Serie A musim 1995/96 sedang memasuki liburan akhir tahun, yang di kalangan sepak bola Italia kondang dikenal dengan istilah D'Inverno. Hingga separuh putaran, jelas sudah tersaji siapa yang tengah bersinar terang. Setidaknya muncul tiga pemain yang kebetulan berstatus bintang. Apakah mereka sanggup mempertahankannya hingga akhir musim? Berikut ulasan kiprah ketiga protagonisti tersebut.
Alessandro Del Piero (Juventus): Pemecah Mitos
Pemuda berambut ikal kelahiran Conegliano, 22 tahun lalu ini dianggap pemecah mitos di klub yang membimbingnya sejak remaja, Juventus. Nomor sakti, 10, dikantonginya dengan mudah, semudah ia menggonta-ganti potongan rambutnya. Hal ini pasti ada apa-apanya. Tidak mungkin kalau biasa-biasa saja. Dulu Juve hanya memberikan nomor wasiat itu kepada pemain panutan yang punya 'kesaktian' luar biasa.
Contohnya Michel Platini, dan terakhir Roberto Baggio. Namun pelatih Marcello Lippi, dan juga Roberto Bettega, orang di belakang layar yang menentukan skenario permainan Juve, memang kepalang jatuh hati dan sangat percaya padanya. Di dalam negeri dan juga tim nasional, mungkin kehebatannya tak seberapa. Terlalu banyak pesaing. Namun jika ia tampil bersama Juve di ajang internasional, semua lawan jadi bergetar.
Terakhir, ia buktikan pada Piala Toyota di hadapan jagoan Argentina dan Amerika Latin, River Plate. Del Piero mengantarkan Juventus menjadi klub terbaik di dunia. Karena ia menjadi MVP di sana, maka Del Piero bisa juga disebut sebagai pemain terbaik di dunia untuk kategori klub. Bukan begitu?
George Weah (Milan): Tuan 100 Meter
San Siro, 8 September 1996 menjadi bukti pengakuan dunia pada dirinya. Pers Italia melukiskan peristiwa bersejarah di kakinya dengan titel Mister Centi Metri. Imajinasikan kejadian berikut: Weah menerima bola liar dari sepak pojok lawan di depan gawang rekannya sendiri, Sebastiano Rossi.Bola terus, terus, dan terus dibawa, dikuasai, dibawa. Dalam perjalanan epiknya, dia mengecoh, menipu, bergoyang dengan gerakan badan yang aduhai berkecepatan tinggi. Tinggal belasan meter lagi menuju gawang Verona. Tiga lawan terakhir ditaklukkannya juga. Di hadapan kiper Attilio Gregori, dia menyantap bola dengan nikmat untuk menciptakan gol ketiga. Dari kejauhan Silvio Berlusconi sontak bertepuk tangan, berdiri, seraya tertawa deras. Mamma Mia...Belissimo!
"Sepanjang hidup nonton bola, baru kali ini saya melihat kejadian seperti ini. Bahkan Van Basten pun belum pernah melakukannya," kata superbos AC Milan itu tanpa basa-basi lagi. Mungkin itu puncak kredibilitasnya di Milan, setelah berandil besar mengukuhkan juara pada 12 Mei sebelumnya. Beda dengan Del Piero, pemain berusia 30 tahun ini sangat menakutkan jika tampil di Liga Italia. Pembuktian hari itu telah dilukiskan oleh kakinya. Bukan dengan yang lain.
Enrico Chiesa (Parma): Termahal Se-Italia
Del Piero dan Weah hebat dengan keistimewaannya. Namun predikat striker termahal musim ini - bahkan sampai ujung tahun ini - di Italia adalah milik bujang kelahiran Genova berusia 26 tahun. Termahal? Ya, karena transfer Chiesa dari Sampdoria ke Parma bernilai 25 miliar Lira alias 37,5 miliar rupiah, plus gaji Rp 15 miliar selama 5 tahun kontraknya.Bagaimana kemampuannya? Tentu istimewa dong. Lihat saja walau Sampdoria tak mendapat tempat ke Piala UEFA sekalipun, namun dia bisa membuat 22 gol selama musim 1995/96 lalu. Hanya beda dua dari punta marcatori Igor Protti dan Giuseppe Signori. Padahal di awalnya Chiesa adalah pemain buangan. Dia sempat dibuang Sampdoria ke Genoa, lalu dibuang lagi oleh Genoa ke Cremonese.
Bos Parma Stefano Tanzi memanfaatkan ini. Jodohnya adalah Hernan Crespo. Hingga kini ia telah mencetak 5 gol. Padahal lini tengah Parma kini ompong setelah si tokoh utama (il protagonista) Gianfranco Zola pindah ke negeri seberang. Jadi ia masih tetap ada kans untuk membuktikan siapa dirinya.
(foto: idws/dnamilan/solocalcio/skysport.it/giornalettismo/hello-pet)