Karena masih terbilang baru dijodohkan oleh Trainer Giovanni Trapattoni, duet Bayern Muenchen ini belum setajam saingan mereka. Kostadinov yang baru dipinjam dari Deportivo La Coruna ini langsung digabungkan dengan Scholl, anak muda berdarah Turki dengan tujuan untuk membuat alternatif serangan mematikan yang selama ini dipanggul oleh Juergen Klinsmann dan Jean Piere Papin.
Dengan bantuan playmaker asal Swiss, Alain Sutter, mereka akhirnya bisa padu juga. Bukti bisa dilihat saat menghadapi tuan rumah IFK Goteborg di perempatfinal. Meski tanpa Sutter saat itu, tetapi Kostadinov dan Scholl amat memusingkan Joachim Bjorklund dkk. Sayangnya gara-gara kiper Sven Scheurer diusir wasit, pelatih Giovanni Trapattoni terpaksa harus menarik Kostadinov keluar sehingga kemaksimalannya tertahan.
Sosok Scholl di Muenchen mengingatkan pada kejayaan Pierre Littbarski. Potongan tubuhnya pun nyaris sama. Pendek namun gesit dan gerakannya sulit ditangkap. Keunggulan utama Scholl adalah penguasaan bola dan mempunyai naluri penetrasi yang tinggi meski belum lihai mencetak gol. Maka, Scholl sering ditempatkan sebagai penyerang siluman di belakang Kostadinov, atau Christian Ziege dan Jean-Pierre Papin.
Berfungsi sebagai si Nomor 10 dalam permainan (playmaker), Scholl sebenarnya sudah pantas berdiri di jajaran tim nasional. Apakah karena ia bukan ras Arya sehingga tidak dipanggil Bertie Vogts? Entahlah, tampaknya pemain kelahiran 16 Oktober 1970 ini tidak pernah menuntutnya. “Memang kini kami lebih kuat di belakang, tetapi dengan Mehmet keseimbangan di depan lebih terjaga,” kata Trapattoni yang secara tersirat menugaskan Kostadinov sebagai finisiher sesungguhnya.
Bukan tidak mungkin kalau saja Papin, Lothar Matthaeus, dan kiper utama Oliver Kahn bisa bermain, Muenchen mungkin lebih serius dijagokan merebut Liga Champion, yang terakhir kali digenggam mereka 19 tahun lalu. “Memang benar kami hanya mengandalkan semangat khas Jerman dalam Liga Champion kali ini,” sambung Uli Hoeness, manajer bisnis Muenchen.
Sukses tidaknya tandem Scholl-Kostadinov sangat bergantung dari kerja keras Trapattoni mulai dari melatih hingga menyusun strategi kongkrit di lapangan menghadapi Ajax Amsterdam, calon lawan mereka di semifinal. Trapattoni mesti cerewet mengingatkan duet Scholl-Kostadinov untuk selalu mempelajari kinerja duet Danny Blind-Frank Rijkaard.
(foto: fanebi)
Dengan bantuan playmaker asal Swiss, Alain Sutter, mereka akhirnya bisa padu juga. Bukti bisa dilihat saat menghadapi tuan rumah IFK Goteborg di perempatfinal. Meski tanpa Sutter saat itu, tetapi Kostadinov dan Scholl amat memusingkan Joachim Bjorklund dkk. Sayangnya gara-gara kiper Sven Scheurer diusir wasit, pelatih Giovanni Trapattoni terpaksa harus menarik Kostadinov keluar sehingga kemaksimalannya tertahan.
Sosok Scholl di Muenchen mengingatkan pada kejayaan Pierre Littbarski. Potongan tubuhnya pun nyaris sama. Pendek namun gesit dan gerakannya sulit ditangkap. Keunggulan utama Scholl adalah penguasaan bola dan mempunyai naluri penetrasi yang tinggi meski belum lihai mencetak gol. Maka, Scholl sering ditempatkan sebagai penyerang siluman di belakang Kostadinov, atau Christian Ziege dan Jean-Pierre Papin.
Berfungsi sebagai si Nomor 10 dalam permainan (playmaker), Scholl sebenarnya sudah pantas berdiri di jajaran tim nasional. Apakah karena ia bukan ras Arya sehingga tidak dipanggil Bertie Vogts? Entahlah, tampaknya pemain kelahiran 16 Oktober 1970 ini tidak pernah menuntutnya. “Memang kini kami lebih kuat di belakang, tetapi dengan Mehmet keseimbangan di depan lebih terjaga,” kata Trapattoni yang secara tersirat menugaskan Kostadinov sebagai finisiher sesungguhnya.
Bukan tidak mungkin kalau saja Papin, Lothar Matthaeus, dan kiper utama Oliver Kahn bisa bermain, Muenchen mungkin lebih serius dijagokan merebut Liga Champion, yang terakhir kali digenggam mereka 19 tahun lalu. “Memang benar kami hanya mengandalkan semangat khas Jerman dalam Liga Champion kali ini,” sambung Uli Hoeness, manajer bisnis Muenchen.
Sukses tidaknya tandem Scholl-Kostadinov sangat bergantung dari kerja keras Trapattoni mulai dari melatih hingga menyusun strategi kongkrit di lapangan menghadapi Ajax Amsterdam, calon lawan mereka di semifinal. Trapattoni mesti cerewet mengingatkan duet Scholl-Kostadinov untuk selalu mempelajari kinerja duet Danny Blind-Frank Rijkaard.
(foto: fanebi)