Setelah mengalahkan Jerman 2-0 di kualifikasi Piala Eropa 2016, 11 Oktober 2014, wajar sekali jika banyak yang langsung mengulik nama Polandia. Lebih karena lawannya itu sang juara dunia baru dan menjadi induk semang bagi sebagian skuadnya, namun inilah kejayaan pertama sepanjang sejarah Biale Orly (Elang Putih) dari 19 laga yang dimulai sejak 3 Desember 1933.
Rahasia kebangkitan Polandia di lapangan hijau agaknya lebih menarik ditelusuri ketimbang menguak misteri yang menyelimuti Jerman. Soalnya kemolekan tim Elang Putih di pentas “Road to France” itu tak melulu dari hasil laga historis di Stadion Narodowy itu saja. Pelototilah papan klasemen Grup D, kejutan! Hingga sesi ketiga kualifikasi, Polska ada dua tingkat di atas Germany.
Jerman dengan Bundesliga-nya selalu menjadi panggung utama pesepak bola Polandia. Maka muncullah drama sensasional jika si buruh bisa menumbangkan sang majikan. Gara-gara tautan geografis, Polandia tak beda jauh dengan bagian kanan Jerman yang dulu bernama Jerman Timur. Kota-kota Szczecin, Lubin sampai Poznan sangat beraroma dan bercita rasa Jerman.
Polandia adalah salah satu tempat terbaik di mana Ius Soli dan Ius Sanguinis berkembang, yang bikin identitas asli terkesan jadi kabur. Pelototilah tampang Wojciech Szczesny misalnya, yang lebih Jerman daripada Polandia lantaran leluhurnya memang dari Szczecin. Atau bek kanan Lukasz Piszczek, yang berasal dari Czechowice-Dziedzice yang letaknya selemparan batu dari Ceko.
Bahkan salah satu bek nasional Bialo-czerwoni yang membela Bayer Leverkusen, Sebastian Boenisch, berleluhur Jerman tapi ber-KTP Polandia lantaran diberojolkan ibunya di Gliwice, kota dekat Ceko. Aslinya Sebastian bermarga Pniowski, sehingga dia menguasai tiga bahasa sekaligus, Jerman, Polandia dan Silesian, bahasa Ceko yang berdialek Polandia.
Lantas kontribusi darah Polandia yang ada di kubu Jerman jangan ditanya lagi. Siapa tidak kenal Miroslav Josef Klose? Legenda dunia yang membela panji Die Nationalmannschaft itu cuma beda kampung dengan Sebastian Boenisch. Lalu ada Lukas Josef Podolski, yang asli sekampung dengan Boenisch, striker Jerman yang masih jadi andalan pelatih Joachim Loew.
Polandia ikut menopang sejarah dan kedigdayaan Jerman di kancah dunia. Bahkan kalau dikumpulkan, maka terbentuk satu tim idaman nan komplit dari berbagai posisi. Mulai Heinz Kwiatkowski, Hans Tilkowski, Erich Juskowiak, Günter Sawitzki, Willi Koslowski, Dieter Burdenski, Pierre Littbarski, Juergen Grabowski, Tim Borowski, Piotr Trochowski, serta Klose dan Podolski.
Apakah Jerman selalu jadi laboratorium untuk menempa pemain terbaik Polandia? Bisa jadi tak lagi. Ketergantungan agaknya telah berakhir. Warna pun berubah. Dari semua 14 pemain yang diturunkan pelatih Adam Nawalka saat meladeni Jerman, catatlah, cuma dua saja yang bernafas Bundesliga: Grzegorz Krychowiak, Lukasz Piszczek, dan Robert Lewandowski.
Nawalka justru menyeimbangan skuad yang berasal dari Liga Polandia sendiri, Ekstraklasa, selain segelintiran dari Liga Primer Rusia, Belgia, Prancis, Rumania, Italia, dan Inggris. Komposisi merata Bundesliga-Ekstraklasa terlihat tatkala duo Legia Warszawa, Tomasz Jodlowiec dan Jakub Wawrzyniak, dan seorang striker Slask Wroclaw – Sebastian Mila – jadi pondasi baru Biale Orly.
