Meski sudah dibina dua tahun lebih, masalah stamina pemain PSSI Pra-Olimpiade 1996 agaknya masih jadi hambatan pelatih Tord Grip untuk memaksimalkan pola permainan. Secara jujur, ia mengakui bahwa teknik permainan para pemain sudah mendekati standar tim junior di Eropa.
Pelatih asal Swedia ini tak mau mengungkap banyak tentang peluang PSSI pada babak penyisihan di Jakarta, 25 dan 30 Mei 1995 mendatang, jika dilihat dari segi kondisi fisik mereka. "Jujur saja, anak-anak sudah menunjukkan permainan sepak bola dengan baik. Tapi, masih ada kelemahan di sana sini. Yang utama adalah perlu dukungan stamina yang lebih tinggi lagi. Ini yang memberatkan saya berbicara soal peluang PSSI,” ungkap Grip di markas tim Primavera di Campo Sportivo Tavarone, Genova.
Selanjutnya ia menambahkan bahwa terlalu mengharap dari mereka juga akan merusak suasana mental pemain yang rata-rata berusia 19,5 tahun itu. Ini disebabkan mereka terbentuk tidak dari masa kanak-kanak. Padahal, katanya lagi, rata-rata di Eropa seorang pesepak bola terbentuk sejak usia 8 tahun.
Makanya dengan kerendahan hati, ia meminta pada masyarakat Indonesia agar melihat faktor positif yang telah didapat para pemain. Penyisihan Pra-Olimpiade bukankag hal yang menentukan karier mereka. “Apakah kalau gagal, bakal kiamat sepak bola Anda?” ujar Grip lagi. Dari pengamatan langsung, baik Grip maupun Danurwindo atau Harry Tjong tampak sering resah melihat kesiapan fisik para pemain.
Namun masih ada waktu, meski mepet. Yang terpenting adalah menggenjot fisik agar mereka bisa berdaya untuk melakoni strategi permainan dan pematangan tim. “Kami mematangkan sistem 3-5-2 dan mengutamakan pressing dan zona marking yang telah menjadi standar di Italia. Makanya, fisik mereka harus siap,” lanjut pelatih yang menggantikan Romano Matte ini.
Kekecewaan Bersama
Mengenai dua calon lawan – Korea Selatan dan Hong Kong – mantan asisten pelatih tim nasional Swedia itu lebih memperhatikan kiprah negeri ginseng. Secara kebetulan, akhir Maret lalu, mereka berkunjung ke Italia dan menggelar latih-tanding dengan tim setempat, hanya 30 km dari markas Primavera.
“Lihatlah postur dan kemampuan fisik mereka. Sudah menyamai tim-tim Eropa. Apalagi teknik mereka juga bagus,” tambahnya. Beruntung ia bersama Danurwindo dan Harry Tjong mengintip uji coba itu sekaligus merekamnya melalui video. Secara bersamaan mereka menganggap Korea Selatan sebagai lawan terberat.
Grip juga memuji penampilan Kurniawan yang sempat berujicoba dengan rekan-rekannya. Baginya, pemain FC Luzern di Liga Swiss itu sudah mempunyai kemampuan standar Eropa baik secara tim maupun individu.
“Indriyanto juga mulai menunjukkan permainan yang memukau,” katanya lagi memuji pasangan Kurniawan di lini depan itu. Yang membesarkan hati adalah tekad para pemain yang rata-rata bermotivasi tinggi untuk memberikan hasil terbaik. “Kami lebih siap menghadapi Pra-Olimpiade ini dibanding Piala Asia. Saya telah menyaksikan rekaman penampilan mereka ketika ujicoba di sini,” tutur kapten tim Bima Sakti mewakili seluruh rekan-rekannya.
Tekad mereka tekad kita juga. Harapan publik sepak bola tentu harapan para pelatih juga. “Saya pun punya perasaan kecewa kalau gagal, sama seperti mereka yang di Tanah Air. Apalagi, mengingat saya sudah meninggalkan anak dan istri selama dua tahun. Saya lebih merasakannya lagi,” ucap Danurwindo, manajer tim PSSI Pra Olimpiade.
Tim PSSI Pra-Olimpide
Manajer: Danurwindo
Pelatih: Tord Grip
Asisten Pelatih: Harry Tjong
Dokter: Dr. James Tangkudung
Psikolog: Jo Rumeser
Masseur: Drs. Widodo
Pembantu Umum: Sanusi Marjuki
Pemain: Kurnia Sandy, Ari Supriarso (Kiper); Eko Purjianto, Anang Ma’ruf, Yeyen Tumena, Gusnaedi Adang, Frido Yuwanto (Belakang); Alexander Pulalo, Aples Tecuari, Bimasakti Tukijan, Ismayana Arsyad, Supriyono, Ilham Romadhona, Nurul Huda, Chrislow Yarangga (Tengah); Indriyanto Nugroho, Haryanto Prasetyo, Kurniawan Dwi Yulianto, Albert Yorn, Asep Dayat (Depan).
