Sosoknya kaku, irit bicara, pelit senyum apalagi sampai tertawa terpingkal-pingkal. Tak salah kalau pers Inggris menjulukinya the silent man atau si pendiam. Sorot matanya tajam, gerak-geriknya tanpa ekspresi, pikirannya selalu fokus tanda suka berpikir sesuatu yang menarik minat. Suasana hatinya dingin, barangkali sedingin darahnya, dan kelihatannya orang ini rada susah untuk dijadikan teman atau sahabat.
Pria berkumis inilah yang membuat David Barry Dein, pujaan sejati kaum Gooner sejati, sampai terusir dari ruang komisaris Arsenal. Enos Stanley Kroenke, 67 tahun, beken disapa Stan Kroenke, adalah pebisnis Amerika Serikat yang kini menjadi pemegang saham terbesar Arsenal Football Club dengan kepemilikan 66,94% atau 41.652 lembar saham atau senilai lebih dari 1 milyar pound alias setara dengan Rp 20 trilyun. Bagaimana ia melakukan ini semua?
Tampaknya cuma pembicaraan bisnis bermutu saja yang bikin dia mau menggerakan bibirnya. Namun di balik berbagai ketidak-asyikan tersebut, sungguh beruntung, dia super kaya raya alias tajir banget. Sepintas tak ada tongkrongan mahluk ini menjadi Qarun zaman modern, salah satu warga bumi terkaya nomor 247 di dunia, 89 di AS. Menurut situs Forbes, Kroenke punya harta 5,8 milyar dollar AS atau setara dengan Rp 75 trilyun.
Sebagai komparasi, 'Paman Gober' nomor satu di dunia termasuk di AS adalah William Henry Gates III, 59 tahun. Gudang uang pendiri Microsoft ini ditimbuni harta 79,2 milyar dollar AS atau sekitar Rp 10,1 bilyun alias Rp 10 ribuan trilyun. Dengan kekayaan ini, jika mau, Bill Gates bisa membeli semua klub sepak bola yang ada di dunia. Soal harta, Kroenke boleh kalah sangat jauh darinya, namun soal minat dan kegairahan di olah raga ceritanya berbeda.
Di AS dia dikenal sebagai pemilik 5 klub top di NBA, MLS, NHL, NLL, dan NFL yang semuanya berada di bawah imperium bisnisnya, Kroenke Sports Entreprises (KSE). Portofolionya belum stop sampai di sini. Kroenke juga menjadi salah satu mogul real estate dan bankir ulung. Reputasinya kian paten karena dia suami dari Ann Walton, putri James Lawrence Walton, pendiri Wal-Mart, jaringan ritel terkuat di dunia.
Hikayat lulusan MBA dari Universitas Missouri ini bisa sampai terdampar di Arsenal, lantas menjadi orang nomor satu di klub paling tradisional se-London itu menjadi menarik atensi lantaran jalannya lumayan berliku-liku. Tanpa Arsenal, boleh jadi dia tidak dikenal dunia kecuali di negerinya sendiri. Serial hidup Kroenke di blantika Premier League adalah pengayaan kredibilitasnya sebagai pecinta olah raga.
Buat Gooner yang belum sampai lima tahun, Kroenke boleh saja disukai. Tapi bagi Gooner karatan dan konservatif, katakanlah seperti Piers Morgan atau Myles Palmer, sangatlah berbeda. Mereka tahu, Kroenke-lah yang dianggap menghentikan roda juara Arsenal di Premier League akibat kebijakan keuangan lantaran masih berkutat dengan peperangan perebutan saham serta dituding tidak tahu banyak soal Arsenal dan tradisi sepak bola Inggris.
Sumber malapetaka prestasi The Gunners di Liga Inggris terjadi pada 2006-2007, yang dimulai dari peperangan di ruangan komisaris alias para pemilik. Yang jadi ironi hal itu terjadi justru seusai Arsenal merenggut prestasi tiada tara yang sulit dijiplak di Inggris: menjuarai Premier League tanpa terkalahkan pada 2004. Kemudian disusul raihan Piala FA 2005, lalu ke final Liga Champion 2006 serta memiliki stadion baru nan megah bernama Emirates.
Bagaimana semuanya bisa terjadi? Keempat torehan indah itu bak menjadi karya terakhir duet Dein dan Arsene Wenger. Dein yang dikenal master di bursa transfer, ahli dalam melobi atau negosiator ulung mendedikasikan semuanya itu untuk melengkapi kehebatan Wenger. Keduanya sangat inovatif, ekspansif, punya imajinasi liar dan yang terpenting saling mengisi satu sama lain sehingga suka dianggap sebagai Yin dan Yang-nya sukses Arsenal.
Ancaman Usmanov
Saking liarnya duet ini suka berkreasi di luar otoritasnya, misalnya hasrat memiliki stadion yang besar dan megah. Stadion Highbury merupakan satu-satunya minus Arsenal di mata Wenger sejak ia tiba di London pada 1996. Dengan kapasitas hanya 37-an ribu penonton plus luas lapangan 100 x 67 meter, Wenger berani bilang ke dewan komisaris Highbury kurang layak menjadi stadion klub sekharismatik Arsenal.
Mereka harus punya stadion besar dengan tiga alasan: untuk menampung lebih banyak fan, menikmati permainan lebih sempurna secara langsung ataupun dari televisi, serta sebagai bentuk apresiasi atas pencapaian historis Arsenal dan menyongsong masa depannya. Bahkan Wenger punya rancangan beberapa bagian stadion baru seperti atap, lantai, kamar ganti dan kamar mandi pemain, auditorium pers serta ruangan rehabilitasi cedera.