Hal itu tentu saja mengagetkan para pengamat, mengingat kelas Ekstraklasa jauh di bawah Bundesliga. Namun tim nasional soal lain. Kesuksesannya lebih ditentukan hati dan bukan otak. Oleh karenanya, hasil di Narodowy amat bermakna dan membuat Polandia menjadi bermartabat. Lihatlah, dengan formasi 4-4-2 cara main Polandia tak terlihat modern, sangat konvensional.
Akan tetapi bila diteropong lebih dalam, yang muncul adalah semangat patriotik dan bara semangat yang tiada hentinya. Siapapun paham dengan gaya Jerman. Mencegah dibobol Jerman di 45 menit pertama saja sudah prestasi spesial. Inilah yang ditunjukkan anak-anak Biale Orly. Usai masa rehat titik balik ditemukan. Kelemahan Jerman terungkap, dan Polandia menuai hasilnya.
Kelahiran Ekstraklasa
Itulah kenapa kemenangan di Narodowy lebih dari bersejarah. Boleh jadi, di masa depan mereka tidak harus lagi memaksakan internasionalisasi gaya permainan kecuali menasionalisasi spirit dan mentalitas. Bagaimana pun tim nasional mesti punya karakter tersendiri, ciri khas yang mendasari pola permainan, dan tentu saja yang terdekat berasal dari liga domestik sendiri.
Sebab tim nasional selalu menjadi hasil dari pembinaan dan sukses kompetisi. Selama ini para ayah di Polandia segera mengirim anaknya ke Jerman atau Belanda begitu bakatnya makin menggelegar. Maklum, fenomena di Liga Polandia, Ekstraklasa, seperti tak menjamin masa depan. Liga ini hanya berisi 16 klub utama, namun yang muncul adalah drama lebih kental dari fakta.
Buat orang luar, mengeja nama-nama anggota Ekstraklasa saja rentan bikin lidah keseleo. Bahkan Anda bisa naik pitam ketika nekat berusaha membaca cepat berkali-kali. Penonton Ekstraklasa kebanyakan brengsek, sebab punya hobi menonton bola sambil mencekik botol alias nenggak alkohol yang ujung-ujungnya sangat bisa dipastikan: teler!
Meminum "kencing setan" itu memang budaya usang kakek buyut mereka yang terus diwariskan kepada generasi ketiga dan keempat. Jarang ada klubyang tegas melarang alkohol dibawa masuk jika kursi-kursi stadion tak ingin sunyi, atau bakal nombok akibat tiket tak terjual. Liga ini sangat rentan dengan kerusuhan, onar, amuk massa dan berisiknya minta ampun.
Ulah dan aksi suporter klub-klub Ekstraklasa terkadang menutupi konten pertandingan sebab fenomenanya jauh lebih merangsang disaksikan. Selain medan dan realitanya memang menakutkan, sejumlah teror dan intimidasi bisa datang kapan saja ketika Anda berhadapan dengan para fans klub terutama di luar stadion. Kadang kita seperti nonton tinju ketimbang bola.
Suasana bisa memukau, bisa pula horor. Tak heran bila banyak tim Eropa yang berdoa agar jangan satu grup dengan tim Polandia manapun. Klub-klub Ekstraklasa terkenal jarang punya kostum yang elegan, bahasa halus untuk bilang norak. Sebelum direformasi pada musim lalu, Liga Polandia selalu akrab menjadi sarangnya penyuap, koruptor, dan spekulator.
Klub-klub macam Arka Gdynia, Górnik Leczna, Górnik Polkowice, Jagiellonia Bialystok, KSZO Ostrowiec Swietokrzyski, Zaglebie Sosnowiec, Korona Kielce, Zaglebie Lubin jadi langganan "KPK" Polandia. Malahan ada satu kejadian saat Zaglebie Lubin, yang setelah meraih titel liga 2006/07, besoknya langsung dicopot dijebloskan dan diseret paksa ke divisi dua karena didakwa curang.