(foto: stefan sihombing)
Pelatih asal Swedia ini tak mau mengungkap banyak tentang peluang PSSI pada babak penyisihan di Jakarta, 25 dan 30 Mei 1995 mendatang, jika dilihat dari segi kondisi fisik mereka. "Jujur saja, anak-anak sudah menunjukkan permainan sepak bola dengan baik. Tapi, masih ada kelemahan di sana sini. Yang utama adalah perlu dukungan stamina yang lebih tinggi lagi. Ini yang memberatkan saya berbicara soal peluang PSSI,” ungkap Grip di markas tim Primavera di Campo Sportivo Tavarone, Genova.
Selanjutnya ia menambahkan bahwa terlalu mengharap dari mereka juga akan merusak suasana mental pemain yang rata-rata berusia 19,5 tahun itu. Ini disebabkan mereka terbentuk tidak dari masa kanak-kanak. Padahal, katanya lagi, rata-rata di Eropa seorang pesepak bola terbentuk sejak usia 8 tahun.
Makanya dengan kerendahan hati, ia meminta pada masyarakat Indonesia agar melihat faktor positif yang telah didapat para pemain. Penyisihan Pra-Olimpiade bukankag hal yang menentukan karier mereka. “Apakah kalau gagal, bakal kiamat sepak bola Anda?” ujar Grip lagi. Dari pengamatan langsung, baik Grip maupun Danurwindo atau Harry Tjong tampak sering resah melihat kesiapan fisik para pemain.
Namun masih ada waktu, meski mepet. Yang terpenting adalah menggenjot fisik agar mereka bisa berdaya untuk melakoni strategi permainan dan pematangan tim. “Kami mematangkan sistem 3-5-2 dan mengutamakan pressing dan zona marking yang telah menjadi standar di Italia. Makanya, fisik mereka harus siap,” lanjut pelatih yang menggantikan Romano Matte ini.
Kekecewaan Bersama
Mengenai dua calon lawan – Korea Selatan dan Hong Kong – mantan asisten pelatih tim nasional Swedia itu lebih memperhatikan kiprah negeri ginseng. Secara kebetulan, akhir Maret lalu, mereka berkunjung ke Italia dan menggelar latih-tanding dengan tim setempat, hanya 30 km dari markas Primavera.
“Lihatlah postur dan kemampuan fisik mereka. Sudah menyamai tim-tim Eropa. Apalagi teknik mereka juga bagus,” tambahnya. Beruntung ia bersama Danurwindo dan Harry Tjong mengintip uji coba itu sekaligus merekamnya melalui video. Secara bersamaan mereka menganggap Korea Selatan sebagai lawan terberat.
Grip juga memuji penampilan Kurniawan yang sempat berujicoba dengan rekan-rekannya. Baginya, pemain FC Luzern di Liga Swiss itu sudah mempunyai kemampuan standar Eropa baik secara tim maupun individu.
Indriyanto Nugroho. |
Tekad mereka tekad kita juga. Harapan publik sepak bola tentu harapan para pelatih juga. “Saya pun punya perasaan kecewa kalau gagal, sama seperti mereka yang di Tanah Air. Apalagi, mengingat saya sudah meninggalkan anak dan istri selama dua tahun. Saya lebih merasakannya lagi,” ucap Danurwindo, manajer tim PSSI Pra Olimpiade.
Tim PSSI Pra-Olimpide
Manajer: Danurwindo
Pelatih: Tord Grip
Asisten Pelatih: Harry Tjong
Dokter: Dr. James Tangkudung
Psikolog: Jo Rumeser
Masseur: Drs. Widodo
Pembantu Umum: Sanusi Marjuki
Pemain: Kurnia Sandy, Ari Supriarso (Kiper); Eko Purjianto, Anang Ma’ruf, Yeyen Tumena, Gusnaedi Adang, Frido Yuwanto (Belakang); Alexander Pulalo, Aples Tecuari, Bimasakti Tukijan, Ismayana Arsyad, Supriyono, Ilham Romadhona, Nurul Huda, Chrislow Yarangga (Tengah); Indriyanto Nugroho, Haryanto Prasetyo, Kurniawan Dwi Yulianto, Albert Yorn, Asep Dayat (Depan).
(foto: stefan sihombing)