Di sisi lain Dein bicara potensi pendapatan tiket, iklan dan sponsor yang dijamin jauh lebih besar. Mereka telah menciptakan mesin uang untuk masa depan. Presentasi keduanya memuaskan dewan komisaris sehingga bersedia membebaskan satu lahan di pinggir jalan kereta di area Ashburton Grove. Namun seseorang mengawasi Dein dengan kewaspadaan: Peter Hill-Wood (PHW). Dia adalah anaknya Denis Hill-Wood, dan cucu dari Samuel Hill-Wood.
Samuel menguasai saham terbesar sejak 1929 serta mengkreasi Arsenal meraih era kejayaan pertama di 1930-an. Pada 1946 ia mengajak rekan Partai Konservatifnya, Sir Guy George Bracewell Smith, membangun ulang manajemen Arsenal yang berantakan usai Perang Dunia II. Karena itulah, demi menjaga tradisi dan menghormati keluarga Hill-Wood, kemudian Peter diaklamasikan menjadi presiden klub sejak 1983 setahun sesudah wafatnya sang ayah.
Rupanya kesuksesan Dein dengan mahakarya melahirkan Premier League di 1992 dan mendatangkan Arsene Wenger pada 1996 menciptakan saling silang di dewan komisaris. Ada yang pro, namun lebih banyak yang kontra. Meski jadi pendatang baru setelah membeli 16,6% saham Arsenal pada 1983, reputasi Dein langsung meroket dengan posisi wakil presiden klub sekaligus chief operating untuk semua aktivitas bisnis. Selain itu ia juga master transfer jempolan.
Lewat tangan dingin lelaki kelahiran 7 September 1943 itu datanglah Ian Wright pada 1991 dan Dennis Bergkamp pada 1995 di era George Graham. Ketika Wenger masuk, semua orderan sang profesor dipenuhinya. Patrick Vieira, Emmanuel Petit, Marc Overmars, Thierry Henry, Davos Suker, Robert Pires, Sol Campbell, Gilberto Silva, Gael Clichy, Kolo Toure, Cesc Fabregas dan Robin van Persie sampai nama yang terakhir...Theo Walcott.
Akibat kiprahnya yang kian dahsyat, saham Dein di Arsenal sempat melesat jadi 42% pada 1991. Lama kelamaan PHW, dan juga pemegang saham tradisionalis merasa Arsenal akan dijadikan ajang kepentingan bisnis pribadi Dein. Apalagi di Rusia, bisnis pribadi PHW ikut bersentuhan dengan relasi bisnis Dein. Salah satunya dengan Alisher Burkhanovic Usmanov.
Di kala PHW amat membenci pebisnis baja Rusia berdarah Uzbekistan itu, Dein justru menjadikan kolega terbaiknya. Api perseteruan di dewan komisaris pun kian membara. April 2007, dewan mencopot jabatan Dein dari semua aktivitas sebagai eksekutif alias dipaksa cuma disuruh duduk tenang menunggu deviden. Merasa telah berbuat banyak untuk mereka dan Arsenal, tentu saja Dein sangat sakit hati akibat pengkhianatan tersebut.
Bukan Dein namanya kalau tidak kontroversial. Pada Agustus 2007, tiba-tiba ia melepas seluruh 14,58% sisa sahamnya ke Usmanov yang kmeudian mengajak Farid Moshiri, pebisnis Iran, mendirikan konglomerasi khusus bernama Red & White Holdings. Mereka mengangkat Dein sebagai CEO-nya. Misi ketiganya adalah mengambil alih mayoritas saham Arsenal. Tapi PHW dan semua anggota dewan komisaris lain telah menebaknya Dein akan melakukan apa.
Kematian Fiszman
Sebelum memecat Dein, PHW telah mengontak seorang investor Amerika tidak terkenal. Digembongi PHW, dewan komisaris mengundangnya untuk membeli saham ITV. TV kabel asal Irlandia itu melepas 9,9% andilnya di Arsenal karena butuh investasi di bidang lain. Harga saham per lembar masih dihargai 8.000 pound. Orang Amerika ini bernama Stan Kroenke. Dewan juga segera memasukkan Kroenke jadi direktur non-executive pada September 2008.
Kroenke segera tahu soal prahara kepemilikan yang sedang terjadi di Arsenal. Akal bulus bisnisnya langsung menerawang. Ia ingin lebih jauh terlibat. Sesuai hukum, untuk jadi eksekutif dan mengontrol semua bisnis Arsenal, minimal harus punya 30% saham. Selang tak lama Kroenke melakukan misinya. Pertama membeli saham Danny Fiszman sebanyak 10,6%, kedua memborong saham keluarga Richard Carr lebih dari 17,7%. Saham Kroenke menjadi 29,9%!
Namun mencari 0,1% saham setengah mati sulitnya karena semua pemilik saham tahu, Kroenke berambisi mengontrol Arsenal. Akibatnya saham Arsenal per lembarnya melonjak jadi 12.000-an pound per lembar. Kubu trio Dein-Usmanov-Moshiri juga melakukan ekspansif. Mereka bergerilya melakukan pembelian saham dengan cara retail, lembar per lembar, dari beberapa orang yang punya saham minoritas di Arsenal. Meski capek, hasilnya lumayan.
Hingga masuk ke 2011, Usmanov cs sukses mengumpulkan saham 29,25%! Final antara Amerika vs Rusia di bisnis Arsenal mencapai kulminasinya. Kroenke cuma butuh 0,1% sedang Usmanov 0,75%. Sementara itu harga saham AFC terus melonjak di London Stock Exchange (LSE) meroket 16.000-an pound (Rp 300-an juta) per lembar! Kedua kubu dengan progresif merayu pemegang saham minoritas. Namun mereka bersepakat untuk menunggu keadaan, termasuk perwakilan fans, Arsenal Supporters Trust (AST) yang hanya punya 3 lembar saham!