Saking banyak masalah di kerusuhan penonton, dan korupsi di PZPN (PSSI-nya Polandia), membuat prestasi negara ini berjalan seperti keong di pelataran Liga Champion apalagi sampai di putaran elite. Melihat atau mendengar klub Polandia main di Liga Champion barangkali hitungannya mirip kita ketemu tahun kabisat, alias empat musim sekali baru sekali muncul.
Tak satu pun klub Polandia sanggup menjuarai ajang Eropa. Prestasi tertinggi mereka diraih pada “zaman baheula” yaitu Legia Warszawa menembus semifinal Liga Champion 1969/70 atau perempatfinal 1995/96. Satu lagi dibuat oleh seterus mereka, Widzew Lodz, yang melaju di semifinal 1982/83 dan tampil di putaran grup 1996/97, juga di Liga Champion.
Pengelolaan kompetisi negeri yang punya tiga legenda pada sosok Grzegorz Lato, Kazimiers Deyna dan Zbigniew Boniek itu masih di bawah Ukraina dan Rusia misalnya. Di tengah badai kerusuhan antar-fan, musim lalu Polandia memaksa bikin “breakthrough” dengan mengganti Liga Pilki Noznej yang sejak 1927 itu, dengan Ekstraklasa, sebagai bagian dari reformasi sepak bolanya.
Selalu ada harga sepadan yang didapat dari perubahan dan mengatasi risiko. Bertahun-tahun menjadi biang kerok, Liga Polandia langsung memberikan sesuatu untuk bangsa. Baru semusim Ekstraklasa berjalan, sebuah rekor yang bertahan 81 tahun pun pecah. Untuk pertama kalinya, Polandia mengalahkan “induk semang sepak bola” mereka, Jerman. Lumayanlah.
KLASEMEN ABADI EKSTRAKLASA (1927-2014)
(foto: deccanchronicle.com/epa)
Polandia mulai mengimbangi Jerman. |
Jerman dengan Bundesliga-nya selalu menjadi panggung utama pesepak bola Polandia. Maka muncullah drama sensasional jika si buruh bisa menumbangkan sang majikan. Gara-gara tautan geografis, Polandia tak beda jauh dengan bagian kanan Jerman yang dulu bernama Jerman Timur. Kota-kota Szczecin, Lubin sampai Poznan sangat beraroma dan bercita rasa Jerman.
Polandia adalah salah satu tempat terbaik di mana Ius Soli dan Ius Sanguinis berkembang, yang bikin identitas asli terkesan jadi kabur. Pelototilah tampang Wojciech Szczesny misalnya, yang lebih Jerman daripada Polandia lantaran leluhurnya memang dari Szczecin. Atau bek kanan Lukasz Piszczek, yang berasal dari Czechowice-Dziedzice yang letaknya selemparan batu dari Ceko.
Bahkan salah satu bek nasional Bialo-czerwoni yang membela Bayer Leverkusen, Sebastian Boenisch, berleluhur Jerman tapi ber-KTP Polandia lantaran diberojolkan ibunya di Gliwice, kota dekat Ceko. Aslinya Sebastian bermarga Pniowski, sehingga dia menguasai tiga bahasa sekaligus, Jerman, Polandia dan Silesian, bahasa Ceko yang berdialek Polandia.
Lantas kontribusi darah Polandia yang ada di kubu Jerman jangan ditanya lagi. Siapa tidak kenal Miroslav Josef Klose? Legenda dunia yang membela panji Die Nationalmannschaft itu cuma beda kampung dengan Sebastian Boenisch. Lalu ada Lukas Josef Podolski, yang asli sekampung dengan Boenisch, striker Jerman yang masih jadi andalan pelatih Joachim Loew.
