakukan itu.
Jadi wajarkah adanya kasak-kusuk tentang bakal tumbangnya kita sebagai juara umum oleh tuan rumah? Waspada sih boleh saja, tapi jalan terbaik adalah dengan mengantisipasinya. Yang terpenting adalah keyakinan akan kondisi kita sebagai negara terkuat di ASEAN.
Ini perlu dijaga dan dipertahankan. Untuk cabang olah raga andalan di tahun mendatang ini, salah satunya yang kita harus perhatikan adalah atletik. Olah raga ini mempunyai basis yang kuat sejak awal, contohnya di sekolah-sekolah dijadikan ekstra-kurikuler.
Selain itu, pada cabang ini penilaian 'kan berdasarkan yang terkuat atau tercepat, sehingga tidak ada alasan kita dicurangi. Lagi pula di atletik, yang merupakan tambang emas, kita masih bisa bersaing dengan negara kontestan lainnya. Hal semacam ini seharusnya malah menjadi tantangan buat kita. Mengapa harus pesimis?
Dengan saling bekerja sama antar instansi yang terkait, saya rasa kita masih bisa juara umum SEA Games. Kita harus berpijak pada beberapa kenyataan. Pembinaan itu harus berkesinambungan. Persiapan mutlak harus ada. Juga bagaimana cara mengatasi kendala, atau lebih dekat lagi, pengukuran sampai sejauh mana peningkatan prestasi selama ini. Soalnya yang menjadi masalah pada dunia olah raga kita adalah mandeknya pembinaan atau peningkatan prestasi pada beberapa cabang olah raga jika sudah memasuki tahap peningkatan prestasi.
Dalam hal pembibitan atlet, Depdikbud sudah turut andil. Misalnya didirikannya diklat-diklat olah raga. Pada cabang sepak bola telah berdiri tujuh diklat. Dari situ bibit atlet disalurkan ke induk cabang olah raga yang bersangkutan. Contohnya di sepak bola, yang menghasilkan Kurniawan Dwi Yulianto. Dia berasal dari Diklat Salatiga. Jadi sebenarnya pembinaan dari bawah itu sudah benar." Jadi, di Chiang Mai nanti kita tidak boleh pesimis.
*Drs. Sri Sudono Sumarto adalah Direktur Keolahragaan Depdikbud
(foto: stefan sihombing)
Buat saya, untuk menjawab pertanyaan ini harus dilihat persiapan macam apa yang telah dilakukan. Tapi saya berharap bahwa insan olah raga kita, khususnya pengurus dan pembina induk cabang olah raga, mulai dari Kantor Menpora, Depdikbud, KONI hingga tiap induk cabang olah raga, sudah melakukan itu.
Jadi wajarkah adanya kasak-kusuk tentang bakal tumbangnya kita sebagai juara umum oleh tuan rumah? Waspada sih boleh saja, tapi jalan terbaik adalah dengan mengantisipasinya. Yang terpenting adalah keyakinan akan kondisi kita sebagai negara terkuat di ASEAN.
Ini perlu dijaga dan dipertahankan. Untuk cabang olah raga andalan di tahun mendatang ini, salah satunya yang kita harus perhatikan adalah atletik. Olah raga ini mempunyai basis yang kuat sejak awal, contohnya di sekolah-sekolah dijadikan ekstra-kurikuler.
Selain itu, pada cabang ini penilaian 'kan berdasarkan yang terkuat atau tercepat, sehingga tidak ada alasan kita dicurangi. Lagi pula di atletik, yang merupakan tambang emas, kita masih bisa bersaing dengan negara kontestan lainnya. Hal semacam ini seharusnya malah menjadi tantangan buat kita. Mengapa harus pesimis?
Dengan saling bekerja sama antar instansi yang terkait, saya rasa kita masih bisa juara umum SEA Games. Kita harus berpijak pada beberapa kenyataan. Pembinaan itu harus berkesinambungan. Persiapan mutlak harus ada. Juga bagaimana cara mengatasi kendala, atau lebih dekat lagi, pengukuran sampai sejauh mana peningkatan prestasi selama ini. Soalnya yang menjadi masalah pada dunia olah raga kita adalah mandeknya pembinaan atau peningkatan prestasi pada beberapa cabang olah raga jika sudah memasuki tahap peningkatan prestasi.
Dalam hal pembibitan atlet, Depdikbud sudah turut andil. Misalnya didirikannya diklat-diklat olah raga. Pada cabang sepak bola telah berdiri tujuh diklat. Dari situ bibit atlet disalurkan ke induk cabang olah raga yang bersangkutan. Contohnya di sepak bola, yang menghasilkan Kurniawan Dwi Yulianto. Dia berasal dari Diklat Salatiga. Jadi sebenarnya pembinaan dari bawah itu sudah benar." Jadi, di Chiang Mai nanti kita tidak boleh pesimis.
*Drs. Sri Sudono Sumarto adalah Direktur Keolahragaan Depdikbud
(foto: stefan sihombing)