Prestasi The Gunners kala itu mencapai puncak kegelisahan. Satu-satunya kans juara, di Piala Liga 2011 pun gagal karena secara mengejutkan Arsenal ditaklukkan Birmingham 1-2 di Wembley pada bulan Februari. Di grup pemilik saham minoritas, muncul faksi pro dan anti baik Kroenke maupun Usmanov. Bukan itu saja, masa depan sang manajer juga tidak jelas. Kontrak Wenger habis di medio 2011. Praktis, ia sedang berdiri di persimpangan jalan.
Di luar pintu, Real Madrid, Bayern Muenchen, PSG bahkan Juventus sudah mengantri untuk meminangnya. Di saat menegangkan seperti itu, muncullah sesuatu yang tidak diduga, yang membelokkan nasib baik menjadi milik Kroenke dan Wenger: kematian Fiszman pada April 2011. Fiszman, pemilik saham terbesar sebelum dibeli Kroenke, merupakan satu-satunya sahabat Dein di dewan. Pedagang berlian itu meninggal dunia setelah lama sakit keras.
Entah mengapa sisa 16,11% saham almarhum bisa dibeli Kroenke, hanya beberapa hari kematiannya. Kroenke pun otomatis jadi preskom Arsenal dengan saham 45,36%. Tamatlah impian Usmanov dan Dein untuk mengusai Arsenal! Bola salju tidak stop sampai di situ. Wafatnya Fiszman, plus jenuh dengan prahara kepemilikan dan prestasi klub yang merosot; melahirkan sesuatu yang mengubah masa depan Kroenke menjadi jelas.
Lady Nina-Bracewell Smith, yaitu janda Sir Charles Bracewell-Smith, anak dari Sir Guy George Bracewell Smith ikut melepas seluruh sahamnya yang 15,9%. Langkah itu juga diikuti oleh cucu Sir Guy yaitu Clive dan Richard Carr untuk menjual sisa sahamnya pada Kroenke. Per 4 September 2011, Kroenke mutlak menguasai Arsenal dengan 66,76% saham atau 41,537 lembar. Dasar kapitalis, ia makin giat membeli saham lembar per lembar tiada henti hingga kini.
Menurut LSE, di 3 Oktober 2014 saham Kroenke berjumlah 41.639 helai usai membeli 36 lembar saham perorangan. Persentase naik jadi 66,92. Lalu 8 Desember 2014, tim sukses Kroenke menemukan 13 lembar lagi saham yang bersedia dilepas 15.500 pound per lembar. Andilnya pun naik lagi menjadi 66,94% dengan 41.652 lembar saham. Ia masih butuh 3,06% saham untuk menguasai mutlak Arsenal tanpa halangan dari siapapun yakni senilai 70%.
Terkesima Wenger
Hal pertama yang dirasakan Stan Kroenke, Arsenal itu identik dengan Arsene Wenger. Di matanya cuma orang inilah sejagat yang paling pas jadi panglima The Gunners. Kontroversial atau normatif, benci atau cinta, dia berharap Wenger terus meneruskan darma baktinya di Emirates, kalau perlu sampai jompo sendiri. Ada alasan? "Arsene adalah orang paling mengesankan yang pernah saya temui 20 tahun terakhir ini. Dia orang besar dan saya sangat suka melihat caranya mengatasi dirinya sendiri. Orang ini sangat cerdas sebab ia bisa bicara hal apa pun dan amat mengesankan ketika berbicara. Saya terpukau mendengarkannya. Harusnya dia sering mengadakan seminar bisnis," kata Kroenke saat diwawancarai Jeremy Wilson (The Telegraph).
Faktor Wenger juga jadi motif terkuat Kroenke ketika membeli saham Arsenal. Keyakinannya pada manajer hebat, pelatih luar biasa, ekonom mumpuni, sosiolog, ahli gizi atau kuliner, pakar statistik, arsitek stadion, konsultan bisnis sampai motivator ini semakin menggiatkan dirinya untuk terus menambah sahamnya di salah satu klub paling tradisional di Inggris tersebut.
Mana kala kepeduliannya pada Arsenal makin besar, semakin terikat pula Kroenke pada sang manajer. Di mata pemilik klub NBA Denver Nuggets ini, enerji Wenger sangat membara. "Fisik dan staminanya luar biasa. Dia merancang, membina, melatih, bepergian, berbicara dan meladeni tekanan dengan luar biasa. Begitu seterusnya. Kadang kala dia seperti yang terlihat menjadi atlet. Arsene adalah Arsenal itu sendiri," papar orang kaya berpenampilan sederhana yang mengaku telah memantau Wenger dan Arsenal sejak 15 tahun lalu.
"Saat Arsene membawa Arsenal juara tidak terkalahkan di 2004 itu sesuatu luar biasa dan saya semakin yakin untuk terlibat ke dalamnya," lanjut pengusaha asal Missouri yang mulai masuk ke Arsenal setelah membeli 9,9% saham Arsenal Holdings plc melalui ITV pada 2007. Di luar respek yang mendalam pada Wenger, tentu Kroenke terkesima dengan karyanya. "Saya suka dengan cara main Arsenal, umpan-umpannya, pergerakan, indah untuk ditonton dan sangat menarik. Saya mengikutinya dari dekat ketika mereka menjadi juara tak terkalahkan pada 2004. Itu hal luar biasa. Saya sering menontonnya langsung saat Thierry Henry masih ada. Itulah awal mula saya suka Arsenal," timpalnya lagi.
Setiap tahunnya owner klub hoki NHL Colorado Avalanche ini menghabiskan 30-40 hari berada di London untuk aktivitas bisnis. Di saat-saat seperti itu, hampir saban hari dia pasti bertemu dan berbicara dengan Wenger. Ada banyak kepentingan. Selain salah satu ladang usahanya, kini Arsenal jadi passion barunya. Apalagi putra semata wayangnya, Josh, kebetulan seorang Gooner. Belakangan Josh telah diangkatnya menjadi salah satu direktur Arsenal.