Polandia ikut menopang sejarah dan kedigdayaan Jerman di kancah dunia. Bahkan kalau dikumpulkan, maka terbentuk satu tim idaman nan komplit dari berbagai posisi. Mulai Heinz Kwiatkowski, Hans Tilkowski, Erich Juskowiak, Günter Sawitzki, Willi Koslowski, Dieter Burdenski, Pierre Littbarski, Juergen Grabowski, Tim Borowski, Piotr Trochowski, serta Klose dan Podolski.
Apakah Jerman selalu jadi laboratorium untuk menempa pemain terbaik Polandia? Bisa jadi tak lagi. Ketergantungan agaknya telah berakhir. Warna pun berubah. Dari semua 14 pemain yang diturunkan pelatih Adam Nawalka saat meladeni Jerman, catatlah, cuma dua saja yang bernafas Bundesliga: Grzegorz Krychowiak, Lukasz Piszczek, dan Robert Lewandowski.
Nawalka justru menyeimbangan skuad yang berasal dari Liga Polandia sendiri, Ekstraklasa, selain segelintiran dari Liga Primer Rusia, Belgia, Prancis, Rumania, Italia, dan Inggris. Komposisi merata Bundesliga-Ekstraklasa terlihat tatkala duo Legia Warszawa, Tomasz Jodlowiec dan Jakub Wawrzyniak, dan seorang striker Slask Wroclaw – Sebastian Mila – jadi pondasi baru Biale Orly.
Hal itu tentu saja mengagetkan para pengamat, mengingat kelas Ekstraklasa jauh di bawah Bundesliga. Namun tim nasional soal lain. Kesuksesannya lebih ditentukan hati dan bukan otak. Oleh karenanya, hasil di Narodowy amat bermakna dan membuat Polandia menjadi bermartabat. Lihatlah, dengan formasi 4-4-2 cara main Polandia tak terlihat modern, sangat konvensional.
Akan tetapi bila diteropong lebih dalam, yang muncul adalah semangat patriotik dan bara semangat yang tiada hentinya. Siapapun paham dengan gaya Jerman. Mencegah dibobol Jerman di 45 menit pertama saja sudah prestasi spesial. Inilah yang ditunjukkan anak-anak Biale Orly. Usai masa rehat titik balik ditemukan. Kelemahan Jerman terungkap, dan Polandia menuai hasilnya.
Kelahiran Ekstraklasa
Itulah kenapa kemenangan di Narodowy lebih dari bersejarah. Boleh jadi, di masa depan mereka tidak harus lagi memaksakan internasionalisasi gaya permainan kecuali menasionalisasi spirit dan mentalitas. Bagaimana pun tim nasional mesti punya karakter tersendiri, ciri khas yang mendasari pola permainan, dan tentu saja yang terdekat berasal dari liga domestik sendiri.
Salah satu laga big-match di Liga Polandia. |
Buat orang luar, mengeja nama-nama anggota Ekstraklasa saja rentan bikin lidah keseleo. Bahkan Anda bisa naik pitam ketika nekat berusaha membaca cepat berkali-kali. Penonton Ekstraklasa kebanyakan brengsek, sebab punya hobi menonton bola sambil mencekik botol alias nenggak alkohol yang ujung-ujungnya sangat bisa dipastikan: teler!
Meminum "kencing setan" itu memang budaya usang kakek buyut mereka yang terus diwariskan kepada generasi ketiga dan keempat. Jarang ada klubyang tegas melarang alkohol dibawa masuk jika kursi-kursi stadion tak ingin sunyi, atau bakal nombok akibat tiket tak terjual. Liga ini sangat rentan dengan kerusuhan, onar, amuk massa dan berisiknya minta ampun.
Ulah dan aksi suporter klub-klub Ekstraklasa terkadang menutupi konten pertandingan sebab fenomenanya jauh lebih merangsang disaksikan. Selain medan dan realitanya memang menakutkan, sejumlah teror dan intimidasi bisa datang kapan saja ketika Anda berhadapan dengan para fans klub terutama di luar stadion. Kadang kita seperti nonton tinju ketimbang bola.
