Perjalanan, Pengalaman, & Pemahaman Permainan Terindah

Leicester City: Perebut Mimpi Orang Lain

Dalam pertemuannya di Amsterdam dengan Martin Keown, yang kini menjadi reporter The Daily Mail, pertengahan April ini, sebuah ucapan yang cukup menggugah emosi keluar dari mulut Dennis Bergkamp, yang mau tak mau semakin bikin nyolot kaum The Wenger's Haters. Simaklah kata sang legenda The Gunners yang patungnya berdiri megah di pekarangan Stadion Emirates tersebut.

Leicester City: Perebut Mimpi Orang Lain
Danny Drinkwater, Claudio Ranieri, dan Wes Morgan. Mimpi yang salah kamar.
"Kita sudah berada di atas United, City, dan Chelsea. Tapi tetap saja tidak bisa berada di puncak klasemen." Ucapan sederhana namun dalam, dan terasa lugu bila dicetuskan oleh orang yang tak paham dengan perjalanan Arsenal. Pendek kata, Arsene Wenger memang sudah keterlaluan! Akhirul kalam, hampir pasti audisi Premier League musim ini tinggal menyisakan The Foxes dan Spurs sebagai calon juara.

Oke, lupakan Arsenal dengan sosok utama yang selalu menjadi kendala terbesarnya untuk meraih juara itu. Mari simak sepak terjang klub yang bakal bikin super sensasi di tahun ini dalam sejarah Liga Inggris: Leicester City. Melihat komposisi klasemen sementara, Leicester cuma butuh mengumpulkan 81 poin untuk mencatatkan sejarah terindahnya sepanjang 132 tahun umurnya.

Sejak kalah 1-2 dari Arsenal di Emirates, 16 Februari, tim yang musim lalu menempati urutan 14 itu tidak pernah kalah hingga menjelang akhir April. Dari 8 laga berikutnya, mereka meraih 20 poin tambahan hasil 6 kali menang dan 2 kali seri! Tak berlebihan bila mereka sudah bisa mencium bau trofi meski malu-malu kucing mengatakannya. Empat laga sebelum mengakhiri petualangan terbaiknya di musim ini saja The Foxes sudah meraih tiket ke putaran grup Liga Champion 2016-17!

Siapa sangka, dengan gaya bermain ala klub-klub Championship (divisi satu) bahkan League One atau League Two, serta hanya diperkuat pemain kelas dua-tiga kecuali Riyad Mahrez, Leicester bisa menyeruduk puncak klasemen tak terkendali bak peserta panjat pinang yang melihat hadiah laptop di atas sana. Lebih istimewa lagi, para pemain kelas dua-tiga itu naik derajat seperti menjadi pemain kelas satu.

Leicester diperkuat deretan pemain buangan tapi berpengalaman di mana 19 klub Premier League lainnya pun rasanya ogah membelinya. Sebut saja Robert Huth, Danny Simpson, Marc Albrighton, Nathan Dyer, dan kiper tua Mark Schwarzer. Saking berisi banyak pemain yang telah mentok kemampuannya, Richie De Laet dan Paul Konchesky terpaksa harus disewakan ke klub divisi satu Championship.

Kelompok lainnya adalah pemain kelas dua yang kini tampil seperti pemain kelas satu, yang bisa disebut sebagai generasi pertama kejayaan tiada tara Foxes di musim ini. Sebut saja pemain jangkar Danny Drinkwater, bek Jeffrey Schlup, kiper utama Kasper Schmeichel, kapten Wes Morgan, serta striker Jamie Vardy. Hampir bisa dipercaya, inilah barisan tradisional yang menjadi fondasi kekuatan sesungguhnya Leicester City.

Mimpi Morgan

Faksi terakhir dari super grup racikan manajer Claudio Ranieri adalah empat pemain asingnya di diri Shinji Okazaki (Jepang), Leonardo Ulloa (Argentina), Christian Fuchs (Austria), N'Golo Kante (Prancis) dan Riyad Mahrez (Aljazair). Menariknya lagi, satu pemain yang sebenarnya berstatus first-class yakni Gokhan Inler (Swiss) selalu tidak sempat diturunkan karena saking takutnya Ranieri kehilangan arah permainan.

Pola klasik Foxes jelas beraura Italia, contro tiempo dan L'uomo contro uomo. Contro tiempo artinya mereka selalu menghitung waktu yang tepat untuk menyerang dan tahu bagaimana mesti bertahan. Sedangkan L'uomo contro uomo bermakna teknis belaka. Jangan harap pemain lawan akan mudah memasuki garis pertahanan inti mereka, atau bisa membongkar pagar berlapis yang sekilas meningatkan orang pada catenaccio.

Disebut sangat aneh atau jadi anomali luar biasa, mimpi besar Leicester sedikit lagi akan menjadi kenyataan. Mau dibilang apa, inilah sepak bola. Jangankan dunia atau kita yang terkejut, Morgan sang kapten Foxes juga mengaku heran. "Kemungkinan besar kami meraih mimpi itu, mimpi yang seharusnya bukan milik kami. Memang masih harus terus diusahakan, tapi ini sangat, sangat mungkin," kilah Morgan.

Dia mengaku merasakan keanehan luar biasa selama berkecimpung di sepak bola. Sebab 12 bulan lalu keseharian latihan mereka hanya diisi dengan bagaimana cara menghindari degradasi. Ketika kecil Morgan pernah punya impian main di kompetisi terbaik di dunia, menjadi juara dan dia yang mengangkat trofi. "Ini sangat luar biasa, kok tiba-tiba saja semuanya itu tinggal sedikit lagi terjadi."

Bayangkan apa yang akan ditulis oleh media ketika seonggok nama yang 'mustahil' merebut trofi Premier League, sanggup memutarbalikkan akal sehat orang banyak. "Saya tidak bisa membohongi perasaan, kami punya kans untuk meraihnya!" tutur pemain gempal berusia 32 tahun itu lagi. Leicester juara Premier League? Mabukkah Anda? Hah, benar? Wow, sangat luar biasa kalau begitu!

(foto: telegraph)

Share:

Artikel Populer

Maurizio Sarri: Tantangan Baru Si Mantan Bankir

Buat tifosi Napoli yang militan dan fanatik, begitu melihat jagoannya cuma meraup dua poin dari tiga laga jelas bikin dongkol selain gundah...

Arsip

Intermeso

Wawancara

Arsip

Artikel Terkini