Keterkaitan hubungan pemilik klub MLS Colorado Rapids dengan Wenger lebih dari sekedar profesional tingkat tinggi tapi juga keeratan personal. Mereka saling menghormati, memahami, membutuhkan dan tentu saling berkepentingan. Dua hal yang disukai Wenger padanya: dia fokus pada bisnis dan bukan jenis pemilik yang main atur atau intervensi konten sesukanya. Kroenke bukan bertipe Abramovich atau Berlusconi.
Sebaliknya Wenger dihargai Kroenke sebab tak cengeng, tukang todong minta ini-itu bahkan aktivitas terpenting di bisnis sepak bola: bursa transfer. Kroenke paham bursa transfer separonya sepak bola. Respek melahirkan kepercayaan. Saking percayanya, Kroenke memberi kekuasaan mutlak pada Wenger untuk mengambil semua keputusan go or no go soal produksi, soal teknis, soal pemain dan permainan. Faktor subyektif lainnya adalah, Kroenke dan Wenger nyaris seumuran. Artinya sejak kecil hidup di zaman yang sama.
Dia merasa hanya disuruh duduk manis oleh sang manajer asal Ivan Gazidis memahami apa yang diinginkan dan dibutuhkan Wenger. Jika Wenger tangan kirinya, maka Gazidis - CEO Arsenal - merupakan tangan kanan Kroenke.
"Saya sangat menikmatinya. Dia sangat cerdas, berintelejensia tinggi dan kita semua tahu Arsene berpendidikan ekonomi seperti halnya saya. Ide dia bagaimana menjalankan klub amat luar biasa. Arsene adalah pemikir, perencana, pekerja keras, manusia yang memiliki rekor serta sejarah indah," papar presiden komisaris korporasi KSE UK itu lagi, yang dua tahun lebih tua dari Wenger.
Khawatir Petir
Kisah penyanjungan penganut Partai Republik ini pada Wenger tak berhenti sampai di situ. Anda pernah membaca novel atau minimal menonton film Moneyball? Di situ diungkap sosok nyata Billy Beane, diperankan dengan apik oleh aktor Brad Pitt, yang sepintas mengesankan kiprah Wenger karena kemiripan pola pikir. Ternyata memang berkaitan. Keahlian Wenger: kehebatan membelanjakan uang dan menggali nilai secara efektif dan efisien menjadi inspirasi Michael Lewis menulis sosok Billy Beane dalam buku Moneyball: The Art of Winning an Unfair Game.
"Billy Beane itu sosok olah raga populer di AS. Anda tahu siapa idola dia? Arsene Wenger! Ini bukan guyon. Anda tahu itu kenapa," ujar lelaki kalen itu penuh semangat. Alumnus master bisnis di Universitas Missouri begitu takjub sebab inspirator kunci sukses bisnis olah raga apa pun di dunia itu mengidolai juga Wenger. "Jika Anda melakukan lebih baik dari orang lain, maka Anda selalu jadi yang terbaik. Ini bukan ucapan saya tetapi ucapan Billy Beane, orang yang mengidolakan Arsene Wenger. Silakan Anda cek," sergah pria berkumis ala Adolf Hitler itu dengan serius. Luar biasa.
Waktu terus berjalan. Tak terasa sudah delapan tahun Kroenke berkutat di Arsenal. Namun di balik kekagumannya ada kerisauan mendalam pada Wenger. Bukan perkara sudah 10 tahun Arsenal tanpa gelar liga, tapi soal kelayakan sang maestro meneruskan darma baktinya. Meski ia punya hak prerogatif mempertahankan pria Prancis itu, namun suara terkuat pantas tidaknya kelanjutan misi sang profesor ada pada suporter, 60-an ribu pelanggan tetap yang saban minggunya membanjiri Stadion Emirates.
Setelah Sir Alex Ferguson pensiun, Wenger kini menjadi manajer paling awet di Premier League dengan dua rekor terukir langgeng: manajer asing terbaik sepanjang masa di Arsenal dan di Inggris, serta satu pencapaian abadi: meraih juara tanpa terkalahkan di 2003/04, menjadi tiga rekor jika ia sukses mengantarkan Arsenal menjuarai Piala FA 2016. Tampaknya hanya Wenger sendiri yang bisa mengusir dirinya dari Emirates. Musim 2016/17 adalah era terakhir sang profesor di Arsenal sesuai kontrak pada Juni 2017.
"Ia memahami perasaan kita, apa filosofi klub, apa yang ingin kita lakukan dan ini membuat saya merasa bahwa kami total menyatu. Arsene Wenger selalu ingin melakukan cara yang sama dengan yang kita pikirkan. Saya tidak mau berbicara sesuatu yang bukan dia rasakan. Selama ini dia telah melakukan apa yang dia cintai. Pada akhirnya keputusan ada pada Arsene sendiri," jelas pria kelahiran 29 Juli 1947 itu dengan pasrah.
Tak satupun orang di Diklat Colney atau di kabinet Emirates ingin Wenger pergi, bahkan membayangkan kelanjutan Arsenal pun tidak. Semua bangga bekerja untuk dan dengan Wenger agar roda klub terus menggelinding ke seluruh dunia. Sebuah klub berusia 127 tahun. "Ia telah melakukan hal luar biasa untuk Arsenal. Namun Arsene pemilik dirinya sendiri, pikirannyalah yang kelak memutuskan itu," imbuh ayah dari Josh Kroenke dan Whitney-Ann Kroenke.
Kroenke menanggung beberapa perasaan sekaligus. Tatkala membahas Wenger, pria bermisai ini bersemangat namun juga berhati-hati. Ia harus mengakui dirinya telah terlibat dalam dengan Arsenal, baik sebagai penggemar maupun pemilik. Semua orang suka dengan kemenangan. Pemilik, pemain, pelatih, apalagi fans. Buat Arsenal dengan sejarah hebatnya, kepedulian mereka untuk menjadi yang terbaik menjadi gairah hidup sehari-hari yang bisa menembus imajinasi dan membuka motivasi. Ini pula yang dirasakan Stan Kroenke.