Suasana bisa memukau, bisa pula horor. Tak heran bila banyak tim Eropa yang berdoa agar jangan satu grup dengan tim Polandia manapun. Klub-klub Ekstraklasa terkenal jarang punya kostum yang elegan, bahasa halus untuk bilang norak. Sebelum direformasi pada musim lalu, Liga Polandia selalu akrab menjadi sarangnya penyuap, koruptor, dan spekulator.
Klub-klub macam Arka Gdynia, Górnik Leczna, Górnik Polkowice, Jagiellonia Bialystok, KSZO Ostrowiec Swietokrzyski, Zaglebie Sosnowiec, Korona Kielce, Zaglebie Lubin jadi langganan "KPK" Polandia. Malahan ada satu kejadian saat Zaglebie Lubin, yang setelah meraih titel liga 2006/07, besoknya langsung dicopot dijebloskan dan diseret paksa ke divisi dua karena didakwa curang.
Saking banyak masalah di kerusuhan penonton, dan korupsi di PZPN (PSSI-nya Polandia), membuat prestasi negara ini berjalan seperti keong di pelataran Liga Champion apalagi sampai di putaran elite. Melihat atau mendengar klub Polandia main di Liga Champion barangkali hitungannya mirip kita ketemu tahun kabisat, alias empat musim sekali baru sekali muncul.
Tak satu pun klub Polandia sanggup menjuarai ajang Eropa. Prestasi tertinggi mereka diraih pada “zaman baheula” yaitu Legia Warszawa menembus semifinal Liga Champion 1969/70 atau perempatfinal 1995/96. Satu lagi dibuat oleh seterus mereka, Widzew Lodz, yang melaju di semifinal 1982/83 dan tampil di putaran grup 1996/97, juga di Liga Champion.
Pengelolaan kompetisi negeri yang punya tiga legenda pada sosok Grzegorz Lato, Kazimiers Deyna dan Zbigniew Boniek itu masih di bawah Ukraina dan Rusia misalnya. Di tengah badai kerusuhan antar-fan, musim lalu Polandia memaksa bikin “breakthrough” dengan mengganti Liga Pilki Noznej yang sejak 1927 itu, dengan Ekstraklasa, sebagai bagian dari reformasi sepak bolanya.
Selalu ada harga sepadan yang didapat dari perubahan dan mengatasi risiko. Bertahun-tahun menjadi biang kerok, Liga Polandia langsung memberikan sesuatu untuk bangsa. Baru semusim Ekstraklasa berjalan, sebuah rekor yang bertahan 81 tahun pun pecah. Untuk pertama kalinya, Polandia mengalahkan “induk semang sepak bola” mereka, Jerman. Lumayanlah.
KLASEMEN ABADI EKSTRAKLASA (1927-2014)
No.
Klub
|
Musim
|
Level
|
Main
|
Poin
|
Produksi
Gol
|
Titel
|
01.
Legia Warszawa
|
76
|
1
|
2044
|
2802
|
[3389-2176]
|
10
|
02.
Wisła Kraków
|
73
|
1
|
1909
|
2514
|
[3125-2232]
|
14
|
03.
Ruch Chorzów
|
73
|
1
|
1922
|
2249
|
[2936-2446]
|
13
|
04.
Górnik Zabrze
|
56
|
1
|
1594
|
2028
|
[2414-1712]
|
14
|
05.
Lech Poznań
|
52
|
1
|
1462
|
1673
|
[1973-1730]
|
6
|
06.
ŁKS Łódź
|
65
|
4
|
1720
|
1761
|
[2230-2361]
|
2
|
07.
Widzew Łódź
|
34
|
2
|
1038
|
1329
|
[1365-1187]
|
4
|
08.
Pogoń Szczecin
|
40
|
1
|
1158
|
1158
|
[1324-1579]
|
0
|
09.