Satu kisah pada 2012 yang kelak tak pernah dilupakan Kroenke tentang Wenger. Saat itu dia mengajak Josh dan beberapa temannya, juga rombongan tim basket Denver Nuggets ke Colney untuk melihat latihan Arsenal. Tiba-tiba hujan turun dengan deras, ada gemuruh halilintar.
Mereka tak percaya pada pemandangan ajaib. Wenger masih di lapangan terbuka, basah kuyup, tetap melatih skuatnya sambil berteriak meski suaranya tak didengar pemain. "Oh, begitu rupanya keseharian Arsene. Oh Tuhanku, saya khawatir mereka disambar petir. Semuanya itu pasti karena cinta karena Anda tak akan melakukan tanpanya. Itulah sebuah passion," pungkas Kroenke sepenuh hati.
(foto: mirror.co.uk /greatgoals/thesun/arsenal.ir/sport&style/pinterest)
Dua orang terpenting yang mengemudikan kapal Arsenal ke masa depan. |
Tampaknya cuma pembicaraan bisnis bermutu saja yang bikin dia mau menggerakan bibirnya. Namun di balik berbagai ketidak-asyikan tersebut, sungguh beruntung, dia super kaya raya alias tajir banget. Sepintas tak ada tongkrongan mahluk ini menjadi Qarun zaman modern, salah satu warga bumi terkaya nomor 247 di dunia, 89 di AS. Menurut situs Forbes, Kroenke punya harta 5,8 milyar dollar AS atau setara dengan Rp 75 trilyun.
Sebagai komparasi, 'Paman Gober' nomor satu di dunia termasuk di AS adalah William Henry Gates III, 59 tahun. Gudang uang pendiri Microsoft ini ditimbuni harta 79,2 milyar dollar AS atau sekitar Rp 10,1 bilyun alias Rp 10 ribuan trilyun. Dengan kekayaan ini, jika mau, Bill Gates bisa membeli semua klub sepak bola yang ada di dunia. Soal harta, Kroenke boleh kalah sangat jauh darinya, namun soal minat dan kegairahan di olah raga ceritanya berbeda.
Di AS dia dikenal sebagai pemilik 5 klub top di NBA, MLS, NHL, NLL, dan NFL yang semuanya berada di bawah imperium bisnisnya, Kroenke Sports Entreprises (KSE). Portofolionya belum stop sampai di sini. Kroenke juga menjadi salah satu mogul real estate dan bankir ulung. Reputasinya kian paten karena dia suami dari Ann Walton, putri James Lawrence Walton, pendiri Wal-Mart, jaringan ritel terkuat di dunia.
Hikayat lulusan MBA dari Universitas Missouri ini bisa sampai terdampar di Arsenal, lantas menjadi orang nomor satu di klub paling tradisional se-London itu menjadi menarik atensi lantaran jalannya lumayan berliku-liku. Tanpa Arsenal, boleh jadi dia tidak dikenal dunia kecuali di negerinya sendiri. Serial hidup Kroenke di blantika Premier League adalah pengayaan kredibilitasnya sebagai pecinta olah raga.
Buat Gooner yang belum sampai lima tahun, Kroenke boleh saja disukai. Tapi bagi Gooner karatan dan konservatif, katakanlah seperti Piers Morgan atau Myles Palmer, sangatlah berbeda. Mereka tahu, Kroenke-lah yang dianggap menghentikan roda juara Arsenal di Premier League akibat kebijakan keuangan lantaran masih berkutat dengan peperangan perebutan saham serta dituding tidak tahu banyak soal Arsenal dan tradisi sepak bola Inggris.
Sumber malapetaka prestasi The Gunners di Liga Inggris terjadi pada 2006-2007, yang dimulai dari peperangan di ruangan komisaris alias para pemilik. Yang jadi ironi hal itu terjadi justru seusai Arsenal merenggut prestasi tiada tara yang sulit dijiplak di Inggris: menjuarai Premier League tanpa terkalahkan pada 2004. Kemudian disusul raihan Piala FA 2005, lalu ke final Liga Champion 2006 serta memiliki stadion baru nan megah bernama Emirates.
Bagaimana semuanya bisa terjadi? Keempat torehan indah itu bak menjadi karya terakhir duet Dein dan Arsene Wenger. Dein yang dikenal master di bursa transfer, ahli dalam melobi atau negosiator ulung mendedikasikan semuanya itu untuk melengkapi kehebatan Wenger. Keduanya sangat inovatif, ekspansif, punya imajinasi liar dan yang terpenting saling mengisi satu sama lain sehingga suka dianggap sebagai Yin dan Yang-nya sukses Arsenal.
Ancaman Usmanov
Barangkali Kroenke tersenyum melihat Wenger tidak menuntut saham Arsenal. |
Mereka harus punya stadion besar dengan tiga alasan: untuk menampung lebih banyak fan, menikmati permainan lebih sempurna secara langsung ataupun dari televisi, serta sebagai bentuk apresiasi atas pencapaian historis Arsenal dan menyongsong masa depannya. Bahkan Wenger punya rancangan beberapa bagian stadion baru seperti atap, lantai, kamar ganti dan kamar mandi pemain, auditorium pers serta ruangan rehabilitasi cedera.
Di sisi lain Dein bicara potensi pendapatan tiket, iklan dan sponsor yang dijamin jauh lebih besar. Mereka telah menciptakan mesin uang untuk masa depan. Presentasi keduanya memuaskan dewan komisaris sehingga bersedia membebaskan satu lahan di pinggir jalan kereta di area Ashburton Grove. Namun seseorang mengawasi Dein dengan kewaspadaan: Peter Hill-Wood (PHW). Dia adalah anaknya Denis Hill-Wood, dan cucu dari Samuel Hill-Wood.