Śląsk Wrocław
|
34
|
1
|
1014
|
1124
|
[1167-1211]
|
2
|
10.
GKS Katowice
|
30
|
2
|
894
|
1030
|
[1023-977]
|
0
|
11.
Zagłębie Lubin
|
25
|
2
|
774
|
977
|
[957-903]
|
2
|
12.
Polonia Warszawa
|
31
|
4
|
800
|
966
|
[1165-1251]
|
1
|
13.
Zagłębie Sosnowiec
|
35
|
3
|
950
|
889
|
[1131-1250]
|
0
|
14.
Polonia Bytom
|
35
|
4
|
892
|
881
|
[1099-1141]
|
2
|
15.
Cracovia
|
34
|
1
|
804
|
852
|
[1174-1184]
|
4
|
16.
Stal Mielec
|
25
|
3
|
738
|
726
|
[834-844]
|
2
|
17.
Szombierki Bytom
|
25
|
4
|
702
|
645
|
[875-999]
|
1
|
18.
Gwardia Warszawa
|
23
|
7
|
572
|
539
|
[682-764]
|
0
|
19.
Odra Wodzisław Śląski
|
14
|
5
|
418
|
529
|
[487-570]
|
0
|
20.
Odra Opole
|
22
|
4
|
564
|
523
|
[645-740]
|
0
|
21.
Lechia Gdańsk
|
21
|
1
|
526
|
501
|
[526-710]
|
0
|
22.
Amica Wronki
|
11
|
†
|
332
|
498
|
[452-370]
|
0
|
23.
GKS Bełchatów
|
11
|
1
|
338
|
450
|
[387-403]
|
0
|
24.
Dyskobolia Grodzisk
|
10
|
7
|
293
|
441
|
[420-357]
|
0
|
25.
Warta Poznań
|
18
|
4
|
410
|
423
|
[841-733]
|
1
|
26.
Arka Gdynia
|
12
|
2
|
360
|
346
|
[344-451]
|
0
|
27.
Garbarnia Kraków
|
15
|
4
|
315
|
306
|
[561-561]
|
1
|
28.
Wisła Płock
|
9
|
2
|
270
|
306
|
[290-400]
|
0
|
29.
Pogoń Lwów
|
13
|
↑
|
273
|
304
|
[537-439]
|
0
|
30.
Korona Kielce
|
7
|
1
|
210
|
303
|
[260-254]
|
0
|
31.
Jagiellonia Białystok
|
10
|
1
|
304
|
299
|
[281-428]
|
0
|
32.
Stomil Olsztyn
|
8
|
2
|
254
|
296
|
[255-339]
|
0
|
33.
Zawisza Bydgoszcz
|
12
|
1
|
356
|
292
|
[368-540]
|
0
|
34.
Olimpia Gdańsk
|
9
|
†
|
290
|
265
|
[313-380]
|
0
|
35.
Stal Rzeszów
|
11
|
4
|
290
|
255
|
[297-377]
|
0
|
36.
Hutnik Kraków
|
7
|
4
|
234
|
254
|
[299-284]
|
0
|
37.
KS Warszawianka
|
13
|
†
|
271
|
227
|
[427-612]
|
0
|
38.
Motor Lublin
|
9
|
4
|
274
|
220
|
[259-372]
|
0
|
39.
AKS Chorzów
|
10
|
†
|
192
|
196
|
[336-307]
|
0
|
40.
Bałtyk Gdynia
|
7
|
4
|
210
|
186
|
[184-247]
|
0
|
41.
ROW Rybnik
|
7
|
3
|
198
|
165
|
[165-233]
|
0
|
42.
Górnik Wałbrzych
|
6
|
3
|
182
|
157
|
[194-246]
|
0
|
43.
Górnik Radlin
|
9
|
6
|
188
|
155
|
[238-344]
|
0
|
44.
Zagłębie Wałbrzych
|
6
|
8
|
160
|
142
|
[131-166]
|
0
|
45.