Samuel menguasai saham terbesar sejak 1929 serta mengkreasi Arsenal meraih era kejayaan pertama di 1930-an. Pada 1946 ia mengajak rekan Partai Konservatifnya, Sir Guy George Bracewell Smith, membangun ulang manajemen Arsenal yang berantakan usai Perang Dunia II. Karena itulah, demi menjaga tradisi dan menghormati keluarga Hill-Wood, kemudian Peter diaklamasikan menjadi presiden klub sejak 1983 setahun sesudah wafatnya sang ayah.
Rupanya kesuksesan Dein dengan mahakarya melahirkan Premier League di 1992 dan mendatangkan Arsene Wenger pada 1996 menciptakan saling silang di dewan komisaris. Ada yang pro, namun lebih banyak yang kontra. Meski jadi pendatang baru setelah membeli 16,6% saham Arsenal pada 1983, reputasi Dein langsung meroket dengan posisi wakil presiden klub sekaligus chief operating untuk semua aktivitas bisnis. Selain itu ia juga master transfer jempolan.
Lewat tangan dingin lelaki kelahiran 7 September 1943 itu datanglah Ian Wright pada 1991 dan Dennis Bergkamp pada 1995 di era George Graham. Ketika Wenger masuk, semua orderan sang profesor dipenuhinya. Patrick Vieira, Emmanuel Petit, Marc Overmars, Thierry Henry, Davos Suker, Robert Pires, Sol Campbell, Gilberto Silva, Gael Clichy, Kolo Toure, Cesc Fabregas dan Robin van Persie sampai nama yang terakhir...Theo Walcott.
Akibat kiprahnya yang kian dahsyat, saham Dein di Arsenal sempat melesat jadi 42% pada 1991. Lama kelamaan PHW, dan juga pemegang saham tradisionalis merasa Arsenal akan dijadikan ajang kepentingan bisnis pribadi Dein. Apalagi di Rusia, bisnis pribadi PHW ikut bersentuhan dengan relasi bisnis Dein. Salah satunya dengan Alisher Burkhanovic Usmanov.
Di kala PHW amat membenci pebisnis baja Rusia berdarah Uzbekistan itu, Dein justru menjadikan kolega terbaiknya. Api perseteruan di dewan komisaris pun kian membara. April 2007, dewan mencopot jabatan Dein dari semua aktivitas sebagai eksekutif alias dipaksa cuma disuruh duduk tenang menunggu deviden. Merasa telah berbuat banyak untuk mereka dan Arsenal, tentu saja Dein sangat sakit hati akibat pengkhianatan tersebut.
Bukan Dein namanya kalau tidak kontroversial. Pada Agustus 2007, tiba-tiba ia melepas seluruh 14,58% sisa sahamnya ke Usmanov yang kmeudian mengajak Farid Moshiri, pebisnis Iran, mendirikan konglomerasi khusus bernama Red & White Holdings. Mereka mengangkat Dein sebagai CEO-nya. Misi ketiganya adalah mengambil alih mayoritas saham Arsenal. Tapi PHW dan semua anggota dewan komisaris lain telah menebaknya Dein akan melakukan apa.
Kematian Fiszman
Tanpa Wenger, tidak mungkin Kroenke bisa percaya diri seperti ini. |
Kroenke segera tahu soal prahara kepemilikan yang sedang terjadi di Arsenal. Akal bulus bisnisnya langsung menerawang. Ia ingin lebih jauh terlibat. Sesuai hukum, untuk jadi eksekutif dan mengontrol semua bisnis Arsenal, minimal harus punya 30% saham. Selang tak lama Kroenke melakukan misinya. Pertama membeli saham Danny Fiszman sebanyak 10,6%, kedua memborong saham keluarga Richard Carr lebih dari 17,7%. Saham Kroenke menjadi 29,9%!
Namun mencari 0,1% saham setengah mati sulitnya karena semua pemilik saham tahu, Kroenke berambisi mengontrol Arsenal. Akibatnya saham Arsenal per lembarnya melonjak jadi 12.000-an pound per lembar. Kubu trio Dein-Usmanov-Moshiri juga melakukan ekspansif. Mereka bergerilya melakukan pembelian saham dengan cara retail, lembar per lembar, dari beberapa orang yang punya saham minoritas di Arsenal. Meski capek, hasilnya lumayan.
Hingga masuk ke 2011, Usmanov cs sukses mengumpulkan saham 29,25%! Final antara Amerika vs Rusia di bisnis Arsenal mencapai kulminasinya. Kroenke cuma butuh 0,1% sedang Usmanov 0,75%. Sementara itu harga saham AFC terus melonjak di London Stock Exchange (LSE) meroket 16.000-an pound (Rp 300-an juta) per lembar! Kedua kubu dengan progresif merayu pemegang saham minoritas. Namun mereka bersepakat untuk menunggu keadaan, termasuk perwakilan fans, Arsenal Supporters Trust (AST) yang hanya punya 3 lembar saham!
Prestasi The Gunners kala itu mencapai puncak kegelisahan. Satu-satunya kans juara, di Piala Liga 2011 pun gagal karena secara mengejutkan Arsenal ditaklukkan Birmingham 1-2 di Wembley pada bulan Februari. Di grup pemilik saham minoritas, muncul faksi pro dan anti baik Kroenke maupun Usmanov. Bukan itu saja, masa depan sang manajer juga tidak jelas. Kontrak Wenger habis di medio 2011. Praktis, ia sedang berdiri di persimpangan jalan.
Di luar pintu, Real Madrid, Bayern Muenchen, PSG bahkan Juventus sudah mengantri untuk meminangnya. Di saat menegangkan seperti itu, muncullah sesuatu yang tidak diduga, yang membelokkan nasib baik menjadi milik Kroenke dan Wenger: kematian Fiszman pada April 2011. Fiszman, pemilik saham terbesar sebelum dibeli Kroenke, merupakan satu-satunya sahabat Dein di dewan. Pedagang berlian itu meninggal dunia setelah lama sakit keras.
Entah mengapa sisa 16,11% saham almarhum bisa dibeli Kroenke, hanya beberapa hari kematiannya. Kroenke pun otomatis jadi preskom Arsenal dengan saham 45,36%. Tamatlah impian Usmanov dan Dein untuk mengusai Arsenal! Bola salju tidak stop sampai di situ. Wafatnya Fiszman, plus jenuh dengan prahara kepemilikan dan prestasi klub yang merosot; melahirkan sesuatu yang mengubah masa depan Kroenke menjadi jelas.
Lady Nina-Bracewell Smith, yaitu janda Sir Charles Bracewell-Smith, anak dari Sir Guy George Bracewell Smith ikut melepas seluruh sahamnya yang 15,9%. Langkah itu juga diikuti oleh cucu Sir Guy yaitu Clive dan Richard Carr untuk menjual sisa sahamnya pada Kroenke. Per 4 September 2011, Kroenke mutlak menguasai Arsenal dengan 66,76% saham atau 41,537 lembar. Dasar kapitalis, ia makin giat membeli saham lembar per lembar tiada henti hingga kini.
Menurut LSE, di 3 Oktober 2014 saham Kroenke berjumlah 41.639 helai usai membeli 36 lembar saham perorangan. Persentase naik jadi 66,92. Lalu 8 Desember 2014, tim sukses Kroenke menemukan 13 lembar lagi saham yang bersedia dilepas 15.500 pound per lembar. Andilnya pun naik lagi menjadi 66,94% dengan 41.652 lembar saham. Ia masih butuh 3,06% saham untuk menguasai mutlak Arsenal tanpa halangan dari siapapun yakni senilai 70%.
Terkesima Wenger
Hal pertama yang dirasakan Stan Kroenke, Arsenal itu identik dengan Arsene Wenger. Di matanya cuma orang inilah sejagat yang paling pas jadi panglima The Gunners. Kontroversial atau normatif, benci atau cinta, dia berharap Wenger terus meneruskan darma baktinya di Emirates, kalau perlu sampai jompo sendiri. Ada alasan? "Arsene adalah orang paling mengesankan yang pernah saya temui 20 tahun terakhir ini. Dia orang besar dan saya sangat suka melihat caranya mengatasi dirinya sendiri. Orang ini sangat cerdas sebab ia bisa bicara hal apa pun dan amat mengesankan ketika berbicara. Saya terpukau mendengarkannya. Harusnya dia sering mengadakan seminar bisnis," kata Kroenke saat diwawancarai Jeremy Wilson (The Telegraph).
Faktor Wenger juga jadi motif terkuat Kroenke ketika membeli saham Arsenal. Keyakinannya pada manajer hebat, pelatih luar biasa, ekonom mumpuni, sosiolog, ahli gizi atau kuliner, pakar statistik, arsitek stadion, konsultan bisnis sampai motivator ini semakin menggiatkan dirinya untuk terus menambah sahamnya di salah satu klub paling tradisional di Inggris tersebut.
Mana kala kepeduliannya pada Arsenal makin besar, semakin terikat pula Kroenke pada sang manajer. Di mata pemilik klub NBA Denver Nuggets ini, enerji Wenger sangat membara. "Fisik dan staminanya luar biasa. Dia merancang, membina, melatih, bepergian, berbicara dan meladeni tekanan dengan luar biasa. Begitu seterusnya. Kadang kala dia seperti yang terlihat menjadi atlet. Arsene adalah Arsenal itu sendiri," papar orang kaya berpenampilan sederhana yang mengaku telah memantau Wenger dan Arsenal sejak 15 tahun lalu.
"Saat Arsene membawa Arsenal juara tidak terkalahkan di 2004 itu sesuatu luar biasa dan saya semakin yakin untuk terlibat ke dalamnya," lanjut pengusaha asal Missouri yang mulai masuk ke Arsenal setelah membeli 9,9% saham Arsenal Holdings plc melalui ITV pada 2007. Di luar respek yang mendalam pada Wenger, tentu Kroenke terkesima dengan karyanya. "Saya suka dengan cara main Arsenal, umpan-umpannya, pergerakan, indah untuk ditonton dan sangat menarik. Saya mengikutinya dari dekat ketika mereka menjadi juara tak terkalahkan pada 2004. Itu hal luar biasa. Saya sering menontonnya langsung saat Thierry Henry masih ada. Itulah awal mula saya suka Arsenal," timpalnya lagi.
Setiap tahunnya owner klub hoki NHL Colorado Avalanche ini menghabiskan 30-40 hari berada di London untuk aktivitas bisnis. Di saat-saat seperti itu, hampir saban hari dia pasti bertemu dan berbicara dengan Wenger. Ada banyak kepentingan. Selain salah satu ladang usahanya, kini Arsenal jadi passion barunya. Apalagi putra semata wayangnya, Josh, kebetulan seorang Gooner. Belakangan Josh telah diangkatnya menjadi salah satu direktur Arsenal.
Keterkaitan hubungan pemilik klub MLS Colorado Rapids dengan Wenger lebih dari sekedar profesional tingkat tinggi tapi juga keeratan personal. Mereka saling menghormati, memahami, membutuhkan dan tentu saling berkepentingan. Dua hal yang disukai Wenger padanya: dia fokus pada bisnis dan bukan jenis pemilik yang main atur atau intervensi konten sesukanya. Kroenke bukan bertipe Abramovich atau Berlusconi.