Czarni Lwów
|
7
|
†
|
164
|
141
|
[265-326]
|
0
|
46.
Raków Częstochowa
|
4
|
3
|
136
|
136
|
[120-186]
|
0
|
47.
Sokół Tychy
|
4
|
5
|
136
|
130
|
[128-190]
|
0
|
48.
Polonia Bydgoszcz
|
7
|
5
|
156
|
129
|
[186-296]
|
0
|
49.
Górnik Łęczna
|
4
|
1
|
112
|
128
|
[105-169]
|
0
|
50.
Ruch Radzionków
|
3
|
4
|
90
|
109
|
[105-135]
|
0
|
51.
Piast Gliwice
|
3
|
1
|
90
|
106
|
[88-117]
|
0
|
52.
Stal Stalowa Wola
|
4
|
3
|
132
|
103
|
[113-173]
|
0
|
53.
1. FC Katowice
|
3
|
7
|
78
|
88
|
[164-143]
|
0
|
54.
GKS Tychy
|
3
|
2
|
90
|
86
|
[105-113]
|
0
|
55.
Union Touring Łódź
|
4
|
†
|
90
|
76
|
[149-212]
|
0
|
56.
KSZO Świętokrzyski
|
3
|
4
|
92
|
71
|
[73-147]
|
0
|
57.
Podbeskidzie
|
2
|
1
|
60
|
67
|
[65-
82]
|
0
|
58.
Siarka Tarnobrzeg
|
3
|
3
|
102
|
65
|
[88-169]
|
0
|
59.
Arkonia Szczeci
|
4
|
5
|
88
|
64
|
[100-166]
|
0
|
60.
Śląsk Świętochłowice
|
3
|
6
|
66
|
45
|
[84-166]
|
0
|
61.
Unia Racibórz
|
2
|
5
|
52
|
38
|
[77-126]
|
0
|
62.
Hasmonea Lwów
|
2
|
†
|
54
|
38
|
[98-149]
|
0
|
63.
Wawel Kraków
|
2
|
7
|
32
|
37
|
[50-36]
|
0
|
64.
Igloopol Dębica
|
2
|
6
|
64
|
37
|
[43-121]
|
0
|
65.
Strzelec 22 Siedlce
|
3
|
†
|
64
|
36
|
[84-169]
|
0
|
66.
Szczakowianka Jaworzno
|
1
|
5
|
30
|
32
|
[40-54]
|
0
|
67.
RKS Radomsko
|
1
|
†
|
28
|
31
|
[23-34]
|
0
|
68.
TKS Toruń
|
2
|
†
|
54
|
30
|
[84-185]
|
0
|
69.
Podgórze Kraków
|
2
|
6
|
42
|
27
|
[56-103]
|
0
|
70.
Radomiak Radom
|
1
|
4
|
30
|
25
|
[29-32]
|
0
|
71.
Górnik Polkowice
|
1
|
Φ
|
26
|
23
|
[17-37]
|
0
|
72.
Tarnovia Tarnów
|
1
|
6
|
26
|
22
|
[42-48]
|
0
|
73.
Świt Dwór Mazowiecki
|
1
|
4
|
26
|
22
|
[21-42]
|
0
|
74.
GKS Jastrzębie
|
1
|
4
|
30
|
19
|
[24-43]
|
0
|
75 Dąb Katowice
|
2
|
†
|
36
|
14
|
[29-97]
|
0
|
76.
ŁTS-G Łódź
|
1
|
†
|
22
|
12
|
[25-67]
|
0
|
77.
Śmigły Wilno
|
1
|
†
|
18
|
11
|
[29-50]
|
0
|
78.
Jutrzenka Kraków
|
1
|
†
|
26
|
11
|
[41-82]
|
0
|
79.
Lechia Lwów
|
1
|
†
|
22
|
11
|
[23-66]
|
0
|
sumber: 90minut.pl
Φ = mundur, ↑= pindah ke Ukraina, † = bubar