Sebaliknya Wenger dihargai Kroenke sebab tak cengeng, tukang todong minta ini-itu bahkan aktivitas terpenting di bisnis sepak bola: bursa transfer. Kroenke paham bursa transfer separonya sepak bola. Respek melahirkan kepercayaan. Saking percayanya, Kroenke memberi kekuasaan mutlak pada Wenger untuk mengambil semua keputusan go or no go soal produksi, soal teknis, soal pemain dan permainan. Faktor subyektif lainnya adalah, Kroenke dan Wenger nyaris seumuran. Artinya sejak kecil hidup di zaman yang sama.
Dia merasa hanya disuruh duduk manis oleh sang manajer asal Ivan Gazidis memahami apa yang diinginkan dan dibutuhkan Wenger. Jika Wenger tangan kirinya, maka Gazidis - CEO Arsenal - merupakan tangan kanan Kroenke.
"Saya sangat menikmatinya. Dia sangat cerdas, berintelejensia tinggi dan kita semua tahu Arsene berpendidikan ekonomi seperti halnya saya. Ide dia bagaimana menjalankan klub amat luar biasa. Arsene adalah pemikir, perencana, pekerja keras, manusia yang memiliki rekor serta sejarah indah," papar presiden komisaris korporasi KSE UK itu lagi, yang dua tahun lebih tua dari Wenger.
Khawatir Petir
Kisah penyanjungan penganut Partai Republik ini pada Wenger tak berhenti sampai di situ. Anda pernah membaca novel atau minimal menonton film Moneyball? Di situ diungkap sosok nyata Billy Beane, diperankan dengan apik oleh aktor Brad Pitt, yang sepintas mengesankan kiprah Wenger karena kemiripan pola pikir. Ternyata memang berkaitan. Keahlian Wenger: kehebatan membelanjakan uang dan menggali nilai secara efektif dan efisien menjadi inspirasi Michael Lewis menulis sosok Billy Beane dalam buku Moneyball: The Art of Winning an Unfair Game.
"Billy Beane itu sosok olah raga populer di AS. Anda tahu siapa idola dia? Arsene Wenger! Ini bukan guyon. Anda tahu itu kenapa," ujar lelaki kalen itu penuh semangat. Alumnus master bisnis di Universitas Missouri begitu takjub sebab inspirator kunci sukses bisnis olah raga apa pun di dunia itu mengidolai juga Wenger. "Jika Anda melakukan lebih baik dari orang lain, maka Anda selalu jadi yang terbaik. Ini bukan ucapan saya tetapi ucapan Billy Beane, orang yang mengidolakan Arsene Wenger. Silakan Anda cek," sergah pria berkumis ala Adolf Hitler itu dengan serius. Luar biasa.
Dedikasi Arsene Wenger seperti ini yang dikagumi Stan Kroenke. |
Setelah Sir Alex Ferguson pensiun, Wenger kini menjadi manajer paling awet di Premier League dengan dua rekor terukir langgeng: manajer asing terbaik sepanjang masa di Arsenal dan di Inggris, serta satu pencapaian abadi: meraih juara tanpa terkalahkan di 2003/04, menjadi tiga rekor jika ia sukses mengantarkan Arsenal menjuarai Piala FA 2016. Tampaknya hanya Wenger sendiri yang bisa mengusir dirinya dari Emirates. Musim 2016/17 adalah era terakhir sang profesor di Arsenal sesuai kontrak pada Juni 2017.
"Ia memahami perasaan kita, apa filosofi klub, apa yang ingin kita lakukan dan ini membuat saya merasa bahwa kami total menyatu. Arsene Wenger selalu ingin melakukan cara yang sama dengan yang kita pikirkan. Saya tidak mau berbicara sesuatu yang bukan dia rasakan. Selama ini dia telah melakukan apa yang dia cintai. Pada akhirnya keputusan ada pada Arsene sendiri," jelas pria kelahiran 29 Juli 1947 itu dengan pasrah.
Tak satupun orang di Diklat Colney atau di kabinet Emirates ingin Wenger pergi, bahkan membayangkan kelanjutan Arsenal pun tidak. Semua bangga bekerja untuk dan dengan Wenger agar roda klub terus menggelinding ke seluruh dunia. Sebuah klub berusia 127 tahun. "Ia telah melakukan hal luar biasa untuk Arsenal. Namun Arsene pemilik dirinya sendiri, pikirannyalah yang kelak memutuskan itu," imbuh ayah dari Josh Kroenke dan Whitney-Ann Kroenke.
Kroenke menanggung beberapa perasaan sekaligus. Tatkala membahas Wenger, pria bermisai ini bersemangat namun juga berhati-hati. Ia harus mengakui dirinya telah terlibat dalam dengan Arsenal, baik sebagai penggemar maupun pemilik. Semua orang suka dengan kemenangan. Pemilik, pemain, pelatih, apalagi fans. Buat Arsenal dengan sejarah hebatnya, kepedulian mereka untuk menjadi yang terbaik menjadi gairah hidup sehari-hari yang bisa menembus imajinasi dan membuka motivasi. Ini pula yang dirasakan Stan Kroenke.
Satu kisah pada 2012 yang kelak tak pernah dilupakan Kroenke tentang Wenger. Saat itu dia mengajak Josh dan beberapa temannya, juga rombongan tim basket Denver Nuggets ke Colney untuk melihat latihan Arsenal. Tiba-tiba hujan turun dengan deras, ada gemuruh halilintar.
Mereka tak percaya pada pemandangan ajaib. Wenger masih di lapangan terbuka, basah kuyup, tetap melatih skuatnya sambil berteriak meski suaranya tak didengar pemain. "Oh, begitu rupanya keseharian Arsene. Oh Tuhanku, saya khawatir mereka disambar petir. Semuanya itu pasti karena cinta karena Anda tak akan melakukan tanpanya. Itulah sebuah passion," pungkas Kroenke sepenuh hati.
(foto: mirror.co.uk /greatgoals/thesun/arsenal.ir/sport&style/pinterest)